• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Metabolit Sekunder pada Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

Senyawa alami pada tumbuhan secara umum merupakan molekul kimia yang berupa mineral, metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan salah satu senyawa yang disintesis pada makhluk hidup seperti tumbuhan, mikrobia maupun hewan dengan proses biosintesis yang dapat digunakan untuk kebutuhan kehidupan tetapi tidak vital (Saifudin, 2014). Berbeda dengan senyawa metabolit primer, metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan tanaman (Setyorini & Yusnawan, 2018). Metabolit sekunder merupakan produk sampingan selain metabolit primer sehingga dapat ditemukan pada satu atau beberapa kelompok spesies tertentu (Perangin-Angin et al., 2019). Selain itu metabolit sekunder juga diproduksi secara terbatas dan hanya pada kondisi tertentu. Perbedaan setiap tumbuhan dalam melakukan fotositesis menyebabkan adanya perbedaan hasil metabolit sekunder yang dihasilkan (Rachmawan & Dalimunthe, 2017).

Beberapa fungsi metabolit sekunder diantaranya sebagai antibiotik, pigmen, toksin, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunomodulasi, reseptor antagonis dan agonis, pestisida, agen antitumor, dan promotor pertumbuhan binatang dan tumbuhan. Mariska, (2013) menyebutkan bahwa terdapat beberapa fungsi senyawa metabolit sekunder pada tanaman di antaranya adalah sebagai atraktan (menarik serangga penyerbuk), melindungi dari stress lingkungan, pelindung dari serangan hama/penyakit (fitoaleksin), melindungi dari sinar ultra violet, merupakan zat pengatur pada tumbuh untuk dapat bersaing dengan tanaman lain (alelopati).

2.1.1 Jalur Biosintesis Metabolit Sekunder

Menurut Saifudin, (2014) berdasarkan jalur biosintesisnya metabolit sekunder digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:

(2)

1. Golongan Asetat (C2): Poliketida dan Asam Lemak

Golongan (C2) dibagi menjadi 2 golongan yaitu poliketida dan turunan asam lemak. Asam lemak merupakan building block dan kerangka dasar pada senyawa golongan ini. Pada senyawa golongan ini memiliki jumlah karbon berjumlah dua dan kelipatannya.

2. Golongan Mevalonat dan Deoksisilulosa (C5): Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa yang tersusun dari kerangka isopren (C5) yaitu rantai dengan lima karbon bercabang disertai metil pada karbon nomor 2 dan kelipatannya. Senyawa ini terdapat pada berbagai tanaman yang bersifat menghambat kanker, menurunkan gula darah, antidiabetes, sebagai pestisida dan juga parfum. Minyak atsiri monoterpen dan seskuiterpen, steroid, kolesterol merupakan senyawa terpenoid. Senyawa terpenoid dapat disentesis dengan dua jalur yaitu jalur mevalonat dan deoksiselulosa. Pembentukan dimulai dengan isopentenil piropospat (IPP) atau dimetilalilpiropospat (DMAPP) yaitu isopropen yang mengikat dua pospat dan bergabung dari kepala-ekor membentuk monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen. Isoprepen merupakan unit pebangunan terpenoit bukan starting material awal.

3. Golongan Sikimat: Fenil Metanoid (C7) dan Fenil Propanoid (C9)

Senyawa fenil propanoid terbentuk karena adanya penggabungan kerangka antara senyawa aromatik fenil (C6) dan rantai samping propanoid (C3). Senyawa fenil propanoid juga dapat terbentuk dari asam sikimat. Senyawa golongan fenil propanoid merupakan senyawa yang memiliki aktifitas antikanker.

4. Golongan Alkaloid

Senyawa golongan alkaloid dapat diklasifikasikan berdasarkan asam amino prekursornya dan terdapat atom nitrogen di dalam kerangkanya. Oleh karena itu senyawa alkaloid dapat dipelajari dan ditelusuri berdasarkan building blok atau kerangka asam amino asalnya.

