• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Akad Mudharabah Berdasarkan Fiqh Muamalah

Istilah mudharabah dikemukakan oleh Ulama Iraq, sedangkan Ulama Hijaz menyebutnya dengan istilah qirad. Mudharabah atau qirad adalah salah satu bentuk kerja sama antara pemilik modal dengan seorang ahli pengelola usaha untuk melakukan sebuah usaha bersama.1

Secara teknis, akad mudharabah adalah akad kerja sama antara dua belah pihak, yang mana pihak pertama (shahib al-maal) menyediakan seluruh modalnya, sedangkan pihak yang lain menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian dari si pengelola. Akan tetapi, jika kelalaian tersebut diakibatkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka ia harus bertanggung jawab atas kelalaian tersebut.2

Akad mudharabah adalah salah satu bentuk akad kerjasama kemitraan yang berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi, dimana salah satu mitra yang disebut dengan shahib al-maal (penyedia dana) untuk menyediakan sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra pasif, sedangkan mitra lainnya yang disebut mudharib yang memiliki keahlian untuk menjalankan usahanya baik perdagangan, industri, dan jasa dengan tujuan untuk mendapatkan laba.3

Pada dasarnya, transaksi yang menjadi inti dalam dalam fiqh muamalah adalah transaksi bagi hasil. Akad mudharabah adalah salah satu dari akad yang menggunakan sistem bagi hasil. Akad tersebut diperbolehkan dalam islam, karena untuk saling membantu antara orang yang mempunyai modal dan orang yang ahli dalam mengelola uang.

1 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 101.

2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 95.

3Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2002), 32.

(2)

Nilai keadilan dalam akad mudharabah terletak pada keuntungan dan pembagian resiko dari masing-masing yang sedang melakukan kerja sama sesuai dengan porsi keterlibatannya. Kedua belah pihak akan menikmati keuntungan secara proporsional, jika kerja sama tersebut mendapatkan keuntungan.

Sebaliknya, masing-masing pihak akan menerima kerugian secara proporsional, jika usaha yang di lakukan bersama ternyata tidak mendapatkan keuntungan.

Artinya, dari aspek pemodal resikonya adalah kehilangan uang yang diinvestasikan. Dan dari aspek mudharib resikonya berupa kehilangan tenaga dan pikiran begitu saja dalam melakukan pengelolaan modal.4

Gambar 4.1

Skema Mudharabah Berdasarkan Fiqh Muamalah5

4 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 102.

5Muhammd Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Tazkia Cendekia, 2004), 98.

Akad

Mudharabah BANK

Nasabah

Tenaga Kerja

Proyek Usaha

Modal

X % Nisbah Keuntunga

n X% Nisbah

(3)

1. Dasar Hukum

Jika dilihat dari pengertian mudharabah atau qirad di atas. Sebenarnya tidak ada dasar hukum dalam al-Qur’an yang secara spesifik menjelaskan tehnis pelaksanaan mudharabah. Dalam akad mudharabah, al-Qur’an hanya memberikan secara garis besarnya saja, agar umat manusia mencari rizki yang diridhai Allah SWT. Sedangkan teknis pelaksanaan mudharabah banyak didapatkan dari praktek Rasulullah SAW bersama-sama masyarakat arab ketika itu. Maka, sebenarnya akad mudharabah secara teknis merupakan hasil dari kearifan lokal masyarakat Arab ketika itu, bukan pesan-pesan suci al-Qur’an.

Kemudian Islam datang mengakomodasi dan mengabsahkan praktik tersebut.

Dan para Ulama fiqh sepakat akan keabsahan akad mudharabah ini.

Ayat al-Qur’an yang biasa dipakai sebagai landasan mudharabah diantaranya: QS al-Muzammil: 20.

ْهِم َنوُغَتْبٌَ ِضرَلأا ًِف َنْوُبِرْضٌَ َنْوُرَخَاَو ىَضْرَم ْمُكْىِم ُنْوُكٍََس ْنَا َمِهَع الله ِمٍِبَس ًِف َنوُرَخآَو الله مْضَف

".. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang akan berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah”. (al-Muzzammil : 20)6

Ayat diatas sebenarnya sama sekali tidak membicarakan teknis pelaksanaan mudharabah. Ia secara umum berbicara ke-Maha Tahuan Allah SWT terhadap orang-orang yang menjalankan kebajikan dan mencari rizki Allah di muka bumi. Disamping itu, ayat tersebut juga berbicara tentang petunjuk bagi umat islam untuk menjalankan syari’at Allah diantaranya, menegakan dan memperbanyak shalat, menunaikan zakat, memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan secara baik. Maka, penyandaran dalil terhadap ayat di atas menjadi sebuah keniscayaan jika dilihat dari keumuman ayat bukan dari kekhususan ayat tentang teknis pelaksanaan akad mudharabah.7

6Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya Al-'Aliyy (Bandung, Penerbit Diponegoro, 2000), 442.

