• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Putusan Nomor 529/ Pid. B /2015/PN-Rap)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Putusan Nomor 529/ Pid. B /2015/PN-Rap)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Putusan Nomor 529/ Pid. B /2015/PN-Rap)

Oleh:

Hengki Turnaldo Buulolo 1) Tika Pertiwi 2) Jessica Nathasya Malau 3) Yessika Serefine Sitohang 4)

Herman Brahmana 5) Agus Irawan 6)

Universitas Prima Indonesia, Medan 1,2,3,4,5)

Universitas Adiwangsa, Jambi 6) E-mail:

hengkitb30@gmail.com 1) tikapertiwi42@gmail.com 2) jessicanathasya84@gmail.com 3)

sihotangjesika09@gmail.com 4) brahmanarandal@gmail.com 5) agusirawan11222@gmail.com 6)

ABSTRACT

In a legal sense, the act of making counterfeit money or spreading counterfeit money can be considered a criminal act of counterfeiting money, because it is in the form of "imitating and making" money resembling real ones. The regulation on currency contained in Article 2 paragraph (1) of Law No. 7 of 2011 concerning Currency explains that the Rupiah is a legal currency of the Republic of Indonesia. Money has very important role as the legal means to payment and exchange, the act of counterfeiting money has a considerable impact which results in a decrease in public confidence with the money spent by "Bank Indonesia". Various factors that support the rampant act of counterfeiting money, such as economic factors, the environment, technological advances including computers, scanners (scanning tools) and printers as printing tools that are increasingly advanced, low levels of education, as well as high exchange rates and cash transactions that create many opportunities for actors to carry out these actions. In this study, a qualitative (case) approach method will be utilized, which involves the analysis of Normative Juridical Law. The data obtained for research includes legal sources in the form of laws, libraries and court decisions Number 529 / Pid.B / 2015 / PN-Rap. Fundamentally, the responsibility in overcoming acts of forgery and circulation of counterfeit money becomes the law enforcement authority, starting from the level of the Police, Prosecutors, to being terminated by the Court through a decision from the Judge.

Keywords: Counterfeit Money, Circulation, Criminal Acts, court rulings ABSTRAK

Secara hukum, tindakan membuat uang palsu atau menyebarkan uang palsu dapat dianggap sebagai tindak pidana pemalsuan uang, karena berupa “meniru dan membuat” uang menyerupai yang asli. Peraturan mengenai mata uang di muat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.

7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang menjelaskan Rupiah adalah mata uang sah NKRI. Uang mempunyai peran yang sangat penting untuk dijadikan pembayaran serta alat tukar yang legal, tindakan pemalsuan uang memiliki dampak yang cukup besar yang mengakibatkan menurunnya keyakinan masyarakat dengan uang yang di keluarkan oleh “Bank Indonesia”.

Berbagai macam factor yang mendukung maraknya tindakan pemalsuan uang, seperti faktor ekonomi, lingkungan, kemajuan teknologi di antaranya computer, scanner (alat pemindaian)

(2)

serta printer sebagai alat pencetak yang semakin maju, rendahnya tingkat pendidikan, serta nilai tukar yang tinggi dan transaksi tunai yang banyak membuat peluang bagi pelaku untuk melakukan Tindakan tersebut. Hukum Yuridis Normatif yang bersifat kualitatif (kasus) sebagai metode pendekatan yang di gunakan untuk penelitian ini. Data yang di peroleh untuk penelitian meliputi sumber hukum berupa undang-undang, pustaka serta putusan pengadilan No. 529/Pid.B/2015/PN-Rap. Secara fundamental, tanggung jawab dalam mengatasi Tindakan pemalsuan maupun pengedaran terhadap uang yang di palsu menjadi otoritas penegak hukum, mulai dari tingkat Polisi, Jaksa, hingga diakhiri oleh Pengadilan melalui putusan dari Hakim.

Kata Kunci: Uang Palsu, Pengedaran, Tindak Pidana, putusan pengadilan.

