• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengetahui proses masuk Islamnya Non-Muslim di Desa Mataram,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengetahui proses masuk Islamnya Non-Muslim di Desa Mataram,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Kurniawan (2018: 54-90) meneliti dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non-Muslim Masuk Islam (Studi pada Muallaf di Desa Mataram, Kec. Gadingrejo, Kab. Pringsewu)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses masuk Islamnya Non-Muslim di Desa Mataram, menggali faktor-faktor yang menjadi penyebab Non-Muslim di Desa Mataram masuk Islam dan mengetahui tingkat keberagamaan para mualaf di Desa Mataram. Penelitian ini menggunakan studi kasus kualitatif dengan teknik wawancara, dokumentasi dan observasi sebagai instrumen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa proses dari 15 orang mualaf yang menjadi responden mengalami kebimbangan dan mengalami lebih dari satu kali melakukan konversi agama. Faktor yang menjadi penyebab informan melakukan konversi agama adalah ingin kembali pada Islam, kemauan dari diri sendiri, kekecewaan dengan agama sebelumnya, pernikahan dan lingkungan. Keberagamaan dari 15 informan tidak semua melakukan sholat Lima waktu, menutup aurat, dan mengikuti pengajian.

Omar (2018: 53), meneliti dengan judul “Konversi Agama Masyarakat Cina (Studi Kasus di Ipoh Negeri Perak Malaysia)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena terjadinya konversi agama di kalangan masyarakat Cina di Ipoh Negri Perak. Penelitian ini adalah studi kasus kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi sebagai instrumen penelitian. Hasil penelitian

(2)

14

menunjukkan bahwa faktor utama melakukan konversi agama lingkungan, pernikahan dan adanya rasa keingintahuan dalam belajar Islam kepada orang-orang yang paham tentang agama dengan baik sebelum maupun setelah terjadinya konversi agama.

Hakiki dan Cahyono (2015: 20-27) meneliti dengan judul

“Komitmen Beragama pada Muallaf (Studi Kasus pada Muallaf Usia Dewasa)”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang komitmen beragama dalam memahami, menjalankan, dan mempertahan keyakinan beragamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis metode studi kasus serta menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dengan jumlah responden empat mualaf berusia dewasa yang berikrar kurang dari lima tahun. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa komitmen beragama pada mualaf menunjukan bahwa adanya kekaguman pada tokoh agama dari para muallaf untuk meningkatkan semangat mualaf dalam mempelajari Islam.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan oleh peneliti, maka peneliti memvisualisasikan kedalam bentuk tabel, sebagai berikut.

Tabel 2.1 Posisi Penelitian Sekarang dan Penelitian Terdahulu 1. Nama Peneliti : Singgih Tedy Kurniawan (2018)

Judul Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi Non- Muslim Masuk Islam (Studi Pada Muallaf di Desa Mataram, Kec. Gadingrejo, Kab.

Pringsewu)

Fokus Penelitian : Mengetahui proses dan faktor penyebab

(3)

15

muallaf masuk Islam.

Persamaan : persamaannya pada pembahasan mengenai faktor mempengaruhi konversi agama

Perbedaan : Perbedaannya pada lokasi penelitian dan fokus penelitian, penelitian fokus pada motivasi menjalankan ajaran agama Islam serta responden berusia dewasa awal.

2. Nama Peneliti : Muhammad Solehin Bin Omar (2018)

Judul Penelitian : Konversi Agama Masyarakat Cina (Studi Kasus di Ipoh, Negeri Perak, Malaysia) Fokus Penelitian : Mengkaji konversi agama masyarakat Cina

(Studi Kasus di Ipoh, Negeri Perak, Malaysia) Persamaan : Persamaannya pada pembahasan mengenai

faktor penyebab konversi agama.

Perbedaan : Perbedaannya pada lokasi penelitian dan fokus penelitian, penelitian fokus pada motivasi menjalankan ajaran agama Islam serta responden berusia dewasa awal.

3. Nama Peneliti : Titian Hakiki dan Rudi Cahyono

Judul Penelitian : Komitmen Beragama pada Muallaf (Studi Kasus Muallaf Usia Dewasa).

Fokus Penelitian : Menggambarkan pemahaman, menjalankan, dan mempertahankan ajaran Islam pada muallaf usia dewasa.

(4)

16

Persamaan : Persamaannya pada pembahasan mengenai menjalankan ajaran agama Islam pada usia dewasa

Perbedaan : Perbedaanya pada lokasi penelitian dan fokus penelitian pada motivasi beragama dalam menjalankan ajaran agama Islam.