7 Sayyid Quthb, Tafsir Fizhilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2006), 82-83.

(4)

Melihat keumuman ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan bagi akad mudharabah diatas, maka landasan teknis tentang kehalalan akad mudharabah dapat dilihat dari sunnah Nabi Muhammad SAW. Ada riwayat yang menunjukan bahwa Nabi SAW mengakui praktik mudharabah dalam riwayat tersebut Rasulullah SAW bersabda:

ىَهَع َطَرَتْشِا ًةَبَراَضُم َلاَمْنا َعَفَد اَذِا ِبِّهَطُمْنا ِدْبَع ُهْب ُشاَبَعْنا اَو ُدٍَّس ناَك اًر ْحَب ًِِب َكُهْسٌَ َلا ْنَا ًِِبِحاَص اًٌِداَو ًٍِب َلِسْىٌَ َلاَو ,

َتاَذ ًةَّباَد ًِِب َيِرَتْشٌََلاَو ,

ٍةَبْطَر ٍدِبَك َهِمَض ّكِن َذ َمَعَف ْنِاَف ,

ًٍَِْهَع الله ىَّهَص الله َلْوُسَر ًُُط ْرَش َغَهَبَف ,

ُيَزاَجَأَف َمَهَسَو ًِِنآَو (

شابع هبا هع ظسوًلاا ىف ىواربطنا ياور )

...

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut pada Rasulullah Saw dan Rasulullah pun membolehkannya." (HR. Thabrani).8

Hadits di atas mempertegas bahwa, landasan hukum keabsahan teknis transaksi mudharabah atau qiradl ditemukan pada kejadian dimasa Rasulullah bersama-sama sahabat.

2. Rukun mudharabah

Rukun mudharabah adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk dapat terlaksananya akad mudharabah. Ia adalah pilar bagi terwujudnya akad. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka akad mudharabah tidak akan terjadi. Menurut jumhur ulama rukun akad mudharabah:9

a. A’qiddain (dua orang yang berakad), yaitu shahib al-mal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

b. Al-mal (modal), yaitu sejumlah dana yang dikelola.

c. Al-ribh (keuntungan), laba yang didapatkan untuk dibagi bersama sesuai kesepakatan.

d. Al-a’mal (usaha) dari mudharib.

8 DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI, 2006), 40-42.

9 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 105-106.

(5)

e. Shighat (ucapan serah terima).

Untuk masing-masing rukun tersebut di atas terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:10

a. Pemodal dan Pengusaha. Dalam mudharabah ada dua pihak yang berkontrak, yakni penyedia dana (shahib al-maal) dan pengelola dana (mudharib), syarat keduanya adalah sebagai berikut:

1) Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan secara hukum.

2) Pemodal harus memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mudharib terhadap hal-hal yang sudah disepakati.

b. Modal (maal). Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikan dalam aktivitas mudharabah. Untuk itu modal harus memenuhi syarat-syarat berikut ini : 1) Modal harus berupa uang, maka jika modal tersebut berupa barang.

Menurut ulama tidak diperbolehkan. Sebab sulit untuk menentukan keuntungannya. Menurut sebagian ulama madzhab syafi’i mata uang suatu negara posisinya sama dengan mata uang emas dan perak, dan dapat digunakan sebagai modal usaha selama uang tersebut masih berlaku.

2) Besarnya ditentukan secara jelas. Modal harus diketahui secara pasti oleh pihak-pihak terkait dan harus ada saat akad dilangsungkan.

3) Modal bukan merupakan pinjaman (hutang). Modal yang berupa pinjaman secara hakiki bukan merupakan harta dari shahib al-mal.

4) Modal diserahkan langsung kepada mudharib dan tunai. Jika masih ada sebagian modal yang dipegang oleh shahib al-mal, maka menurut Ulama Syafi’i, Maliki, dan Hanafi tidak boleh. Akan tetapi menurut Ulama Hanbali boleh asal tidak mengganggu kelancaran usaha.

5) Modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang disepakati.

Mudharib tidak boleh menggunakan modal di luar persyaratan yang telah menjadi kesepakatan. Kecuali jika shahibul al-mal memberikan kebebasan kepada mudharib untuk mengelola hartanya.

10Muhammad Syafii Antonio, Bank Sari’ah, Wacana Ulama dan Cendekiawan (Bank Indonesia dan Tazkia Institute, Jakarta, 1999), 173.

(6)

6) Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyerahan bagi hasil atau pada berakhirnya masa mudharabah.

7) Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak diperkenankan adanya jaminan. Namun untuk menghindari adanya penyimpangan dari mudharib. Maka pemilik modal boleh meminta jaminan dari dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan boleh dicairkan oleh shahib al- mal, jika mudharib melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati.

c. nisbah (keuntungan). Keuntungan adalah jumalah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Keuntungan adalah tujuan akhir mudharabah, akan tetapi keuntungan harus terikat oleh persyaratan berikut:

1) Keuntungan harus dibagi untuk kedua belah pihak. Keuntungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu profit sharing (dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah) dan revenue sharing (dihitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah.

2) Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu berkontrak, dan proporsi tersebut harus dari keuntungan. Misalnya, 60 persen dari keuntungan untuk pemodal dan 40 persen keuntungan untuk pengelola. Sebaliknya jika terjadi kerugian maka pemodal akan mendapatkan resiko berupa kerugian materi dan pengelola akan mendapat kerugian berupa non material (tenaga dan pikiran).

