• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DI RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

DI RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

TOMMY KARTONO P1507212100

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

(2)

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Biomedik

Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

Disusun dan diajukan oleh

TOMMY KARTONO

Kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

(3)

Wahidin Sudirohusodo Makassar

The Correlation between Cholesterol HDL Serum and the Severity Level of Diabetic Foot Ulcers Based on Wagner Classification in

Dr.Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar

Disusun dan diajukan oleh : TOMMY KARTONO Nomor Pokok : P1507212100

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian TESIS Pada tanggal 26 Juli 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Menyetujui :

Komisi Penasihat

dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B., Sp.BTKV dr. Mulawardi, SpB(K)V

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Biomedik, Dekan Sekolah Pascasarjana Fakultas Kedokteran Unhas Universitas Hasanuddin

Dr.dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG (K) Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E., M.S.

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Tommy Kartono

Nomor Stambuk :P1507212100 Program studi : Biomedik

Konsentrasi :Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu FK. Unhas

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya akhir ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut

Makassar, Agustus 2017 Yang menyatakan

Tommy Kartono

(5)

atas segala berkat dan limpahan karunia kepada penulis mulai dari awal timbulnya ide pemikiran, pelaksanaan sampai dengan selesainya karya akhir ini.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil pengamatan penulis terhadap cukup banyaknya kasus penderita ulkus kaki diabetik di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar pada umumnya. Penulis bermaksud menyumbangkan informasi ilmiah mengenai korelasi antara kadar kolesterol HDL dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka tesis ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV sebagai pembimbing I dan dr. Mulawardi SpB(K)V sebagai pembimbing II dan Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes sebagai pembimbing statistik atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari awal pelaksanaan penelitian sampai dengan hasil akhir penulisan tesis ini, serta dr. Sachraswaty R. Laidding, SpB, SpBP- RE dan Dr. dr. Prihantono Sp.B(K)Onk sebagai anggota tim penilai.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas

(6)

Konsentrasi program pendidikan dokter spesialis, Ketua Program Studi Biomedik Ilmu Kedokteran Pasca sarjana Unhas atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan PPDS dan Combine Degree Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, teman-teman sejawat residen bedah, khususnya yang sedang stase di subdivisi BTKV, paramedis ruang perawatan penderita ulkus kaki diabetik dan paramedis poliklinik BTKV di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar yang telah membantu dan bekerjasama dalam pengumpulan sampel dan data penelitian, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi perkembangan Ilmu Bedah di masa mendatang.

Makassar, Agustus 2017

Tommy Kartono

(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv

PRAKATA v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

A. Diabetes Mellitus 6

B. Ulkus Kaki Diabetik 7

(10)

B.1 Etiologi 8

B.2 Klasifikasi 9

B.3 Diagnosis 9

C. High-density lipoprotein (HDL) 11

C.1 Pembentukan HDL 13

C.2 Mekanisme kerja HDL 13

C.3 Kadar HDL 16

C.4 Hubungan kadar kolesterol HDL yang rendah dengan 18 terjadinya diabetes mellitus

C.5 Kolesterol HDL dengan Kaki Diabetik 19

D. Kerangka Teori 21

E. Kerangka Konsep 22

F. Hipotesis 22

BAB III METODE PENELITIAN 23

A. Desain Penelitian 23

B. Tempat dan waktu penelitian 23

C. Subyek Penelitian 23

D. Kriteria inklusi dan ekslusi 23

E. Cara penelitian 24

F. Alur Penelian 25

G. Besaran Sampel 26

H. Definisi Operasional 26

(11)

I. Analisis Data 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

A. Hasil Penelitian 29

B. Pembahasan 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 47

A. Kesimpulan 47

B. Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 49

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Wagner Classification of Diabetic Foot Ulcer menurut Singh dkk

9

2. Klasifikasi Kadar Kolesterol HDL menurut Jellinger PS 17

3. Nilai Statistik Deskriptif Umur dan hasil Laboratorium 29

4. Karakteristik Subyek Penelitian 31

5. Kadar kolesterol HDL pada masing masing Klasifikasi Wagner

33

6. Perubahan kadar kolesterol HDL dan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner

34

7. Korelasi kadar kolesterol HDL dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner

35

8. Peningkatan kadar kolesterol HDL serum berdasarkan besarnya penurunan klasifikasi Wagner selama perawatan

35

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik menurut Mendes 8 2. Komposisi dari high-density lipoprotein (HDL) menurut Forti 12 3. Perlindungan langsung pembuluh darah dan efek

antiatherogenik yang potensial dari High-density lipoprotein (HDL) normal menurut Luscher T

14

4. Grafik Boxplot perubahan kadar kolesterol HDL berdasarkan perubahan Klasifikasi Wagner

36

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Rekomendasi Persetujuan Etik 51

2. Tabel Besaran Sampel untuk koefisien korelasi 52 3.

4.

