• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI. Budi Setiawan NPM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI. Budi Setiawan NPM:"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

Budi Setiawan

NPM: 0302020216

Program Peminatan Geofisika Departemen Fisika

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh: Budi Setiawan NPM: 0302020216

Program Peminatan Geofisika Departemen Fisika

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

Depok 2008

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI : PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN MENGGUNAKAN METODE SEISMIK

REFRAKSI

NAMA : : BUDI SETIAWAN NPM : 0302020216

JURUSAN : FISIKA

SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI DEPOK, JUNI 2008 PEMBIMBING Dr. SYAMSU ROSID PENGUJI I Dr. ABDUL HARIS PENGUJI II Dr. SUPRIYANTO

(4)

Bismillahir rohmanir rohim

Segala puji bagi Allah swt, yang telah melimpahkan banyak nikmat dan rahmat serta hidayah yang diberikan kepada para hamba-Nya. Atas pertolongan dan kehendak-Nya, penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam mengerjakan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

• Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan doa maupun finansial. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Kedua adik-adik penulis juga secara tidak langsung memberikan kontribusi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

• Bapak Dr. Syamsu Rosid yang telah bersedia membimbing penulis secara bertahap dan juga memberikan nasihat kepada penulis agar berbuat ihsan dalam mengerjakan skripsi.

• Ilhami (fisika 04) dan Hadi (fisika 04) yang telah membantu penulis dalam mengerjakan penelitian yang pertama. Mohon maaf karena penelitian tidak berhasil sehingga membuat Ilhami dan Hadi mengganti KP-nya. • Susanto Jamil (fisika 99) yang telah membantu penulis terutama dalam

(5)

sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi.

• Priyono (teknik sipil 03) yang meminjamkan monitornya karena dua monitor sebelumnya yang penulis gunakan untuk skripsi rusak. Rusaknya monitor disebabkan pemakaian yang hampir 24 jam setiap hari. Selain berbaik hati meminjamkan monitor, bersama dengan Ardi (teknik sipil 2004) mau diajak berdiskusi tentang penelitian yang penulis lakukan dan juga memberikan pinjaman buku referensi.

• Moko (farmasi 02) sebagai motivator konkrit. Dengan keyakinan dan tanpa keraguan menanyakan perkembangan skripsi dalam frekuensi yang relatif banyak setiap harinya. Dan mengingatkan penulis untuk tetap dekat dengan penciptanya dengan cara membangunkan penulis dari tidur lelap sebelum waktu subuh menjelang. Serta teman – teman ariesta dan alumni ariesta ( Maki (kim 03), Gunawan (kim 03), Prima (Geo 03), dan lain-lain) yang masih sering berkumpul minimal seminggu sekali dan memberikan keceriaan sesaat.

• Bagus (FE 04) dan teman-teman SALAM 09 yang telah mengadakan rihlah alumni SALAM 09 ditengah kejumudan mengerjakan skripsi ada secercah semangat ketika mengingat masa-masa bersama di pengurusan SALAM terutama dengan hadirnya empat Budi.

• Edi Purwoko, Erik Subahan S.Si, Agung Syahbudin (Al Hafidz), Dian Purnama S.Psi, Dadang Suprianta S.Psi, Arif Aziyanto S.E, Wahyu S.T,

(6)

kebersamaan ini tetap bisa terjalin.

• Cepi, Fandi, Rifan, Doni, Budi W sebagai adik-adik dalam berbagi ilmu. Mohon maaf tidak bisa menemani selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga saran dan kritik akan sangat membantu dalam rangka perkembangan dan perbaikan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Semoga Allah swt membalas kepada semua yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Depok, Mei 2008

(7)

Kondisi lapisan batuan bawah permukaan memiliki sifat fisis yang beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan salah satu sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan bumi. Seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan. Telah dilakukan pengukuran seismik refraksi di dua tempat yang berbeda, BW17 dan BW27. Di wilayah BW17 didapatkan empat lapisan batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 405 - 734 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan kecepatan 1172 – 1721 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock. Lapisan ketiga dengan kecepatan 1721 – 1954 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft rock – moderately soft rock dan lapisa keempat dengan kecepatan lebih dari 2764 m/s memiliki tingkat kekerasan hard rock. Sementara di wilayah BW27 didapatkan tiga lapisan batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 480 – 536 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan kecepatan 647 – 924 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock dan lapisan ketiga dengan kecepatan lebih dari 1258 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft rock hingga moderately soft rock.

Kata kunci : seismik refraksi, tingkat kekerasan batuan Xii + 98 hlm : lampiran

(8)

The subsurface rock layer has many physical properties. The hardness of the earth’s subsurface rock is one of the physical properties that can be calculated from measuring on the earth surface. Seismic refraction is one of the geophysical methods that can be used for measurement. Seismic refraction measurement had been done in two different places, BW 17 region and BW 27 region. From the measurement, it is known that the BW 17 region has four rock layers. The first layer with velocity between 405-734 m/s has very soft soil to firm cohesive soil hardness. The second layer with velocity between 1172-1721 m/s has stiff cohesive soil to soft rock hardness. The third layer with velocity 1721-1954 m/s has very soft rock to moderate soft rock hardness. The other one with velocity more than 2764 m/s has hard rock hardness. Meanwhile, from the other measurement, the BW 27 region only has three layers. The first layer with velocity between 480-536 m/s has very soft soil to firm cohesive soil hardness. The second one with the velocity between 647-924 m/s has stiff cohesive soil to very soft rock hardness. The other one with velocity more than 1258 m/s has very soft rock to moderate soft rock hardness.

Keyword : refraction seismic, rock materials hardness Xii + 98 page : appendix

(9)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

ABSTRAK ……….. v

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang………..………. 1

1.2. Tujuan Penelitian ……….. 3

1.3. Metode Penelitian dan Batasan Masalah……….. 3

1.4. Sistematika Penulisan ………. 5

BAB II TEORI DASAR ………. 7

2.1. Konsep Dasar Gelombang Seismik Refraksi ……….. 8

2.2. Penentuan Lapisan Batuan ……… 13

2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Cepat Rambat Gelombang Seismik Pada Batuan……… 23

2.4. Peralatan Seismik ……….. 28

BAB III ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA…….……… 29

(10)

3.4. Analisa Data Traveltime Dan Pemodelan Inversi………. 36 3.5. Forward Modelling Dan Tomografi………. 39

BAB IV PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI DATA……… 43

4.1. Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 17 …………. 43 4.1.1. Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17

Dengan Jarak Antar Geophone 3 Meter……….. 43 4.1.2. Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17 Dengan

Jarak Antar Geophone 5 meter ……… 48 4.1.3. Interpretasi Terpadu Dengan Data Sumur ………. 52 4.2. Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 27 ………… 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 62

5.1. Kesimpulan ……… 62 5.2. Saran ……….. 63

REFERENSI LAMPIRAN

(11)

Gambar Halaman

1. Diagram alir penelitian……….. 4

2. Pemantulan dan pembiasan gelombang……… 10

3. Pembiasan dengan sudut kritis……… 11

4. Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang langsung, refleksi dan refraksi ………. 12

5. Lintasan penjalaran gelombang refraksi……….. 13

6. Grafik hubungan jarak dengan waktu tiba……….. 14

7. Pengukuran dengan menggunakan metode delaytime bolak-balik ………. 17

8. Grafik hubungan jarak dengan waktu tunda………. 20

9. Contoh tampilan data seismik refraksi pada software Reflexw 30

10. Contoh forst arrival time………. 34

11. Contoh analisa kecepatan………. 34

12. Contoh picking first arrival time ……… 35

13. Contoh analisa data traveltime………. 37

14. Contoh model inversi BW 17……… 38

15. Contoh model forward BW17……… 39

16. Contoh reciprocal method yang dapat memberikan gambaran bawah permukaan secara lateral……….. 40

(12)