3) Kalau jangka waktu akad mudharabah relatif lama, tiga tahun ke atas maka nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.

4) Kedua belah pihak juga harus menyepakati biaya-biaya apa saja yang ditanggung pengelola. Kesepakatan ini penting karena biaya akan mempengaruhi nilai keuntungan.

5) Penentuan angka keuntungan dihitung dengan prosentase hasil usaha yang dikelola oleh mudharib berdasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak.

(7)

d. Shighaat (ijab dan qabul). Ucapan shighaat dan qabul harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak. Shighaat tersebut harus sesuai dengan hal-hal berikut ini :

1) Secara eksplisit dan implisit menunjukkan tujuan kontrak

2) Shighaat dianggap tidak sah jika salah satu menolak syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran.

3) Kontrak boleh dilaksanakan secara lisan ataupun verbal, bisa juga secara tertulis dan ditandatangani.

3. Berakhirnya Mudharabah

Akad mudharabah berakhir apabila:11

a. Masing-masing pihak menyatakan akad tersebut batal, atau pekerja dilarang menarik modalnya.

b. Salah seorang yang berakad gila

c. Modal habis di tangan pemilik, sebelum dikelola oleh pekerja d. Salah seorang yang berakad meninggal dunia.

B. Akad Mudharabah yang diterapkan pada PT. BRI Syari’ah KC Cirebon Akad mudharabah dalam perbankan syari’ah diterapkan pada produk- produk penghimpun dana dan penyaluran dana (pembiayaan). Produk-produk tersebut diterapkan pada:12

1. Tabungan Berjangka atau Deposito Biasa

Pada produk ini bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah sebagi pemilik dana (shahib al-mal) kedua belah pihak sepakat bahwa dana tabungan yang akan dikelola oleh bank sebagai pengelola tida ada persyaratan tertentu tentang jenis usahanya. Artinya bank bebas dalam mengelola dana tersebut dalam bentuk usaha apapun. Jika dalam pengelolaanya memperoleh keuntungan, maka nasabah (penabung) akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan dengan kesepakatan.

11 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 110.

12 Data diolah berdasarkan wawancara dengan, Pak Shandi Sumaryadie, Manajer Marketing BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 15/07/2014.

(8)

2. Tabungan Khusus atau Deposito Khusus

Pada produk ini dana yang ditabung oleh nasabah digunakan untuk jenis tertentu oleh pihak perbankan sesuai kesepakatan. Berbeda dengan deposito mudharabah biasa, deposito khusus ini mengharuskan perbankan syari’ah untuk mengelola dananya sesuai dengan jenis usaha atas permintaan si penabung (pemilik modal).

3. Produk Pembiayaan

Pada produk ini bank berposisi sebagai pihak yang menyediakan sejumlah dana (shahib al-mal), dan nasabah berposisi sebagai mudharib. Bank dalam menjalankan fungsinya sebagai shahib al-mal menginvestasikan sejumlah dananya kepada nasabah sebagai pengelola (mudharib) dalam proyek tertentu. Hasil dari proyek tersebut disepakati untuk dibagi bersama sesuai dengan porsi yang disepakati. Jika proyek yang dikelola tersebut mendapatkan hasil, maka kedua belah pihak berhak atas hasil tersebut sesuai dengan kesepakatan. Namun, jika proyek tersebut mengalami kerugian, maka mudharib yang harus menanggung seluruh modal beserta keuntungan yang telah disepakati bersama.

Agar pembiayaan mudharabah sesuai dengan akad mudharabah berdasarkan fiqh muamalah. Maka BRISyari’ah hanya melakukan pembiayaan mudharabah untuk nasabah yang berbentuk koperasi. Dimana koperasi merupakan bidang usaha yang bergerak dalam penyaluran dana, untuk itu nisbah nya bisa ditentukan di awal terjadinya kesepakatan.13

a. Prosedur pengajuan pembiayaan mudharabah pada PT. BR ISyari’ah KC Cirebon

BRISyari’ah Cirebon akan memberikan pembiayaan setelah melalui beberapa langkah yang dilakukan oleh BRISyari’ah yaitu dari mulai pengajuan surat penawaran kerjasama sampai pencairan dana pembiayaan.

Apabila koperasi membutuhkan dana dari perbankan syari,ah maka pihak bank menyediakan formulir permohonan pembiayaan yang harus diisi dengan data dan informasi perusahaan secara singkat antara lain meliputi: pendirian perusahaan, lokasi bidang usaha,

13 Wawancara dengan, Pak Shandi Sumaryadie, Manajer Marketing BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 15/07/2014.

(9)

manajemen, uraian singkat aspek teknis, produksi, pemasaran, laporan keuangan dan lain-lain.

Setelah pihak bank menilai permohonan pembiayaan yang dimaksud, dan menganggap layak untuk mendapatkan bantuan modal usaha, maka pihak bank membuat surat persetujuan untuk memberikan pembiayaan. Selanjutnya, pihak bank membuat surat perjanjian pemberian pembiayaan yang memuat berbagai syarat yang diminta oleh bank.