5.

6.

Kuesioner penelitian Tabulasi Data Penelitian Analisa Data SPSS Curriculum Vitae

53 54 55 57

(15)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan/Lambang Arti dan Keterangan DM

IDF WHO

PAD UKD HDL RCT MODY

TTGO ADA PEDIS

LP VLDL

LDL TG ABCA1

SR-B1 eNOS

NO TNFα

Diabetes Melitus

International Diabetes Federation World Health Organization

Peripheral Arterial Disease Ulkus Kaki Diabetik

High Density Lipoprotein Reverse Cholesterol Transport

Maturity Onset Diabetes of the Young Tes Toleransi Glukosa Oral

American Diabetes Association

Perfusion, Extent, Deep, Infection, Sensation Lipoprotein

Very Low Density Lipoprotein Low Density Lipoprotein Trigliserida

ATP Binding Cassete Transporter A1 Scavenger Receptor class B type 1 Endothelial Nitric Oxide Synthase Nitric Oxide

Tumor Necrosis Factor α

(16)

AMPK CAD AACE

LCAT LPL

HL CETP

AMP-activated Protein Kinase Coronary Atherosclerotic Disease

American Association of Clinical Endocrinologist Lecithin Cholestol Acyl Transverase

Lipoprotein Lipase Hepatic Lipase

Cholesteryl Ester Transver Protein

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit kronik terbanyak dengan angka prevalensi yang cukup tinggi di hampir seluruh negara di dunia, hal ini terjadi akibat perubahan gaya hidup yang menyebabkan aktifitas fisik yang berkurang dan meningkatnya obesitas (Zubair M, Malik A, Ahmad J, 2015). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik kronik dengan komplikasi mikro dan makro vaskuler. Angka prevalensi global sekitar 5-6%, maka International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan jumlah penderita DM di seluruh dunia adalah 285 juta dan pada tahun 2030 jumlah tersebut diperkirakan akan menjadi 438 juta (Ahmeti I et al., 2012).

WHO melaporkan bahwa lebih dari 347 juta masyarakat di dunia menderita diabetes mellitus (Pei E et al, 2014). Meningkatnya prevalensi DM disertai dengan angka harapan hidup yang lebih lama menyebabkan angka komplikasi pada diabetes yang kronik juga mengalami peningkatan (Ahmeti I et al., 2012).

Pasien dengan diabetes melitus memiliki resiko dua kali lebih tinggi untuk timbulnya masalah penyakit di kaki dan peripheral arterial disease (PAD) pada ekstremitas bawah dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Kaki diabetik merupakan komplikasi jangka panjang yang

(18)

utama terjadi pada pasien DM dan berhubungan dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien ini. Sekitar 15-25% pasien dengan diabetes mellitus akan berkembang menjadi kaki diabetik selama hidupnya (Ahmeti I et al., 2012; Ikura K et al., 2015).

Ulkus kaki diabetik merupakan penyebab utama terjadinya amputasi pada pasien non trauma, sekitar 85% amputasi pada pasien ulkus kaki diabetik ini terjadi akibat infeksi yang luas atau gangrene (Ahmeti I et al., 2012; Kumar A et al., 2013). Amputasi pada ekstremitas bawah merupakan salah satu komplikasi yang ditakutkan terjadi pada pasien DM karena berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kualitas hidup dari pasien (Ikura K et al., 2015). Resiko amputasi meningkat pada pasien diabetes dengan neuropati perifer, dimana neuropati perifer menyebabkan hilangnya sensasi dan kemampuan untuk mengetahui masalah yang terjadi pada kakinya sehingga menyebabkan perubahan yang dapat meningkatkan tekanan pada kaki sehingga terjadi ulkus (Manda V et al., 2012).