20. Model forward BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter 45 21. Tomografi BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter 45 22. Tingkat kekerasan batuan BW 17………. 47 23. Model inversi BW 17 dengan jarak antar geophone 5 meter 49 24. Model forward BW 17 dengan jarak antar geophone 5 meter 49 25. Tomografi BW 17 dengan jarak antar geophone 5 meter 50 26. Tingkat kekerasan batuan BW 17 dengan jarak antar

geophone 5 meter……….. 51 27. Peta tingkat kekerasan BW 17 terpadu………. 53

28. Lithologi BW 17……….. 53

29. Model inversi BW 27 dengan jarak antar geophone 5 meter 55 30. Model forward BW 27 dengan jarak antar geophone 5 meter 56 31. Tomografi BW 27 dengan jarak antar geophone 5 meter….. 57 32. Tingkat kekerasan batuan BW 27……….. 59

(13)

Tabel Halaman

1. Jadwal Penelitian……….……….. 5

2. Data kecepatan gelombang primer pada beberapa medium 10

3. Lithologi BW 17………. 90

4. Lithologi BW 27………...……… 92

5. Hydraulic eradibility in earth spillway……….. 93

6. Karakteristik penggalian (excavation characteristics)………. 93

7. Kualitas konstruksi……… 94

8. Stabilitas massa batuan……….. 94

9. Transmisi fluida……… 95

(14)

Lampiran Halaman 1. Data analisa kecepatan BW 17 dengan jarak antar

geophone 3 meter………..….……….. 66 2. Data picking first arrival time BW 17 dengan jarak antar

geophone 3 meter………..……… 71

3. Model lapisan batuan bawah permukaan BW17 dengan jarak antar geophone 3 m……….. 74

4. Data analisa kecepatan BW17 dengan jarak antar

geophone 5 m……….. 76 5. Data picking first arrival time BW17 dengan jarak antar

geophone 5 m ……… 77 6. Model lapisan batuan bawah permukaan BW17 dengan

jarak antar geophone 5 m……….. 78

7. Data analisa kecepatan BW27 dengan jarak antar

geophone 5 m……….. 80 8. Data picking first arrival time BW27 dengan jarak antar

geophone 5 m ……… 85 9. Model lapisan batuan bawah permukaan BW27 dengan

jarak antar geophone 5 m……….. 88

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyelidikan lapisan batuan atau tanah bawah permukaan yang memadai perlu dilakukan oleh seorang insinyur sebelum melakukan pembangunan proyek. Kegagalan mengenali persyaratan ini mengakibatkan perlunya membuat rencana relokasi yang mahal atau pengeluaran uang tambahan untuk menggunakan tempat yang kurang baik. Penyelidikan tanah atau batuan di bawah permukaan dapat memberikan beragam informasi yang dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan desain pada berbagai situasi proyek (Dunn, 1992). Misalnya dalam pembuatan fondasi bangunan dibutuhkan informasi batuan bawah permukaan untuk mengetahui daya dukung tanah, pembuatan jalan raya membutuhkan informasi lapisan batuan yang memiliki tingkat kekakuan (stiffness level) tinggi yang digunakan sebagai struktur dasar (base structure) jalan raya, dan lain-lain.

Lapisan batuan bawah permukaan bumi memiliki variasi sifat fisis yang beragam. Sifat - sifat fisis yang terdapat di dalam bumi diantaranya densitas, resistivitas, elastisitas dan lain-lain. Sifat-sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan bumi ini dapat diketahui dengan menggunakan alat geofisika yang digunakan di permukaan bumi. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui lapisan batuan bawah permukaan adalah

(16)

memanfaatkan gelombang mekanik yang merambat ke dalam bumi. Gelombang tersebut berasal dari sumber seismik yang direncanakan seperti palu, weightdrop, dan lain-lain.

Metode seismik yang digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan bawah permukaan terdiri dari dua jenis yaitu metode seismik refleksi dan metode seismik refraksi. Metode seismik refleksi biasa digunakan untuk mengetahui lapisan bawah permukaan pada kedalaman yang cukup dalam sedangkan metode seismik refraksi biasa digunakan untuk mengetahui kedalaman yang relatif dangkal.

Prinsip yang digunakan dalam metode seismik refraksi adalah dengan menentukan waktu pertama kali gelombang seismik tiba pada setiap geophone. Dengan mengetahui waktu tiba gelombang seismik maka kecepatan rambat gelombang seismik pada setiap batuan dan kedalaman refraktor dapat diketahui. Nilai cepat rambat gelombang seismik pada setiap batuan inilah yang akan memberikan informasi lapisan batuan bawah permukaan. Tingkat kekerasan batuan (hardness) merupakan salah satu informasi lapisan bawah permukaan yang dapat diketahui dengan metode seismik refraksi.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui tingkat kekerasan batuan bawah permukaan sangat banyak, diantaranya dengan mengetahui tingkat kekerasan suatu batuan (hardness) maka dapat diperkirakan ukuran peralatan minimum yang dibutuhkan untuk menggali (excavate) batuan

(17)

dengan sulit mudahnya suatu batuan untuk dihancurkan (ripping). Semakin keras suatu batuan dapat ditandai dengan semakin besarnya nilai ripping index. Dengan mengetahui kedalaman lapisan batuan keras yang diharapkan dan peralatan penggalian yang dibutuhkan maka biaya pun dapat diperkirakan dengan lebih teliti.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a) Melakukan pengolahan data seismik refraksi di wilayah BW 17 dan BW 27

b) Membuat model perlapisan batuan bawah permukaan daerah penelitian

1.3. Metode Penelitian dan Batasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memulainya dengan melakukan studi literatur. Dalam studi literatur ini, penulis melakukan pengumpulan bahan untuk keperluan penelitian baik dari buku - buku, artikel yang berasal dari internet, paper - paper yang berhubungan dengan penelitian, hingga skripsi - skripsi terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian.

Pada tahapan selanjutnya, penulis melakukan pengolahan data. Data yang diolah oleh penulis adalah data yang digunakan oleh peneliti

(18)

seismoelektrik. Penulis menggunakan metode seismik refraksi dalam melakukan pengolahan data. Hasil pengolahan data tersebut berupa model perlapisan batuan bawah permukaan.

(19)

Penulis memberikan batasan terhadap penelitian yang dikerjakan dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih terfokus. Penelitian ini menitikberatkan pada pemetaan tingkat kekerasan batuan. Dengan mengetahui tingkat kekerasan suatu batuan bawah permukaan diharapkan dapat bermanfaat khususnya untuk aplikasi geoteknik seperti pembuatan jalan raya, pembuatan terowongan, pembuatan fondasi bangunan, dan sebagainya.

Tabel 1. Jadwal penelitian

Feb Maret April Mei No Keterangan 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Studi Literatur 2 Pembuatan Proposal 3 Pengujian Alat 4 Pengambilan Data 5 Data Processing 6 Interpretasi Data 7 Penulisan Skripsi 1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini sebagai berikut:

(20)

Bab 1 Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, tujuan, metode penelitian dan batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab 2 Teori Dasar , berisi penjelasan tentang prinsip dasar metode seismik refraksi, parameter fisis yang diukur, peralatan yang digunakan, penentuan lapisan batuan dan faktor – faktor yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik dalam batuan.

Bab 3 Pengolahan dan Analisa Data, berisi tahapan – tahapan pengolahan data seismik refraksi yang meliputi : mengkonversi format data yang digunakan oleh seismograf menjadi format data yang dibutuhkan oleh software, melakukan pemfilteran data jika diperlukan, melakukan analisa kecepatan sehingga dapat menghasilkan model perlapisan batuan bawah permukaan 1 dimensi, melakukan analisa data traveltime untuk mendapatkan model inversi untuk selanjutnya dilakukan forward modelling yang akan menjadi gambaran model lapisan bawah permukaan 2 dimensi, dan yang terakhir melakukan tomografi.

Bab 4 Interpretasi Data, menjelaskan tentang interpretasi dari model yang didapatkan melalui pengolahan data dengan membandingkannya dengan data sumur bor.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran: Menjelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian serta rekomendasi yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian.