Apabila terpenuhi persyaratan yang dimaksud, maka tahap berikutnnya adalah pihak bank melakukan analisis terperinci yang menyangkut aspek yuridis. Pihak bank akan mempelajari apakah perusahaan calon peminjam pembiayaan dalam proses pendirian atau sudah berdiri. Selanjutnya, Kalau masih dalam proses pendirian, bank akan meneliti akta notarisnya, sudah didaftar dipengadilan setempat, perubbahan atau tahap hasil rapat pemegang saham, akta notaris telah disetujui oleh Mentri Kehakiman atau telah diumumkan dalam lembaran Negara. Hal itu merupakan salah satu persyaratan yang mewujudkan wewenang pihak bank untuk memberi pinjaman atau batas untuk mengikat hartanya.14

Berdasarakan rincian proses permohonan untuk mendapatkan pinjaman dari pihak bank yang dikemukakan di atas, mengenai prosedur permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari pengajuan permohonan, pengisisan formulir dan sampai mendapatkan kredit dari pihak bank, maka dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut.

14 Wawancara dengan Pak Annas Riezki R, AO.Generalis BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 07/07/2014.

a. Calon nasabah mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis ke bank pelaksana terdekat, yang alamat atau tempat tinggalnya (calon nasabah) termasuk dalam wilayah kerja (daerah hukum) bank yang dituju dan sesuai dengan bidang atau sektor ekonomi yang ditentukan.

b. Calon nasabah mengisi daftar isian atau formulir blanko yang telah disediakan oleh pihak bank

c. Bank melakukan analisis terhadap dana yang tersedia (plafond pembiayaan) dan pribadi calon nasabah.

(10)

Gambar 4.2

Skema Prosedur Pembiayaan Mudharabah pada PT. BRI Syari’ah KC Cirebon.15

Berikut analisis dari skema prosedur pembiayaan mudharabah pada BRISyari’ah Cirebon dapat diolah peneliti sebagai berikut:

1) Calon nasabah mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis ke bank pelaksana terdekat, yang alamat atau tempat tinggalnya (calon nasabah) termasuk dalam wilayah kerja (daerah hukum) bank yang dituju dan sesuai dengan bidang atau sektor ekonomi yang ditentukan, adapun ketentuannya yaitu sebagai berikut:

a) Penarikan dilakukan per batch yang dikelompokkan berdasarkan jangka waktu pembiayaan dengan jumlah per batch minimum sebesar Rp.100 juta

b) Kriteria anggota yang dapat dibiayai oleh Koperasi : - Berstatus sebagai karyawan/pegawai tetap.

- Telah menjadi anggota Koperasi minimal 1 tahun.

- Usia maksimum pada saat jatuh tempo pembiayaan adalah 1 tahun sebelum usia pensiun.

- Plafond maksimal sebesar Rp. 100 juta dan rasio angsuran dibandingkan dengan gaji bersih maksimal sebesar 40%.

15 Sumber: data diolah oleh peneliti

d. Setelah bank selesai mengadakan analisis dan semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan dan pengikat jaminan.

e. Penarikan pembiayaan atau pencairan pembiayaan. Hal ini berarti calon nasabah memperoleh kredit dan dengan sendirinya calon nasabah menjadi nasabah.

(11)

2) Calon nasabah mengisi daftar isian atau formulir blanko yang telah disediakan oleh pihak bank. Setelah calon nasabah mengetahui syarat dan ketentuan sebagai nasabah pembiayaan mudharabah di BRISyari’ah, maka harus mengisi daftar formulir dengan dokumen- dokumen pendukung sebagai berikut:

a) Fotokopi aplikasi permohonan pembiayaan anggota kepada Koperasi b) Fotokopi Akad Murabahah antara anggota dengan Koperasi

c) Surat Kuasa Pemotongan Gaji dari masing-masing anggota kepada bendahara gaji (pay roll) Dinas/Instansi.

d) Slip gaji anggota bulan terakhir/Daftar rincian gaji pegawai/Surat Keterangan Penghasilan dari Dinas/Instansi.

3) Bank melakukan analisis terhadap dana yang tersedia (plafond pembiayaan) dan pribadi calon nasabah. Adapun data-data yang diperlukan sebagai bahan evaluasi bank adalah sebagai berikut :

a) Legalitas Usaha Koperasi : - Surat Permohonan Koperasi

- Photocopy Anggaran Dasar Koperasi berikut Akta Perubahannya beserta pengesahan dari Dinas Koperasi setempat.

- Photocopy NPWP, SIUP, TDP, Izin Gangguan, dll.

- Daftar Pengurus

- Photocopy KTP pengurus

- Surat Persetujuan Kerjasama dari Perusahaan Induk b) Data Keuangan Koperasi :

- Laporan RAT 3 tahun terakhir (Tahun 2011, 2012 dan 2013) - Rekap gaji anggota

- Photocopy rekening koran Koperasi 3 bulan terakhir

Apabila terpenuhi persyaratan yang dimaksud, maka tahap berikutnnya adalah pihak bank melakukan analisis terperinci yang menyangkut aspek yuridis. Pihak bank akan mempelajari apakah perusahaan calon peminjam pembiayaan dalam proses pendirian atau sudah berdiri.