Berdasarkan tabel di atas, penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwasannya penelitian terdahulu mengkaji tentang faktor penyebabnya konversi agama pada pelaku konversi agama dan proses Non-Muslim melakukan konversi agama ke agama Islam. Selain itu, penelitian terdahulu melihat komitmen beragama pada pelaku konversi agama yang menggambaran komitmen dalam beragama Islam pada usia dewasa dari memahami, menjalankan, dan mempertahankan agama yang baru diyakininya. Keterkaitan dengan penelitian terdahulu dan sekarang persamaan dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya konversi agama pada pelaku konversi agama di usia dewasa awal. Terkait dengan motivasi menjalankan ajaran agama peneliti mendeskripsikan tentang dorongan apa saja yang dilakukan pelaku dalam menjalankan ajaran agama Islam, maka peneliti akan mengambil penelitian motivasi menjalankan ajaran agama Islam pada pelaku konversi agama di usia dewasa awal yang melakukan konversi agama.

(5)

17 B. Tinjauan Pustaka

1. Fase Perkembangan Jiwa Agama di Berbagai Jenjang Usia a. Usia Anak-Anak

Usia anak-anak diungkap oleh Elizabeth B. Hurlock manusia yang berusia antara 0-11 tahun (Sobur, 2013: 133-134). Ernest Harms dalam buku The Development of religious on Children mengatakan bahwa perkembangan agama usia anak-anak terkatung pada tingkat usianya. Perkembangan agama usia anak-anak di pengaruhi oleh aspek kejiwaan, termasuk perkembangan berpikir anak. Ketika anak sudah berpikir kritis dalam memahami ajaran agama anak suka meniru dan rasa kagum terhadap apa yang diajarkan dan dilihatnya (Arifin, 2018: 80).

Muhibuddin dan Junaidi (2020: 805) mengatakan perkembangan agama usia anak-anak melalui tiga tingkatan, yaitu:

tingkat dogeng, tingkat kepercayaan, dan tingkat individu. Ernes Harmar (Ramayulis, 2013: 56) mengatakan bahwa konsep ke Tuhan pada usia anak-anak berdasarkan kenyataan (realistis) yang timbul dari lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa. Usia ini ide keagamaan anak berdasarkan atas emosional yang ada dalam diri, sehingga melahirkan konsep Tuhan yang formalis.

Berdasarkan pendapat diatas perkembangan jiwa anak-anak dalam beragama terbentuknya melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan yang kemudian terbentuk sifat

(6)

18

keagamaan pada usia anak-anak. Tahap perkembangan keagamaan pada usia anak-anak melalui tiga tahapan yaitu tingkat dongeng, tingkat kepercayaan, dan tingkat individu. Perkembangan keagamaan yang didapat usia anak-anak tergantung pendidikan yang didapatnya.

b. Usia Remaja

Usia remaja merupakan usia peralihan yang dilalui oleh seorang anak menuju masa kedewasaannya atau dapat dikatakan usia remaja adalah perpanjangan usia anak-anak sebelum mencapai usia dewasa (Ramayulis, 2013:62). Hurlock (Sobur, 2013: 133-134) mengatakan usia remaja berkisar pada usia 11/12-20/21 tahun.

Perkembangan jiwa anak pada usia remaja dipengaruhi oleh perkembangan jasmani dan rohaninya, dengan artian penghayatan usia remaja terhadap ajaran agama dan amal keagamaan yang tampak pada usia remaja banyak berkaitan dengan perkembangan dirinya. Menurut Khadijah (2020: 5-6) mengatakan perkembangan jiwa keagamaan yang muncul pada usia remaja dilihat dari pengalaman dan ekspresi keagamaan yang tercemin lewat sikap keagamannya antara lainya, yaitu:

1) Percaya Secara Ikut-ikutan

Kebanyakan usia remaja percaya kepada Tuhan dalam menjalankan suatu ajaran agam karena terdidik dalam lingkungan beragama.

(7)

19 2) Percaya dengan Kesadaran

Usia remaja yang berusia 16 tahun pertumbuhan jasmaninya hampir selesai dan sudah mulai matang dalam berpikir serta bertambahnya pengetahuannya, maka mendorong usia remaja untuk memikirkan dirinya sendiri dan ingin berperan untuk mengambil posisi dalam masyarakat. Percaya dengan kesadaran agama tergantung perkemabngan pada usia remaja semakin bertambah usia semakin memiliki pemikiran yang matang.