Penanganan yang diperlukan untuk ulkus kaki diabetik saat ini adalah dengan memberikan suplai darah yang optimal, penanganan pada tekanan yang terjadi di telapak kaki, pencegahan dan penanganan infeksi yang tepat (Ikura K et al., 2015). Bagaimanapun juga, mekanisme dan perkiraan untuk meningkatnya resiko terjadinya amputasi pada pasien dengan ulkus kaki diabetik masih sulit untuk dimengerti, dan kejadian ulkus kaki diabetik juga masih sulit untuk ditangani (Ikura K et al., 2015).

(19)

High Density Lipoprotein (HDL) memiliki peranan dalam reverse cholesterol transport (RCT), selain itu juga memiliki peran secara langsung yang berpengaruh pada kardiovaskuler dan metabolisme lainnya. Pada sel endotel, HDL menurunkan terjadinya apoptosis dan menstimulasi proliferasi dan migrasi sel endotel, efek anti inflamasi, anti trombotik. Kerja HDL juga merangsang sel β pankreas untuk mengsekresi insulin, melindungi sel β pankreas dari apoptosis dan juga meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel otot (Mineo C et al., 2012). HDL juga mempunyai peran yang sangat penting pada sistem pertahanan host sebagai sistem imun bawaan dan hubungan HDL dengan patogenesis respon akut pada infeksi dan sepsis. Penelitian selanjutnya menunjukkan adanya hubungan kadar HDL kolesterol yang rendah dengan tingkat keparahan pada ulkus kaki diabetik dengan meningkatnya kejadian infeksi, dan mereka juga mengevaluasi hipotesa bahwa kadar kolesterol HDL merupakan prediktor untuk terjadinya amputasi dan luka pada pasien dengan ulkus kaki diabetik (Ikura K et al., 2015).

Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk meneliti mengenai korelasi kadar kolesterol HDL serum dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan alasan :

1. Kasus ulkus kaki diabetik cukup banyak di Makassar

(20)

2. Penelitian mengenai korelasi kadar kolesterol HDL serum dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik belum pernah dilakukan di Indonesia dan di Makassar pada khususnya.

3. Pemeriksaan kolesterol HDL serum relatif mudah dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat kami rumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Apakah terdapat korelasi kadar kolesterol HDL dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya korelasi kadar kolesterol HDL dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner di Rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui korelasi kadar kolesterol HDL dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner sebelum perawatan.

(21)

b. Diketahui korelasi kadar kolesterol HDL dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner setelah perawatan.

c. Diketahui korelasi perubahan kadar kolesterol HDL dengan perubahan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner selama perawatan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber penelitian pentingnya evaluasi kadar kolesterol HDL pada pasien diabetes dalam hubungannya dengan penanganan ulkus kaki diabetik.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011; Jong WD,2013).

Klasifikasi DM adalah berdasar pada proses patogenesis yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. DM tipe 1 terjadi karena destruksi sel beta, ditandai dengan defisiensi insulin dan cenderung menjadi ketosis, DM tipe 2 bervariasi dengan berbagai derajat resistensi insulin, sekresi insulin yang kurang, dan produksi glukosa hepar yang berlebihan (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011; Fauci A, 2009).

Tipe spesifik DM lainnya diantaranya adalah akibat defek genetik (maturity-onset diabetes of the young (MODY), penyakit eksokrin pankreas ( pankreatitits kronik, cystic fibrosis), endokrinopati (Cushing’s syndrome, glucagonoma, hyperthyroidism), obat (glucocorticoids, thiazides), dan kehamilan (DM gestational).

Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, infeksi yang sering, luka yang sulit sembuh, disfungsi ereksi pada pria, pruritus

(23)

vulva pada wanita (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011; Fauci A, 2009).

Kriteria diagnosis DM menurut Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia tahun 2011 adalah :

1. Gejala klasik DM ditambah glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Gejala klasik DM ditambah kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3. Kadar gula plasma 2 jam pada Tes toleransi glukosa oral (TTGO) >

200 mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

4. Pemeriksaan HbA1c > 6,5 % oleh ADA (American Diabetes Association) 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

B. Ulkus Kaki Diabetik

Salah satu komplikasi DM yang menyulitkan adalah ulkus kaki diabetik (UKD). Komplikasi ini terjadi pada 15% penderita DM. Pada ulkus kaki diabetik cenderung terjadi infeksi, kronisitas dan rekurensi yang juga

(24)

mempengaruhi kesehatan mental pasien. Ulkus yang meskipun tampaknya ringan pada pasien DM sering berujung pada amputasi.