Selanjutnya, Kalau masih dalam proses pendirian, bank akan meneliti akta notarisnya, sudah didaftar pengadilan setempat, perubahan atau tahap hasil

(12)

rapat pemegang saham, akta notaris telah disetujui oleh Menteri Kehakiman atau telah diumumkan dalam lembaran Negara. Hal itu merupakan salah satu persyaratan yang mewujudkan wewenang pihak bank untuk memberi pinjaman atau batas untuk mengikat hartanya. Setelah semuanya selesai di proses calon nasabah akan memperolah kredit dan dengan sendirinya calon nasabah menjadi nasabah.

b. Skema akad mudharabah pada pembiayaan mudharabah di PT. BRI Syari’ah KC Cirebon.

Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu produk BRISyari’ah dalam bentuk kerja sama yang menggunakan sistem bagi hasil atas jual beli (mudharabah al-murabahah).

Dalam hal ini bank memberikan dana 100% kepada pihak koperasi yang membutuhkan dana guna untuk membiayai keperluan para anggotanya dalam hal jual beli. Disini koperasi sebagai pengelola atas usaha jual beli dengan para anggotanya. Adapun margin dari usaha jual beli yang dilakukan oleh koperasi dengan anggotanya dibagi untuk bank dan koperasi sesuai dengan kesepakatan di awal.16

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.17

Menurut analisis peneliti dalam melihat definisi “adanya keuntungan yang disepakati”. Maka sebelum koperasi mengajukan pembiayaan mudharabah kepada bank, pihak koperasi terlebih dahulu penyepakati akad jual beli dengan anggotanya sehingga telah diketahui berapa besar jumlah pembiayaan yang di butuhkan oleh setiap para anggotanya untuk membiayai kebutuhan barang yang diinginkan oleh anggota koperasi dan seberapa besar margin atas jual beli barang tersebut untuk pihak koperasi. Sehingga bank dapat mengetahui keuntungan yang diperoleh koperasi atas uang pembiayaan mudharabah tersebut yang kemudian akan digunakan sebagai

16 Wawancara dengan Pak Shandi Sumaryadie, Manajer Marketing BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 15/07/2014.

17Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis fiqh dan Keuangan ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 103.

(13)

acuan bagi hasil yang akan disepakati bersama. Berikut ilustrasi skema akad mudharabah pada pembiayaan mudharabah di BRISyari’ah.18

Gambar. 4.3

Skema Akad Mudharabah Pada Pembiayaan Mudharabah Di PT. BRI Syari’ah KC Cirebon.19

Keterangan :

1. Bank memberikan dana 100 % dari kebutuhan usaha Koperasi 2. Koperasi melakukan pengelolaan usaha jual-beli

3. Koperasi melakukan transaksi jual-beli dengan para anggotanya

4. Margin hasil jual-beli dibagi untuk pihak Bank dan Koperasi dengan nisbah sesuai kesepakatan

5. Pokok diterima Koperasi untuk selanjutnya dibayarkan kembali kepada Bank.

c. Fasilitas pembiayaan mudharabah dan ketentuan nisbah bagi hasil pada produk pembiayaan mudharabah di PT. BRI Syari’ah KC Cirebon

1) Fasilitas pembiayaan mudharabah

Selain menyediakan dana bagi nasabah yang ahli dalam mengelola dana (mudharib) BRISyari’ah juga memberikan fasilitas Dalam produk pembiayaan mudharabah berupa “Waad (Line Facility)”

Pembiayaan Mudharabah yang mempunyai tujuan untuk Membiayai

18 Sumber: Data diolah oleh peneliti berdasarkan Wawancara dengan Pak Annas Riezki R, AO.Generalis BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 07/07/2014.

19 Sumber: Data intern BRI Syariah Cirebon

BRI Syariah POKOK 100 % KOPERASI

1. DANA 100 %

3. USAHA JUAL-BELI (MURABAHAH)

2. PENGELOLAAN USAHA

% 5. POKOK

4. MARGIN %

(14)

Kebutuhan pembelian barang-barang para anggota koperasi.20

Waad adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak lembaga keuangan syari’ah (LKS) kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan kedalam suatu dokumen Memorandum of Understanding.

Sedangkan Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah.21

Artinya fasilitas plafon pembiayaan tersebut bergulir dalam jangka waktu tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral. Dan jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak yang terkait, maka penyelesaiannya diilakukan melalui Badan Arbitras Syari’ah Nasional (BASN) setelah kesepakatan melalui musyawarah tidak tercapai.

2) Ketentuan nisbah bagi hasil

Nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah Ditentukan pada saat penarikan sesuai dengan ketentuan “ekspektasi yield” yang berlaku. Berikut gambar tabel ekspektasi yield pada BRISyari’ah Cirebon.22

Tabel 4.1 Ekspektasi Yield.23

Tahun 1 2 3 4 5 >5

E.R Effektif 15% 15% 15% 16% 16% 17%

Objek bagi hasil pembiayaan mudharabah berupa pendapatan margin koperasi dari hasil penyaluran pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan 5 tahun.