5. Golongan campuran: kombinasi antara metabolit sekunder atau metabolit sekunder dan metabolit primer.

(3)

Keberadaan senyawa-senyawa di alam dapat saling bereaksi dan membentuk ikatansehingga menjadi keragaman baru baik dalam bentuk struktur maupun aktifitas farmakologi.

Macam-macam kombinasi yang mungkin terjadi diantaranya adalah:

a) Dua golongan metabolit sekunder b) Tiga golongan metabolit sekunder

c) Semua golongan golongan dari metabolit primer

d) Semua senyawa metabolit sekunder dapat melakukan reaksi dengan halogenasi, sulfurasi, dan aminasi.

2.1.2 Macam-Macam Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Jarak Jarak pagar (Jatropha curca L) merupakan salah satu tanaman dapat yang berpotensi sebagai bioinsektisida. Kandungan yang terdapat pada daun jarak pagar diantaranya alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan flavonoid (Adinata et al., 2013b).

Tanaman yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae dapat tumbuh mencapai ketinggian 1-5 meter. Beberapa tahun terakhir tanaman jarak banyak dimanfaatkan sebagai baha n bakar minyak. Penggunaan bahan jarak pagar dinilai lebih efektif karena tidak berkompetisi sebagai bahan makanan. Selain dimanfaatkan sebagai penghasil bahan bakar nabati, tanaman jarak juga dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti untuk minyak pelumas, bahan baku dalam pembuatan sabun berkualitas tinggi, bahan baku dalam industri insektisida, fungisida, dan molluskasida (Hartati et al., 2020).

Pada daun jarak pagar (Jatropha curca L) mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder diantaranya senyawa saponin, tannin, alkaloid, flavonoid dan fenolik (Adinata et al., 2013b). Senyawa kimia tersebut yang berperan pada insektisida karena berpengaruh pada sistem saraf dan otot, reproduksi, perilaku penolak dan penarik, anti-makan (antifeeding), dan sistem pernafasan (Setyawat), dan keseimbangan hormon (Siamtuti et al ., 2017). Senyawa alkoloid juga dapat menghambat pertumbuhan serangga, hal tersebut disebabkan karena alkoloid berupa garam sehingga dapat menyebabkan degradasi membran sel, serta dapat menghambat kerja enzim asetil kolinesterase yang menyebabkan terganggunya sistem kerja saraf larva (Koneri & Pontororing, 2016).

(4)

Menurut (Alamsyah, 2006) menyebutkan bahwa daun dan ranting muda jarak pagar mengandung bahan kimia, yaitu stigmasterol triterpen siklik, 5 stigmastene 3β,7β-diol; 5 stigmastene 3β,7αdiol; 5 cholestene3β,7β-diol; 5 cholestene3β,7α-diol; 24α-metyl-5 cholestene-3β-ol; β-sitesterol; dan 7-ketoβ- sitesterol. Selain itu daun dan ranting jarak pagar mengandung flavonoid, apigenin, vitexin, isovitexin, mengandung dimer dari triterpene alkohol (C63H117O9) dan dua flavonoid glikosida.

Tabel 2.1 Senyawa metabolit sekunder pada jarak

Senyawa Keterangan

Saponin Saponin dapat dikatakan sebagai racun perut, ketika senyawa ini masuk kedalam tubuh serangga dapat menyebabkan menurunnya tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus yang berakibat pada dinding traktus digestivus menjadi korosif. Saponin dapat merusak alat percernaan dan mengubah perilaku makan (Eka, Moerfiah, & Triastinurmiatiningsih, 2018).

Tannin Senyawa tannin merupakan senyawa astringent yang dapat mengikat dan mengendapkan atau menyusutkan protein. Tannin juga dapat berfungsi sebagai penolak nutrisi (antinutrient) dan penghambat enzim (enzyme inhibitor) yang dapat mengakibatkan rendahnya hidrolisis pati dan menurunkan respons terhadap gula darah pada hewan (Siamtuti et al., 2017). Tanin dapat memblokade respon otot pada dinding sel kulit (Tampubolon, Sihombing, Purba, Samosir, &

Karim, 2018).

Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa toksik yang dapat bertindak sebagai racun perut. Alkaloid dapat menganggu alat pencernaan dan reseptor pada mulut (Koneri & Pontororing, 2016)

Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa toksik yang dapat menyebabkan kerusakan sistem pernafasan. Cara kerja flafonoid adalah dengan masuk kedalam tubuh kemudian melemahkan syaraf serta kerusakan pada sistem pernapasan yang dapat meyebabkan serangga sulit bernafas (Koneri & Pontororing, 2016)

2.1.3 Mengisolasi dan Pemurnian Metabolit Sekunder 2.1.3.1 Sifat dan Pemilihan Pelarut

Pelarut digunakan mengetahui sifat dasar metabolit sekunder dan untuk mempermudah dalam mengisolasi senyawa. Penggolongan metabolit sekunder menurut kepolarannya masih terlihat kaku dan tidak mutlak dapat diterapkan. Hal tersebut dikarenakan setiap metabolit sekunder memiliki sifat polaritas yang tidak berbeda secara dramatis. Sebagian besar senyawa metabolit sekunder memiliki sifat semi polar. Senyawa semi polar mempunyai kemampuan larut dalam pelarut

(5)

organik. Metanol/etanol dan asetonitril merupakan pelarut organik yang bersifat paling polar (Saifudin, 2014). Pelarut metanol/etanol mempunyai kemampuan menyaring senyawa-senyawa aktif yang bersifat polar seperti flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid (Verdiana, Widarta, & Permana, 2018).

Tabel 2.2 Jenis Pelarut dan Kegunaannya

Solven Penggunaan

Hekana Digunakan untuk proses ekstraksi lemak, sebagai partisi paling awal pada larutan air dan heksana. Penggunaan rasio dari besar ke kecil (0- 10%) bercampur etis asetat dapat digunakan pada fase KLT dan kolom silika sebagai pemisah senyawa semi polar-non polar

CCl₄ Bersifat racun pemakaian tidak digunakan sebagai ekstraksi dan pemisah.

Benzena Bersifat karsinogenik yang dapat digunakan sebagai pemisah isomer- isomer dengan cincin benzen, pada tahap pemurnian. Proses dilakukan si lemari asam/ fumehood.

Toluen Digunakan pada fase gerak KTL yang bercampur dengan metanol dengan kadar rendah, analisis dilakukan pada senyawa bercincin benzena

Trietil amina Basa lemah, dapat digunakan untuk menganalisis alkaloit pada KLT dicampur dengan (1-5%)klorofom-metanol atau etil asetat-heksana.

Kloroform Digunakan pada partisi terhadap air. Pada KLT fase normaldapat dicampur dengan metanol kadar rendah.bersifat toksik dan dapat larut dengan metanol.

Eter Anestegenik dan toksik dapat digunakan dengan rasio1-4 bersamaan dengan heksana digunakan pada fase gerak untuk pemurnian dan pemisahan.

Etil asetat Digunakan pada partisi cair dengan air dapat dilakukan setelah heksana pada fase gerak kromatografi kolom.

Asam asetat Digunakan untuk mengasamkan fase gerak yang terjadi pada KLT pemisah halus

Diklorometana Dapat menggantikan klorofom pada partisi cair-cairdapat dicampurkan dengan metanol kadar rendah (5-20)pada fase gerak KLT normal.

ƞ-butana Dapat digunakan pada air setelah etil asetat.sering kali dicampurkan dengan sedikit asam asetatatau asam lemah lain lalu dijenuhkan pada air dan analisi KLT glikosida.

ƞ-Propanol Digunakan pada partisi cair-cair, dapat dilakukan lebih halus pada fraksi airsetelah dipartisi dengan ƞ-butanol.

Aseton Digunakan pada ekstraksi senyawa semi polar. Pada KLT dicoba dengan sedikit metanol,berbentuk terdeutronasi menjadi pelarut semi polar.

Etanol Digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi simplisia dapat sendiri atau dicampur dengan air.