Penelitian di Amerika Serikat melaporkan 38% kasus amputasi berhubungan dengan DM. Ulkus kaki diabetik menimbulkan beban biaya yang besar untuk pasien dan pelayanan kesehatan (Singh S et al., 2013).

B.1 Etiologi

Ulkus kaki diabetik ditandai dengan trias klasik yakni neuropati, iskemia dan infeksi. Adanya gangguan metabolisme akibat diabetes melitus akan terjadi peningkatan risiko infeksi dan gangguan penyembuhan luka yang dikarenakan berbagai mekanisme yang meliputi menurunnya respon sel dan respon faktor pertumbuhan, berkurangnya aliran darah perifer dan menurunnya angiogenesis lokal. Dengan demikian pada kaki akan terjadi penyakit pembuluh darah perifer, kerusakan saraf perifer, deformitas, ulkus dan gangren (Singh S et al., 2013).

Gambar 1. Patofisiologi ulkus kaki diabetik (Mendes JJ, 2012).

(25)

B.2 Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi kaki diabetik namun yang paling sering digunakan adalah Wagner-Ulcer Classificasion system dan the University of Texas Wound Classification. Selain itu terdapat pula sistem klasifikasi The PEDIS (perfusion extent, depth, infection, and sensation) system (Singh S et al., 2013; Zubair M, 2015).

Tabel 1. Wagner Classification of Diabetic Foot Ulcer (Singh S et al., 2013; Mendes JJ, 2012).

B.3 Diagnosis

Anamnesis dilakukan secara lengkap pada penderita DM yang juga meliputi lamanya menderita DM, gejala-gejala penyakit pembuluh darah perifer dan neuropati, riwayat adanya ulkus atau amputasi sebelumnya dan komplikasi DM lainnya seperti retinopati atau nefropati (Singh S et al.,2013).

Pemeriksaan yang tepat perlu dilakukan pada semua pasien DM.

Inspeksi pada kaki untuk menilai adanya abnormalitas seperti kulit kering,

(26)

fisura, deformitas, dan kalus. Perubahan temperatur pada kaki juga perlu diperiksa. Peningkatan suhu dapat menandakan adanya inflamasi sedangkan penurunan suhu menandakan iskemia. Pemeriksaan vaskuler juga dilakukan untuk menilai perfusi dari eksterimitas dengan menilai tanda-tanda klaudikasio intermiten berupa nyeri yang meningkat saat aktifitas dan berkurang saat istirahat, selain itu juga dinilai capillary refilling time dan perabaan nadi perifer pada dorsal pedis dan tibia posterior(Mendes JJ, 2012; Singh S et al.,2013). Dilakukan juga penilaian ankle/ brachial index dengan membandingkan tekanan sistolik pada ankle dan brachial, bila nilai index kurang dari 0,9 menandakan adanya oklusi pembuluh darah dan memerlukan pemeriksaan lanjut berupa ultrasonografi doppler untuk menilai aliran darah pada pembuluh darah ini (Mendes JJ, 2012).

Pada ulkus dilakukan pemeriksaan klinis untuk menilai lokasi, ukuran, bentuk, kedalaman, dasar dan batas ulkus. Selain itu juga dilakukan penilaian adanya infeksi, jaringan granulasi dan jaringan nekrosis. Mendiagnosis infeksi jaringan lunak pada pasien DM terkadang tidak mudah karena terkadang tidak ditemukan tanda-tanda inflamasi.

Adanya infeksi terutama didasarkan pada tanda dan gejala klinis seperti kemerahan, peningkatan suhu, tenderness, sekresi purulen dan demam.

Palpasi tulang di batas ulkus dengan menggunakan peralatan steril yang tumpul disarankan untuk menilai adanya osteomielitis. (Singh S et al.,2013)

(27)

Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk menilai neuropati sensoris dengan menggunakan monofilamen dan biothesiometer.

Pemeriksaan laboratoris yang standar dapat dilakukan dengan mengukur kadar glukosa darah dan urine untuk menilai adanya glukosa dan keton.

