• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Universitas Sebelas Maret merupakan salah satu Univesitas Negeri yang terletak di daerah Surakarta. Universitas ini berdiri sejak tanggal 11 Maret 1976, pembangunan secara fisik dimulai pada tahun 1980. Lokasi tersebut adalah di daerah Kentingan, di tepi Sungai Bengawan Solo, dengan cakupan area sekitar 60 hektar. Di daerah Kentingan inilah, pembangunan kampus tahap pertama berakhir pada tahun 1985. Pada tahun 2012 Universitas Sebelas Maret mengadakan beberapa pembangunan yang cukup besar di beberapa titik di daerah Kentingan, diantaranya adalah Masjid Nurul Huda, Gedung Pasca Sarjana, Gedung Fakultas Kedokteran dan Wisma Tamu. Dalam membangun suatu bangunan diperlukan adanya pondasi yang kuat yang nantinya berguna untuk menopang bangunan tersebut.

2.2. Metode dalam Geofisika

Dalam pendirian suatu bangunan sangat penting mengetahui jenis tanah/batuan dan kedalaman untuk perancangan pembuatan pondasi yang akan menopang kekuatan bangunan tersebut. Jenis dan kedalaman lapisan batuan/tanah ditentukan melalui suatu penyelidikan dengan metode geofisika.

Untuk mendeteksi keadaan bawah permukaan dapat diterapkan beberapa metode geofisika, diantaranya metodologi yang didasarkan pada karakter kelistrikan, kemagnetan maupun karakter fisik lainnya. Metode ini bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu metode geofisika dinamis dan statis.

Metode geofisika dinamis adalah dengan memberikan gangguan ke bumi seperti memberikan aliran listrik (pada metode geolistrik) atau memberikan getaran (pada metode seismik), untuk kemudian membaca respon yang diberikan bumi. Sedangkan pada metode statis (gravity, geomagnet, VLF), tidak memberikan gangguan apapun (Refrizon dkk, 2008).

commit to user

(2)

2.3. Metode Seismik Refraksi

Metode seismik merupakan salah satu metode yang sangat penting dan banyak dipakai di dalam teknik geofisika. Hal ini disebabkan metode seismik mempunyai ketepatan serta resolusi yang tinggi di dalam memodelkan struktur geologi di bawah permukaan bumi. Dalam menentukan struktur geologi, metode seismik dikategorikan kedalam dua bagian besar yaitu seismik refraksi dan seimkik refleksi. Seismik refraksi efektif digunakan untuk penentuan struktur geologi yang dangkal sedang seismik refleksi untuk struktur geologi yang dalam. Mekanismenya yaitu suatu sumber gelombang dibangkitkan di permukaan bumi, karena material bumi bersifat elastik maka gelombang seismik yang terjadi akan dijalarkan ke dalam bumi ke berbagai arah. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang ini sebagian dipantulkan dan sebagian lain dibiaskan untuk diteruskan ke permukaan bumi. Di permukaan bumi gelombang tersebut diterima oleh serangkaian detektor (geophone) yang umumnya disusun membentuk garis lurus dengan sumber ledakan ( profil line), kemudian dicatat/direkam oleh suatu alat seismogram. Dengan mengetahui waktu tempuh gelombang dan jarak antar geophone dan sumber ledakan, struktur lapisan geologi di bawah permukaan bumi dapat diperkirakan berdasarkan besar kecepatannya (Susilawati, 2004).

Metode seismik refraksi memanfaatkan penjalaran gelombang di bawah permukaan dengan menggunakan sumber seismik dan merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan dalam bidang geofisika eksplorasi. Disamping dipakai untuk melokalisir keberadaan sumber daya alam, metode seismik khususnya metode seismik refraksi juga dapat diaplikasikan dalam bidang geoteknik (rekayasa) dan lingkungan. Prinsip dasar metode seismik adalah menganalisa respon dari penjalaran gelombang seismik yang merambat pada media elastik, sehingga gelombang seismik disebut juga gelombang seismik, karena osilasi partikel-partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress) melawan gaya- gaya elastik. Dari interaksi tersebut muncul gelombang longitudinal yang commit to user

(3)

sering disebut gelombang P (pressure) dan gelombang transversal yang disebut juga gelombang S (shear). Gelombang ini akan direkam dalam fungsi waktu di dalam seismogram, dari data seismogram dapat dibaca waktu dan amplitudo secara visual. Dengan mengetahui jarak antara masing-masing geophone ke sumber gelombang seismik, maka akan didapatkan besar kecepatan berdasarkan kurva travel time (Hartantyo, 2004).

