• Tidak ada hasil yang ditemukan

BULETIN VETERINER UDAYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BULETIN VETERINER UDAYANA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 11 No.2 Agustus 2019 p-ISSN: 2085-2495; e-ISSN: 2477-2712 Online pada: http//ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet Terbit mulai 1 Pebruari 2009

p-ISSN: 2085-2495, e-ISSN: 2477-2712

BULETIN VETERINER UDAYANA

➢ Efektifitas Fraksi Kromotografi Ekstrak Buah Pare terhadap Peningkatan Bobot Badan Tikus pada Kondisi Diabetes Mellitus

➢ The Normal Radiographic Anatomy of the Forelimb in Sunda Porcupine

➢ Gambaran Histologi dan Histomorfometri Limpa Kambing Peranakan Etawah

➢ Klasterisasi Manajemen Perkandangan Sapi Bali pada Simantri di Kabupaten Badung Bali

➢ Histopatologi Ginjal Tikus Putih Diberikan Ekstrak Sarang Semut Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik

➢ Deteksi Penjualan Daging Ayam Mati (Tiren) di Empat Pasar Tradisional di Denpasar

➢ Studi Farmakokinetika Kodein pada Kelinci setelah Pemberian Intravena Bolus

➢ Histopatologi Bronkiolus dan Pembuluh Darah Paru Mencit Jantan Pasca Terpapar Asap Rokok Elektrik

➢ Studi Histologi Kolon Ayam Broiler dengan Pemberian Suplemen Asam Butirat

➢ Penambahan Bovine Serum Albumin pada Pengencer Beltsville Thawing Solution terhadap Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Babi Landrace

➢ Variasi Genetik Lokus Mikrosatelit D7S1789 pada Populasi Monyet Ekor Panjang di Gunung Pusuk Lombok Barat

➢ Phenotypic Performance of Kambro Crossbreeds of Female Broiler Cobb 500 and Male Pelung Blirik Hitam

➢ Kesembuhan Fraktur Tulang Femur Kelinci Pascaimplantasi Bahan Cangkok Demineralisasi Serbuk Tulang Sapi Bali Profil Imunoglobulin M Sapi Bali di Pulau Nusa Penida Klungkung Bali

➢ Pertambahan Bobot Badan Anak Babi Persilangan Jantan Periode Nurserry setelah Pemberian Enzim Pencernaan dan Tepung Kunyit

➢ Penentuan Kadar Protein dan Fraksi Protein Crude Antigen Cysticercus cellulosae dari Isolat Lokal

➢ Deteksi dan Sekuensing Gen iroN, iutA, dan hlyF pada Avian Pathogenic Eschericia coli

DITERBITKAN OLEH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

VOL 11 NO. 2 AGUSTUS 2019

(2)

Publikasi Ilmiah Ini Diterbitkan

Dua Kali Setahun Setiap Bulan Pebruari dan Agustus Yang Bekerjasama Antara

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia (ADHPHKI)

Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI)

Cabang Bali

(3)

Fotografer: Drh. Putu Henrywaesa Sudipa, M.Si

Anjing bali: Anjing bali adalah anjing asli yang terdapat di Pulau Bali. Jenis anjing ini merupakan salah satu jenis anjing tertua di dunia berdasarkan hasil penelitian genetikanya.

Susunan Redaksi:

Penanggung Jawab: Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Ketua Redaksi: Ni Ketut Suwiti. Redaktur: I Nengah Kerta Besung, Kadek Karang Agustina, I Wayan Nico Fajar Gunawan. Penyunting/Editor: Luh Gde Sri Surya Heryani, Luh Made Sudimartini, I Gusti Ayu Agung Suartini, I Nyoman Suartha, Ni Nyoman Werdi Susari, Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi, I Gusti Made Krisna Erawan, I Wayan Bebas, I Made Kardena, I Made Merdana, Luh Eka Setiasih, I Gede Soma. Design Grafis: I Wayan Sudira, Anak Agung Gde Oka Dharmayudha, Puu Henrywaesa Sudipa.

Sekretariat: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Jl. PB Sudirman Denpasar Telp. (0361) 223791. Email: [email protected]

Website: http//www.ojs.unud.ac.id/index,php/buletinvet.

BULETIN VETERINER UDAYANA

Naskah yang dikirim ke redaksi Buletin Veteriner Udayana tidak diperkenankan dipublikasikan lagi secara keseluruhan atau

sebagian tanpa seijin Buletin Veteriner Udayana

(4)

Prof. Dr. drh. Fedik Abdul Rantam, DVM Imunologi Molekuler dan Seluler. Lab. Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Prof. Dr. Ir. I Gst Nyoman Gde Bidura, MS

Bioteknologi Pakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Ir. Dahlanuddin, M.Rur.Sc., Ph.D

Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak/Herbivora Fakultas Peternakan Universitas Mataram

drh. Made Sriasih, M. Agr. Sc., Ph.D

Lab. Biotechnology and Immunology Fakultas Peternakan, Universitas Mataram.

Dr. Drh. Tyas Rini Saraswati, M.Kes

Lab. Ilmu Faal dan Kasiat Obat Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Diponegoro

Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc., Ph.D

Intestinal Microbiology, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati, S.Ked., SpMK, Ph.D

Medicine, Dentistry, and Pharmaceutical. Bag. Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Univesitas Udayana

Prof. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc., Ph.D Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika Lab. Virologi Veteriner Universitas Udayana

Prof. Dr. Drh I Wayan Suardana, MSi

Dairy Sciences Lab. Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

MITRA BESTARI BULETIN VETERINER UDAYANA

(5)

Buletin Veteriner Udayana

Terbit sejak: 1 Pebruari 2009

Naskah asli Original article

Efektifitas Fraksi Kromotografi Ekstrak Buah Pare terhadap Peningkatan Bobot Badan Tikus pada Kondisi Diabetes Mellitus

((EFFECTIVENESS OF CHROMOTOGRAPHY FRACTION OF MOMORDICA

CHARANTIA ON INCREASE OF RAT BODY WEIGHT WITH DIABETES MELLITUS)) Cyrilus Jefferson Bour, I Nyoman Suartha, Luh Made Sudimartini ... 107 The Normal Radiographic Anatomy of the Forelimb in Sunda Porcupine

(ANATOMI RADIOGRAFI NORMAL PADA KAKI DEPAN LANDAK JAWA)

Yuliani Suparmin, Gunanti, Deni Noviana, Srihadi Agungpriyono ... 115 Gambaran Histologi dan Histomorfometri Limpa Kambing Peranakan Etawah (HISTOLOGICAL AND HISTOMORPHOMETRY DESCRIPTION OF ETAWAH CROSSBREED SPLEEN)

Tri Ulfah Arema Yanti, Ni Ketut Suwiti, Ni Luh Eka Setiasih ... 121 Klasterisasi Manajemen Perkandangan Sapi Bali pada Simantri di Kabupaten Badung Bali

(CLUSTERING OF BALI CATTLE STALLING MANAGEMENT AT SIMANTRI IN BADUNG REGENCY)

Gusde Wahyu Krisna Suputra, I Putu Sampurna, Tjokorda Sari Nindhia,

Kadek Karang Agustina ... 128 Perubahan Histopatologi Ginjal Tikus Putih Diberikan Ekstrak Sarang Semut

Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik

(HISTOPATHOLOGICAL CHANGES IN WHITE RATS GIVEN ANT NEST EXTRACT INDUCED PARACETAMOL TOXIC DOSE))

I Wayan Sudira,I Made Merdana, Ida Bagus Oka Winayaa, I Kadek

Parnayasa ... 136 Deteksi Penjualan Daging Ayam Mati (Tiren) di Empat Pasar Tradisional

Kota Denpasar

(DETECTION OF SELLING DEAD CHICKEN MEAT IN FOUR TRADITIONAL MARKETS IN DENPASAR CITY)

Luh Putu Pradnya Swari, Kadek Karang Agustina, Ida Bagus Ngurah

Swacita, I Ketut Suada ... 143 Studi Farmakokinetika Kodein pada Kelinci setelah Pemberian Intravena Bolus (PHARMACOKINETIC CODEINE IN RABITT AFTER BOLUS INTRAVENOUS)

I Made Agus Gelgel Wirasuta, Ni Made Listiari, Dewa Ayu Swastini ... 151 Histopatologi Bronkiolus dan Pembuluh Darah Paru Mencit Jantan Pasca Terpapar Asap Rokok Elektrik

(HISTOPATOLOGYCAL BRONKIOLUS AND BLOOD VESSEL OF MICE LUNG POST EXPOSURE OF ELECTRIC CIGARETTE SMOKE)

Mia Monica, Anak Agung Ayu Mirah Adi, Ida Bagus Oka Winaya ... 157 DAFTAR ISI

(6)

Studi Histologi Kolon Ayam Broiler dengan Pemberian Suplemen Asam Butirat (HISTOLOGICAL STUDY OF BROILER CHICKENS COLON GIVEN

BUTYRIC ACID SUPPLEMENTS)

Zumara Mufida Hidayati, I Ketut Berata, Ni Luh Eka Setiasih ... 166 Penambahan Bovine Serum Albumin pada Pengencer Beltsville Thawing Solution terhadap Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Babi Landrace

(THE ADDITION OF BOVINE SERUM ALBUMIN TO BELTSVILLE THAWING SOLUTION DILUENTS AGAINST MOTILITY AND VITALITY OF LANDRACE PIGS SPERMATOZOA)

I Made Agus Suryanatha, Wayan Bebas, Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi ... 176 Variasi Genetik Lokus Mikrosatelit D7S1789 pada Populasi Monyet Ekor Panjang di Gunung Pusuk Lombok Barat

(GENETIC VARIATION OF D7S1789 MICROSATELLITE LOCUS IN LONG-TAILED MACAQUES AT MOUNT PUSUK WEST LOMBOK)

Febio Tomasini Marciano Meus, I Nengah Wandia, I Ketut Suatha ... 182 Phenotypic Performance of Kambro Crossbreeds of female Broiler Cobb 500 and male Pelung Blirik Hitam

(PERFORMA FENOTIPIK KAMBRO HASIL PERSILANGAN ANTARA BETINA BROILER COBB 500 DAN JANTAN PELUNG BLIRIK HITAM)

I Wayan Swarautama Mahardhika, Budi Setiadi Daryono ... 188 Kesembuhan Fraktur Tulang Femur Kelinci Pasca Implantasi Bahan Cangkok Demineralisasi Serbuk Tulang Sapi Bali

(HEALED FRACTURE OF RABBIT FEMUR POST IMPLANTATION WITH DEMINERALIZED GRAFT MATERIAL OF BALI CATTLE BONE POWDER) Ni Putu Trisna Asih, I Wayan Wirata, Luh Made Sudimartini,

Ida Bagus Oka Winaya, I Made Kardena, I Wayan Gorda ... 203 Pertambahan Bobot Badan Anak Babi Persilangan Jantan Periode Nurserry Setelah Pemberian Enzim Pencernaan dan Tepung Kunyit

(THE WEIGHTS OF MALE CROSSBREED NURSING PIGLETS AFTER GIVEN FEED ENZYMES AND TURMERIC FLOUR)

I Made Merdana, I Wayan Sudira, Gede Yuda Darmadi Putra ... 212 Penentuan Kadar Protein dan Fraksi Protein Crude Antigen Cysticercus cellulosae dari Isolat Lokal

(DETERMINATION OF PROTEIN CONTENT LEVELS AND FRACTION OF CRUDE PROTEIN ANTIGEN Cysticercus cellulosae FROM LOCAL ISOLATE)

Leksana Aditya Kris Nugraha, Ida Ayu Pasti Apsari, Ida Bagus Ngurah

Swacita ... 220 Deteksi dan Sekuensing Gen iroN, iutA, dan hlyF pada Avian Pathogenic Eschericia coli

(DETECTION AND SEQUENCING GENES IRON, IUTA, AND HLYF IN AVIAN PATHOGENIC ESCHERICIA COLI )

Nyoman Anandiya Ramaditya, I Nengah Kerta Besung, I Gusti Ngurah

Kade Mahardika ... 229

(7)

Dr. Sagung Chandra Yowani, S.Si.,Apt.,M.Si

Lab. Mikrobiologi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Dr. dra. Tyas Rini Saraswati, M.Kes

Lab. Ilmu Faal dan Khasiat Obat Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Diponegoro.

Dra. Ni Luh Watiniasih, M.Sc., Ph.D.

Lab. Ekofisiologi Hewan Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Dr. drh. I Nyoman Suartha, MSi.

Lab. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Prof. Dr. drh. Gusti Ayu Yuniati Kencana, MP.

Lab. Virologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Dr. drh I Nengah Kerta Besung, MSi

Lab. Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Dr.drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, MSi.

Lab. Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Dr. drh. I Gusti Made Krisna Erawan, MSi.

Lab. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Drh. Kadek Karang Agustina, MP.

Lab. Kesmavet, Fakutas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Drh. Made Sudimartini, MP

Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Drh. Wayan Nico Fajar, M.Si

Lab. Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Dra. Ni Made Pharmawati, MSc. PhD.

Lab. Bioteknologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana Dr. drh. Maxs U E Sanam.

Lab. Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Cendana.

Prof. Dr. drh. Pudji Astuti

Lab. Fisiologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada.

Prof. Dr.drh. I Nyoman Suarsana, MSi.

Lab. Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Prof. Dr. drh Ni Ketut Suwiti, MKes,

Lab. Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Dr.drh. Michael Haryadi, MP.

Lab. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Drh. Ni Luh Putu Agustini, MP.

Lab. Bioteknologi Balai Besar Veteriner Denpasar.

Drh. Ni Made Restiati, Mphil.

Klinisi Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Bali Dr.drh. AETH Wahyuni, MSi.

Lab. Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Drh. Siti Komariah

Klinisi Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia Dr. drh. I Wayan Bebas, M.Kes.

Lab. Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Dr. drh. I Gese Soma, M.Kes.