Pemeriksaan lain seperti darah lengkap, urea darah, elektrolit dan kadar kreatinin dilakukan secara rutin. HbA1C penting untuk menilai kontrol glikemik. Tes fungsi hati dan ginjal diperlukan untuk menilai status metabolik pasien. Laju endap darah dapat digunakan untuk menilai adanya infeksi dan menilai respon terapi terhadap infeksi seperti osteomielitis. Kultur luka rutin tidak direkomendasikan karena semua luka merupakan tempat berkembangnya mikroorganisme. Namun bila ada infeksi invasif, kultur dari jaringan yang lebih dalam dapat membantu untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab (Singh S et al.,2013).

Pada kaki diabetik, sulit untuk menilai kedalaman ulkus terutama bila terdapat pus dan jaringan nekrotik yang menutupi luka. X-ray sangat membantu menentukan kedalaman ulkus kaku dan untuk menilai adanya infeksi tulang atau neuroarthropathy. Pemeriksaan dengan MRI saat ini banyak dilakukan pada berbagai kelainan di kaki. MRI digunakan untuk mengevaluasi luasnya infeksi dengan menilai kedalaman ulkus, edema dan adanya cairan lokalis di dalam jaringan lunak, sendi dan pembungkus tendon. Positron emission tomography menunjukkan spesifisitas yang tinggi untuk osteomielitis (Singh S et al.,2013).

(28)

C. High-Density Lipoprotein (HDL)

Lipoprotein (LP) terdiri atas lemak dan protein yang disebut apoprotein (apo). Lipoprotein diklasifikasikan berdasarkan ukuran, densitas, komposisi lemak dan apoprotein yaitu chylomicron (CHY), very low-density lipoprotein (VLDL), intermediete-density lipoprotein (IDL), low- density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL) (Forti N, 2006).

High-Density Lipoprotein (HDL) mempunyai densitas yang tinggi (>1,063 g/ml) dan ukuran yang kecil (diameter Stoke = 5-17 nm).

Bermacam subklas HDL berbeda-beda secara kuantitatif dan kualitatif tergantung dari kandungan lemak, apolipoprotein, enzim, dan protein untuk transfer lemak, dimana menghasilkan perbedaan dalam bentuk, densitas, ukuran, kemampuan dan antigenisitas, terbanyak adalah apolipoprotein A-1 (apo A-1) (Assmann G, 2004).

Partikel HDL terdiri atas 50% apoprotein (sebagian besar AI), 20%

kolesterol bebas dan kolesterol teresterisasi, 15% fosfolipid dan 5%

trigliserida (Forti N, 2006). Bentuk dasar partikel HDL terdiri atas 2-5 molekul apo A-1 dan 100 molekul fosfolipid membentuk suatu kerangka dimana molekul-molekul kolesterol yang tidak teresterisasi akan berada di sekeliling inti dari kolesterol ester yang tidak larut air (Luscher T et al., 2014).

(29)

Gambar 2. Komposisi dari high-density lipoprotein (HDL). Apo = apoprotein; PL=phospholipids; chol=cholesterol; CE= esterified

cholesterol; TG = triglycerides. (Forti N, 2006)

Molekul-molekul ini tidak pasif, tetapi aktif secara biologik dan memberi kontribusi pada efek pleiotropik dan antiatherogenik. Molekul- molekul ini tidak hanya berperan dalam transport lemak dan metabolisme tetapi juga pada oksidasi atau antioksidan, imunitas, mengatur keselamatan, proliferasi dan migrasi sel (Luscher T et al., 2014).

C.1 Pembentukan HDL

Partikel HDL dibentuk di plasma dan di ruang ekstraseluler. Hati mengeluarkan apolipoprotein A-I dan A-II, sementara usus hanya mengeluarkan A-I (Forti N, 2006).

Partikel HDL sebagian besar berasal dari apo A-I yang bebas dan rendah lemak. Interaksi dari apo A-I yang bebas dan rendah lemak disebut pre β-HDL, dengan ATP-binding casette transporter A1 (ABCA1) menyebabkan keluarnya phospholipid dan kolesterol yang tidak teresterisasi dari sel, termasuk hepatosit, enterosit, dan makrofag, dan untuk bentuk kecil dari partikel HDL disebut α4-HDL. HDL pendahulu ini

(30)

berlanjut untuk menstimulasi keluarnya lemak dari sel. (Luscher T et al., 2014)

C.2 Mekanisme Kerja HDL

Terdapat beberapa mekanisme kerja dari HDL yaitu efek anti- atherogenic, reverse cholesterol transport (RCT), antioksidan, anti inflamasi, antiagregasi platelet, dan efek proteksi pada endotel (Forti N, 2006). Pada sel endotel, kolesterol HDL berfungsi menurunkan apoptosis dan merangsang proliferasi dan migrasi sel endotel (Mineo C, 2012).