Metode seismik refraksi pada dasarnya memanfaatkan gejala penjalaran gelombang yang terbiaskan pada bidang batas. Rambatan gelombang yang terbiaskan pada kondisi kritis akan menjalar di sepanjang bidang batas. Setiap titik pada bidang batas tersebut, sesuai dengan hukum Huygens, berfungsi sebagai sumber gelombang baru yang merambat ke segala arah, gelombang ini disebut sebagai headwaves, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Gelombang Datang pada Sudut Kritis Akan Menimbulkan Gelombang Bias (Headwaves). S adalah Sumber Gelombang (Ledakan) dan G1, G2, …Gn..adalah

Geophone (Sumber : Refrizon dkk, 2008).

Aplikasi gelombang seismik refraksi dalam penentuan struktur bawah permukaan berdasarkan waktu penjalaran gelombang pada tanah/batuan dari posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu.

Gelombang yang terjadi setelah usikan pertama (first break) saja yang dibutuhkan. Parameter jarak (off-set) dan waktu jalar berhubungan dengan cepat rambat gelombang dalam medium. Jadi dalam aplikasi seismik refraksi untuk memodelkan struktur bawah permukaan hanya usikan pertama atau commit to user

(4)

travel time gelombang P saja yang digunakan karena gelombang ini yang pertama tercatat pada seismograph. Gelombang P (P-wave) merupakan gelombang longitudinal yang arah gerak partikel searah atau sejajar dengan arah perjalaran gelombang. Gelombang ini dapat menjalar dalam segala medium (padat, cair maupun gas) (Refrizon dkk, 2008).

Gambar 2.2. Gelombang Seismik Saat Menemui Bidang Batas dengan Densitas yang Bebeda.

Gelombang seismik yang menjalar dalam medium bumi, pada saat menemui bidang batas dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, sebagian akan terpantul dan sebagian lainnya akan terbiaskan. Bila yang datang adalah gelombang kompresi (gelombang P) maka akan menghasilkan dua gelombang pantul (P dan S) dan dua gelombang bias (P dan S) seperti pada Gambar 2.2.

Medium 1 Medium 2

Gelombang P

Gelombang P refraksi

Gelombang P refleksi

Gelombang S refraksi Gelombang S refleksi

P P1

P2 S2 i Өp

Өs

rp rs

S1

commit to user

(5)

2.4. Hukum Dasar

Dalam prinsip penjalarannya ke segala arah di bawah permukaan bumi, gelombang seismik mengikuti azas-azas:

2.4.1. Hukum Fermat

Sifat dari gelombang seismik adalah mengikuti azas Fermat yaitu lintasan yang dilalui oleh gelombang adalah lintasan yang paling sedikit memerlukan waktu, dengan demikian, jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona berkecepatan tinggi dan menghindari zona-zona berkecepatan rendah. Pada Gambar 2.3 dijelaskan bahwa gelombang cenderung melalui raypath (jejak sinar).

Gambar 2.3. Ilustrasi Hukum Fermat (Sumber : Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010)

2.4.2. Prinsip Huygen

Christian Huygen, seorang fisikawan Belanda, sekitar tahun 1680 mengemukakan suatu mekanisme sederhana untuk menelusuri penjalaran gelombang. Mekanisme tersebut digambarkan bahwa sebuah permukaan gelombang atau muka gelombang dapat dianggap sebagai suatu permukaan dengan fase tetap melewati titik-titik medium berlapis yang dicapai oleh gerakan gelombang pada waktu yang sama. Jika gelombang tersebut melewati suatu permukaan (batas perlapisan), maka pada

S P

A B

commit to user

(6)

setiap partikel pada suatu perlapisan itu akan menjadi sumber gelombang yang baru dan demikian seterusnya (Gambar 2.4).

Mekanisme perambatan gelombang ini dikenal dengan prinsip Huygen.

Gambar 2.4. Ilustrasi Hukum Huygen (Sumber : Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010)

2.4.3. Hukum Snellius

Analisis gelombang seismik didasarkan pada suatu medium bumi dengan lapisan-lapisan batuan yang berbeda densitas dan kecepatan gelombangnya. Sehingga dalam perambatan gelombang juga akan berlaku hukum Snellius yang mengatakan bahwa jika gelombang merambat dari suatu medium ke medium yang lain yang berbeda sifat fisiknya, maka pada bidang batas akan terjadi peristiwa pemantulan dan pembiasan. Hukum Snellius menjelaskan persamaan antara hubungan antara sinus sudut bias terhadap kecepatan gelombang dalam medium yang dituliskan dalam persamaan,

(2.1)

Di mana i adalah sudut datang dan r adalah sudut bias. Jika ada 3 lapisan di bawah permukaan, Hukum Snellius lebih praktis jika dituliskan sebagai :

(2.2) commit to user

(7)

Di mana p adalah konstanta tetap untuk jejak sinar yang merambat dari lapisan satu ke lapisan selanjutnya sejauh bidang batas lapisan sejajar dan setiap lapisan bersifat homogen dan isotropis (Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010).