(21)

BAB II TEORI DASAR

Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik ada yang merambat melalui interior bumi yang disebut sebagai body wave, dan ada juga yang merambat melalui permukaan bumi yang disebut surface wave. Body wave dibedakan menjadi dua berdasarkan pada arah getarnya. Gelombang P (Longitudinal) merupakan gelombang yang arah getarnya searah dengan arah perambatan gelombang sedangkan gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya disebut gelombang S (transversal). Surface wave terdiri atas Rayleigh wave (ground roll) dan Love wave (Telford, et.al, 1990).

Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber seismik (palu, ledakan, dan lain-lain). Setelah usikan diberikan, terjadi gerakan gelombang di dalam medium yaitu batuan yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan akan mengalami pemantulan atau pembiasan akibat munculnya perbedaan kecepatan, kemudian pada suatu jarak tertentu gerakan partikel tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat diperkirakan bentuk lapisan / struktur di bawah permukaan bumi.

(22)

Dalam menentukan lithologi batuan dan struktur geologi, metode seismik dikategorikan menjadi dua bagian yaitu metode seismik refleksi dan seismik refraksi. Metode seismik refleksi biasanya digunakan untuk menentukan lithologi batuan dan struktur geologi pada kedalaman yang dalam sedangkan metode seismik refraksi digunakan untuk menentukan lithologi dan struktur geologi yang relatif dangkal.

2.1. Konsep Dasar Gelombang Seismik Refraksi

Seismik refraksi dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk menjalar pada batuan dari posisi sumber seismik (seismic source) menuju penerima (receiver) pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini, gelombang yang terjadi setelah usikan pertama (first break) diabaikan, sehingga data yang dibutuhkan hanya data first break saja. Gelombang yang datang setelah first break diabaikan karena gelombang seismik refraksi merambat paling cepat dibandingkan dengan gelombang lainnya kecuali pada jarak offset yang relatif dekat sehingga yang dibutuhkan adalah waktu pertama kali gelombang diterima oleh setiap geophone. Parameter jarak (offset) dan waktu penjalaran gelombang dihubungkan dengan cepat rambat gelombang dalam medium. Besarnya kecepatan rambat gelombang tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada dalam material yang dikenal sebagai parameter elastisitas.

(23)

Untuk memahami penjalaran gelombang seismik pada batuan bawah permukaan digunakan beberapa asumsi. Beberapa asumsi yang digunakan antara lain :

1. Panjang gelombang seismik yang digunakan jauh lebih kecil dibandingkan ketebalan lapisan batuan. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan setiap lapisan batuan akan terdeteksi.

2. Gelombang seismik dipandang sebagai sinar yang memenuhi hukum Snellius dan prinsip Huygens. Menurut Snellius, gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara dua medium yang berbeda sedangkan dalam prinsip Huygens, titik-titik yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Muka gelombang (wavefront) yang menjalar menjauhi sumber adalah superposisi dari beberapa muka gelombang yang dihasilkan oleh sumber gelombang baru tersebut.

3. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda.

4. Pada bidang batas antar lapisan (interface), gelombang seismik menjalar dengan kecepatan gelombang pada lapisan di bawahnya. 5. Makin bertambahnya kedalaman lapisan batuan maka semakin

kompak batuannya sehingga kecepatan gelombang pun bertambah seiring bertambahnya kedalaman.

(24)

Menurut Hukum Snellius, jika ada gelombang elastik yang menjalar dalam bumi kemudian bertemu dengan bidang batas perlapisan (interface) dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan dan pembiasan gelombang.

……….(1)

Jika gelombang P (kompresi) menjalar ke dalam bumi kemudian melalui batas perlapisan batuan maka akan terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu gelombang P refleksi (P1), gelombang P refraksi (P2),

gelombang S refleksi (S1) dan gelombang S refraksi (S2) (Susilawati, 2004).

Sehingga menurut hukum Snellius :

……….(2) 2 1

sin

sin

v

v

r

i =

s s s s p p p p p

r

v

v

r

v

v

i

v

sin

sin

sin

sin

sin

2 1 2 1

=

=

=

=

θ

θ

(25)

Metode seismik refraksi menerapkan waktu tiba pertama gelombang dalam perhitungannya. Gelombang P memiliki kecepatan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan gelombang S sehingga waktu datang gelombang P yang digunakan dalam perhitungan. Gelombang seismik refraksi yang dapat terekam oleh receiver pada permukaan bumi hanyalah gelombang seismik refraksi yang merambat pada batas antar lapisan batuan. Hal ini hanya dapat terjadi jika sudut datang merupakan sudut kritis atau ketika sudut bias tegak lurus dengan garis normal (r = 900 sehingga sin r = 1).

Dan hal ini sesuai dengan asumsi diawal bahwa kecepatan lapisan dibawah interface lebih besar dibandingkan dengan kecepatan di atas interface.

Gelombang seismik berasal dari sumber seismik (seismic source) merambat dengan kecepatan v1 menuju bidang batas (A), kemudian

gelombang dibiaskan dengan sudut datang kritis sepanjang interface dengan

(26)

interface, gelombang ini kembali ke permukaan sehingga dapat diterima oleh receiver yang ada di permukaan.

Gelombang yang dapat ditangkap oleh receiver dapat berupa gelombang langsung (direct wave), gelombang refleksi (reflection wave) ataupun gelombang refraksi (refraction wave). Untuk jarak offset (jarak geophone dengan sumber seismik) yang relatif dekat, gelombang yang paling cepat diterima oleh receiver adalah gelombang langsung dan gelombang yang paling lama diterima adalah gelombang refleksi. Sedangkan untuk jarak offset yang relatif jauh, gelombang yang paling cepat diterima oleh receiver adalah gelombang refraksi dan yang paling lama adalah refleksi.

Berdasarkan grafik hubungan antara jarak dan waktu tempuh gelombang, penulis membuat asumsi untuk jarak yang relatif dekat waktu

Gambar 4. Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang langsung, refleksi dan refraksi

(27)

langsung. Penulis berpendapat jika terjadi perbedaan waktu tempuh sangat kecil. Sehingga dalam perhitungan, untuk jarak yang relatif dekat ataupun jauh, waktu tempuh yang digunakan adalah waktu tempuh tercepat yang diterima oleh geophone / receiver.

2.2. Penentuan Ketebalan Lapisan Batuan

Perhitungan yang digunakan dalam metode seismik refraksi adalah dengan menghitung waktu pertama kali gelombang yang berasal dari sumber seismik diterima oleh setiap receiver. Dengan mengetahui jarak setiap receiver dengan sumber seismik dan waktu penjalaran gelombang yang pertama kali sampai receiver kemudian dibuat grafik hubungan antara jarak dengan waktu. Dengan mengetahui kemiringan / gradien dari grafik tersebut maka akan didapatkan nilai kecepatan. Kedalaman lapisan batuan dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara yaitu berdasarkan waktu penggal (intercept time ti) dan berdasarkan jarak kritis (X0).

(28)

Jika di bawah permukaan bumi terdapat dua lapisan batuan yang dibatasi oleh interface datar (horizontal) maka waktu tempuh gelombang refraksi (t) untuk merambat dari sumber seismik menuju receiver akan melalui lintasan A-B-C-D (Dobrin & Savit, 1988).