Reverse Cholesterol transverse (RCT) adalah pengangkutan kolesterol yang berlebihan dari sel-sel di perifer ke hati untuk dikeluarkan lewat empedu atau ke adrenal, testis dan ovarium untuk produksi hormon steroid, dengan melakukan ikatan ke HDL Apolipoprotein, ApoA-I melalui reseptor HDL scavenger receptor class B tipe I (SR-BI) (Mineo C., 2012;

Luscher T et al.,2014).

HDL mempunyai efek anti inflamasi baik pada sel endotel maupun leukosit. Pada sel endotel, lipoprotein menghambat terjadinya adhesi molekul, dan ini dimediasi oleh SR-BI. HDL juga secara langsung mengurangi aktivasi dari monosit/ makrofag dan neutrofil (Mineo C., 2012;

Luscher T et al.,2014).

(31)

Gambar 3. Perlindungan langsung pembuluh darah dan efek antiatherogenik yang potensial dari high-density lipoprotein (HDL) normal

(Luscher T et al., 2014).

Disfungsi pada endotel ditandai dengan menurunnya bioavailibilitas dari nitric oxide (NO), vasodilatasi yang poten, meningkatnya daya tarik permukaan endotel pada leukosit, dimana hal ini sering ditemukan pada stadium awal terjadinya atherosklerosis (Assmann G, 2004).

Pada individu yang sehat, HDL dapat merangsang pelepasan nitric oxide (NO) dari sel endotel dan meningkatkan ekspresi dari endothelial nitric oxide synthase (eNOS). HDL juga memiliki efek antithrombotik/ anti platelet dimana HDL mengurangi pelepasan dari faktor aktivasi platelet dari sel endotel, atau dengan mengaktivasi eNOS (Mineo C.,2012;

Luscher T et al., 2014).

Apoptosis pada sel endotel memicu terjadinya aterosklerosis dan gangguan pembuluh darah lainnya. Beberapa faktor penyebab apoptosis pada endotelium diantaranya adalah LDL yang teroksidasi dan tumor necrosis factor- α (TNFα) (Mineo C.,2012). LDL teroksidasi menyebabkan

(32)

meningkatnya Ca intraseluler yang berakibat pada kematian sel. Efek proteksi HDL adalah melalui ikatan ApoA-I pada sel kolesterol LDL sehingga tidak terjadi oksidasi (Assmann G, 2004). HDL juga menghambat TNF-α dengan mengurangi kerja dari enzim protease CPP32 (caspase 3) yang merupakan komponen primer pada jalur apoptosis. HDL juga menekan kerja Growth factor deprivation yang terkait pada apoptosis sel endotel dengan menghambat pada jalur mitokondria (Mineo C.,2012). HDL juga berfungsi dalam proses proliferasi sel endotel dan migrasi sel yang penting sekali untuk neovaskularisasi dan respon yang baik saat terjadi cedera pada pembuluh darah (Mineo C.,2012).

Kerja kolesterol HDL lainnya adalah menstimulasi pengambilan glukosa oleh sel otot lewat aktivasi AMP-activated protein kinase (AMPK), dan melalui SR-BI meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel lemak.

HDL juga meningkatkan sekresi insulin pada sel β pankreas (Mineo C.,2012).

C.3 Kadar HDL

Berdasarkan studi epidemiologi dinyatakan kadar kolesterol HDL <

35 mg/dl adalah rendah pada laki-laki dan < 45 mg/dl adalah rendah pada perempuan. Pada guideline terbaru dinyatakan bahwa nilai kolesterol HDL

< 40 mg/dl adalah nilai yang tidak diinginkan karena meningkatkan resiko terjadinya coronary atherosclerotic disease (CAD), dan nilai > 60 mg/dl merupakan nilai protektif untuk penyakit ini. Untuk mengkarakteristik

(33)

sindroma metabolik bersama dengan gangguan lainnya dipakai nilai kolesterol HDL < 40 mg/dl pada laki-laki dan < 50 mg/dl pada perempuan (Forti N, 2006).