Gambar 2.5. Hukum Snellius a) Dua lapisan b) Banyak lapisan.

(Rahadinata didalam Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010)

2.5. Tipe-Tipe Gelombang Seismik

Berdasarkan teori elastisitas dan deformasi elemen medium serta konsep displacement potensial, maka pada media homogen isotropis, transfer energi dapat ditransmisikan dalam dua tipe dengan kecepatan penjalaran yang berbeda pula, tergantung pada konstanta-konstanta elastik media yang dilewatinya. Di samiping itu, transfer energi dapat terjadi baik melalui media perlapisan di dalam bumi maupun melalui media perlapisan di permukaan bumi. Transfer ini yang terjadi melalui media perlapisan di dalam bumi disebut gelombang badan (body wave), sedangkan yang terjadi di permukaan bumi disebut gelombang permukaan (surface wave).

2.5.1. Gelombang Badan (Body Wave)

Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastik dan arah perambatannya keseluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak partikel pada media dan arah penjalarannya gelombang dapat dibedakan menjadi gelombang P dan gelombang S. Gelombang P disebut dengan gelombang commit to user

(8)

kompresi/gelombang longitudinal. Gelombang ini memiliki kecepatan rambat paling besar dibandingkan dengan gelombang seismik yang lain, dapat merambat melalui medium padat, cair dan gas. Persamaan dari kecepatan gelombang P adalah sebagai berikut:

Vp = (2.3)

Keterangan : = Konstanta Lame = Rigiditas (kekauan) = Densitas

Gelombang S disebut juga gelombang shear atau gelombang transversal. Gelombang ini memiliki cepat rambat yang lebih lambat bila dibandingkan dengan gelombang P dan hanya dapat merambat pada medium padat saja. Gelombang S tegak lurus terhadap arah rambatnya (Susilawati, 2008). Persamaan dari kecepatan gelombang S adalah sebagai berikut :

Vs = (2.4)

Gambar 2.6. Penjalaran Gelombang P dan S pada Suatu Medium (Rahadinata didalam Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010)

commit to user

(9)

2.5.2. Gelombang Permukaan (Surface Wave)

Gelombang permukaan merupakan salah satu gelombang seismik selain gelombang badan. Gelombang ini ada pada batas permukaan medium. Berdasarkan pada sifat gerakan partikel media elastik, gelombang permukaan merupakan gelombang yang kompleks dengan frekuensi yang rendah dan amplitudo yang besar, yang menjalar akibat adanya efek free surface dimana terdapat perbedaan sifat elastik. Jenis dari gelombang permukaan ada dua yaitu gelombang Reyleigh dan gelombang Love.

Gelombang Reyleigh merupakan gelombang permukaan yang orbit gerakannya elips tegak lurus dengan permukaan dan arah penjalarannya. Gelombang jenis ini adalah gelombang permukaan yang terjadi akibat adanya interferensi antara gelombang tekan dengan gelombang geser secara konstruktif (Susilowati, 2008).

Persamaan dari kecepatan gelombang Reyleigh (VR) adalah sebagai berikut (Lowrie, 2007) :

VR = 0,92 β (2.5)

Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam bentuk gelombang transversal yang merupakan gelombang S horizontal yang penjalarannya paralel dengan permukaannya (Susilawati, 2008).

commit to user

(10)

Gambar 2.7. Penjalaran Gelombang Love dan Rayleigh pada Suatu Medium (Rahadinata didalam Tim Laboratorium Geofisika

UPN, 2010)

Meninjau penjalaran gelombang seismik untuk media di dalam bumi, terdapat dua asumsi dasar yang digunakan dalam memandang bumi, yaitu :

1. Bumi dianggap sebagai media elastik sempurna yang terdiri dari berbagai lapisan.

2. Semua anggota lapisan bumi merupakan media homogen isotropis (Susilawati, 2008).

2.6. Teknik Lapangan

Ada beberapa cara bentang (spread) geophone untuk survey seismik bias. Cara bentang yang dipilih tergantung pada geometri target obyek penelitian. Misal untuk target berbentuk kubah, akan efektif bila menggunakan metode bentang Gardner, atau bentang kipas (fan shooting).

Pada kondisi umum, yaitu lapisan datar atau miring sering digunakan bentang Segaris (In Line). Adapun beberapa cara bentangannya antara lain :

commit to user

(11)

2.6.1. In Line (Bentang Segaris)

Bentang in line adalah metode penembakan (baik satu arah maupun dua arah atau bolak-balik) dengan arah lurus atau segaris antara sumber seismik terhadap (group) geophone. Sumber seismik berada di ujung garis geophone dengan jarak yang relatif cukup jauh agar gelombang biasnya muncul. Dimana titik A-I adalah geophone dengan empat shotpoint yaitu A, C, E, dan G. Sedangkan untuk P, Q, R, dan S adalah titik refraktornya dimana terjadi peristiwa pembiasan karena gelombang menembus bidang batas yang berbeda.