Lab. Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana MITRA BESTARI TAMU

(8)

Buletin Veteriner Udayana

Vol. 11 No. 2 Tahun 2019

Anak babi 212 Anatomi 115 Asam butirat 166 Ayam broiler 166 Babi 176

Bali 229

Beltsville thawing solution 176 Bobot badan 212

Body weigth 107

Bovine serum albumin 176 Broiler cobb 500 188 Cangkok tulang 203 Chromatography 107 Cluster 128

Crude antigen 220

Cysticercus cellulosae 220 Daging ayam 143

Demineralisasi 203 Enzyme 212

Farmakokinetik 151 Forelimb 115 fraksi protein 220 Ginjal 136

Grandparent stock 188

Gunung pusuk lombok barat 182 Hewan liar 115

Histologi 166 Histomorfometri 121 Histopatologi 203 Hlyf 229

Hystrix javanica 115 Iron 229

isolat local 220

Iuta 229

Kadar protein 220

Kambing peranakan etawah (pe) 121 Kambro 188

Kelinci 151, 203 Kodein 151 Kolon 166

Landak sunda 115 Limfa 121

Manajemen perkandangan 128 Mencit; bronkiolus 157 Mikrosatelit d7s1789 182 Momordica charantia 107 Monyet ekor panjang 182 Parasetamol 136

Pasar tradisional 143

Pathogenic escherichia coli 228 Pelung blirik hitam 188

Pembuluh darah paru 157 Pengencer 176

Periode nursery 212 Radiograph 115 Rokok elektrik 157 Sapi bali 203 Sarang semut 136 selective breeding 188 Simantri 128

Spermatozoa 176 Subject

Tepung kunyit 212 Tiren 143

Tlc-spektrofotodensitometri 151 Variasi genetic 182

INDEKS SUBJEK

(9)

Buletin Veteriner Udayana

Vol. 11 No. 2 Tahun 2019

Adi AAYM 157 Agungpriyono S 115 Agustina KK 128, 143 ApsariIAP 220 AsihNPT 203 BebasW 176 BerataIK 166 Besung INK 229 Bour CJ 107 Daryono BS188 Gorda IW 203 Gunanti 115 HidayatiZM 166 KardenaIM 203 Laksmi DNDI 176 Listiari NM 151 MahardhikaIWS 188 Mahardika IGNK 229 Merdana IM 136, 212 MeusFTM 182 Monica M 157 Nindhia TS 129 Noviana D 115

NugrahaLAKN 220 Parnayasa IK 136 Putra GYD 212 Ramaditya NA 229 Sampurna IP 128 Setiasih NLE 121, 166 SuadaK 143

Suartha IN 107 SuathaIK 182

Sudimartini LM 107, 203 Sudira IW 136, 212 Suparmin Y 115 Suputra GWK 128 SuryanathaIMA 176 Suwiti NK 121 Swacita IBN143, 220 Swari LPP 143 Swastini DA 151 Wandia IN182

Winaya IBO 136,157, 203 Wirasuta IMAG 151 WirataIW 203 Yanti TUA 121 INDEKS PENULIS

(10)

Ketentuan Umum

a. BuletinVeteriner Udayana memuat tulisan ilmiah dalam bidang Kedoteran Hewan dan Peternakan, berupa hasil penelitian, artikel ulas balik (review).

b. Naskah/makalah harus orisinal dan belum pernah diterbitkan. Apabila diterima untuk dimuat dalam Buletin Veteriner Udayana, maka tidak boleh diterbitkan dalam majalah atau media yang lain.

2. Naskah ilmiah dicetak dengan kertas ukuran A4. Naskah diketik dengan spasi menggunakan program olah kata word for windows, huruf Times New Roman ukuran huruf 12.

3. Tata cara penulisan naskah hasil penelitian hendaknya disusun menurut urutan sebagai berikut: Judul, Identitas penulis, Abstrak, Abstract, Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan Saran, Ucapan terimakasih dan Daftar Pustaka.

Upayakan dicetak hitam putih, dan keseluruhan naskah tidak lebih tidak kurang dari 10- 15 halaman.

a. Judul: Singkat dan jelas.

b. Identitas penulis: Nama ditulis lengkap (tidak disingkat) tanpa gelar. Bila penulis lebih dari seorang, dengan alamat, instansi yang berbeda, maka di belakang setiap nama diberi indeks atas angka arab. Alamat penulis ditulis di bawah nama penulis mencakup laboratorium, lembaga, dan alamat lengkap dengan nomer telepon/faksimili dan Email. Indeks tambahan diberikan pada penulis yang dapat diajak berkorespondensi (corresponding author).

c. Abstrak: Ditulis dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu dan bahasa Inggris bila naskah dalam bahasa Indonesia, begitu pula sebaliknya. Abstrak dilengkapi kata kunci (keywords) yang diurut berdasarkan kepentingannya. Abstrak memuat ringkasan naskah, mencakup seluruh tulisan tanpa mencoba merinci setiap bagiannya. Hindari menggunakan singkatan.

d. Pendahuluan: Memuat tentang ruang lingkup, latar belakang tujuan dan manfaat penelitian. Bagian ini hendaknya memberikan latar belakang agar pembaca dapat memahami dan menilai hasil penelitian tanpa membaca laporan-laporan sebelumnya yang berkaitan dengan topik. Manfaatkanlah pustaka yang dapat mendukung pembahasan.

e. Metode Penelitian: Hendaknya diuraikan secara rinci dan jelas mengenai bahan yang digunakan dan cara kerja yang dilaksanakan, termasuk metode statistika. Cara kerja yang disampaikan hendaknya memuat informasi yang memadai sehingga memungkinkan penelitian dapat diulang dengan berhasil.

f. Hasil dan Pembahasan: Disajikan secara bersama dan membahas dengan jelas hasil- hasil penelitian. Hasil penelitian dapat disajikan dalam bentuk tertulis di dalam naskah, tabel, atau gambar. Kurangi penggunaan grafik jika hal tersebut dapat dijelaskan naskah. Batasi pemakaian foto, sajikan foto yang jelas menggambarkan hasil yang diperoleh. Gambar dan tabel harus diberi nomor dan dikutip dalam naskah.

Pembahasan yang disajikan hendaknya memuat tafsir atas hasil yang diperoleh dan bahasan yang berkaitan dengan laporan-laporan sebelumnya. Hindari mengulang pernyataan yang telah disampaikan pada metode, hasil dan informasi lain yang telah disajikan pada pendahuluan.

g. Simpulan dan Saran: Disajikan secara terpisah dari hasil dan pembahasan.

KETENTUAN UNTUK PENULISAN NASKAH

(11)

h. Ucapan Terimakasih: Dapat disajikan bila dipandang perlu. Ditujukan kepada yang mendanai penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada Lembaga maupun perseorangan yang telah membantu penelitian atau proses penulisan.

i. DaftarPustaka: Ditulis mengikuti pola Vancouver Style. Disusun secara alfabetis menurut nama dan tahun terbit. Singkatan majalah/jurnal berdasarkan tata cara yang dapat dipakai oleh masing-masing jurnal. Proporsi daftar pustaka jurnal/majalah ilmiah sedikitnya 60%, dan teks book 40%. Contoh penulisan daftar pustaka:

Jurnal/majalah

Cowle SM, Horae S, Mosselman S, Parker MG. 1997. Estrogen receptor alpha and beta for heterodimeson DNA. J Biol Chem, 272(1): 158-162.