American Association of Clinical Endocrinologists (AACE) Guideline mengklasifikasikan kadar kolesterol HDL terhadap resiko terjadinya atherosclerosis sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Kadar Kolesterol HD (Jellinger PS, et al 2012) Kategori Kolesterol HDL Kolesterol HDL (mg/dl) Optimal/ near optimal >60

Borderline 40-59 (Laki-laki)

50-59 (Perempuan) High risk/ very high risk < 40 (Laki-laki)

< 50 (Perempuan)

Kadar HDL yang rendah bisa disebabkan karena faktor genetik, merokok (berhubungan dengan defisiensi Lecithin Cholesterol Acyl Transverase /LCAT), obesitas (menurunnya LCAT dan Lipoprotein Lipase/

LPL), diet yang sangat rendah lemak, hipertrigliseridemia, penggunaan obat-obatan seperti steroid, androgenic progestogens (Forti N, 2006).

Kadar HDL yang meningkat jarang diakibatkan oleh masalah genetik, biasanya diakibatkan oleh latihan aerobik (meningkatnya LCAT dan LPL dan menurunnya Hepatic Lipase/ HL), diet kaya akan lemak dan

(34)

kolesterol yang tersaturasi ( memperlambat clearance Apo A-I), omega 3 (menghambat sekresi VLDL di hepar) dan penggunaan obat – obatan seperti golongan statin, fibrate, niacin, Cholesteryl Ester Transfer Protein (CETP) inhibitor, bahkan pemberian ApoA-I secara infus (Forti N, 2006).

C.4 Hubungan Kadar Kolesterol HDL yang rendah dengan terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol HDL yang rendah dengan meningkatnya insiden DM tipe-2 (Deano RC et al., 2014). Individu dengan kolesterol HDL yang rendah sering mengalami resistensi insulin dan resiko untuk terjadinya DM tipe 2 (Vollenweider P et al. 2015). American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) guidelines (2012) juga menyatakan bahwa penurunan yang moderate dari kolesterol HDL (< 50 mg/dl) pada wanita akan menyebabkan terjadinya sindroma resistensi insulin.

Pemberian kolesterol HDL buatan lewat infus menunjukkan efek perbaikan terhadap gula darah pada pasien DM tipe 2 (Vollenweider P et al. 2015).

Dari kepustakaan yang baru dijelaskan adanya efek pleotropik dari kolesterol HDL untuk perlindungan melawan peningkatan insiden DM.

Adapun jalur yang potensial antara turunnya kadar kolesterol HDL dengan meningkatnya insiden DM tipe 2 adalah terjadinya penurunan stimulasi

(35)

sekresi insulin dari pankreas, efek pengambilan glukosa dari otot perifer (Deano RC et al., 2014).

Penelitian pada apolipoprotein (apo) A-I atau protein apo A-II yang merupakan komponen utama dari kolesterol HDL, dilakukan inkubasi bersama jaringan pankreas ternyata memberikan efek peningkatan sekresi insulin pada sel β pankreas (Deano RC et al., 2014).

Kolesterol HDL meningkatkan pengambilan kolesterol secara seluler pada jaringan perifer dengan meningkatkan insulin plasma melalui efeknya pada sel β pankreas, dan juga pengikatan pada permukaan reseptor otot rangka (ATP Binding Cassette sub family A1/ ABCA1), aktifasi jalur AMP-activated Protein Kinase/ AMPK, yang secara langsung meningkatkan pengambilan glukosa dari otot kerangka. Hal ini merupakan penemuan penting mengingat bahwa otot kerangka menggunakan sebagian besar glukosa tubuh (Deano RC et al., 2014).

Beberapa penelitian pada pasien DM tipe 2 menunjukkan adanya peningkatan tanda-tanda inflamasi (sitokin, apoptosis sel imun dan sel β ) pada pulau-pulau pankreas dan jumlah makrofag yang meningkat. Selain itu reseptor ABCA1 juga menunjukkan fungsinya sebagai reseptor antiinflamasi pada kolesterol influx (Deano RC et al., 2014).