1.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari segi hukum, tindakan membuat uang palsu atau menyebarkan uang palsu dapat dianggap sebagai tindakan pidana pemalsuan uang, karena tindak kejahatan pemalsuan uang berupa “meniru atau membuat” uang menyerupai yang asli, yang sering di kenal dengan sebutan uang

“imitasi” dan “pemalsuan”. Dimensi tindak kejahatan pemalsuan uang yang sangat luas serta saling terkait membuat kasus ini cukup kompleks. Dimana pelaku dari tindakan pemalsuan uang yang dapat melibatkan lebih dari satu orang, cara pelaku dalam memalsukan uang, motivasi dan faktor yang mendukung pelaku melakukan pemalsuan uang, tempat terjadinya pemalsuan dan peredaran uang palsu, serta berbagai macam modus pengedaran uang palsu. Selain itu, karena uang di jadikan sebagai alat pembayaran dan tukar yang legal, maka uang palsu mampu merugikan perekonomian negara.

Karena uang memiliki peran yang sangat

penting sebagai alat pembayaran serta tukar yang legal, tindakan pemalsuan uang memiliki dampak yang cukup besar yang mengakibatkan menurunnya keyakinan masyarakat dengan uang yang di keluarkan oleh “Bank Indonesia”.

Peraturan mengenai mata uang di muat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang menjelaskan Rupiah merupakan mata uang yang sah NKRI. Setiap uang Rupiah memiliki fitur yang ditetapkan untuk menandai identitas, membedakan nilai nominal dan melindungi Rupiah dari kemungkinan penipuan. Tindakan memalsukan uang adalah suatu kegiatan ilegal yang melibatkan peniruan atau pemalsuan yang diterbitkan sebagai mata uang sah. Masyarakat memiliki keyakinan yang kuat terhadap validitas suatu mata uang, sehingga kevaliditasannya harus terjaga dari pemalsuan. Serangan terhadap keyakinan tersebut merupakan tindakan yang layak dikenakan hukuman, yang ditentukan sebagai kejahatan oleh hukum.

(3)

Berdasarkan laporan media, berbagai macam factor yang mendukung maraknya tindakan pemalsuan uang , seperti faktor ekonomi, lingkungan, kemajuan teknologi di antaranya computer, scanner (alat pemindaian) serta printer sebagai alat pencetak yang semakin maju dan gampang untuk didapatkan, rendahnya tingkat pendidikan, adanya keterampilan dari pelaku, serta nilai tukar yang tinggi dan transaksi tunai yang banyak membuat peluang bagi pelaku untuk melakukan Tindakan tersebut.

Untuk menjadi alat pembayaran yang efektif, keyakinan masyarakat akan keaslian dan keabsahan uang harus dilindungi oleh hukum. Jika keyakinan itu hilang, maka uang tidak memiliki nilai apa-apa di mata masyaraakat. Sehingga sangat dibutuhkan upaya-upaya serta peran dari pihak penegakkan hukum untuk memberantas tindak pidana pengedaran serta pemalsuan uang. Dalam praktiknya, pengadilan memainkan peran yang sangat penting dalam mengatasi kasus pemalsuan uang untuk menentukan dasar serta konsep yang sesuai dalam mengatasi kasus pemalsuan uang tersebut. Penegakan hukum kepada para pelaku tindakan pemalsuan uang berdasarkan kasus posisi dimana pelaku tersebut terbukti dengan sengaja melakukan pengedaran serta pemalsuan terhadap mata uang yang sah yang cetak oleh Negara ataupun Bank

Indonesia yang merupakan tindak kejahatan.

Untuk memahami dengan jelas mengenai tindak pidana pemalsuan uang, peneliti akan menelaah putusan dengan perkara Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap, dengan judul penelitian yakni,

“PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Putusan Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap)”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, ada beberapa rumuan masalah yang di rumuskan:

1. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan uang?

2. Upaya apa yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap tindak pidana pemalsuan uang?

3. Bagaimana pertimbangan Hakim terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang berdasarkan putusan Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap.?

C. Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini yakni:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menajadi penyebab tindak pidana pemalsuan uang.

(4)

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya dari aparat penegak hukum terhadap tindak pidana pemalsuan uang.

3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan Hakim serta ancaman pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang berdasarkan putusan Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap.

D. Manfaat Penelitian

Berikut manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini, yakni:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bisa menjadi sumbangan untuk perkembangan mata kuliah Ilmu Hukum terutama dalam hukum pidana materiil.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini akan memberikan informasi dan memberikan sumbangsih

bagi perkembangan hukum di Indonesia, khususnya terkait tindak pidana pemalsuan uang dan memberikan masukan bagi masyarakat.