Nisbah ditentukan dari perolehan margin jual-beli.Contoh Perhitungan sebagai berikut :24

a) Margin jual-beli antara Koperasi dengan para anggotanya= 21 % pa eff. (setara Flat 11.88%) Untuk Jangka Waktu 36 bulan.

20 Sumber: Data intern BRI Syariah Cirebon

21 DSN MUI, hImpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI, 2006),335

22 22

Sumber: Data diolah oleh peneliti berdasarkan Wawancara dengan Pak Annas Riezki R, AO.Generalis BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 07/07/2014.

23 Sumber: Data intern BRI Syariah Cirebon

24Sumber: Data intern BRI Syariah Cirebon

(15)

b) Ekpektasi yield Bank (untuk jangka waktu 36 bulan)= 15,5 % pa eff

c) % Nisbah Bank = Ekspektasi Yield Bank x 100 % Margin yang diperoleh Koperasi

= 15,5% x 100 % 21,0 %

= 73,81%

d) % Nisbah Koperasi = 100 % - Nisbah Bank

= 100 % -73,81%

= 26,19%

d. Jaminan dalam pembiayaan mudharabah di PT. BRI Syari’ah KC Cirebon Pada dasarnya dalam pembiayaan mudharabah, tidak ada jaminan, namun agar nasabah (mudharib) tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan tersebut hanya dapat dicairkan jika mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama.25

Jaminan yang diterapkan oleh BRISyariah dalam pembiayaan mudharabah sebagai berikut:26

1) Fiducia Notariil Tagihan Koperasi kepada para anggotanya yang memperoleh pembiayaan yang dananya bersumber dari pembiayaan BRISyari’ah sebesar 125 % dari plafon pembiayaan.

2) Asuransi Jiwa Pembiayaan atas para anggota yang menerima pembiayaan.

C. Perbandingan Praktik Pembiayaan Mudharabah yang Diterapkan Pada PT.

BRI Syari’ah KC Cirebon dengan Akad Mudharabah Berdasarkan Fiqh Muamalah

1. Resiko Akad Mudharabah

Berdasarkan kajian literatur fiqh muamalah, resiko akad mudharabah ditanggung oleh kedua belah pihak yaitu shahib al-mal dan mudharib, sedangkan resiko kerugian hanya di tanggung oleh mudharib

25 DSN MUI, hImpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI, 2006), 43-44.

26 Sumber: Data intern BRISyari,ah Cirebon

(16)

Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan manajer marketing PT.

BRI Syari’ah KC Cirebon, ia mengatakan bahwa:

Agar pembiayaan mudharabah sesuai dengan akad mudharabah berdasarkan fiqh muamalah. Maka BRISyari’ah hanya melakukan pembiayaan mudharabah untuk nasabah yang berbentuk koperasi. Dimana koperasi merupakan bidang usaha yang bergerak dalam penyaluran dana, untuk itu nisbah nya bisa ditentukan di awal terjadinya kesepakatan.27

Dengan model kesepakatan yang diatas, dapat dilihat adanya ketidak sesuaian antara akad mudharabah berdasarkan fiqh muamalah dengan praktik bank BRISyari’ah dalam menjalankan transaksi produk pembiayaan mudharabah. Dimana dalam fiqh muamalah akad mudharabah di terapkan berdasarkan hubungan antara bank dan nasabah sebagai mitra atas usaha yang dikelola bersama. Hubungan ini meniscayakan sebuah keadaan yang sederajat antara kedua belah pihak, dimana jika terjadi kegagalan pada proyek yang dibiayai maka kegagalan tersebut akan menjadi tanggung jawab bersama dari kedua belah pihak. Pihak perbankan bertanggung jawab terhadap hilangnya sejumlah modal, dan pihak nasabah bertanggung jawab terhadap tenaga dan pikiran yang telah ia keluarkan. Demikian juga jika terjadi keberhasilan bersama maka keberhasilan tersebut merupakan keberhasilan bersama yang harus dinikmati secara adil oleh kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan.

Berbeda dengan praktik bank BRISyari’ah dalam menjalankan transaksi produk pembiayaan mudharabah. Dimana hubungan antara bank dengan nasabah bukan sebagai mitra usaha melainkan hubungan kreditor dan debitor. Keberhasilan dan kegagalan sama sekali bukan merupakan agenda bersama dan tidak akan berpengaruh terhadap pihak bank. Nasabah adalah pihak yang harus bertanggung jawab penuh terhadap kegagalan dari pengelolaan modal. Demikin juga, jika usaha yang dikelola nasabah mendapatkan keuntungan yang besar, nasabah adalah pihak yang menikmatinya secara penuh tanpa ada kewajiban berbagi dengan bank kecuali hanya memberikan sejumlah keuntungan (nisbah) yang telah ditetapkan secara

27 wawancara dengan, Pak Shandi Sumaryadie, Manajer Marketing BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 15/07/2014.