C.5 Kolesterol HDL dengan Kaki Diabetik

Pada penelitian secara metaanalisis dinyatakan signifikan secara statistik bahwa penurunan kadar kolesterol HDL berhubungan dengan resiko terjadinya kaki diabetik.(Pei E et al., 2014; Cimmino G, 2015)

(36)

Pengertian secara klinik dinyatakan bahwa diabetes merupakan penyakit akibat gangguan metabolisme lemak, yang merupakan penyebab penting untuk resiko terjadinya atherosklerosis. Kaki diabetik merupakan komplikasi yang lama dari diabetes sebagai akibat dari atherosklerosis, dimana melalui prosedur yang kompleks diantaranya adalah terjadi penumpukan kolesterol dan lemak, oksidasi lemak dan pengambilan kolesterol oleh makrofag. Mengontrol kadar lemak dan lipoprotein dapat mencegah peningkatan resiko terjadinya kaki diabetik pada ekstremitas bawah. Penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya penurunan kadar kolesterol HDL yang signifikan pada pasien-pasien dengan kaki diabetik, sesuai dengan pendapat dari American Diabetes Association (ADA) (Pei E et al., 2014).

Saat ini perhatian sudah mulai ditujukan untuk meningkatkan kolesterol HDL dikarenakan kolesterol HDL memiliki peranan yang penting untuk mencegah terjadinya atherosklerosis dimana partikel kolesterol HDL mempunyai efek perlindungan dalam pencegahan atherosklerosis pada bagian-bagian yang rusak pada pasien diabetes. Oleh karena itu perlu diberikan perhatian yang lebih untuk meningkatkan kolesterol HDL sebagai tambahan untuk menurunkan kolesterol LDL. Dari penelitian dinyatakan bahwa tingkat kolesterol HDL adalah lebih penting dibanding kolesterol LDL pada pasien diabetes. Adapun percobaan secara klinik pada efek peningkatan kolesterol HDL dan pengaruhnya dalam penurunan kaki diabetik adalah masih jarang. Untuk itu diperlukan penelitian lanjut untuk hal ini (Pei E et al., 2014).

(37)

D. KERANGKA TEORI

Diabetes Melitus tipe 2

Hiperglikemia

Polineuropati Kolesterol

HDL menurun

Atherosklerosis

Deformitas kaki PAD

Iskemia

Ulkus kaki diabetik

Infeksi

- Resistensi insulin

- ↓ rangsangan sel β pankreas untuk sekresi insulin - ↓ uptake glukosa otot

- ↓efek anti inflamasi, anti platelet

- ↓RCT

- ↑apoptosis sel endotel

Umur Obesitas

Hipertensi Merokok

Trauma :

- Ekstrinsik - Intrinsik

(38)

E. KERANGKA KONSEP

F. HIPOTESIS

Semakin rendah kadar kolesterol HDL serum, semakin tinggi tingkat keparahan ulkus kaki diabetik.

Kadar kolesterol HDL Pada pasien DM

Ulkus Kaki Diabetik (Klasifikasi WAGNER)

- Umur - Merokok - Hipertensi - Obesitas

Variabel Moderator

Variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Antara Atherosklerosis

Iskemia

Referensi

Dokumen terkait

Kedua Ketetapan pemenang ini dibuat dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam pengadaan Barang/Jasa. Ditetapkan di

Metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Quasi Eksperimen within subjek (pre-post) yang bertujuan mengidentifikasi perbedaan sebelum

Ketentuan yang diatur dalam Undang- undang Nomor 5 tahun 2014 memperkuat aturan yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Sekolah Pascasarjana).

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan juga ditemukan beberapa petugas yang memiliki 2 pekerjaan ( double job ) seperti petugas coding rawat jalan menjadi petugas

Salah satu faktor penyebab beban kerja di subbagian ini bisa berlebih yaitu satu karyawan Aneka Tanaman dan Hortikultura mengerjakan tugas terkait pengadaan barang

Intelektualitas yang bercitra baik, menyebarkan Ipteks untuk kepentingan kemanusiaan, bersikap tidak arogan dalam bidang Ipteks, dan mampu mengendalikan dorongan nafsu liar

SASTRA A BAE031 ENG FOR HOTEL &amp; TOURSM B PNB413 THESIS WRITING DESIGN SSJ201 NIHON BUNGAKU NYUMON A Lab Kom. Senin Selasa Rabu