……….(3)

………...(4)

Dengan mencari waktu penggal (ti), maka :

……….(5) CD BC AB

t

t

t

t

=

+

+

CD

V

BC

V

AB

V

t

1 2 1

1

1

1

+

+

=

(

)

+

+

=

i

h

V

i

h

x

V

i

h

V

t

cos

1

tan

2

1

cos

1

1 2 1

(29)

………(6)

……….(7)

………(8)

Dengan menggunakan intercept time didapatkan kedalaman interface 1 untuk 2 lapisan :

………(9)

………..(10)

Dengan cara yang hampir sama didapatkan kedalaman interface ke 2 untuk 3

lapisan:

………….(11)

Dengan menggunakan jarak kritis (x0) dapat diketahui kedalaman interface

yaitu : ………...(12) 2 2 1

cos

sin

2

cos

2

1

V

x

i

V

i

h

i

h

V

t

+

=

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 2

2

V

V

V

V

h

V

x

t

=

+

i

t

V

x

t

=

+

2

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 1

2

V

V

V

V

t

h

i

=

( ) ( )

( ) ( )

2 2 2 3 3 2 2 1 2 2 3 1 1 2 2

2

2

V

V

V

V

V

V

V

V

h

t

h

i

=

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 1

2

V

V

V

V

h

t

i

=

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 1 2

2

V

V

V

V

h

V

x

t

=

+

(30)

………..(13)

………..(14)

………..(15)

………..(16)

Dengan menggunakan jarak kritis (x0)didapatkan kedalaman interface

pertama untuk dua lapisan dan interface kedua untuk tiga lapisan :

………(17)

..(18)

Untuk sejumlah n refraktor data, secara umum didapat waktu gelombangnya

sebagai : ……….(19) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − + − + = 2 1 2 2 3 1 1 2 1 2 2 3 1 1 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 ( ) ( ) 2 ) ( ) ( 2 ) ( ) ( 2 VV V V h V V V V h V Xc V Xc V V V V h

+

=

n 1

2

cos

i i i i n n

V

h

V

x

t

θ

1 2 1 2 0 1

2

V

V

V

V

x

h

+

=

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 1 2 0 1 0

2

V

V

V

V

h

V

x

V

x

+

=

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 1 2 0 1 0

2

V

V

V

V

h

V

x

V

x

=

( ) ( )

2 1 2 2 2 1 1 0 2 1 1 2

2

V

V

V

V

h

x

V

V

V

V

=

⎟⎟

⎜⎜

(

)

( ) ( )

2 0 1 2 2 1 2 1

2

1

x

V

V

V

V

h

=

(31)

Dan kedalaman lapisan datar :

………(20)

Kondisi lapisan bawah permukaan tidak selamanya horizontal atau datar, mungkin saja kondisi lapisan bawah permukaan berupa lapisan miring. Lapisan miring dapat berupa downdip (pengukuran kearah perlapisan turun) atau pun berupa updip (pengukuran kearah lapisan naik). Untuk mengetahui ketebalan lapisan yang tidak kita ketahui kondisi interface-nya biasanya menggunakan metode waktu tunda (delay time).

Dengan mendefinisikan waktu tunda dari geophone dan waktu tunda dari sumber gelombang sebagai :

⎟⎟

⎜⎜

=

−1

2

cos

cos

2

n i i i i n n n n

V

h

t

V

h

θ

θ

Gambar 7. Pengukuran dengan menggunakan metode delaytime bolak balik

(32)

……….(21)

………(22)

Gambar 7. menunjukkan refraktor pada kedalaman di bawah geophone dengan menggunakan metode waktu tunda. Dengan menggunakan persamaan (22) dapat dihitung Δtg dan hg, dengan

mensubstitusi sin i = V1/ V2 , sehingga :

...(23)

………..(24)

………(25)

Atau

………(26)

Sebelum menghitung hg, terlebih dahulu menghitung Δtg dengan

menggunakan grafik hubungan jarak dengan waktu pada pengukuran menggunakan metode “waktu tunda” dan pengukuran dilakukan bolak-balik.

AB

V

SB

V

t

t

t

s SB AB 2 1

1

1

=

=

Δ

CD

V

CG

V

t

t

t

g CG CD 2 1

1

1

=

=

Δ

i

i

V

h

i

h

V

i

V

h

i

V

h

t

g g g g g

cos

sin

cos

1

tan

cos

2 1 2 1

=

=

Δ

[

i

]

i

V

h

i

V

V

i

V

h

t

g g g 2 1 2 1 1

sin

1

cos

sin

1

cos

=

=

Δ

i

V

h

t

g g

cos

1

=

Δ

2 1 2 2 2 1

V

V

V

t

h

g g

Δ

=

(33)

Berdasarkan gambar 7 didapat :

……….(27)

……….……(28)

Sehingga besarnya waktu perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke geophone adalah tt.

………(29) Untuk menentukan harga Δtg digunakan metode pengukuran

bolak-balik sebagaimana terdapat pada gambar 7. tg-1 adalah waktu tiba dari S1 dan

tg-2 adalah waktu tiba dari S2, dengan menggunakan persamaan (29)

diperoleh :

……….(30)

……….(31)

Dengan menjumlahkan persamaan (30) dan (31), didapat :

………..(32) ….……(33) …..……(34)

(

AD AB CD

)

CG SB CG BC SB t

t

t

t

t

t

t

t

t

t

=

+

+

=

+

+

(

SB AB

) (

CG CD

)

AD t

t

t

t

t

t

t

=

+

+

x

V

t

t

t

t S g 2

1

+

Δ

+

Δ

=

x

V

t

t

t

g S g 2 1 1

1

+

Δ

+

Δ

=

− 2 2 2

'

V

x

x

t

t

t

g

=

Δ

S

+

Δ

g

+

2 2 1 2 1

'

2

V

x

t

t

t

t

t

g

+

g

=

Δ

S

+

Δ

S

+

Δ

g

+

(

S B AB

) (

FS FH

)

g AH g g

t

t

t

t

t

t

t

t

1

+

2

=

1

+

2

+

2

Δ

+

(

AH AB FH

)

FS g B S g g

t

t

t

t

t

t

t

t

1

+

2

=

1

+

+

2

+

2

Δ

(34)

…………..(35)

…….………..(36)

Atau

…………..……….(37)

Menggunakan grafik hubungan jarak dengan waktu seperti pada gambar 8, dapat ditentukan tt, tg-1 dan tg-2. Setelah semua harga tersebut

diperoleh, maka dengan menggunakan persamaan (37) dapat dihitung Δtg.

Dengan menggunakan grafik hubungan jarak dan waktu didapat pula besar g FS BF B S g g

t

t

t

t

t

t

1

+

2

=

1

+

+

2

+

2

Δ

g t g g

t

t

t

t

1

+

2

=

+

2

Δ

2

2 1 g t g g

t

t

t

t

=

+

Δ

− −

(35)

v1 dan v2, dan dengan menggunakan persamaan (26) dapat ditentukan tebal

lapisan di bawah geophone (hg).

2.3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Cepat Rambat Gelombang Seismik Pada Batuan

Gelombang seismik yang menjalar ke dalam bumi (body wave) terdiri dari dua jenis yaitu gelombang P dan gelombang S. Sheriff dan Geldart (1995) menuliskan besarnya kecepatan gelombang P (α) dan gelombang S (β) sebagai :

………..(38)

………(39)

Dimana : α = kecepatan rambat gelombang P

β = kecepatan rambat gelombang S

λ dan μ = konstanta elastisitas (Lame Constant)

ρ = densitas

Berdasarkan persamaan tersebut, besarnya cepat rambat gelombang seismik pada batuan dipengaruhi oleh elastisitas batuan dan densitas batuan. Elastisitas batuan menunjukkan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikan bentuk dan ukurannya seperti semula ketika diberikan gaya

ρ

μ

λ

α

=

+

2

ρ

μ

β

=

(36)

maka akan terjadi perubahan bentuk dan dimensi batuan relatif terhadap keadaan sebelum diberikan gaya. μ merupakan konstanta elastisitas yang berhubungan dengan shearing strain sedangkan λ merupakan konstanta elastisitas yang berhubungan dengan impresibilitas.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik dalam batuan antara lain : Lithologi, Densitas batuan, porositas, kedalaman batuan, tekanan, umur batuan, dan temperatur (Sheriff dan Geldart, 1995).