Metanol Merupakan pelarut utama pada simplisia. Dapat bercampur dengan aseton atau asetonitril pada fase gerak terbalik. Menggunakan rasio kecil bengan dicampur klorofom ataudiklorometana pada fase gerak KLT normal

Asetonitril Dapat dicampur dengan air pada fase KLT normal dan HPLC DMSO Pelarut untuk biomasa, berbentuk terdeutronasi menjadi pelarut NMR

Air Digunakan untuk pengekstrakan polar, dapat digunakan untuk membuat infusa atau dekokta, jika terdeutron menjadi pelarut NMR.

Sumber: (Saifudin, 2014)

(6)

2.1.3.2 Metode Isolasi Pemisahan Senyawa

Pemisahan senyawa alami dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemisahan awal atau pemisahan kasar dan pemisahan halus. Beberapa cara pemisahan kasar diantaranya adalah ekstraksi, fraksinasi partisi cair atau fraksinasi cair dan padat.

Pemisahan halus dapat melibatkan salah satu cara antara lain kromatografi kolom fase normal atau fase terbalik dan kromotografi eksklusi/ permeasi (Saifudin, 2014).

Ekstraksi adalah proses penarikan material dengan pelarut air atau pelarut organik pada bahan yang sudah dikeringkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana merupakan metode maserasi (perendaman). Maserasi menjadi alternatif karena selain simpel juga tidak mengganggu fisik. Metode ekstraksi lain yaitu perkolasi, perkolasi berkesinambungan, gas superkitis dll dinilai kurang tepat untuk metode ekstraksi pendahuluan melainkan dapat digunakan pada aplikasi i ndustri atau perbanyakan rendeman atau scaling up (Saifudin, 2014). Metode ekstraksi ini memiliki berbagai kelebihan diantaranya adalah pengoperasian yang sederhana,relatif murah dan dapat digunakan pada sampel yang bersifat termolabil (Sari, Ulfa, Marpaung, & Purnama, 2021).

2.2 Pengunaan Pestisida pada Hama

Pestisida nabati merupakan pestisida yang menggunakan bahan dasar berasal dari alam, mempunyai kandungan bahan aktif yang dapat mengendalikan hama. Penggunaan pestisida nabati dinilai lebih ekonomis dan ramah lingkungan meskipun membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 24 tahun 2011, Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dapat digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Seperti rerumputan Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk.

Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah hama-hama air. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam

(7)

alat-alat pengangkutan; dan/atau memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Penggunaan insektisida anorganik menyebabkan beberapa dampak negatif dan berpengaruh buruk bagi lingkungan. Selain meninggalkan residu penggunaannya juga dapat membunuh, musuh alami, dan terjadinya resistensi hama hingga berdampak negatif bagi komsumen dan binatang peliharaan (Asikin &

Lestari, 2021). Berdampak buruk bagi kesehatan manusia jika terkena kulit yang bersifat sensitive dapat menyebabkan iritasi bahkan jika terkena dalam dosis tinggi dan terserap oleh kulit bisa menimbulkan kekejangan otot (Soedarto, 2012).

Berdasarkan cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu racun lambung, racun kontak dan racun pernafasan (Eka et al., 2018). Racun lambung merupakan insektisida yang dapat membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Insektisida tersebut akan diedarkan dibawa menuju susunan saraf serangga. Penggunaan insektidsida ini tidak cocok untuk jenis serangga yang berpindah-pindah, tetapi akan berfungsi jika tanaman yang disemprotkan dapat menyimpan residu (Hartini, 2014).

Racun kontak merupakan insektisida yang dapat masuk ke dalam tubuh serangga lewat Pori-pori kulit. Serangga dapat mati ketika bersentuhan langsung dengan insektisida. Beberapa racun kontak juga dapat berperan sebagai racun perut.

Beberapa insektisida yang memiliki sifat yang kuat terhadap racun kontak antara lain Diklorfos dan Pirimifos metil. Racun pernafasan merupakan insektisida yang bekerja lewat saluran pernafasan. Hama akan mati apabila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Sebagian besar racun pernafasan berupa gas, atau apabila wujud asalnya padat atau cair yang dapat berubah atau menghasilkan gas apabila diaplikasikan sebagai fumigansi (gas). Setelah masuk kedalam tubuh serangga, insektisida akan menghambat saluran pernafasan dan menyebabkan serangga sulit bernafas (Rustam et al., 2018).