Gambar 2.8. Segmentasi Lintasan pada Akuisisi Data Seismik Bias dan Kurva Waktu Rambat Gelombang Terhadap Jarak Untuk Pembias Tunggal (sumber : Tim Laboratorium Geofisika UPN,

2010).

2.6.2. Broadside

Di dalam penembakan bentang broadside, sumber seismik dan bentangan geophone terletak sepanjang garis paralel (Gambar 2.9). Bentangan geophone (geophone line) berada di tengah di antara bentangan sumber seismik (source line). Peledakan dilakukan bergantian antar sisi berurutan ke arah lintasan survei.

S

R

commit to user

(12)

Gambar 2.9. Bentang Broadside dengan Larikan Geophone (Receiver Line) di Tengah Garis-Garis Larikan Sumber Seismik

(Source Line) Yang Paralel. Kedalaman Pembias Di Anggap Berada pada Garis A-B Dan Garis C-D (Sumber : Tim

Laboratorium Geofisika UPN, 2010).

Jarak antara bentang geophone terhadap bentang sumber dipilih sedemikian rupa sehingga sinyal-sinyal bias yang diinginkan dapat dipetakan dengan sedikit interferensi (gangguan) dari setiap sinyal lainnya. Dengan demikian diharapkan setiap sinyal bias yang datang dapat dibedakan dengan jelas dari sinyal bias yang datang kemudian.

Bentangan broadside secara ekonomis menguntungkan karena lebih cepat dan semua data mengandung informasi tentang pembias, namun demikian perlu diingat bahwa bentang broadside adalah constant offset, sehingga apabila ada perubahan waktu tiba, maka ada perubahan kedalaman pembiasnya atau ada pembias lain yang muncul. Untuk mengetahuinya lebih lengkap diperlukan penembakan in line.

2.6.3. Fan Shooting (Bentang Kipas)

Dalam bentang kipas sejumlah geophone diletakkan pada arah yang berbeda tetapi mempunyai jarak offset yang sama dari sumber seismik. Dengan demikian bila terjadi perbedaan waktu commit to user

(13)

target

tiba di sepanjang offset tersebut terdapat anomali, misal kecepatannya meningkat atau mengecil.

Gambar 2.10. Ilustrasi Bentang Fan shooting (sumber : Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010).

Penggunaan seismik bias dengan bentang fan shooting pertama kali dilakukan pada daerah kubah garam. Kubah garam mempunyai kecepatan tinggi, sedangkan batuan di sekitarnya relatif rendah, sehingga secara horizontal terdapat perbedaan waktu rambat gelombang bias pada offset yang melalui kubah terhadap yang tidak melalui kubah. Perbedaan antara waktu tiba antara yang terukur melalui kubah garam (kenyataan) dengan apabila tidak ada kubah garamnya (kondisi normal) pada offset yang sama disebut lead time.

2.6.4. Metode Gardner

Metode Gardner merupakan pengembangan dari metode fan shooting, terutama dalam mengeksplorasi kubah garam yang sering kedapatan minyak di sekitar kubah tersebut. Gardner memasang geophone di dalam lubang bor yang dibuat masuk ke dalam tubuh kubah. Sedangkan penembakan sumber seismik dilakukan di permukaan dengan variasi jarak terhadap lubang bor.

Lintasan masing-masing gelombang sebagian melalui daerah geophone

sumber target

commit to user

(14)

kecepatan rendah, dan sebagian lainnya melalui daerah kecepatan tinggi yang panjang lintasannya tidak sama. Dengan demikian akan diperoleh perbedaan waktu rambat dari masing-masing tembakan.

Dengan mengetahui data posisi geophone dan waktu rambatnya dapat ditentukan titik-titik lokasi tempat masuknya gelombang ke kubah garam yang secara kasar berbentuk parabolid. Tangensial permukaan parabolid untuk semua pengukuran dengan variasi dan kombinasi posisi sumber geophone dapat diestimasikan geometri kubah.

2.7. Prosedur Lapangan

Adapun beberapa prosedur penting dan sering digunakan di lapangan untuk :

2.7.1. Pengukuran Menggunakan Bentangan In-Line

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bentangan ini menempatkan posisi sumber dan penerima dalam satu garis (In- Line). Dalam pengukurannya, bentangan in-line dapat mengkombinasi pengambilan data travel time dari dua posisi sumber yang berbeda atau sering dikenal dengan Forward Shooting dan Reverse Shooting.