2.3.1. Lithologi

Lithologi mungkin merupakan faktor yang paling nyata yang mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Jenis batuan yang berbeda akan menunjukkan range nilai kecepatan yang berbeda walaupun jenis batuan yang berbeda terkadang menunjukkan overlap nilai kecepatan gelombang seismiknya. Setiap lapisan batuan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Tingkat kekerasan yang berbeda-beda ini yang menyebabkan perbedaan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikan bentuk dan ukuran seperti semula ketika diberikan gaya padanya. Elastisitas batuan yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan gelombang merambat melalui lapisan batuan dengan kecepatan yang berbeda-beda.

(37)

Tabel 2. Data kecepatan gelombang primer pada beberapa medium (Burger, 1992)

Material P wave velocity (m/s)

Air 331,5 Water 1400 – 1600 Weathered layered 300 – 900 Soil 250 – 600 Alluvium 500 – 2000 Clay 1000 – 2500 Sand (Unsaturated) 200 – 1000 Sand (saturated) 800 – 2200 Sand and gravel unsaturated 400 – 500 Sand and gravel saturated 500 - 1500 Glacial till unsaturated 400 - 1000 Gracial Till (saturated) 1500 – 2500

Granite 5000 – 6000

Basalt 5400 – 6400

Metamorphic rock 3500 – 7000 Sandstone and shale 2000 – 4500 Limestone 2000 - 6000

Selain memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, lapisan batuan juga memiliki kerapatan yang berbeda-beda sehingga setiap lapisan batuan juga memiliki densitas yang berbeda-beda. Perbedaan densitas juga dapat menyebabkan perbedaan cepat rambat gelombang seismik pada setiap batuan.

(38)

2.3.2. Densitas

Densitas atau kerapatan batuan umumnya bertambah dengan bertambahnya kedalaman karena dengan bertambahnya kedalaman tekanan hidrostatik juga semakin bertambah besar. Semakin besarnya tekanan menyebabkan batuan mengalami kompresi sehingga semakin rapat lapisan suatu batuan yang menyebabkan semakin besar densitas suatu batuan.

Besarnya densitas suatu batuan juga bergantung pada besarnya porositas suatu batuan. Semakin besar porositas suatu batuan mengindikasikan semakin besar massa suatu batuan yang hilang atau rongga batuan makin besar. Hal ini menyebabkan densitas batuan semakin berkurang. Sheriff dan Geldart (1995) menuliskan hubungan antara densitas dengan kecepatan perambatan gelombang dalam batuan yang dibuat oleh Gardner. Rumusan empirik ini tidak mengikutsertakan evaporite (anhydrit, gypsum, salt) dan batuan carbonacous (coal, peat, lignite). Perumusan ini dikenal dengan sebutan hukum Gardner :

………(40)

Dimana : ρ = densitas dalam gr/cm3

a = konstanta yang besarnya 0,31

V = kecepatan dalam m/s

Dengan menggunakan hukum Gardner ini dapat diketahui bahwa besarnya cepat rambat gelombang seismik dari formasi batuan sebanding

4 1

aV

=

(39)

dengan pangkat empat dari besarnya densitas batuan atau dengan kata lain semakin besar densitas suatu formasi batuan maka semakin besar cepat rambat gelombang dalam batuan tersebut.

2.3.3. Porositas

Porositas merupakan faktor paling penting dalam menentukan kecepatan gelombang seismik dalam batuan. Semakin besar porositas suatu batuan maka semakin kecil nilai densitas suatu batuan sehingga menyebabkan gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang lebih lambat juga. Suatu zat yang mengisi pori juga dapat memberikan pengaruh terhadap cepat rambat gelombang seismik pada formasi batuan tersebut. Pori-pori batuan yang terisi oleh air lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori-pori batuan yang terisi minyak. Pori-pori batuan yang terisi minyak lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori batuan yang terisi dengan udara. Hal ini disebabkan karena densitas dari air lebih besar dibandingkan dengan minyak dan densitas minyak lebih besar dibandingkan dengan densitas udara (gas). Oleh karena itu, besar cepat rambat gelombang dalam batuan berpori yang berisi air lebih besar dibandingkan dengan cepat rambat batuan yang berisi minyak ataupun gas.

2.3.4. Kedalaman Batuan dan Tekanan

(40)

berada pada lapisan bawah akan mengalami kompresi atau tekanan dari lapisan diatasnya sehingga batuan yang berada paling bawah akan mengalami tekanan paling besar dari lapisan diatasnya. Dengan kata lain, semakin dalam posisi lapisan suatu batuan maka semakin besar tekanan yang akan dialaminya. Akibat adanya tekanan yang semakin besar menyebabkan semakin rapatnya suatu batuan yang ditandai dengan semakin kecilnya porositas suatu batuan. Semakin kecilnya porositas suatu batuan menyebabkan semakin besar densitasnya sehingga gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang semakin cepat pada formasi batuan tersebut. Hal ini berarti besarnya kecepatan seismik akan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman dan bertambahnya tekanan.

2.3.5. Umur, Frekuensi dan Temperatur

Batuan yang lebih tua umumnya berada pada lapisan bawah. Semakin tua usia suatu batuan maka semakin dalam pula posisi lapisan batuan tersebut dari permukaan bumi. Selain berada pada posisi yang semakin dalam, dengan bertambahnya usia suatu batuan maka batuan tersebut memiliki waktu yang lebih lama dalam cementation, lapisan tersebut juga memiliki waktu yang lebih lama dalam mengalami tekanan tektonik sehingga memiliki densitas yang semakin besar karena porositas yang semakin kecil. Kondisi seperti ini menyebabkan semakin cepat gelombang seismik merambat pada batuan yang memiliki umur semakin tua.

(41)

Data eksperimen secara umum mendukung kesimpulan bahwa dispersi (variasi kecepatan terhadap frekuensi) terjadi dalam range Hz sampai MHz. Kecepatan berubah terhadap frekuensi karena mekanisme absorpsi (penyerapan). Dispersi terjadi pada batuan yang mengandung fluida tersaturasi, tetapi tidak pada dry rock. Dispersi terjadi pada pergerakan fluida sepanjang permukaan berpori. Dispersi berkurang dengan meningkatnya porositas dan meningkat dengan kandungan clay dalam batuan, dispersi juga berkurang dengan berkurangnya tekanan, dipersi meningkat dengan meningkatnya viskositas fluida. Kecepatan gelombang P meningkat 15% dengan frekuensi antara 2 – 200 KHz (Sheriff dan Geldart, 1995).

Kecepatan gelombang seismik bervariasi sangat kecil dengan temperatur. Semakin besar temperatur suatu lapisan batuan menyebabkan pada lapisan tersebut terjadi pemuaian. Pemuaian ini menyebabkan porositas batuan semakin besar sehingga densitas batuan semakin kecil. Semakin kecilnya densitas suatu batuan menyebabkan cepat rambat gelombang pada lapisan tersebut semakin kecil. Kesimpulannya semakin besar temperatur suatu lapisan batuan maka semakin kecil cepat rambat gelombang pada lapisan tersebut. Semakin besar kedalaman suatu lapisan maka semakin besar temperaturnya akan tetapi kecepatan seismik akan semakin besar. Hal ini terjadi karena berkurangnya kecepatan akibat bertambahnya temperatur jauh lebih kecil dibandingkan bertambahnya kecepatan akibat bertambahnya densitas suatu lapisan akibat tekanan, sementasi, dan lain-lain. Kecepatan

(42)

gelombang seismik berkurang 5 - 6 % dengan peningkatan temperatur 100 C (Sheriff dan Geldart , 1995).

2.4. Peralatan Seismik

Peralatan yang digunakan untuk melakukan survey seismik refraksi antara lain : Seismograf MC Seis-SX Model-1125M dengan 24 Channel, Geophone 24 buah, kabel take out untuk menempatkan geophone, sumber tegangan DC 12 Volt untuk alat seismograf, weight drop atau sledge hammer untuk sumber seismik, dan disket untuk menyimpan data pengukuran (Djuhana, 2005).