(17)

pasti di muka (di awal akad). Jika proyek nasabah yang didanai tersebut mengalami kegagalan, maka bank tidak akan mau tahu dengan kondisi sulit nasabah. Nasabah mempunyai kewajiban tetap yang harus ditunaikan apapun yang terjadi dalam usaha mereka dengan alasan karena pembiayaan tersebut telah di cover sedemikian rupa oleh bank dengan di adakan jaminan asuransi jiwa dan jaminan piutang yang diikat secara fidusia.

2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah.

Rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi unduk dapat terlaksananya akad mudharabah. Begitupun syarat adalah hal-hal yang harus dipenuhi setelah rukun mudharabah terpenuhi.28

Pada transaksi akad mudharabah di BRISyari’ah telah memenuhi rukun akad mudharabah yang sesuai dengan fiqh muamalah, yakni:

a. A’qiddain (dua orang yang berakad), yaitu shahib al-mal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

b. Al-mal (modal), yaitu sejumlah dana yang dikelola.

c. Al-ribh (keuntungan), laba yang didapatkan untuk dibagi bersama sesuai kesepakatan.

d. Al-a’mal (usaha) dari mudharib.

e. Shighat (ucapan serah terima).

Adapun syarat akad mudharabah yang di praktekan pada BRISyari’ah masih ada yang belum sesuai dengan fiqh muamalah, yakni dalam syarat yang yang terkait dengan modal dan keuntungan. Antara lain:

a. Modal bukan merupakan pinjaman (piutang). Modal yang berupa pinjaman secara hakiki bukan merupakan harta dari shahib al-mal.29

Namun pada praktek di BRISyari’ah modal akad mudharabah merupakan piutang yang diberikan lewat buku rekening nasabah BRISyar’ah.

b. Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu

28 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 105-106

29 Muhammad Syafii Antonio, Bank Sari’ah, Wacana Ulama dan Cendekiawan (Bank Indonesia dan Tazkia Institute, Jakarta, 1999), 173

(18)

penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa mudharabah.30 Pada praktik di BRISyari’ah modal pembiayaan di kembalikan mulai bulan pertama setelah dilakukannya kontrak kerjasama dengan cara mengangsur beserta nisbah yang telah ditetapkan saat awal kontak.

c. Dalam akad mudharabah tidak diperkenankan mengenakan jaminan.

Namun, agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik modal dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan dapat dicairkan oleh bank, jiika mudharib melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati.

Namun dalam hal ini bukan berarti BRISyari’ah mengenakan jaminan berupa piutang yang di terapkan dalam produk pembiayaan mudharabah. Karena jelas itu namanya bukan akad kerjasama melainkan akad hutang piutang.

Berdasarkan fatwa DSN NO.07/DSN-MUI/IV/2000 disebutkan bahwa dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari adanya penyimpangan yang dilakukan oleh mudharib, maka LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.31

Sedangkan syarat akad mudharabah yang di praktikan pada BRISyari’ah yang belum sesuai dengan fiqh muamalah, yakni dalam syarat yang yang terkait dan keuntungan, yaitu:

Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu berkontrak, dan proporsi tersebut harus dari keuntungan. Misalnya, 60 persen dari keuntungan untuk pemodal dan 40 persen keuntungan untuk pengelola. Sebaliknya jika terjadi kerugian maka pemodal akan mendapatkan resiko berupa kerugian materi dan pengelola akan mendapat kerugian berupa non material (tenaga dan pikiran).

30 Muhammad Syafii Antonio, Bank Sari’ah, Wacana Ulama dan Cendekiawan (Bank Indonesia dan Tazkia Institute, Jakarta, 1999), 173.

31 DSN MUI, hImpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI, 2006), 40-42.

(19)

Sedangkan BRISyari’ah sama sekali tidak mau menanggung kerugian jika usaha yang dikelola mudharib tidak membuahkan hasil walaupun kerugian itu bukan atas dasar kelalaian mudharib.

Tabel 4.2

Ringkasan Hasil Penelitian di PT. BRI Syari’ah KC Cirebon32

Hal-Hal yang Berkaitan dengan Akad Mudharabah Berdasarkan Fiqh Muamalah

Sesuai Tidak Sesuai A. Resiko Mudharabah

B. Rukun

1. A’qidain (dua orang yang berakad) 2. Al-maal (modal)

3. Nisbah (keuntungan) 4. Shighat (ijab dan qabul)

C. Syarat

1. A’qidain (dua orang yang berakad) a. Mampu melakukan transaksi

secara hukum

b. Kebebasan dari pemodal dalam memberikan modalnya untuk sebuah usaha

2. Al-maal (modal) a. Berupa uang tunai

b. Modal tidak boleh berupa piutang (pinjaman)

c. Modal ditentukan secara jelas d. Modal diserahkan langsung kepada

mudharib

e. Modal digunakan sesuai dengan

32 Sumber: Data di olah oleh peneliti

(20)

kesepakatan

f. Pengembalian modal pada saat berakhirnya masa mudharabah g. Jaminan yang bisa dicairkan

(bukan piutang) 3. Nisbah (keuntungan)

a. Nisbah dibagi berdasarkan profit sharing dan revenue sharing.