Buku

Gordon I. 1997. Controlled reproduction in sheep and goats. Controlled reproductionin farm animal series. 2nd Ed. Cab. Internationa. Ireland

Bab dalam Buku

Lukert PD, Saif YM. 1997. Infectious bursal disease. In: Diesease of Pultry. 10th Ed.

Calnek BW, Barness HJ, Beard CW, McDaugrad LR, Saif YM. (eds). Iowa State University Press, Ames, Iowa, USA. Pp. 721-738.

Prosiding

Muzzarelli R. 1990. Chitin and chitosan: Unique cationic polysaccharides, In:

Proceeding Sympotium Towards a Carbohydrate Based Chemistry. Ames, France, 23- 26 Oct. 1989. Pp. 199-231.

Disertasi/Tesis

Said S. 2003.Studies on Fertilization of rat soocytes by intra cytoplasmic sperm injection. (Disertation). Okayama: Okayama University.

Website

Gorman C. 1997. The new Hongkong Flue. http://www.pathfinder.com/time/

magazine/1997/dom/971229/heatlh.thenewhong_html

4. Pengiriman naskah dilakukan setiap saat dalam bentuk softcopy (file doc/docx) melalui sistem daring pada laman berikut:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet/about/submissions

5. Terhadap naskah/makalah yang dikirim, redaksi berhak untuk: memuat naskah/makalah tanpa perbaikan, memuat naskah/makalah dengan perbaikan, menolak naskah/makalah.

Semua keputusan redaksi tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat menyurat untuk keperluan itu.

6. Setiap naskah yang dikirim ke redaksi untuk dipublikasikan dalam Buletin Veteriner Udayana akan dipandang sebagai karya asli penulis dan bila diterima, naskah tersebut tidak diperkenankan dipublikasikan lagi secara keseluruhan ataupun sebagian tanpa seijin Buletin Veteriner Udayana.

(12)

Alamat Redaksi Fakultas Kedokteran Hewan Jl. PB Sudirman Denpasar, Telp (0361)223791

BULETIN VETERINER UDAYANA

(13)

No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

220

Penentuan Kadar Protein dan Fraksi Protein Crude Antigen Cysticercus cellulosae dari Isolat Lokal

(DETERMINATION OF PROTEIN CONTENT LEVELS AND FRACTION OF CRUDE PROTEIN ANTIGEN Cysticercus cellulosae FROM LOCAL ISOLATE)

Leksana Aditya Kris Nugraha1*, Ida Ayu Pasti Apsari2, Ida Bagus Ngurah Swacita3

1Praktisi Dokter Hewan, Jl. Raya Sukowati Km. 2 No. 31, RT01 RW05, Gambiran, Sragen Jawa Tengah, Indonesia 57212;

2Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali, Indonesia 80225;

3Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali, Indonesia 80225.

*Email: [email protected]; [email protected] ABSTRAK

Sistiserkosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva cacing pita yang disebut Cysticercus. Cysticercus yang ditemukan pada babi adalah Cysticercus cellulosae yang merupakan larva dari cacing pita Taenia solium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar dan fraksi protein Crude antigen C. cellulosae. C. cellulosae yang digunakan adalah isolat lokal yang diperoleh dari babi terinfeksi yang berasal dari Karangasem – Bali. Penentuan kadar protein larva dilakukan dengan menggunakan alat Invitrogen Quibit Fluorometer dan penentuan fraksi protein larva dengan teknik elektroforesis menggunakan SDS-PAGE. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar protein C.

cellulosae isolat lokal sebesar 867 µg/ml. Sedangkan untuk fraksinasi protein larva diperoleh 6 bands protein dengan berat molekul: bands 1 = 120,5 kDa, bands 2 = 99,8 kDa, bands 3 = 60,8 kDa, bands 4

= 47,7 kDa, bands 5 = 35,6 kDa, dan bands 6 = 23,3 kDa.

Kata kunci: Kadar protein; fraksi protein; Crude antigen; Cysticercus cellulosae isolat lokal.

ABSTRACT

Cysticercosis is a parasitic disease caused by tapeworm larvae, called Cysticercus. Cysticercus found in pigs is Cysticercus cellulosae which is the larvae of the tapeworm Taenia solium. The purpose of this study was to determine the levels and fractions of Crude protein antigen C. cellulosae. C.

cellulosae used is local isolates obtained from infected pigs originating from Karangasem - Bali.

Determination of protein content larvae were performed using an Invitrogen Quibit Fluorometer and determination of protein fractions larvae techniques using SDS-PAGE electrophoresis. The results showed that levels of the protein C. cellulosae from local isolate was 867 µg/ml. As for protein fractionation obtained 6 bands protein with a molecular weight: bands 1 = 120.5 kDa, bands 2 = 99.8 kDa, bands 3 = 60.8 kDa, bands 4 = 47.7 kDa, bands 5 = 35.6 kDa, and bands 6 = 23.3 kDa.

Keywords: Protein level; protein fraction; Crude antigen Cysticercus cellulosae; local isolates.

PENDAHULUAN

Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin (Rajshekar et al., 2003;

Swacita et al., 2015). Taeniasis adalah infeksi cacing pita dewasa T. solium dalam usus halus manusia, sedangkan infeksi stadium larva atau metacestoda (C.

cellulosae) pada inang antara menyebabkan sistiserkosis (Ditjen P3L Depkes R1, 2005).

Manusia juga dapat menderita sistiserkosis apabila menelan telur atau proglotida Taenia yang mengkontaminasi makanan atau melalui proses autoinfeksi. Parasit ini

(14)

221

pada ternak mengakibatkan kerugian ekonomi, karena daging yang terinfeksi tidak layak dikonsumsi dan harus dimusnahkan (EC-HCPDG, 2000).

Kejadian penyakit Taeniasis tertinggi di Negara Afrika, Asia Tenggara dan negara- negara di Eropa Timur (Rajshekar et al., 2003). Terdapat tiga provinsi Di Indonesia yang berstatus endemik penyakit taeniasis/sistiserkosis yaitu: Sumatera Utara, Papua dan Bali (Margono et al., 2001; Ito et al., 2002; 2003; 2004).

Prevalensi sistiserkosis di Indonesia bervariasi antara 2% di Bali dan 48% di Papua. Selanjutnya, Margono et al. (2003) melaporkan bahwa ada sekitar 8,6% (5/58) dari penduduk lokal di kota Wamena terinfeksi cacing dewasa T. solium.

Infeksi sistiserkosis pada babi yang tertinggi juga terjadi di Bali dan Papua.

Dilaporkan 70,4% (50/71) babi positif T.

solium secara serologi (seropositif) di Papua, dan dinyatakan bahwa babi terinfeksi oleh metasestoda dari T. solium (Subahar et al., 2001), demikian juga 10,9% (7/64) anjing lokal dinyatakan seropositif terhadap sistiserkus dari T.

solium (Suroso et al., 2006).

Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda.

Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit (Cruz et al., 1999; Kraft, 2007).

Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian. Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat oleh larva T. solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya, epilepsi dan kelainan pada tengkorak (Cruz et al., 1999).

Penanganan taeniasis/sistiserkosis diperlukan adanya metode yang mudah dan dapat dipercaya secara akurat.