3) Cenderung Atheis

Perkembangan kearah tidak percaya kepada Tuhan merupakan proses kelanjutan dan kebimbangan yang dialami oleh usia remaja. Kebimbangan yang terjadi pada usia remaja berusia 17 tahun sampai dengan 20 tahun. Hal ini menyebabkan sering melakukan konversi agama.

c. Usia Dewasa

Buchler (Arifin, 2018: 117) mengatakan tiga masa perkembangan orang dewasa, yaitu periode prapubertas, periode pubertas, dan periode adolesan. Periode Prapubertas (dewasa awal) adalah masa peralihan dari usia remaja. Usia dewasa awal, sedikit demi sedikit menemukan identitas diri sesuai dengan usia kronologisnya. Hurlock (1991: 272) mengungkapkan bahwa dewasa awal dimulai pada saat usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun dan usia dewasa akhir dimulai usia 60 tahun hingga meninggal.

(8)

20

Arifin (2018: 117) mengatakan bahwa kemantapan jiwa usia dewasa sudah memiliki tanggung jawab terhadap suatu sistem nilai yang dipilihnya, baik suatu sistem nilai yang bersumber berupa ajaran agama ataupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan orang dewasa. Pemilihan nilai-nilai tersebut sudah di dasarkan atas pertimbangan serta pemikiran yang matang. Sikap keberagamaan usia dewasa sulit diubah, akan tetapi bisa saja berubah melalui proses yang terjadi atas pertimbangan yang matang.

Berdasarkan pendapat diatas, usia dewasa awal adalah seseorang yang sudah menemukan jati diri sesuai dengan keadaan yang didapat dan tujuan yang diinginkan. Sikap keberagamaan usia dewasa awal dalam pemilihan nilai-nilai yang bersumber ajaran agama ataupun norma-norma sudah berdasarkan tanggung jawab dan pemikiran yang matang.

Hurlock (1991: 270) mengatakan ada dua hambatan dalam keagamaan yang menyebabkan gangguan emosional pada usia dewasa awal, yaitu berhubungan dengan penyesuaian dengan nilai atau kaidah agama yang baru dan terjadinya pernikahan beda agama (campuran) jika salah satu keluarga memaksakan harus menerima salah satu dari agama mereka.

Sobur (2003:119), mengatakan usia lanjut sudah menurunnya produktivitas termasuk gairah seksual, dikarenakan fungsi-fungsi organ dan mental juga menurun. Sehingga hal ini usia dewasa akhir menggunakan agama sebagai alat untuk memaknai kehidupan pasca

(9)

21

produktif dan menggunakan agama untuk mengisi aktivitas keseharian orang dewasa akhir. Religiositas pada usia dewasa akhir meningkat dibandingkan dengan usia dewasa awal dan madya.

Jalaluddin (2015: 95-96) mengungkapkan ciri-ciri sikap keberagamaan pada orang dewasa cenderung bersifat realistis sehingga dalam menerima kebenaran agama bukan hanya sekedar ikut-ikutan tetapi berdasarkan pertimbangan dan pemikiran yang matang. Sikap keberagamaan usia dewasa yang cenderung pada kpribadian masing-masing sehingga adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, dan melaksanakan ajaran agama yang diyakini.

Berdasarkan pendapat diatas hambatan yang terjadi di usia dewasa awal cenderung menyebabkan gangguan emosional, sehingga dalam menerima, memahami, dan melaksanakan ajaran agama berdasarkan keinginan dan memikiran yang matang, sehingga menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Sedangkan sikap keberagamaan usia dewasa akhir semangkin meningkat dibandingkan usia dewasa awal. Usia dewasa akhir menggunkan agama sebagai aktivitas keseharian dan cenderung cemas, sehingga dalam menjalankan ajaran agama meningkat.

(10)

22 2. Ruang Lingkup Ajaran Islam

Anshari (Muniron, et al, 2010: 41-42) mengatakan bahwa ruang lingkup ajaran agama Islam terdiri dari aqidah, syariah, dan akhlak.

Keseluruhan ini mencangkup semua aspek dalam ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan dari seorang muslim baik secara personal mapun sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki tanggung jawab.