b. Shahib al-maal dan mudharib sama-sama menangung resiko c. Penentuan angka keuntungan

berdasarkan prosentasi hasil usaha d. Harus ada kejelasan posisi modal

yang akan dikembalikan secara utuh dan keuntungan yang akan dibagi

4. Shighat (ujab dan qabul) a. Menunjukan tujuan kontrak

b. Tidak menolak syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran

c. Kontrak boleh dilaksanakan secara lisan ataupun verbal, bisa juga secara tertulis dan ditandatangani

3. Alasan Belum diterapkannya Akad Mudharabah Berdasarkan Fiqh Muamalah Secara Komprehensif pada Bank Syari’ah

Dalam mudharabah klasik atau fiqh muamalah adalah yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung, yakni shahib al-mal berhubungan langsung dengan mudharib. Skema ini adalah skema standar yang dapat dijumpai dalam kitab-kitab klasik fiqh Islam. Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh nabi dan para sahabat serta umat muslim

(21)

sesudahnya yang mana hanya terjadi investasi langsung antara shaibul al-mal dengan mudharib. Dalam hal ini peran bank sebagai perantara tidak ada. 33

Mudharabah klasik seperti ini dilandasi oleh rasa saling percaya (amanah). Shahib al-mal hanya mau menyerahkan modalnya kepada orang yang ia kenal dengan baik ( baik profesionalitas maupun karakternya). Namun skema mudharabah seperti itu tidak efesien lagi dan kecil kemungkinannya untuk diterapkan oleh bank, karena beberapa hal:34

a. Sistem kerja pada bank adalah invetasi berkelompok, di mana mereka tidak saling mengenal. Jadi sangat kecil sekali kemungkinannya terjadi hubungan secara langsung yakni shaib al-mal dengan mudharib.

b. Banyak investasi sekarang ini yang membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahib al-mal untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertetu.

c. Lemahnya kedisiplinan terhadap ajaran Islam yang menyebabkan sulitnya bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya.

Berdasarkan uraian diatas untuk mengatasi permasalahan diatas khususnya masalah pertama dan kedua, maka ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah, yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini diperankan oleh bank syari’ah sebagai lembaga perantara yang mempertemukan shahib al-mal dengan mudharib.35

Menyimak dari tulisan diatas, penulis menganalisis bahwa akibat ketidak sesuaian antara akad mudharabah berdasarkan fiqh muamalah dengan praktik akad mudharabah yang diterapkan oleh BRISyari’ah khususnya dalam produk pembiayaan mudharabah. Dikarenakan adanya pihak ketiga yang menginvestasikan dananya ke bank dalam bentuk tabungan dan simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi. Kemudian dana- dana yang sudah terkumpul akan disalurkan kembali oleh bank dalam bentuk pembiayaan, salah satunya adalah pebiayaan mudharabah. dari situlah bank di

33 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis fiqh dan Keuangan ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004), 189

34 Data diolah berdasarkan wawancara dengan Pak Shandi Sumaryadie, Manajer Marketing BRI Syari’ah Cirebon, pada tanggal 07/07/2014.

35 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis fiqh dan Keuangan ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 189

(22)

tuntut untuk mengembalikan semua dana-dana pihak ketiga (DP-3) yang telah terkumpul beserta nisbah bagi hasilnya. Begitupula dengan dana yang disalurkan dalam bentuk pembiayaan harus kembali beserta nisbah bagi hasilnya dengan kondisi sesulit apapun.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan akad mudharabah pada pembiayaan mudharabah di BRISyari’ah belum sesuai dengan akad mudharabah berdasarkan fiqh muamalah. Dikarenakan masih ada hal-hal yang belum memenuhi rukun dan syarat mudharabah, dimana rukun merupakan pilar bagi terwujudnya akad. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka akad mudharabah tidak bisa terjadi. Begitupula dengan syarat, keberadaan syarat terkait dengan keberadaan rukun-rukunya. Sehingga syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad mudharabah diperinci sesuai dengan rukun-rukun yang telah ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai contoh, setelah memahami entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal dan risiko salah saji material yang telah dinilai, auditor dapat menentukan bahwa

Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa gaji ketiga belas untuk pegawai tetap yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan,

Berdasarkan pengertian Self Assessment dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan membangun Sendiri ini , menuntut

Nilai signifikansi penelitian ini sebesar 0.000 yang lebih kecil dibanding dengan signifikansi α 0.05 yang menandakan bahwa model regresi tersebut dapat dipakai

Jarak tanam yang tidak teratur akan memungkinkan terjadi kompetisi terhadap cahaya matahari, unsur hara, air dan diantara individu tanaman, sehingga pengaturan jarak tanam

Butiran yang relative sempurna dinamakan fenokrist (phenocrysts), sedangkan butiran yang lebih kecil disebut massa dasar (groundmass). Tekstur

Karena di perusahaan ini terdapat 4 orang yang berasal dari Jepang, dan perusahaan ini menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang lainnya, maka komunikasi yang

Jadi pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses kegiatan belajar mengajarnya, dengan setiap kelompok