Untuk mencegah penyebaran sistiserkosis dan taeniasis diperlukan pengembangan uji imunodiagnostik untuk mendeteksi keberadaan agen penyakit, terutama dalam hal mendukung diagnosis klinis neurosistiserkosis pada manusia.

Beberapa metode serologi yang telah dicobakan untuk mendeteksi adanya sistisercus adalah indirect haemaglutination test (IHA) dan double diffusion agar, immunoelectrophoresis, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan radioimmunoassay (RIA). Di antara metode tersebut, ELISA ternyata merupakan uji yang paling banyak digunakan (Da Silva et al., 2000; Pinto et al., 2000; Husain et al., 2001; Das et al., 2002). ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi adanya antibodi atau antigen dalam suatu sampel.

ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri (Satria, 2012). ELISA dapat mengevaluasi adanya antigen dan antibodi dalam suatu sampel, karenanya merupakan metode yang sangat berguna untuk menentukan konsentrasi antibodi dalam serum dan juga untuk mendeteksi adanya antigen (Sarmoko, 2011). Metode ini merupakan metode serologi yang paling banyak digunakan mendeteksi sistiserkosis pada manusia dan ternak (Cho et al., 1992; Yong et al., 1993). Teknik tersebut umumnya memberikan hasil yang baik (Cho et al., 1992; Yong et al., 1993).

Kordafshari et al. (2010) melaporkan bahwa langkah awal penentuan fraksi protein antigenik dari stadium larva cacing pita sangat penting, baik untuk pengembangan diagnosis maupun vaksinasi. Diagnosis infeksi larva cacing pita, baik pada manusia maupun pada hewan dapat dilakukan dengan pemeriksaan sampel jaringan seperti lidah, pemeriksaan daging pada ternak yang disembelih di rumah potong, biopsi kulit pada manusia dan dengan uji serologi (Kraft, 2007). Uji serologi ditujukan untuk

(15)

222

melacak adanya antibodi pada serum hewan yang terinfeksi. Uji ini memerlukan kits diagnostik yang harganya relatif mahal.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuat antigen dari larva cacing pita yang berasal dari isolat lokal yang akan digunakan untuk uji serologi. Langkah awal yang akan dilakukan adalah menyiapkan antigen dari larva cacing pita, menghitung kadar protein dari antigen larva tersebut, dan mempelajari fraksi-fraksi protein yang terdapat pada antigen larva tersebut diperlukan antigen yang cocok agar uji ELISA memberi nilai sensitifitas dan spesifisitas tinggi. Harapan dari penelitian ini ke depannya dapat mengembangkan metode diagnostik yang dipakai mendeteksi sistiserkosis pada hewan hidup menggunakan antigen spesifik yang berasal dari isolat lokal Bali.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein dari crude antigen larva cacing pita yang diperoleh dari isolat lokal, dan fraksi-fraksi protein yang terdapat pada antigen larva tersebut.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai crude antigen larva cacing pita yang diperoleh dari isolat lokal, sehingga dapat ke depannya dapat digunakan sebagai agen diagnostik untuk menentukan seroprevalensi pada kasus sistiserkosis.

METODE PENELITIAN Sampel penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva cacing pita isolat lokal yang diperoleh dari daging babi terinfeksi cacing pita yang berasal dari Karangasem, Bali.

Alat dan bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan PBS, buffer solution, Quanti™ Reagen, sodium deodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS- PAGE), larutan ammonium persulfat (APS) 10%, buffer disosiasi 1 M yang terdiri atas 5 ml SDS 10 %, Tris HCL 1,5 M pH 8,8, Bromphenol blue, Mecaptoethanol, laemely buffer, kertas

isap, stacking gel 4%, stanning gel 12%, gliserin, methanol, asam cuka, Tris HCL 0,025 M/L, larutan Tricloroacetic Acid (TCA) 12%, selenium, asam sulfat (H2SO4), asam borat (H3BO4), Methylen Blue (MB), Methylen Red (MR), natrium hidroksida (NaOH) 45%, asam khorida (HCl) 0,1 N, larutan pewarna (50%

methanol, 10% asam asetat dan 0,06%

comassie blue R-250), buffer sampel (SDS gliserol 50%, bromphenol blue 0,1%, tris base, HCL 1 M dan aquades) dan larutan peluntur (5% methanol dan 7,5% asam asetat), larutan fiksasi (25% methanol dan 12% asam asetat), perak nitrat (0,4g AgNO3, 70 μl formaldehida dan 12 ml aquabides), larutan en hancer (0,1 g N2S2O3.5H2O dan 500 ml aquabides) dan larutan (15 g Na2CO3 dan 120 μl formaldehida) dan etanol (untuk analisis elektroforesis dengan SDS PAGE).

Alat – alat yang digunakan adalah timbangan digital, sentrifius 3000 rpm, vortek, alat elektroforesis, pisau, tisu, plastik, talenan, cawan porselin, lumpang (mortir), tabung eppendorf, mikropipet, stirrer, gelas piala, gelas ukur, shakerbath, sisir, alat Quibit Fluorometer.

Daging yang mengandung larva cacing pita dipisahkan antara daging dan larva cacing pita. Larva yang diperoleh dicuci dengan PBS kemudian dimasukkan dalam botol kecil dan disimpan dalam freezer.

Pembuatan crude antigen

Larva T. solium utuh (berisi cairan dan scolex) ditimbang sebanyak 1 gram.

Digerus menggunakan mortir sampai halus.

Ditambahkan phosphate buffer saline (PBS), sebanyak 10 ml. Disentrifus dengan kecepatan rendah (1000 rpm) selama 3 menit. Supernatannya disedot dan dimasukkan ke dalam beberapa eppendorf.

Penentuan kadar protein antigen

Pembuatan buffer working solution (BWS) dengan cara mengambil 800 μl buffer solution (BS) dan 4μl Quanti™

Reagen (796μl BS + 4μ Reagen). BWS dimasukan masing-masing 190μl ke dalam 4 eppendorf. Eppendorf I diisi Standar 0 μg/μl (P1) sebanyak 10 μl demikian pula

(16)

223

eppendorf II diisi standar 200 μg/μl (P2), eppendorf III diisi standar 400 μg/μl (P3), dan eppendorf IV diisi crude antigen yang telah diencerkan 100x (10μl antigen + 90μl PBS) sebanyak 10μl + 190μl BWS).

Divortex ke-4 eppendorf selama 2-3 detik.

Keempat eppendorf diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 detik. Dilakukan step pembacaan eppendorf (read tube) pada alat fluorometer. Eppendorf yang berisi standar 0μg/μl dimasukan ke dalam fluorometer (tanda bulatan hitam). Kemudian mesin dijalankan sampai muncul kata “complete”

dilanjutkan dengan memasukan eppendorf yang berisi standar 200μg/μl. Demikian pula untuk eppendorf yang berisi standar 400μg/μl. Terakhir dimasukkan eppendorf yang berisi sampel crude antigen cacing pita. Ditekan kata “go”. Dibaca hasilnya, kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran (100 kali).

Penentuan fraksi protein antigen larva dengan SDS-PAGE elektroforesis

Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis dilakukan dalam tiga tahap.