Umar dan Ismail (2020: 16) mengatakan ketiga ruang lingkup tersebut menjadi kerangka dasar ajaran Islam, sehingga lebih jelasnya sebagai berikut:

a. Aqidah adalah kepercayaan terhadap Allah dan inti dari aqidah adalah tauhid. Tauhid adalah ajaran tentang eksistensi Allah SWT yang bersifat Esa.

b. Syariah adalah segala bentuk ibadah baik ibadah umum seperti hubungan muamalah, hukum-hukum baik public maupun perdata.

Juga ibadah khusus seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.

c. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dan menimbulkan perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.

Berdasarkan pendapat diatas, ruang lingkup ajaran Islam mencangkup seluruh urusan yang berkaitan dengan manusia secara pribadi dalam hubungannya dengan Allah SWT, manusia dengan hubungannya dengan sesame serta manusia dalam hubungannya dengan alam semesta.

(11)

23

3. Jenis-jenis Motivasi Beragama Manusia a. Motivasi Instrinsik

Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Motivasi ini akan mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan jasmani, dan kebutuhan rohani atau kebutuhan sosial (Arifin, 2018: 133). Motivasi instrinsik akan mendorong seseorang dalam beragama dan merespon suatu ajaran agama (Islam) dengan melalui pemahaman yang mendalam berdasarkan Al-Quran dan Hadits dengan tujuan untuk mendapatkan kebenaran yang haqiqi. Dorongan ini berupa cinta kepada Allah SWT, takut kepada Allah SWT, mengharap kepada Allah SWT, dan malu kepada Allah SWT (Muallifin, 2018: 214).

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang berasal dari luar. Motivasi ini akan mendorong seseorang dalam beragama (Islam) dengan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari lingkungan ataupun keturuan (Muallifin, 2018: 214). Motivasi ekstrinsik mendorong manusia dalam beragama, berupa adanya surga di akhirat, adanya taufik di dunia, perasaan ingin selamat dari api neraka dan musibah, sehingga dorongan ini dicapai dengan melaksanakan banyak kebaikan dan mengurangi keburukan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan kedua jenis motivasi ini Allah SWT telah mensyariatkan dan mencotohkan perilaku beragama yang terkandung dalam Al-Quran dan As-sunnah

(12)

24

seperti: sabar, taubat, tawakkal, akhlak yang baik, shalat, puasa, jihad, dan sebagainya, dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan kewajiban yang wajib maupun yang sunnah.

Perilaku ini merupakan jalan untuk mencapai tujuan beragama itu sendiri dengan mencari ridha Allah SWT.

Ramayulis (2013: 106-107) membagi motivasi beragama menjadi dua kategori, yaitu motivasi beragama rendah dan motivasi beragama tinggi antara lainnya, yaitu:

a. Motivasi Beragama Rendah

Motivasi beragama yang dikategorikan rendah terutama dalam pandangan Islam adalah didorong adanya perasaan riya’

sehingga dalam menjalankan ajaran agama hanya ingin mendapatkan kemulian dari orang lain. Seseorang yang memiliki motivasi beragama rendah cenderung didorong oleh keinginan yang bersifat karena orang lain bukan karena Allah SWT.

b. Motivasi Beragama Tinggi

Motivasi beragama yang dikategorikan tinggi dalam pandangan Islam adalah seseorang yang menjalankan ajaran agama karena ingin mendekatkan diri kepada Allah dan ingin mendapatkan surga serta menyelamatkan diri dari azab neraka.

Motivasi beragama yang tinggi juga keinginan seseorang untuk mendaptkannya keridhaan Allah SWT dalam hidupnya dengan didorong oleh kecintaannya kepada Allah SWT.

(13)

25

Berdasarkan pendapat diatas, motivasi beragama pada pelaku konversi agama dilihat dari tinggi rendahnya sebelum dan sesudah melakukan konversi agama. Motivasi beragama yang tinggi menjadikan perilaku dan perbuatan seseorang selalu mendekatan dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Sedangkan motivasi beragama yang rendah didorong hanya perasaan riya hanya berdasarkan standar manusia tidak sepenuhnya ke Allah SWT.

4. Faktor Penyebab Konversi Agama

Menurut James dan Heirich (Saifuddin, 2019: 158) mengatakan bahwa faktor penyebab terjadinya seseorang melakukan konversi agama secara psikologis faktor penyebab seseorang melakukan konversi agama atau berpindah keyakinan adanya faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Kepribadian, tipe ini mempengaruhi kepribadian seseorang.

Tipe kepribadian melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam sehingga dapat menyebabkan terjadinya konflik agama di dalam dirinya yang pada akhirnya membuatnya mudah melakukan konversi agama.