3. Untuk pembaca

Penelitian ini menjadi sumber referensi bagi bidang yang sama dan dapat digunakan sebagai bahan comparatif dan sumber acuan.

4. Untuk Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia

Penelitian ini menjadi referensi tambahan serta ilmu pengetahuan untuk mahasiswa/i peneliti selanjutnya.

5. Untuk Peneliti

Penelitian ini di jadikan sebagai syarat untuk menyelesaian pendidikan S-1 Ilmu Hukum di Universitas Prima Indonesia.

2.

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah

Hukum Yuridis Normatif yang bersifat kualitatif (kasus) sebagai metode pendekatan yang akan di gunakan untuk penelitian ini. Melibatkan analisis kasus dan putusan pengadilan yang terkait dengan masalah yang dibahas. Pendekatan ini dilakukan dengan mempelajari kasus dan putusan pengadilan yang sudah final dan mengikat secara hukum.

B. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Kualitatif Normatif, dimana penelitian ini yang berpatokan terhadap norma hukum, undang-undang serta putusan pengadilan.

C. Sumber dan Jenis Data

Data yang di peroleh meliputi sumber hukum berupa undang-undang, pustaka dan putusan pengadilan. Putusan dengan Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap.

sebagai sumber referensi data primer.

Sumber data untuk penelitian ini,

(5)

yaitu:

1. Bahan hukum primer, merupakan pernyataan hukum yang dikeluarkan pemerintah, misalnya UU dari parlemen, keputusan pengadilan, dan regulasi administratif. Penelitian ini bersumber dari putusan Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap.

2. Bahan hukum sekunder, merupakan berbagai sumber hukum seperti buku- buku hukum yang berisi doktrin atau ajaran, artikel-artikel ulasan hukum, ensiklopedi hukum atau kamus hukum, serta karya ilmiah hukum yang belum dipublikasikan.

3. Bahan hukum tersier, merupakan sumber informasi yang mengarah ke bahan hukum primer serta sekunder, seperti ensiklopedi, jurnal-jurnal hukum, dan opini ahli yang berkaitan dengan hukum.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini mengumpulkan data menurut sumber hukum yang dilakukan dengan metode studi kasus yang menjadi tahap awal di setiap penelitian, karena berasal dari asumsi normatif.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan Uang

Tindakan pidana pemalsuan dan

pengedaran uang palsu yang terjadi, sangat merugikan masyarakat dan negara, maka perlu adanya usaha bersama dari aparat penegak hukum seperti kepolisian, PNS yang berwenang, pemerintah, serta peran masyarakat dalam pemberantasan serta memerangi Tindakan pemalsuan terhadap uang.

Pasal 244-245 KUHP menjelaskan

“melarang orang yang sengaja mengedar dan memalsukan uang yang di terbitkan oleh Negara maupun Bank sebagai mata uang yang sah, akan di kenakan pidana penjara sesuai dengan peraturan yang berlaku”.

Secara umum, ada 7 faktor utama yang menjadi penyebab utama Tindakan pemalsuan uang:

1. Faktor Ekonomi

Ekonomi adalah faktor utama penyebab peredaran uang palsu. Kemajuan zaman serta kehidupan masyarakat yang masih miskin, banyaknya penduduk, dan kurangnya perhatian dari pemerintah membuat masyarakat memutuskan untuk melakukan tindakan yang tidak etis untuk bertahan hidup, termasuk pemalsuan uang tanpa memperhatikan dampak dan akibat yang akan dihadapi.

Maka dari pada itu, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Beberapa langkah yang diambil meliputi: menciptakan lebih

(6)

banyak lowongan pekerjaan, membuat biaya pendidikan dan kesehatan lebih terjangkau, menurunkan harga pangan dan adanya bantuan terhadap masyarakat. Ini adalah usaha untuk meminimalisir dampak tindak pidana pemalsuan uang yang mungkin merugikan masyarakat dan negara. Upaya seperti ini dapat memastikan bahwa tingkat ekonomi masyarakat tetap stabil dan tidak terpengaruh oleh masalah ekonomi. Hal ini juga membantu menjaga stabilitas mata uang negara, seperti rupiah, agar tetap stabil.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan dapat menjadi pengaruh yang sangat besar untuk melakukan tindakan pengedaran dan pemalsuan uang.