Bioinsektisida berdasarkan fungsinya dibagi menjadi tiga kelompok, repelen, antifidan dan atraktan. Menurut Saenong (2016) kelompok repelen adalah

(8)

kelompok yang dapat mencegah kehadiran serangga karena bau yang menyengat.

Linalool dan geraniol dan eugenol merupakan senyawa fenol dengan daya Repellent, Senyawa ini mempunyai kemampuan memunculkan bau atau aroma khas, ketika aroma tersebut ditangkap oleh indra perasa maka reseptor perasa pada mulut akan terhambat dan gagal mendapat stimulus rasa akibatnya serangga gagal mengenali makanannya dan akan pergi menjauh. Kelompok antifidan yang dapat mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, menghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf dan dapat mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga. Kelompok atraktan, yakni pestisida nabati yang dapat memikat kehadiran serangga sehingga dapat dijadikan sebagai senyawa perangkap serangga dan juga untuk mengendalikan pertumbuhan jamur/ bakteri (Aini, Widiastuti, & Nadhifa, 2017).

2.3 Mekanisme Kontak Kutu Rambut

Kutu rambut dalam bahasa latin disebut Pediculus humanus capitis merupakan serangga dari keluarga Pediculidae yang hidup di rambut. Kutu rambut bertahan hidup dengan menghisap darah di kulit kepala secara perlahan dalam waktu yang cukup lama (Syarbaini & Yulfi, 2021). Setelah menetas kutikula kutu akan mengelupas dan menghisap darah untuk pertaman kalinya. Menghisap darah dilakukan sepanjang hidup kutu rambut untuk memenuhi kebutuhan nutrusi. Siklus hidup kutu rambut terdiri dari tiga fase yaitu telur, nympha dan kutu dewasa. Kutu rambut pada fase telur sering sulit dibedakan dengan ketombe, telur biasanya diletakkan pada pangkal batang rambut. Embrio pada telur terletak sejajar lateral di batang rambut. Telur menetas dalam 5-18 hari menjadi nympha. Tahap selanjutnya bergantung pada kondisi suhu dan lingkungan. Kutu rambut yang sudah siap menetas akan mendorong operculum hingga terbuka dengan cara menelan udara yang ada di dalam telur. Perkembangan nympha akan melalui tiga stadium dan mengalami pergantian eksoskeleton sebanyak 3 kali per hari hingga mencapai bentuk dewasa. Kutu dewasa dapat bertahan hidup hingga 10 sampai beberapa bulan (Yusniawan et al., 2020).

Kutu rambut merupakan ekstoparasit obgliat yang seluruh hidupnya berada pada tubuh inangnya. Memiliki tipe mulut penghisap dengan tiga buah penusuk

(9)

seperti jarum untuk menghisap dan menyuntikkan kelenjar ludah ke tubuh inangnya. Sepanjang sisi lateral abdomen terdapat keping-keping yang merupakan tempat spirakel. Kutu Anoplura baik betina maupun jantandapat menghisap darah pada siang ataupun malam sejak tahap nimfa hingga dewasa (Hadi & Soviana, 2018)

Kutu rambut dapat menular sangat mudah, melalui beberapa barang yang sering digunakan sehari-hari. Terdapat dua metode dalam mencegah penularan kutu rambut, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Metode pencegahan penularan kontak langsung dapat dilakukan dengan menghindari adanya kontak langsung rambut dengan rambut ketika bermain dan beraktivitas dirumah, sekolah, dan dimanapun. Metode pencegahan penularan tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya tidak menggunakan pakaian seperti topi, scarf, jaket, kerudung, kostum olahraga, ikat rambut secara bersamaan. Tidak menggunakan sisir, sikat, handuk secara bersamaan. Apabila ingin memakai sisir atau sikat dari orang yang terinfeksi dapat melakukan desinfeksi sisir dan sikat dengan cara direndam di air panas selama 5-10 menit. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur, karpet, dan barang-barang lain. Menyapu dan membersihkan lantai dan perabotan lainnya (Hardiyanti et al., 2015)

Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan pada pedikulosis kapitis yaitu mencakup metode fisik maupun kimiawi. Metode secara kimiawi, yaitu penggunaan insektisida atau pedikulosida, topikal. Pedikulosida topikal merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pedikulosis kapitis dan secara luas telah dipakai di seluruh dunia. Terdapat beberapa macam obat pedikulosida topikal dan oral yang digunakan untuk mengobati pedikulosis kapitis diantaranya adalah piretrin, Permetrin 1%, Malathion 0,5% atau 1%, Lindane 1% atau Heksaklorosikloheksan. Insektisida ini tersedia dalam bentuk lotion, shampoo, foam mousse dan krim. Produk piretrin dioleskan pada kepala selama 10 menit lalu dibilas(Hardiyanti et al., 2015).

Kutu rambut dapat menyebabkan beberapa bahaya dalam kesehatan yaitu dapat menyebabkan pedikulosis kapitis. Pedikulosis merupakan infestasi yang paling sering terjadi dari Pediculus humanus capitis. Gejala utama yang sering

(10)

terjadi yaitu pruritus atau rasa gatal, terutama di daerah oksipital dan retroauricular pada kepala. Rasa gatal yang muncul ini disebabkan oleh saliva dan fesesnya.

Kebiasaan menggaruk oleh individu yang terkena dapat menyebabkan hilangnya integritas kulit dengan infeksi bakteri sekunder. Tinja yang dikeluarkan dapat menimbulkan respons peradangan akibat dari goresan yang ditimbulkan dari garukan (Cummings, et al., 2018). Kutu rambut juga menyebabkkan vagabond disease yaitu rasa gatal yang sangat berlebihan akan menimbulkan goresan dan berakhir dengan timbulnya luka dan bisa juga menyebablan infeksi bakteri sekunder pada kulit. Individu yang mengalami hal tersebut dan dalam kondisi yang lama maka area kulit yang digigit menjadi tebal dan gelap. Kondisi yang seperti ini disebut vagabond disease (CDC,2019). Selain itu juga mengakibatkan louse-borne diaseses. Pediculus humanus capitis merupakan vektor penyakit epidemic typhus yang disebabkan oleh bakteri Rickettsia prowazeki, trench fever yang disebabkan oleh bakteri Bartonella quintana, dan relapsing fever yang disebabkan oleh Borellia recurrentis (Soebaktiningsih, 2017). Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadime, et al pada tahun 2017 di Turki bagian tenggara tentang uji PCR real-time pada Pediculus humanus capitis untuk menemukan bakteri-bakteri tersebut.

2.4 Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan bahan yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa buku, media cetak, lingkungan sekitar, narasumber, media elektronik, dan bahan lain yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran (Nur, 2012). Sedangkan menurut Satrianawati, (2018) sumber belajar merupakan semua bahan yang dapat memfasilitasi proses seseorang mendapatkan pengalaman. Sumber belajar yang baik diperoleh dari pengalaman yang teroganisir dan penyelesaian masalah telah diselesaikan menggunakan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Hasil dari sumber belajar yang demikian dapat berupa jurnal. Tetapi, tidak semua jurnal merupakan hasil penelitian dapat juga beberapa merupakan hasil pemikiran yang inovasi atau ide.

(11)

Sedangkan menurut (Eurika et al., 2017) syarat penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar :

1. Kejelasan potensi

Kejelasan potensi tentang objek yang diteliti dan masalah yang berhubungan dengan fakta maupun konsep penelitian.

2. Kesesuaian dengan tujuan belajar

Hasil penelitian harus sesuai dengan kemampuan afektif(merumuskan masalah, menyimpulkan), kognitif(membuat hipotesis) serta psikomotorik (kegaiatan observasi).

3. Kejelasan sasaran

Kejelasan sasaran pada sumber belajar ini merujuk pada kejelasan objek dan subjek belajar yang ada.