Pembawaan, tipe ini berdasarkan urutan kelahiran yang menyebabkan konversi agama. Terjadinya konversi agama pada diri seseorang tidak lepas dari faktor pembawaan, yaitu watak dan

(14)

26

karakter yang dapat mempengaruhi jiwa seseorang. Disamping itu juga dalam diri seseorang selalu terjadinya pertentangan batin. Salah satu yang menjadi pertentang batin, yaitu: baik dan buruk, cinta dan benci dan sebagainya.

b. Faktor Eksternal

Faktor ini meliputi adanya faktor keluarga (perbedaan agama dari orang tua, serta permasalahan keluarga yang menyebabkan keretakan ketidakserasian, dan kurang mendapatkan pengakuan dari kerabat dekat), faktor lingkungan, perubahan status (perkumpulan, komunitas, perubahan pekerjaan, menikah dengan seseorang yang berbeda agama dan keyakinan), serta faktor kemiskinan (masyarakat yang awam cenderung untu memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik). Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi seseorang atau kelompok sehingga memunculkan gejala tekanan batin atau konflik agama dalam dirinya yang pada akhirnya mendorong seseorang mecari jalan keluar untuk mengatasi gejala tersebut.

Menurut Masduki dan Wasah (202:309) mengungkapkan faktor-faktor konversi agama adalah adanya suatu pertentangan batin dalam diri seseorang sehingga menyebabkan keteganggan emosional dan membuat seseorang gelisah. Pertentangan batin ini mudah membuat orang melakukan konversi agama yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari tradisi agama dilingkungan masyarakat maupun ajakan dari orang lain. Sehingga pengaruh ini menjadikan

(15)

27

kemauan seseorang untuk memeluk suatu agama atau kepercayaan yang ia yakini.

5. Jenis-Jenis Konversi Agama

Mandjarreki (2019: 226) membagi konversi agama menjadi dua tipe antara lainnya, yaitu:

a. Tipe Volitional (Secara Bertahab)

Konversi agama tipe ini terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit, sehingga menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena mendatangkan suatu kebenaran. Tipe ini dengan motivasi aktif dari intelektual rasional yang lebih berperan.

b. Tipe Self Surrender (Secara Tiba-tiba)

Konversi tipe ini terjadi secara tiba-tiba atau mendadak.

Sesteorang tanpa mengalami proses tiba-tiba berubah agama atau pendirian terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat imannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya. Tipe ini dibenarkan oleh William James bahwa adanya petujuk dari yang Mahakuasa terhadap seseorang.

Berdasarkan pendapat diatas, seseorang melakukan konversi agama terjadi karena ada sebab yang terjadi dalam hidupnya sehingga setiap seseorang melakukan konversi agama memiliki

(16)

28

rangkaian-rangkaian peristiwa yang terjadi sebelum melakukan konversi agama dengan perubahan dari yang tidak taat terhadap agama atau bakkan sebaliknya. Hal ini juga berdasarkan adanya motif-motif dan faktor penyebab terjadinya konversi agama melalui berbagai dorongan dan arahan yang terjadi pada pelaku konversi agama.

Referensi

Dokumen terkait

• Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) mencakup risiko kredit, pasar dan operasional posisi akhir tahun 2015 adalah 21,21%, meningkat dengan posisi akhir Semester

Syair diatas ditunjukan kepada kaum muslimin yang baru saja masuk Islam untuk mengetahui dasar ataupun rukun Islam, yaitu tatanan untuk orang-orang yang telah memeluk

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)

Sehubungan dengan hal itu, dalam penelitian ini juga menganalisa fungsi tradisi upacara tolak bala (bakaru) bagi masyarakat Desa Balai Batu Sandaran, seperti yang

Pembahasan pengertian, jenis, dan kriteria pemilihan sumber belajar serta latihan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran bahasa; berbagai cara pengaturan siswa,

Pewarna sintetik adalah bahan kimia yang sengaja ditambahkan pada makanan untuk memberikan warna yang diinginkan karena warna semula hilang selama proses pengolahan

Selain berada pada posisi yang semakin dalam, dengan bertambahnya usia suatu batuan maka batuan tersebut memiliki waktu yang lebih lama dalam cementation, lapisan tersebut juga

Pendidikan merupakan faktor penting dalam mendukung berkembangnya suatu bangsa. Pendidikan menunjang berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan ilmu