(43)

BAB III

ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Metode seismik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan perambatan gelombang seismik ke dalam bumi. Energi seismik yang berasal dari sumber seismik dalam bentuk gelombang mekanik akan diterima oleh receiver untuk selanjutnya diubah menjadi data seismik yang dapat dibaca dalam seismograf. Data seismik yang terbaca oleh seismograf sudah dalam bentuk digital sehingga data tersebut dapat disimpan dalam format data digital. Format data yang biasa digunakan antara lain SEG2, SEGY, RAMAC, dan lain lain. Format data tersebut tergantung pada jenis alat yang digunakan.

Dalam pengolahan data seismik refraksi dengan menggunakan software dikenal ada beberapa tahap. Pada tahapan pertama penulis harus bisa menampilkan data seismik pada komputer. Pada tahapan berikutnya, penulis mencari first break dari data yang ditampilkan. First break merupakan saat awal energi gelombang mencapai penerima. Dengan melakukan picking first break dan membuat grafik traveltime, maka cepat rambat gelombang seismik dan kedalaman refraktor dapat diketahui sehingga gambaran lapisan bawah permukaan dapat diketahui. Dengan menggunakan perhitungan secara komputerisasi maka akan didapatkan gambaran lapisan bawah permukaan yang tidak diskrit (nonlinear).

(44)

Tahapan yang digunakan dalam melakukan pengolahan data seismik, antara lain :

3.1 Konversi Format Data Seismik

Pengolahan data seismik dengan menggunakan software mengharuskan pengguna software tersebut untuk mengkonversikan format data dalam seismograf menjadi format data yang dapat dibaca oleh software yang digunakan. Dalam software REFLEXW, seorang pengolah data harus mengkonversikan datanya menjadi format reflex. Jika hal ini tidak dilakukan maka data tersebut tidak dapat dibaca sehingga untuk proses selanjutnya tidak dapat dilakukan.

(45)

3.2 Memproses Data Seismik

Pada tahapan ini, penulis harus mengetahui tipe-tipe noise dan cara mengatasinya. Berdasarkan sumbernya, noise dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gerakan tanah yang tidak terkontrol (uncontrolled ground motion), noise yang berasal dari peralatan elektronik (electronic noise) dan noise yang berasal dari stuktur geologi bawah permukaan (geologic noise).

Jenis noise yang paling jelas kehadirannya adalah uncontrolled ground motion. Jenis noise seperti ini ada dua macam (Susilawati, 2004) yaitu noise yang timbul sesaat kemudian lenyap dan noise yang timbul terus menerus. Noise yang timbul sesaat kemudian lenyap misalnya orang yang sedang berjalan dekat pengukuran, kendaraan yang sedang melintas, dan lain-lain. Noise seperti ini dapat diatasi dengan mengkondisikan lokasi pengukuran sehingga pada saat sumber gelombang seismik ditimbulkan tidak ada orang atau kendaraan yang melintas. Noise yang timbul terus menerus biasanya disebabkan oleh angin, pohon yang bergoyang, aliran sungai dan lain-lain. Untuk menghindari keadaan semacam ini sebaiknya setiap kali mengadakan pengukuran seismik, diadakan terlebih dahulu “tes noise”. Jika noise yang timbul cukup kecil dibandingkan dengan signal yang dihasilkan maka pengukuran dapat dilaksanakan. Tetapi jika noise cukup besar dibandingkan dengan signal, maka sebaiknya pengukuran ditunda beberapa saat hingga noise menjadi kecil. Selain cara tersebut, dengan mengetahui bahwa noise bersifat acak, maka untuk menghindari noise, signal yang masuk dapat

(46)

dan jelas. Dengan melakukan stacking maka signal dijumlahkan sedangkan noise ditiadakan.

Electronic noise biasanya berasal dari peralatan seismik. Geophone bertugas mengkonversi pergerakan tanah yang terdeteksi menjadi signal listrik. Signal listrik ini ditransmisikan melalui kabel dan diperkuat signal-nya dengan recording system kemudian direkam. Segala sesuatu yang dapat menyebabkan perubahan signal listrik pada kabel atau recording system mengakibatkan noise pada data yang terekam. Misalnya kondisi penghubung antara geophone dengan kabel yang kotor atau loose connection, kondisi kabel penghubung antara geophone dengan kabel yang basah atau wet connection, kondisi kabel yang bertumbuk atau cross talking juga dapat menyebabkan noise, atau karena adanya signal frekuensi tinggi yang hadir di sekitar daerah pengukuran. Untuk mengatasi kondisi noise seperti ini maka penghubung antara geophone dengan kabel ataupun kabel dengan recording system dijaga kebersihannya dan usahakan dalam kondisi kering. Untuk mengatasi noise frekuensi tinggi dapat dilakukan dengan cara memfilter data.

Penulis dapat menganggap banyaknya tipe stuktur geologi bawah permukaan yang tidak mudah diinterpretasikan menjadi sumber noise. Dalam survey seismik refraksi, penulis akan berasumsi bahwa struktur bawah permukaan bervariasi secara lateral hanya sepanjang line yang menghubungkan sumber seismik dengan geophone. Jika bumi benar-benar bervariasi secara signifikan jauh dari line maka sangat mungkin terjadi

(47)

kesalahan interpretasi gelombang seismik yang ditangkap geophone sebagai struktur di bawah geophone sebagai ganti struktur di luar geophone.

3.3 Analisa Kecepatan dan Picking First Arrival Time

Pada tahapan analisa kecepatan dan picking first arrival time, penulis harus dapat melihat first break dari setiap geophone. First break merupakan saat awal energi gelombang mencapai penerima. Kondisi ini sangat bergantung dari wavelet (bentuk dasar) gelombang yang dipancarkan sumber seismik. Dalam seismik dikenal 3 macam wavelet yaitu minimum phase, maksimum phase dan zero phase. Minimum phase adalah sebuah wavelet yang puncak (peak) maksimumnya berada di depan sedangkan maksimum phase memiliki peak maksimum di belakang. Zero phase adalah bentuk gelombang yang ideal dimana amplitudo maksimum berada di tengah. Dalam pengolahan seismik refraksi, analisa bentuk gelombang yang digunakan adalah minimum wavelet (minimum phase) sehingga penulis melakukan picking first break atau picking first arrival time. Kesalahan dalam melakukan picking first break akan berpengaruh terhadap analisa kecepatan medium.

Setelah mengetahui first break, penulis tidak langsung melakukan picking first break, melainkan melakukan analisa kecepatan. Analisa kecepatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa banyak lapisan batuan bawah permukaan yang terdeteksi dan kecepatan rambat gelombang seismik pada setiap interface. Dalam melakukan analisa kecepatan, penulis

(48)

geophone. First break dari setiap geophone yang berada pada satu garis dengan kemiringan yang sama diasumsikan berada pada lapisan yang sama. Dengan mengetahui kemiringan garis tersebut maka dapat diketahui besarnya kecepatan. Dengan perhitungan kecepatan dan intercepttime dapat diketahui kedalaman refraktor.

Gambar 10. Contoh first arrival time

(49)

Pengolahan data dengan menggunakan software, misalnya REFLEXW, penulis tidak perlu menghitung besarnya kecepatan, intercepttime , ataupun kedalaman refraktor. Penulis cukup membuat garis yang menghubungkan first break dari setiap geophone maka besarnya kecepatan, intercepttime maupun kedalaman refraktor dapat diketahui. Dengan menggunakan analisa kecepatan, pemetaan lapisan bawah permukaan sudah dapat dilakukan, walaupun hanya untuk 1 dimensi.

Dalam pengolahan data seismik refraksi secara digital, pengolahan data tidak berhenti hanya pada pemetaan data 1 dimensi tetapi dilanjutkan dengan pengolahan data 2 dimensi. Untuk dapat melakukan pengolahan data 2D, penulis harus menampilkan data seismik yang berbentuk gelombang menjadi data seismik yang berbentuk garis dan titik (grafik data traveltime).