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang dan dapat menimbulkan efek negatif pada individu yang tinggal di lingkungan tersebut dan berusaha berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Orang-orang disekitar mereka mungkin berada dalam lingkungan yang buruk dan tidak baik, sehingga mempengaruhi perilaku seseorang dan membuat mereka terpengaruh oleh norma- norma yang tidak baik. Seperti contoh melakukan tindakan pemalsuan serta pengedaran uang palsu.

3. Faktor Teknologi

Faktor teknologi juga menjadi penyebab terjadinya peredaran uang palsu.

Kemajuan teknologi yang sangat maju lebih mempermudah para pelaku dalam melakukan tindakan pemalsuan uang, sehingga teknologi saat ini di salahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab atas tindakannya.

4. Faktor Rendahnya Tingkat Pendidikan Pendidikan menjadi pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sifat dan perilaku setiap individu. Seseorang yang memiliki pendidikan akan paham untuk menghadapi permasalahan sosial di sekitarnya. Namun, seseorang yang tidak memiliki pendidikan lebih mudah terpengaruh terhadap permasalahan sosial di kingkungannya. Ditambah juga dengan kurangnya berpikir kritis dan tidak paham hukum.

5. Adanya Skill (Keterampilan) Pembuat Uang Palsu

Tindakan pemalsuan uang dan pengedaran uang palsu membutuhkan skill (keterampilan). Para pelaku akan terus belajar, karena bagi mereka peluang tersebut menjadi acuan bari mereka dalam melakukan tindak kejahatan, misalnya Tindakan pemalsuan uang.

6. Tingginya Nilai Tukar Uang

Faktor nilai tukar uang dan kebutuhan yang besar mempengaruhi tingginya tingkat pengedaran uang palsu. Nilai tukar yang tinggi dan besarnya kebutuhan masyarakat membuat uang palsu menjadi lebih mudah untuk di edarkan.

(7)

7. Tingginya Jumlah Transaksi Tunai Transaksi tunai yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat dan berkaitan dengan banyaknya pasar-pasar tradisional membuka peluang terjadinya peredaran uang palsu. Terbiasanya masyarakat bertransaksi langsung (cash) dengan penjual maupun pembeli membuat semakin besar jumlah transaksi tunai, semakin besar pula potensi uang palsu tersebar di masyarakat. Modus pengedaran uang palsu diantaranya adalah uang palsu di selipkan dengan uang rupiah asli pada saat transaksi secara tunai yang menjadi jalan tercepat untuk pelaku mengedarkan uang palsu.

B. Upaya-upaya yang dilakukan Oleh Penegak Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Secara fundamental, tanggung jawab dalam mengatasi Tindakan pemalsuan maupun pengedaran terhadap uang yang di palsu menjadi otoritas penegak hukum, mulai dari tingkat Polisi, Jaksa, hingga diakhiri oleh Pengadilan melalui putusan dari Hakim.

Berikut upaya-upaya dari Penegak Hukum terhadap Tindakan pemalsuan dan pengedaran uang palsu:

1. Penyelidikan oleh pihak Polisi dan Pegawai Negeri Sipil yang berwenang Penyelidikan dalam tindak pidana pemalsuan uang di Indonesia dilakukan

oleh Polisi dan PNS yang berwenang.

Tujuan dilakukannya penyelidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dapat di jadikan pembuktikan tindakan pidana pemalsuan uang. Bukti-bukti tersebut bisa berupa barang bukti fisik seperti uang palsu, alat-alat untuk memalsukan uang, dan lain-lain, serta bukti-bukti non fisik seperti saksi-saksi dan catatan-catatan dari pelaku.

2. Penangkapan dan Penahanan

Setelah penyelidikan, Penangkapan adalah langkah kedua dalam proses hukum terkait dengan pemalsuan uang. Ini dilakukan oleh aparat penegak hukum seperti polisi terhadap individu yang diduga melakukan tindakan tersebut.

Penahanan dilakukan jika terdapat bukti yang memadai bahwa mereka melakukan pemalsuan uang.

3. Penuntutan Oleh Jaksa

Penuntutan dalam tindak pidana pemalsuan uang di Indonesia dilakukan setelah proses penyelidikan selesai. Dalam proses penuntutan, kasus diajukan ke pengadilan untuk diadili. Dalam proses ini, jaksa akan menyajikan bukti-bukti yang didapat dari proses penyidikan kepada hakim dan meminta hakim untuk menyatakan tersangka bersalah atau tidak bersalah.