Tiga tahap tersebut adalah ekstrasi protein dari sampel, pembuatan gel menggunakan SDS-PAGE, dan pemisahan protein dengan menggunakan teknik elektroforesis yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita atau fraksi-fraksi protein yang terbentuk.

Gel yang digunakan adalah gel yang telah terpolimerisasi secara sempurna. Gel yang diperoleh kemudian dipasang, buffer elektroforesis dimasukan dan alat elektroforesis dirangkai. Sebelum dimasukan kedalam sumuran, marker dan sampel ditambah buffer sampel (1:1) dan diinkubasi pada air mendidih selama 1menit. Sampel kemudian dimasukan ke dalam sumur andengan menggunakan mikro pipet sebanyak 10-20μl, tergantung tebal tipisnya pitaprotein yang diinginkan.

Perangkat elektroforesis dijalankan pada suhu rendah dengan tegangan 100 v dan arus 125 mA selama 1-1,5 jam hingga bromphenol blue mencapai 1cm dari batas gel. Comassie brilian blue dituang ke dalam gel tersebut, kemudian dimasukan ke dalam shaker waterbath dan dijalankan

selama 24 jam. Kelebihan warna dibuang dengan merendam gel dalam larutan peluntur sampai diperoleh fraksi-fraksi atau protein-protein yang berwarna biru dengan latar belakang jernih (Laemmli, 1970).

Apabila pita pada gel tidak tampak dengan jelas maka diwarnai dengan silver staining. Gel difiksasi selama 1 jam dengan larutan fiksasi, kemudian dikocok menggunakan shaker waterbath. Setelah 1 jam larutan fiksasi dibuang. Gel selanjutnya ditambahkan larutan 50% etanol dan dikocok kembali selama 20 menit menggunakan shaker waterbath. Setelah itu larutan etanol 50% dibuang. Etanol 30%

ditambahkan sebanyak 2 kali selama 20 menit selanjutnya dikocok dan dibuang kembali. Gel ditambahkan dengan larutan en hancer, dikocok selama 1 menit lalu larutan dibuang. Gel tersebut dicuci menggunakan aquabides sebanyak 2 kali selama 20 menit. Gel kemudian dicelupkan dalam larutan antara 15 g Na2CO3 dan 120μl formaldehid. Setelah itu, dikocok sampai terlihat pita, kemudian reaksi dihentikan dengan larutan fiksasi (Laemmli, 1970). Pita – pita protein yang tampak pada gel kemudian dihitung berat molekulnya berdasarkan standar (marker) dan hasil perhitungan Rf.

Pada penelitian ini, hasil perhitungan kadar protein antigen C. cellulosae dinyatakan dalam bentuk µg/ml setelah dibaca dengan alat Invitrogen Quibit Fluorometer kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran (100x). Sedangkan fraksi protein crude antigen C. cellulosae, diperoleh setelah dilakukan elektroforesis menggunakan SDS PAGE, dan penentuan berat molekul pita-pita protein (bands) yang muncul dihitung menggunakan rumus Rf.

𝑅𝑓 = 𝐽𝑃 𝐽𝑊 Ket:

Rf: Berat molekul

JP: Jarak pergerakan pita protein dari tempat awal

JW: Jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal

(17)

224

HASIL DAN PEMBAHASAN Penghitungan kadar protein bertujuan untuk mengetahui kadar protein yang terdapat pada crude antigen C. cellulosae.

Pada proses penghitungan menggunakan pengenceran 100x diperoleh kadar protein crude antigen C. cellulosae sebesar 876µg/ml. Pada hasil penentuan fraksi

protein menggunakan teknik elektroforesis, ditemukan 6 pita (bands) protein yang terlihat pada gel (Gambar 1). Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi antara nilai Rf dan log berat molekul (BM) marker (Tabel 1) diperoleh persamaan garis regresi logaritma Y= (-0.36 Ln(x) + 1,156) (Gambar 2).

Gambar 1. Bands protein crude antigen C. cellulosae dengan SDS-PAGE.

Tabel 1. Perhitungan berat molekul marker protein menggunakan rumus Rf

Jarak bands Marker (pelacak) Rf Log BM BM (kDa)

0,7 5 0,14 1,8750 75

1,2 5 0,24 1,6989 50

1,5 5 0,30 1,5682 37

2,8 5 0,56 1,3979 25

3,2 5 0,64 1,3010 20

Perhitungan berat molekul didapat dari anti-log Y yang sebelumnya berasal dari nilai Rf yang dikonversikan ke dalam persamaan garis regresi logaritma. Berat molekul masing-masing pita protein dihitung menggunakan rumus Rf, dan hasilnya sebagai berikut: BM pita 1 = 120,5 kDa, BM pita 2 = 99,8 kDa, BM pita 3 = 60,8 kDa, BM pita 4 = 47,7 kDa, BM pita 5

= 35,6 kDa, dan BM pita 6 = 23,3 kDa (Tabel 2).

Pada proses penghitungan kadar protein crude antigen C. cellulosae, diperoleh sebesar 876µg/ml menggunakan alat Invitrogen Quibit Fluorometer. Larva C.

cellulosae yang sudah dipisahkan dari daging digerus seluruhnya, sehingga cairan dan scolex larva digunakan sepenuhnya.

Crude antigen C. cellulosae dibuat suspensi 10%, yaitu 10 g larva digerus dalam mortir kemudian dilarutkan dalam 100 ml PBS.

Suspensi 10% Crude antigen C. cellulosae selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama lima menit. Supernatan dari suspensi 10% Crude antigen C.

cellulosae ini selanjutnya diukur kadar proteinnya dengan alat Invitrogen Quibit Fluorometer. Kadar protein dari bagian supernatan suspensi 10% ini terlalu besar sehingga tidak dapat terbaca dengan alat

(18)

225

Invitrogen Quibit Fluorometer. Oleh karena itu, supernatan dari suspensi 10% ini harus diencerkan terlebih dahulu sampai 100 kali, dan hasilnya diperoleh sebesar 8,76ug/ml. Jadi kadar protein crude antigen C. cellulosae diperoleh sebesar 876µg/ml.

Kadar protein ini berasal dari supernatan suspensi 10%, yang dilarutkan dengan larutan phosphate buffer saline (PBS). Jadi protein larva yang diperoleh adalah protein yang larut dalam PBS. Berbagai bahan

pelarut dapat digunakan untuk melarutkan protein larva, antara lain dengan metanol, aseton, alkohol, dan lain-lain. Protein larva yang diperoleh, tentu sangat tergantung dari bahan pelarutnya. Kadar protein larva ini akan lebih besar jika bagian endapannya juga diukur. Berhubung kadar protein yang terdapat pada bagian endapan crude antigen C. cellulosae tidak ikut dihitung, maka kadar protein larva yang diperoleh relatif lebih rendah.

Gambar 2. Persamaan garis regresi logaritma bands protein crude antigen C. cellulosae. Huruf Y adalah nilai logaritma BM, x adalah nilai Rf yang merupakan hasil dari pembagian jarak pergerakan pita protein dari tempat awal dan jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal.