(50)

time yaitu dengan menandai pada data seismik yang berbentuk gelombang yang dianggap sebagai first break dari setiap geophone (trace). Hasil penandaan itu selanjutnya akan ditampilkan pada grafik data traveltime berupa beberapa titik. Beberapa titik tersebut merupakan data dari setiap trace yang ditandai pada saat picking first arrival time dan antara satu titik dengan titik lainnya yang berada pada satu shot point dengan sendirinya dihubungkan dengan garis.

3.4 Analisa Data Traveltime dan Pemodelan Inversi

Data seismik dalam seismograf ataupun dalam software ketika pertama kali terbaca masih dalam bentuk gelombang – gelombang vertikal (ripple) dalam setiap trace. Tetapi setelah dilakukan picking first arrival time, data seismik tersebut berubah menjadi bentuk titik dan garis yang menghubungkan setiap titik. Titik-titik tersebut merupakan data first arrival time dari gelombang seismik yang dipilih. Data traveltime dari shot point yang berbeda yang ingin dianalisa harus ditempatkan secara bersama-sama.

Analisa data traveltime dilakukan dengan tujuan untuk mengkombinasikan peta bawah permukaan satu dimensi yang dihasilkan dari setiap shot point menjadi peta bawah permukaan dua dimensi. Analisa data traveltime dilakukan dengan cara mengkombinasikan data traveltime yang berasal dari shot point yang berbeda tetapi masih dalam line yang sama

(51)

Dalam melakukan analisa data traveltime ini, penulis harus menandai traveltime dari setiap shot point yang ditempatkan secara bersama-sama. Tujuan penandaan ini untuk menentukan lapisan yang spesifik. Dengan mengkombinasikan data yang telah ditandai mulai dari shot point pertama hingga shot point yang terakhir maka akan didapatkan model inversi lapisan bawah permukaan. Model inversi ini berupa interface atau refraktor dari setiap lapisan disertai dengan besarnya kecepatan pada interface tersebut.

Ada tiga metode yang digunakan untuk membuat model perlapisan bawah permukaan (Dibiase, 2005) yaitu metode pemodelan inversi (time-term inversion methode), metode pemodelan forward (reciprocal methode) dan metode tomografi (tomographic methode).

Metode pemodelan inversi (time-term inversion model) merupakan metode yang cepat dan mudah untuk memperkirakan kedalaman refraktor.

(52)

(analisa data traveltime). Minimal dibutuhkan dua shot point yang ditempatkan secara bersama dalam analisa data traveltime. Dua shot point yang dipilih adalah shot point yang memiliki jarak terjauh satu dengan yang lainnya karena semakin jauh jarak shot point didukung dengan energi seismik yang mencukupi maka penetrasinya pun semakin dalam. Untuk mendapatkan gambaran refraktor yang lebih riil biasanya diantara dua shot point tersebut ditambahkan beberapa shot point yang diikutsertakan dalam analisa data traveltime. Model inversi yang dihasilkan merupakan model penyederhanaan lapisan bawah permukaan.

Dalam model inversi ini (Gambar 14), refraktor akan digambarkan dibawah geophone pertama sebelah kanan dari shot point pertama hingga

Gambar 14. Contoh model inversi BW17

V = 1506,8 m/s

V = 1979,7 m/s

(53)

refraktor ini diakibatkan adanya kombinasi antara forward dari shot point pertama dengan reverse dari shot point terakhir. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran refraktor tepat di bawah geophone pertama hingga geophone terakhir maka posisi shot point pertama dan terakhir harus ditempatkan di luar susunan geophone (Gambar 15).

3.5 Forward Modelling dan Tomografi

Metode pemodelan forward (reciprocal method) menyediakan struktur bawah permukaan yang detail dan dapat menginterpretasikan perbedaan kecepatan secara lateral (lateral velocity contrast). Dalam rangka menggunakan metode reciprocal secara efektif pada penjalaran gelombang, overlap yang signifikan dari refraktor dibutuhkan dalam analisa data

Gambar 15. Contoh model forward BW17

V = 1979,7 m/s V = 1506,8 m/s V = 600 m/s

(54)

penelitian ini sehingga dalam menyesuaikan atau mencocokkan antara data perhitungan komputer (calculation data) dengan data traveltime menjadi lebih mudah.

Gambar 16 . Contoh reciprocal method yang dapat memberikan gambaran bawah permukaan secara lateral (Sandmeier,2006)

(55)

Pada gambar 17 terdapat dua grafik, grafik pertama (bagian atas) merupakan garfik hubungan antara offset dengan kedalam sedangkan grafik kedua (bagian bawah) merupakan grafik hubungan offset dengan waktu. Pada grafik pertama terdapat data berupa titik dan garis yang dianggap sebagai refraktor pada kondisi riil, sedangkan pada grafik kedua terdapat data traveltime berupa titik dan garis yang berwarna hitam dan juga terdapat data perhitungan (calculation data) yang berwarna hijau, biru dan ungu. Data traveltime pada grafik kedua bersifat tetap atau tidak dapat berubah sedangkan data kalkulasi dapat berubah-ubah. Dengan mengubah posisi titik pada grafik pertama maka akan merubah data kalkulasi pada grafik kedua. Posisi titik pada grafik pertama terus-menerus dilakukan perubahan hingga data kalkulasi dengan data traveltime pada grafik kedua cocok.

(56)

Metode reciprocal membutuhkan input berupa model inversi dan untuk menghasilkan model reciprocal hanya dengan melakukan pencocokan (adjustment). Metode tomografi membutuhkan input berupa model reciprocal atau biasa disebut first model dan untuk menghasilkan model tomografi, selain harus melakukan pencocokan juga harus mungubah-ubah parameter tomografi seperti iterasi, space increment, dan lain-lain. Nilai parameter yang harus dimasukkan tidak unik, maksudnya setiap melakukan tomografi harus memasukkan input yang berbeda. Model tomografi yang dihasilkan harus dicocokkan dengan model reciprocal. Jika hasil tomografi mirip dengan model reciprocal maka hasil tomografi dapat dikatakan benar.

(57)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

4.1 Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 17

Pengambilan data seismik refraksi pada lokasi BW 17 menggunakan geophone 24 chanel yang dirangkai seri. Jarak antar geophone yang digunakan adalah 3 meter dan 5 meter. Data seismik refraksi pada lokasi BW 17 ini didukung oleh adanya data lithologi dari sumur pemboran.

4.1.1 Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter

Lokasi BW 17 memiliki topografi yang cukup datar (flat). Pada lokasi ini, kondisi permukaan atau topografi yang cukup datar ini ternyata tidak jauh berbeda dengan kondisi lapisan batuan dibawahnya . Informasi ini didapatkan setelah penulis melakukan pengolahan data seismik refraksi pada lokasi BW17 dengan menggunakan tomografi.

Hasil pengolahan data yang penulis lakukan menunjukkan bahwa dengan menggunakan jarak antar geophone 3 meter dan jarak antar shot point terjauh 48 meter, penulis mendapatkan 2 refraktor. Dengan menggunakan model inversi, refraktor pertama berada pada kedalaman 1 hingga 2 meter dari permukaan bumi. sedangkan refraktor kedua berada pada kedalaman 3,5 – 6 meter dari permukaan bumi (Gambar 19).

(58)

Dengan menggunakan model forward, refraktor pertama berada pada kedalaman kurang dari 2 meter sedangkan refraktor kedua berada pada kedalaman kurang dari 6 meter (Gambar 20). Model perlapisan batuan bawah permukaan yang didapat melalui model inversi maupun model forward menunjukkan nilai yang diskrit. Lapisan pertama memiliki nilai cepat rambat gelombang P sekitar 600 m/s, lapisan kedua memiliki kecepatan sekitar 1506 m/s sedangkan lapisan ketiga memiliki cepat rambat gelombang P sekitar 1979 m/s. Dengan menggunakan pemodelan forward, lapisan batuan bawah permukaan sudah dapat diinterpretasikan. Penulis menginterpetasikan lapisan pertama sebagai lapisan top soil atau sering dikenal sebagai zona pelapukan. Lapisan kedua maupun ketiga dapat diinterpretasikan sebagai lapisan clay.