Gambar 2.11. Ilustrasi Pengukuran Forward Shooting dan Reverse Shooting (sumber : Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010)

S1 Geophone S2

Forward Shooting Reverse Shooting

commit to user

(15)

Tekniknya adalah mengukur dahulu penembakan maju (forward shooting) sampai ke geophone terakhir. Setelah itu, barulah dilakukan penembakan mundur (Reverse Shooting) sampai pada titik geophone terakhir.

2.7.2. Noise-noise Lapangan

Noise adalah data-data yang tidak diinginkan dalam proses pengukuran lapangan dan harus diminimalisir dan dibuang. Noise dapat dikontrol dengan mengontrol sumber energi seismik.

Adapun tipe noise yang sering muncul antara lain :

1. Uncontrolled Ground Motion: noise ini berasal dari gerakan tanah yang disebabkan oleh alam dan aktivitas manusia di sekitar tempat penelitian. Misalnya noise kendaraan, orang jalan, pengoperasian alat dan mesin yang kontak dengan permukaan, noise suara petir dan pesawat terbang.

2. Electric Noise : Misalnya kabel yang tidak terhubung dengan baik dengan geophone atau dengan trigger dapat menyebabkan electric noise.

Teknik yang seharusnya dilakukan adalah melakukan pengukuran overlapping. Misalnya pertama mengukur titik 0-1-2.

Untuk pengukuran selanjutnya pada titik 1-2-3, kemudian 2-3-4, dan seterusnya. Pengukuran ini bertujuan untuk mengontrol nilai pertitik yang diukur lebih dari satu kali. Teknik lainnya adalah mengukur data noise sebelum mengambil data sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bentuk gelombang dan frekuensi noise. Sehingga dapat membedakan yang mana noise dan data yang diperoleh.

commit to user

(16)

2.7.3. First Break Pickng

Hal yang paling penting dalam pengukuran data seismik refraksi adalah first break picking. First break adalah waktu dimana gelombang seismik dari sumber pertama kali mencapai penerima.

First break picking dilakukan dengan membaca waktu pertama kali gelombang mencapai geophone yang diperkirakan berasal dari sumber (bukan noise). Dalam seismik refraksi, hanya gelombang langsung dan refraksi yang di-picking, sedangkan gelombang refleksi tidak pernah muncul sebagai first break.

Sebelum melakukan first break picking, yang perlu kita ketahui yaitu fase gelombang. Bentuk fase gelombang seismik ada 3 jenis, antara lain :

1. Minimum Phase

Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak maksimum di depan.

2. Zero Phase

Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak maksimum di tengah.

3. Maximum Phase

Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak maksimum di belakang (Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010).

Gambar 2.12. Tiga Jenis Bentuk Phase Gelombang (Wavelet) Seismik (Sumber : Tim Laboratorium Geofisika UPN, 2010). commit to user

(17)

2.8. Pengolahan dan Interpretasi Data

Metode interpretasi seismik refraksi yang paling dasar yang digunakan adalah metode T-X yang terdiri dari metode Intercept Time dan metode Critical Distance. Gelombang yang diterima akan direkam dalam fungsi waktu di dalam seismogram, dari data seismogram dapat dibaca waktu dan amplitudo secara visual. Dengan mengetahui jarak antara masing-masing geophone ke sumber gelombang seismik, maka akan didapatkan besar kecepatan berdasarkan kurva travel time.

Gambar 2.13. Penentuan Nilai Kecepatan pada Gelombang Refraksi (Sismanto didalam Kartika dkk, 2007)

Gambar 2.14. Sistem Dua Lapis Sederhana dengan Bidang Batas Parallel dan Kurva T-Xnya (Nurdiyanto didalam Nurcandra, 2013)

2.8.1. Metode Intercept Time

Kedalaman lapisan batuan dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara yaitu berdasarkan waktu penggal (intercept time ti) dan berdasarkan jarak kritis (Xc). Jika di bawah permukaan commit to user

(18)

bumi terdapat dua lapisan batuan yang dibatasi oleh interface datar (horizontal) maka waktu tempuh gelombang refraksi (t) untuk merambat dari sumber seismik menuju receiver akan melaui lintasan tersebut (Redpath, 1973).

Pada sistem dua lapis datar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14, lintasan rambat gelombang biasnya adalah ABCD yaitu AB+BC+CD, dan AB = CD = z1/cos  serta BC = x – 2z1 tan , dengan z1 adalah ketebalan lapisan pertama dan  adalah sudut kritis dari gelombang datang (Sismanto didalam Nurcandra, 2013).