Tabel 2. Perhitungan berat molekul bands protein crude antigen C. cellulosae menggunakan rumus Rf.

Crude Ag Cc

Jarak bands

Marker

(pelacak) Rf Log BM BM (kDa) A B Ln

Rf (x) 1 0,4 5 0,08 2,0812 120,5637 -0,366 1,1568 -2,5257 2 0,5 5 0,10 1,9995 99,8955 -0,366 1,1568 -2,3025 3 0,9 5 0,18 1,7844 60,8718 -0,366 1,1568 -1,7148 4 1,2 5 0,24 1,6791 47,7666 -0,366 1,1568 -1,4271 5 1,7 5 0,34 1,5516 35,6159 -0,366 1,1568 -1,0788 6 2,8 5 0,56 1,3690 23,3891 -0,366 1,1568 -0.5798

Pada proses penentuan fraksi protein menggunakan teknik elektroforesis, menunjukkan terdapat 6 pita (bands) protein yang tampak pada gel. Proses loading antigen ini dilakukan pada 4 lubang sisir dan ternyata diperoleh hasil yang

sama. Menurut Cahyarini et al. (2004), perbedaan tebal dan tipisnya pita yang terbentuk disebabkan oleh perbedaan jumlah dari molekul-molekul yang termigrasi, pita tebal merupakan fiksasi dari beberapa pita. Pita yang memiliki kekuatan

y = -0,366ln(x) + 1,1568 R² = 0,9884

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0 0,2 0,4 0,6 0,8

Log BM

Log BM Log. (Log BM)

(19)

226

ionik lebih besar akan termigrasi lebih jauh daripada pita yang berkekuatan ionik kecil.

Menurut Yunus (2007), protein yang digunakan sebagai ciri genetik untuk mempelajari keragaman individu dalam satu populasi. Ada atau tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu menunjukan ada atau tidaknya protein yang termigrasi dan berhenti pada jarak tersebut selama proses elektroforesis. Setelah melihat pola pita protein dilakukan perhitungan berat molekul (BM) pada masing-masing pita dengan rumus Rf. Hasil elektroforesis pada crude antigen C. cellulosae menunjukkan adanya 6 pita (bands) dengan berat molekul (BM) bervariasi dari 23,3kDa sampai dengan 120.56 kDa.

Protein antigen dengan BM bervariasi (10 kDa - 70 kDa) ditemukan pada cairan larva (vesicular fluid) dari C. cellulosae dan pada onchosphere (larva) dari cacing pita babi (T. solium) ditemukan protein antigen dengan BM dari 22 kDa -70 kDa, juga TSOL 18 dan TSOL 45 (Sciutto et al., 2007). Beberapa peneliti melaporkan bahwa terdapat beberapa antigen pada T.

solium antara lain Antigen B yang sering ditemukan pada pasien neurosistiserkosis (Flisser et al., 1986), merupakan paramyosin dengan sifat mirip dengan fibronectin yang memiliki kemampuan mengorganisir sel-sel yang mengelilingi reaksi radang di sekitar parasite (Laclette et al., 1989). Antigen lainnya yang banyak digunakan dalam imuno-diagnosis adalah beberapa glikoprotein parasit yang mengikat lectil lectin (Tsang et al., 1989) yang disajikan dalam struktur parasit yang kontak dengan inang, serta pada sel radang yang mengelilingi cysticercus tersebut, yang mungkin dapat memodulasi respon imun terkait dari inang (Andriant et al., 1996). Cystisercus juga mengeluarkan sekret antigen ke dalam sirkulasi darah yang sangat potensial mengganggu regulasi sistem imun tubuh yaitu HP10, yang pada awalnya diidentifikasi pada T. saginata dan juga ditemukan pada T. solium (Harrison et al., 1989). TSOL 18, adalah antigen onchosphere (larva) dari T. solium dan T.

saginata (Gauci et al., 1998), yang dapat memberi proteksi tinggi pada babi sehat terhadap ekspos telur cacing T. solium dalam suatu percobaan (Flisser el al., 2004).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kadar protein dari crude antigen C. cellulosae sebesar 876µg/ml yang mengandung 6 bands protein dengan berat molekul (BM) pada bands 1 = 120,5 kDa, bands 2 = 99,8 kDa, bands 3 = 60,8 kDa, bands 4 = 47,7 kDa, bands 5 = 35,6 kDa, dan bands 6 = 23,3 kDa.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan bands protein mana yang bersifat antigenik yang dapat digunakan sebagai kandidat vaksin atau sebagai agen diagnostik untuk mendeteksi sistiserkosis pada babi atau pada manusia.

UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana serta semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andriant SA, Esterre P, Michault A. 1996.

Particularities of the immune response in neurocysticercosis. Arch. Inst.

Pasteur. Madagascar. 63: 31-33.

Benitez L, Garate T, Harrison LJ, Kirkham P, Brookes SM, Parkhouse RM. 1996.

Cloning and sequencing of the gene encoding the principal 18 kDa secreted antigen of activated onchoephere of Taenia saginata. Mol. Biochem.

Parasitol. 78: 265-268.

Cho SY, Kong Y, Kim SI, Kang Y. 1992.

Measurement of 150 kDa protein of Taenia solium metacestoda by enzyme-linked immune electrotranfer blot technique. Kor. J. Parasitol.

30(4): 299-307.

(20)

227

Cruz, ME, Schantz, PM, Cruz I. Preux, PM.

Banitez, W. Tsang, VC, Fermoso Dumas, M. 1999. Epilepsi and neurocycercosis in an Andean community. Int. J. Epidemiol. 29: 799- 803.

Da Silva AD, Quagliato E M, Rossi C L.

2000. A quantitative enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for the immunodiagnosis of neurocysticercosis using a purified fraction from Taenia solium cysticerci.

Diagn. Microbiol. Infec. Dis. 37(2):

87-92.

Das S, Mahajan RC, Ganguly NK, Sawhney IM, Dhawan V, Malla N.

2002. Detection of antigen B of Cysticercus cellulosae in cerebrospinal fluid for the diagnosis of human neurocysticercosis. Trop. Med. Int.

Health. 7(1): 53-58.

Ditjen P3L (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan). 2005.

Manual pemberantasan penyakit menular. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Online http://www.pppl.depkes.go.id/

(Diakses pada 21 Januari 2008).

EC-HCPDG (European Comission-Health Consumer Protection Directorate General). 2000. Opinion of the scientific commite on veterinary measures relating to public health on the control of taeniasis/cysticercosis in man and animals.

Flisser A, Espinoza B, Tovar A, Plancarte, A, Correa D. 1986. Host-parasite relationship in cysticercosis:

immunologic study in different compartment of the host. Vet.

Parasitol. 20: 95-102.

Flisser A, Gauci CG, Zoli A. 2004.

Induction of protection against porcine cysticercosis by vaccination with recombinant onchosphere antigens.

Infect. Immun. 72: 5292-5297.

Gauci CG, Flisser A, Ligtowlers MW.

1998. A Taenia solium onchosphere protein homologous to host-protective Taenia ovis and Taenia saginata 18

kDa antigens. Int. J. Parasitol. 28:

757-760.