V = 1506,8 /

V = 1979,7 m/s

V = 600 m/s

Gambar 19. Time term model atau model inversi BW17 dengan jarak antar geophone 3 meter

(59)

Agar dapat memetakan lapisan batuan bawah permukaan yang dapat memberikan gambaran nilai kecepatan yang kontinu pada setiap lapisan batuan maka tomografi perlu dilakukan.

Jarak (meter)

Gambar 21 Tomografi BW17 dengan jarak antar geophone

V = 1979,7 m/s V = 1506,8 m/s V = 600 m/s

Gambar 20. Reciprocal model atau model forward BW17 dengan jarak antar geophone 3 meter

(60)

Hasil tomografi (Gambar 21) menunjukkan bahwa lapisan pertama dengan kedalaman kurang dari 2 meter dari permukaan bumi memiliki nilai cepat rambat gelombang P antara 405 m/s hingga 734 m/s. Lapisan kedua berada pada kedalaman antara 2 hingga 5 meter memiliki nilai cepat rambat gelombang P antara 1172 m/s hingga 1721 m/s. Lapisan ketiga berada pada kedalaman lebih dari 5 meter dengan nilai cepat rambat gelombang P lebih dari 1721 m/s.

Lapisan pertama dengan kedalaman kurang dari 2 meter dari permukaan bumi diinterpretasikan sebagai lapisan tanah teratas (top soil) atau zona pelapukan (weathering zone). Lapisan ini merepresentasikan material organik pada tanah.

Lapisan kedua berada dalam interval cepat rambat gelombang P dalam clay. Data gelombang seismik pada batuan (Tabel 2) menunjukkan bahwa cepat rambat gelombang P dalam clay berada pada interval kecepatan 1100 m/s hingga 2600 m/s. Karena lapisan kedua berada pada interval kecepatan 1172-1721 m/s maka penulis menginterpretasikan lapisan kedua sebagai lapisan clay.

Lapisan ketiga dapat diinterpretasikan sebagai clay. Ketebalan clay ini belum dapat diketahui. Untuk mengetahui ketebalannya diperlukan interval geophone yang lebih jauh dan jarak shot point yang jauh juga disertai dengan energi seismik yang mencukupi.

(61)

tersebut (Lampiran 11), lapisan pertama berada pada tingkat kekerasan terendah sedangkan lapisan kedua berada satu tingkat diatas tingkat kekerasan lapisan pertama. Lapisan pertama berada pada tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil. Lapisan kedua berada pada tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock.

Dengan mengetahui tingkat kekerasan (hardness) suatu lapisan batuan bawah permukaan maka dapat pula diketahui mudah atau tidaknya suatu lapisan batuan digali (excavatability) dan peralatan yang dibutuhkan untuk menggali (Leeds, 2002). Lapisan pertama merupakan lapisan yang paling mudah untuk dilakukan penggalian. Untuk melakukan penggalian lapisan pertama hanya membutuhkan hand tools (USDA, 2002). Sedangkan

Gambar 22 Tingkat kekerasan batuan BW 17

(62)

tenaga minimum 100 tenaga kuda (100 horse power) atau setara dengan 74,5 KiloWatt (Lampiran 11).

Berbeda dengan lapisan pertama dan kedua, lapisan ketiga berada pada tingkat kekerasan very softrock hingga moderately softrock. Untuk melakukan penggalian lapisan ini dibutuhkan peralatan dengan tenaga minimal 150 tenaga kuda (150 horse power) atau setara dengan 110 KiloWatt. Dalam sistem kelas RMFC (Rock Material Field Classification), lapisan ini berada dalam kelas paling rendah yaitu kelas 3 (Class III). Material batuan kelas tiga ini memiliki ciri – ciri antara lain: memiliki kemampuan yang tinggi untuk mentransmisikan fluida, tidak stabil untuk aplikasi konstruksi, dan lain-lain (Lampiran 11)

4.1.2 Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17 dengan jarak antar Geophone 5 meter

Pada lokasi ini, jarak antar geophone yang digunakan adalah 5 meter sedangkan jarak antara 2 shot point terjauh adalah 177 meter. Refraktor pada lokasi ini berada pada kedalaman sekitar 10 meter dari permukaan bumi. Model inversi maupun pemodelan forward tidak ada perbedaan dalam menentukan kedalaman refraktor. Dengan menggunakan model inversi (Gambar 23) dan model forward (Gambar 24) didapatkan model perlapisan batuan yang diskrit. Dengan dua model ini didapatkan perlapisan batuan bawah permukaan dengan jumlah lapisan batuan yang didapatkan sebanyak

(63)

sebesar 1100 m/s. sedangkan pada lapisan batuan kedua didapatkan cepat rambat gelombang P pada batuan sebesar 2744,3 m/s

V = 2744,3 m/s V = 1100 m/s

Gambar 23. Time term model atau model inversi BW17 dengan jarak antar geophone 5 meter

V = 2744,3 m/s V = 1100 m/s

Gambar 24. Reciprocal model atau model forward BW17 dengan jarak antar geophone 5 meter

(64)

Dengan menggunakan tomografi, penulis juga mendapatkan refraktor pada kedalaman sekitar 10 meter. Refraktor ini ditandai dengan batas antara lapisan berwarna hijau dengan lapisan berwarna merah jambu. Lapisan pertama berada pada kedalaman kurang dari 6 meter dengan interval cepat rambat gelombang P antara 1009 m/s hingga 1279 m/s. lapisan kedua berada pada kedalaman 6 hingga 10 meter. Lapisan kedua ini memiliki interval cepat rambat gelombang P antara 1279 m/s hingga 1954 m/s. sedangkan lapisan ketiga berada pada kedalaman lebih dari 10 meter. Gelombang P merambat pada lapisan ini dengan kecepatan lebih dari 2764 m/s. Lapisan pertama dan kedua berada pada interval cepat rambat gelombang P pada medium clay. Sedangkan lapisan ketiga berada pada interval cepat rambat gelombang P pada medium sandstone dan shale. Gelombang P merambat pada lapisan sandstone dan shale dengan kecepatan antara 2000 m/s hingga 4500 m/s (Tabel 2).

Gambar

Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2. Pemantulan dan pembiasan gelombang
Gambar 4. Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang  langsung, refleksi dan refraksi
Gambar 9. Contoh tampilan data seismik pada software REFLEXW
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang penulis susun sebagai bagian dari syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains dengan judul “Identifikasi Batuan Dasar ( Bedrock ) menggunakan Metode Seismik

Pada lapisan keempat terdapat batuan lempung yang mana dari data seismik tidak terbaca, hal ini karena clay memiliki nilai velocity lebih rendah dibandingkan

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual Skripsi saya yang berjudul “IDENTIFIKASI BATUAN DASAR (BEDROCK) MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI DI LOKASI

Hasil yang diperoleh dari ke 4 lintasan menunjukkan posisi keberadaan batuan beku granit di bawah permukaan yang diduga sebagai batuan megalit berada pada arah Barat

Pada setiap lintasan menunjukkan bahwa kecepatan rambat gelombang berbanding lurus dengan konduktivitas termal batuan, telah sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Material penyusun utama dari lapisan pertama adalah tanah, pasir, lempung yang merupakan material yang tidak terkonsolidasi, memiliki pori yang cukup banyak antar butirannya,

Lapisan bawah permukaan kecamatan Sendana kota Palopo didominasi oleh batuan lempung pada kedalaman yang rendah dan didominasi oleh batuan yang memiliki nilai tahanan

• Dari data hasil penelitian lapangan, untuk kondisi batuan pada lokasi I, hampir tidak terjadi perubahan pada kecepatan rambat gelombang, sehingga dapat dikatakan pada lapisan