Waktu rambat gelombang bias tersebut diberikan oleh

2 2

1 1

2 1 1

1

2 1

cos sin cos

2 1

tan 2 cos

2

V x V

z V

V z x V

z

V BC V

CD T AB



 

 

 

 

2 2

1 1 2

1 cos

2 sin

V

x V

V V

z V 

 

  

 (2.6)

Menurut hukum Snellius pada Persamaan 2.1 bahwa pada sudut kritis berlaku sin  = V1/V2, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai,

2 2

1

2 1

1

2 2

1 1 1

cos sin

sin 2 1

cos sin sin

1 2

V x V

V V z

V x V

V V z T



 

 









 

 

commit to user

(19)

cos 2

atau cos

sin cos 2

2 1

1

2 2

2 1

V x V

z

V x V

z

(2.7)

Bila x = 0, maka akan diperoleh Ti (x=0) dan nilai tersebut dapat dibaca pada kurva T-X yang disebut sebagai intercept time.

Kecepatan lapisan pertama dapat dihitung langsung dari slope gelombang langsung, sedangkan untuk kecepatan lapisan kedua diperoleh dari slope gelombang bias pertama. Kedalaman lapisan pertama ditentukan dengan menuliskan persamaan di atas menjadi

2 1 2 2

2 1 1

2 1 1 1 1

1 2

z atau sin

cos cos 2

2 V V

V V T

V V V T V

z Ti i i

 



 

 

(2.8)

Untuk ketebalan lapisan kedua,

2

3 1 2

2 1 1

3 1 1

i2 3

2

sin cos 2

} sin

cos sin cos {T -

V V

V V V V V T

z

i























 



 



 

(2.9)

Untuk ketebalan lapisan ketiga,

3

4 1 3

2 4 1 2 2

2 1 1

4 1 1

i2 4

3

sin cos 2

sin cos 2

sin cos

sin cos T -

V V

V V

V z V

V V V V T

z

i























 



 



 



 

(2.10)

commit to user

(20)

Bila kontras kecepatan cukup tinggi, misalnya paling tidak 2 kalinya, maka perhitungan ketebalan lapisan kedua dan ketiga dapat didekati dengan,



 

 

3 1 2

2 2 2

sin cos 2

) (

V V V

z T dan



 

 

4 1 3

3 3 3

sin cos 2

) (

V V V

z T (2.11)

2.8.2. Metode Critical Distance

Untuk sistem lapisan miring dengan sudut kemiringan  , perlu penembakan dua arah (bolak-balik). Ploting antara waktu rambat terhadap jarak akan memberikan kecepatan semu pada gelombang biasnya. Jika kecepatan semu pembias dari arah penembakan down-dip adalah V2D, maka menurut hukum Snellius berlaku,

) sin(

1

2  V

VD (2.12)

dengan  adalah sudut kemiringan lapisan kedua terhadap horizontal permukaan, dan  adalah sudut kritis. Untuk penembakan pada arah up-dip, kecepatan semunya adalah V2U yang besarnya

) sin(

1

2  V

VU (2.13) Kedua persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai



 

 



 

 

U D

V V V

V

2 1 1

2 1 1

sin sin

Sehingga besarnya sudut kemiringan lapisan tersebut dapat ditentukan sebesar,

commit to user

(21)



 

 

U

D V

V V

V

2 1 1 2

1 1

sin 2 sin

 1 (2.14)

yang sama dengan persamaan :

2 1 sin

cos 2

2 1 1 1 2

1



 

 

V V V

z Ti (2.15)

Kecepatan V2 yang sesungguhnya adalah bukan rata-rata dari V2D dan V2U, melainkan kecepatan yang diperoleh dari kombinasi kedua kecepatan tersebut (harmonisasi rata-rata) dikali dengan cosinus sudut kemiringannya, yaitu

 2 cos

2 2

2 2 2

D U

D U

V V

V V V

  (2.16)

Kecepatan sesungguhnya pada umumnya lebih akurat dari pada kecepatan rata-rata. Untuk kedalaman lapisan harus dihitung dengan menggunakan kecepatan V2 yang sesungguhnya. Apabila tetap digunakan kecepatan semu atau kecepatan rata-rata akan diperoleh kesalahan yang cukup signifikan (Nurcandra, 2013).

2.9. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Cepat Rambat Gelombang Seismik.

Cepat rambat gelombang seismik pada batuan besarnya dipengaruhi oleh elastisitas batuan dan densitas batuan. Elastisitas batuan menunjukkan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikan bentuk dan ukurannya seperti semula ketika diberikan gaya kepada batuan tersebut.

Ketika suatu batuan diberikan gaya atau stress maka akan terjadi perubahan bentuk dan dimensi batuan relatif terhadap keadaan sebelum diberikan gaya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik dalam batuan antara lain : litologi, porositas, kedalaman batuan, tekanan, umur batuan, dan temperatur (Sheriff dan Geldart, 1995). commit to user

(22)

2.9.1. Litologi

Litologi mungkin merupakan faktor yang paling nyata yang mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Jenis batuan yang berbeda akan menunjukkan range nilai kecepatan yang berbeda walaupun jenis batuan yang berbeda terkadang menunjukkkan overlap nilai kecepatan gelombang seismiknya. Setiap lapisan batuan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Tingkat kekerasan yang berbeda-beda ini yang menyebabkan perbedaan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikan bentuk dan ukuran seperti semula ketika diberikan gaya padanya. Elastisitas batuan yang berbeda-beda ini lah yang menyebabkan gelombang merambat melalui lapisan batuan dengan kecepatan yang berbeda- beda.