Handojo I, Margono SS. 2002. Cacing pita yang penting di Indonesia. Dalam:

Buku Parasitologi Kedokteran. Ed. 3.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Pp: 92- 96.

Harrison L J, Joshua, G W, Wright SH, Parkhouse, R.M. 1989. Specific detection of circulating surface/secreted glycoproteins of viable cysticerci in Taenia saginata cysticercosis. Parasite Immunol. 11:

351-370.

Husain N, Jyotsna, Bagchi M, Huasain M, Mishra MK, Gupta S. 2001. Evaluation of Cysticercus fasciolaris antigen for immunodiagnosis of neurocysticercosis. Neurol. India.

49(4): 375-379.

Ito A, Sako Y, Ishikawa Y, Nakao M, Nakaya K, Yamasaki H. 2002.

Differential serodiagnosis for alveolar echinococcosis by Em18-immunoblot and Em18-ELISA in Japan and China.

In P. Craig and Z. Pawlowski (Eds.) Cestode Zoonoses: Echinococcosis and Cysticercosis – An Emergent and Global Problem. IOS Press.

Amsterdam. Pp: 147-155.

Ito A, Nakao M, Wandra T. 2003. Human taeniasis and cysticercosis in Asia.

Lancet. 362: 1918-1920.

Ito A, Putra MI, Subahar R, Sato MO, Okamoto M, Sako Y, Nakao M, Yamasaki H, Nakaya K, Craig PS, Margono SS. 2002. Dogs as alternative intermediate hosts of Taenia solium in Papua (Irian Jaya), Indonesia confirmed by highly specific ELISA and immunoblot using native and recombinant antigens and mitochondrial DNA analysis. J.

Helminthol. 76: 311 – 314.

Ito A, Wandra T, Yamasaki H, Nakao M, Sako Y, Nakaya K, Margono SS, Suroso T, Gauci C, Lightowlers MV.

2004. Cysticercosis/taeniasis in Asia and the Pasific. Vectorborne Zoonotic Dis. 4: 95-107.

(21)

228

Kordafshari S, Hosseini SH, Mesghi B, Youssefi MR. 2010. Comparison of electrophoretic patternof larval stages of taenidae and determination of specific antigens of hydatid cyst by western blotting. Global Vet. 4(6):

601-606.

Kraft R. 2007. Cysticercosis: An emerging parasitic disease. american family physichican. 76: Online at http://www.aafp.org/ (Diakses pada 21 Januari 2008).

Laclette JP, Rodriguez M, Landa A. 1989.

The Coexistence of Taenia solium cysticerci and the pig: role of antigen B. Acta Leiden. 57: 115-122.

Laclette JP, Landa A, Arcos L, Willms K, Davis, AE, Shoemaker C B. 1991.

Paramyosin is the Schistosoma mansoni (Trematoda) Homologue of Antigen B from Taenia solium (Cestoda). Mol. Biochem. Parasitol.

44: 287-295.

Margono SS, Ito A, Suroso T. 2000. The problem of taeniasis and cysticercosis in Irian Jaya (Papua), Indonesia. Proc.

Of the six Asian-Pasific Congress for Parasitic Zoonoses. Pp. 55-64.

Pinto PS, Vaz AJ, Germano PM, Nakamura PM. 2000. Performance of the ELISA test for swine cysticercosis using antigens of Taenia solium and Taenia crassiceps cysticerci. Vet. Parasitol.

88(1-2): 127-130.

Rajshekar, V, Joshi DD, Doanh NQ, Ven DE, Xiaonong Z. 2003. Taenia solium taeniasis/cysticercosis in Asia:

epidemiology, impact and issues. Acia.

Trop. 87: 53-60.

Sarmoko. 2011. Tinjauan tentang ELISA.

Online at: http://sarmoko31.

wordpress.com/2011/06/28/tinjauan

tentang-elisa. (Diakses pada Feb 23 2013)

Satria A. 2012. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Program Magister Ilmu Biomedik. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya;

Malang.

Sciutto E, Fragoso G, Fleury A. 2000.

Taenia solium disease in humans and pigs: an ancient parasitosis disease rooted in developing countries and emerging as a major health problem of global dimensions. Microbs. Infect. 2:

1875-1890.

Subahar R, Hamid A, Purba W, Wandra T, Karma C, Sako Y, Margono SS, Craig PS, Ito A. 2001. Taenia solium infection in Irian Jaya (West Papua), Indonesia: a pilot serological survey of human and porcine cysticercosis in Jayawijaya District. Trans. R. Soc.

Trop. Med. Hyg. 95: 388-390.

Swacita IBN, Agustina KK, Polos IW, Fitriani S, Natalia N. 2015. Survei seroprevalensi Taenia solium sistiserkosis di Kabupaten Mimika, Papua. Bul. Vet. Udayana. 7(2): 172- 178.

Tsang VC, Brand JA, Boyer AE. 1989. An enzyme linked immunoelectro-transfer blot asaay and glycoprotein antigens for diagnosting human cysticercosis (Taenia solium). J. Infect. Dis. 159: 50- 59.

Wandra T, Ito A, Yamasaki H, Suroso T, Margono SS. 2003. Taenia solium cysticercosis, Irian Jaya, Indonesia. J.

Emerg. Infect. Dis. 9(7): 884-885.

Yong TS, Yeo IS, Seo JH, Chang JK, Jeong GH. 1993. Serodiagnosis of cysticercosis by ELISA-inhibition test using monoclonal antibodies.

Kor. J. Parasitol. 32(2): 149-156.

Gambar

Gambar 1. Bands protein crude antigen C. cellulosae dengan SDS-PAGE.
Gambar 2. Persamaan garis regresi logaritma bands protein crude antigen C. cellulosae

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian [1] dan [2] serta[3] menggunakan Metode Time series sebagai metode untuk peramalan, dan penelitian [4] dengan judul Prakiraan Daya Beban Listrik

Pengamatan dilakukan pada pada saat tindakan berlangsung. Pengamatan dilakukan oleh observer, dalam hal ini observer untuk penelitian ini adalah dosen tim dalam

Tingkat motivasi belajar mahasiswa beasiswa Bidikmisi di UT UPBJJ Bandung termasuk dalam kriteria sangat tinggi atau tinggi menunjukkan semakin tinggi dorongan dalam diri mereka

Efek dari baby SPA pada bayi usia 4-6 bulan adalah untuk merangsang gerakan motorik bayi, bayi yang di latih berenang akan memiliki keseimbangan tubuh yang lebih

Pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, fungsi pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan khususnya keselamatan kerja dituntut untuk

KOORDINATOR KETUA KELOMPOK I KETUA KELOMPOK II KETUA KELOMPOK III KETUA KELOMPOK IV.. Struktur Organisasi HKm Sekaroh Desa Pemongkong Kabupaten Lombok Timur. Forum

Hakikat Transformasi Organisasi Proses transformasi hukum advokat melalui Undang-Undang Advokat, khususnya pada pasal 28 ayat 1 memandatkan transformasi organisasi

1 Menyiapkan Bahan Usul Kenaikan Pangkat PNS dan Hakim • Bahan Usul Kenaikan Pangkat 1 Hari Tersediany a Bahan Usul Kenaikan Pangkat 2 Membuat Konsep Surat Usulan