4. Kejelasan informasi yang diungkap

Kejelasan informasin meliputi fakta yang dapat berkembang menjadi konsep, prinsip, dan hukum.

5. Kejelasan pedoman eksplorasi

Kejelasan pedoman eksplorasi dapat dijelaskan bahwa informasi-informasi baik berupa fakta, konsep, prinsip maupun prosedur.

6. Kejelasan perolehan yang diharapkan

Kejelasan perolehan yang diharapkan, meliputi: a) Pengembangan konsep dari hasil penelitian yang ditemukan, b) Pengembangan sikap rasa ingin tahu, teliti, jujur, tekun saat melakukan penelitian, c) Pengembangan keterampilan dalam pengamatan, pengumpulan data, dan penyimpulan fakta yang ditemukan.

(12)

2.5 Kerangka Konseptual

Permasalahan P. humanus capitis menimbulkan permasalahan di beberapa nagara berkembang termasuk di Indonesia, Bandung (Karimah et al, 2016), Lamongan

Timur (Massie et al, 2019), Pekanbaru (Maryanti et al, 2018)

Kutu rambut menyebabkan rasa gatal dan koreng.

Menyebabkan hilangnya kosentrasi, kurang tidur, kurang percaya diri dan gangguan konsentrasi belajar. (Nurlaila et al., 2013).

Penanganan P. humanus capitis secara

Mekanis dengan menggunakan

sisir serit

Tidak menyelesaikan, masih meninggalkan yang

masih aktif dan bisa menentas

Insektisida nabati daun J. curcas L

Kandungan metabolit sekunder daun jarak adalah saponin, flavonoid, tanin,

dan senyawa polifenol (Syrahmaidah et al, 2021)

Metabolit sekunder bersifat racun perut, racun pernafasan, antinutrien

dan penghambat enzim

Menyebabkan kematian pada kutu rambut

Data hasil penelitian Sumber belajar biologi SMA kelas X pada KD

3.10 Menganalisis komponen- komponen ekosistem dan interaksi antar

komponen tersebut.

Menggunakan bahan kimia

Gambar 2 1 Kerangka Konseptual

(13)

2.6 Hipotesis

1. Terdapat Pengaruh ekstrak daun jarak pagar (Jatropha curca L) terhadap kematian kutu rambut (Pediculus humanus capitis).

2. Data hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai sumber belajar pada KD 3.10 Menganalisis komponen-komponen ekosistem dan interaksi antar komponen tersebut.

Gambar

Tabel 2.1 Senyawa metabolit sekunder pada jarak
Tabel 2.2 Jenis Pelarut dan Kegunaannya
Gambar 2 1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Teori Respon Butir memiliki beberapa asumsi kunci, yaitu Kurva Karakteristik Aitem (KKA), independensi lokal, dan unidimensionalitas (Embretson, 2000). Bentuk KKA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan, atas berkat dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan

• Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) mencakup risiko kredit, pasar dan operasional posisi akhir tahun 2015 adalah 21,21%, meningkat dengan posisi akhir Semester

Pada satu titik, individu tidak dapat lagi meningkatkan intensitas dari aktivitas olahraga yang dilakukan karena tubuh tidak bisa menghasilkan dan menggunakan oksigen

rendah pula. ila bahan obat tidak terabsorpsi dengan baik tentunya e0ek terapi yang dihasilkanpun tidak akan optimal. edangkan pada kondisi 0isik sediaan, pembasahan yang

Skizofrenia (schizophrenia) merupakan gangguan psikiatrik dengan ditandai disorganisasi pola pikir signifikan dan dimanefistasikan dengan masalah komunikasi dan juga

Hasil yang didapat antara lain Sekitar 75% daerah penelitian didominasi oleh daerah dengan variasi percepatan gravitasi tinggi dan selebihnya merupakan daerah dengan

Manister Tambunan PerumtamanKedaungJl.Melati 12 Blok B7 No.12 CiputatTangerang -Selatan8. Josua Tambunan The Green Blossomville Blok J6 No.8 BSD