Tabel 2.1. Data Kecepatan Gelombang Primer pada Beberapa Medium (Burger didalam Nurcandra, 2013)

Material P wave velocity (m/s)

Air 331,5

Water 1400-1600

Weathered layered 300-900

Soil 250-600

Alluvium 500-2000

Clay 1000-2500

Sand (Unsaturated) 200-1000

Sand (Saturate) 800-2200

Sand and gravel unsaturated

400-500

Sand and gravel saturated 500-1500 Glacial till unsaturated 400-1000

commit to user

(23)

Glacial till saturated 1500-2500

Granite 5000-6000

Basalt 5400-6400

Metamorphic rock 3500-7000

Sandstone and shale 2000-4500

Limestone 2000-6000

Selain memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, lapisan batuan juga memiliki kerapatan yang berbeda-beda sehingga setiap lapisan batuan juga memiliki densitas yang berbeda-beda.

Perbedaan densitas juga dapat menyebabkan perbedaan cepat rambat gelombang seismik pada setiap batuan.

2.9.2. Porositas

Porositas merupakan faktor paling penting dalam menentukan kecepatan gelombang seismik dalam batuan. Semakin besar porositas suatu batuan maka semakin kecil nilai densitas suatu batuan sehingga menyebabkan gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang lebih lambat juga. Suatu zat yang mengisi pori juga dapat memberikan pengaruh terhadap cepat rambat gelombang seismik pada formasi batuan tersebut. Pori-pori batuan yang terisi oleh air lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori-pori batuan yang terisi minyak. Pori-pori batuan yang terisi minyak lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori batuan yang terisi oleh udara. Hal ini disebabkan karena densitas dari air lebih besar dibandingkan dengan minyak dan densitas minyak lebih besar dibandingkan dengan densitas udara (gas). Oleh karena itu, besar cepat rambat gelombang dalam batuan berpori yang berisi air lebih besar dibandingkan dengan cepat rambat batuan yang berisi minyak atau pun gas.

commit to user

(24)

2.9.3. Kedalaman Batuan dan Tekanan

Secara umum, porositas berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Berkurangnya porositas karena batuan mengalami kompresi. Batuan yang berada pada lapisan bawah akan mengalami kompresi atau tekanan dari lapisan diatasnya sehingga batuan yang berada paling bawah akan mengalami tekanan paling besar dari lapisan diatasnya. Dengan kata lain, semakin dalam posisi lapisan suatu batuan maka semakin besar tekanan yang akan dialaminya. Akibat adanya tekanan yang semakin besar menyebabkan semakin rapatnya suatu batuan yang ditandai dengan semakin kecilnya porositas suatu batuan. Semakin kecilnya porositas suatu batuan menyebabkan semakin besar densitasnya sehingga gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang semakin cepat pada formasi batuan tersebut. Hal ini berarti besarnya kecepatan seismik akan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman dan bertambahnya tekanan.

2.9.4. Umur Batuan

Batuan yang lebih tua umurnya berada pada lapisan bawah.

Semakin tua usia suatu batuan maka semakin dalam pula posisi lapisan batuan tersebut dari permukaan bumi. Selain berada pada posisi yang semakin dalam, dengan bertambahnya usia suatu batuan maka batuan tersebut memiliki waktu yang lebih lama dalam cementation, lapisan tersebut juga memiliki waktu yang lebih lama dalam mengalami tekanan tektonik sehingga memiliki densitas yang semakin besar karena porositas yang semakin kecil.

Kondisi seperti ini menyebabkan semakin cepat gelombang seismik merambat pada batuan yang memiliki umur semakin tua.

commit to user

(25)

2.10. Tinjauan Geologi Regional Daerah Surakarta

Kota Surakarta merupakan kota berdataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian 92 meter di atas permukaan laut. Kota Surakarta dialiri tiga buah sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali Pepe dan Kali Jenes.

Secara fisiografis Surakarta terletak diantara dua gunung api yaitu gunung Lawu dan Merapi.

Mengacu pada pembagian zona geologi dari Bemmelen (1949), koto Surakarta termasuk dalam zona Solo. Sub zona Solo merupakan depresi yang membatasi sisi selatan pegunungan Kendeng. Di sebelah Timur merupakan dataran Surakarta, yang dibatasi sebelah Barat oleh gunungapi Merapi (2911 m) dan di sebelah Selatan oleh gunungapi Lawu (3265 m). Menurut Bammelen (1949), bagian utara daerah penelitian menunjukkan kenampakan topografi yang agak bergelombang akibat aktivitas tektonik pleistosen. Ketinggian tempat antara 90 m – 125 m dengan batuan hasil sedimen tersier muda. Bagian selatan Surakarta merupakan daerah datar yang mengakibatkan daerah ini sukar dibedakan antara dataran alluvial dan dataran gunungapi muda (Ekklesia didalam Priyani, 2003).

Kondisi geologi regional cekungan Surakarta terdiri dari endapan- endapan tersier, endapan gunung api muda dan endapan sedimen kwarter.

Stratigrafi endapan-endapan tersebut secara berurutan dari tua ke muda adalah formasi Kabuh, formasi Notopuro (endapan gunung api tua), formasi Vulkanik Muda dan endapan Alluvial. Formasi Kabuh tersusun atas litologi lempung, lanau, pasir, pasir besi, dan gravel, juga tersusun oleh interaksi batupasir konglomerat dan tuf. Formasi Notopuro berumur pleistosen atas menutup daerah Surakarta bagian utara dan tenggara yang dicirikan adanya tufa breksi, tufa pasiran, konglomerat pasir tufaan, dan tufa. Formasi Vulkanik muda dengan umur Holosen menutup sebagian besar cekungan Surakarta bagian Barat dan Timur yang dicirikan oleh singkapan batuan tufa, tufa pasiran, batu pasir tufaan, lava dan breksi yang commit to user

(26)

merupakan hasil aktivitas gunung api Merapi dan gunung Lawu.

Ketebalan masing-masing lapisan bervariasi dari beberapa meter hingga puluhan meter. Pada bagian selatan tersusun oleh endapan Alluvial terdiri dari lempung pasiran berbutir halus bersifat lepas (tidak kompak), lumpur, lanau, pasir, kerikil dan brangkal (Priyani, 2003)

U

commit to user

(27)

Gambar 2.15. Potongan Peta Geologi Surakarta Beserta Keterangannya Skala 1:1000 (Toha dan Sudarno, 1992).

ALUVIUM ALLUVIUM

FORMASI BATURETNO BATURETNO FORMATION ALUVIUM TUA OLDER ALLUVIUM

BATUAN GUNUNGAPI MERAPI MERAPI

VOLCANICROCKS

: Lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan berangkal

:Clay, mud, silt, sand, gravel, pebble and cobble

BATUAN

GUNUNGAPI LAWU LAWU VOLCANIC ROCKS

: Lempung hitam, lumpur, lanau dan pasir : Black clay, mud, silt, and sand

: Breksi gunungapi, lav dan tuf : Volcanic breccia, lave and tuff

: Breksi gunungapi, lav dan tuf : Volcanic breccia, lave and tuff

: Konglomerat, batupasir, lanau dan lempung : Conglomerat, sandstone, silt and clay

commit to user

Gambar

Gambar 2.1. Gelombang Datang pada Sudut Kritis Akan  Menimbulkan Gelombang  Bias  (Headwaves)
Gambar 2.2. Gelombang Seismik Saat Menemui Bidang Batas dengan  Densitas yang Bebeda.
Gambar 2.3. Ilustrasi Hukum Fermat (Sumber : Tim  Laboratorium Geofisika UPN, 2010)
Gambar 2.4. Ilustrasi Hukum Huygen (Sumber : Tim Laboratorium  Geofisika UPN, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

2013.. Tren berolah raga telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini, salah satunya adalah melakukan fitness. Setiap melakukan latihan, banyak orang membawa

Batasan yang digunakan pada tugas ini diantaranya adalah untuk memperoleh nilai output per sektor yang didasarkan pada baseline biaya eksplorasi tergantung pada

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan spa- sial matematis siswa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berban- tuan Alat peraga lebih

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian skripsi dengan judul: Penerapan Learning Cycle

Keterangan: = biaya perbaikan = Pengurangan nilai kehilangan produk cacat setelah perbaikan Grafik 4.5 Grafik Simulasi Pengurangan Defect terhadap Peningkatan Nilai

Rata-rata dalam 1 kemasan berisi 20 lembar dengan harga dalam rentang antara Rp10.000,- hingga Rp30.000,-, Akan tetapi, untuk bisnis ini sebaiknya Anda tidak perlu membeli yang

&uhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi perubahan% namun pada saat terjadinya beberapa peristi'a akan sama apabila tidak terjadi perubahan% namun pada

Skala Likert Menghasilkan Jenis Data Dalam Skala Ordinal Skala Guttman Salah Satu Tipe Kuesioner Tertutup Yang Paling Sederhana Apabila Hanya Membutuhkan Dua. Skripsi Bab