4. Penjatuhan Hukuman Oleh Hakim Penjatuhan hukuman merupakan tahap terakhir dalam proses hukum terhadap

(8)

tindak pidana pemalsuan uang setelah proses penyelidikan, penangkapan, penuntutan, dan pemusnahan uang palsu.

Penjatuhan hukuman dilakukan oleh hakim setelah pelaku dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Ancaman yang diterima oleh para pelaku Tindakan pemalsuan uang antara lain hukuman penjara, denda, atau kombinasi keduanya.

5. Pemusnahan Uang Palsu

Setelah semua proses hukum selesai dilaksanakan maka selanjutnya ke tahan pemusnahan uang yang di palsu. Uang palsu yang ditemukan dalam proses penyelidikan, penangkapan dan penuntutan akan dimusnahkan oleh pihak berwenang seperti Bank Indonesia.

Pemusnahan uang palsu dilakukan untuk mencegah uang palsu tersebut digunakan kembali dalam transaksi ekonomi dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara.

Peraturan yang mengatur mengenai pemusnahan terhadap uang palsu dimuat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 Pasal 18 dan 28 mengenai Mata Uang menyatakan BI berwenang mengambil tindakan pemusnahan uang palsu.

Pemusnahan uang palsu juga diatur dalam PBI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Pemusnahan Uang Kertas Rupiah yang tidak sah dan dalam PBI Nomor 19/12/PBI/2016 mengenai Pemusnahan Uang Logam Rupiah yang tidak sah.

Dalam hukum pidana yang berlaku, tindakan yang menyangkut mata uang dan uang kertas dianggap sebagai kejahatan serius, dan ini dapat dilihat dari tiga aspek berikut:

1. Terdapat 7 macam sanksi pidana penjara yang sangat berat terkait, yakni:

tindak kejahatan terhadap mata uang dan uang kertas; KUHP Bab X Pasal 244-245 dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun, Pasal 246- 247 dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun, Pasal 350 dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun, Pasal 250 bis dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun serta Pasal 249 minimal pidana penjara 4 bulan 2 minggu.

2. Ancaman pidana mengenai Tindakan pemalsuan terhadap uang juga di atur dalam UU RI Nomor 7 Tahun 2011, bila di kaitkan antara Pasal 26 dan 36 yaitu; orang yang menyimpan dan memalsu Rupiah di ancam penjara paling lama 10 Tahun serta denda paling banyak 10 Miliyar (pasal 36 ayat 1-2), orang yang mengedarkan maupun belanja serta membawa Rupiah Palsu ke dalam atau keluar NKRI di ancam penjara paling lana 15 Tahun serta denda paling banyak 50 Miliyar Rupiah (Pasal 36 Ayat 3 dan 4), orang yang melakukan impor dan ekspor Rupiah

(9)

Palsu di ancam pidana penjara maksimal seumur hidup serta denda maksimal 100 Miliyar Rupiah (Pasal 36 Ayat 5).

3. Ketentuan Hukum Pidana terkait mata uang berlaku secara universal yang berarti pidana di NKRI di tujukan kepada setiap orang yang melakukan tindak kejahatan tersebut baik dalam ataupun luar wilayah NKRI (berdasarkan Pasal 4 ayat 2 KUHP).

C. Pertimbangan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang Berdasarksan (Putusan Nomor 529/Pid.B/2015/PN-Rap)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang menjadi dasar terhadap Hakim dalam mempertimbangkan hukuman bagi pelaku Tindakan Pidana Pemalsuan serta Pengedaran Uang Palsu. Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan bagaimana Hakim mempertimbangkan hukuman berdasarkan Putusan No.

529/Pid.B/2015/PN-Rap.

1. Posisi Kasus

Putusan Pidana No.

529/Pid.B/2015/PN-Rap melibatkan dua orang terdakwa yang melakukan tindak pidana, bernama I. JEPRIZAL ALIAS IJEP (terdakwa I) bersama dengan MUKTI

ALI ALIAS ALAI (terdakwa II). Senin, 30 Maret 2015 jam 14.00 WIB, kedua terdakwa melakukan, menyuruh melakukan dan ikut melakukan tindakan pegedaran serta membelanjakan rupiah yang diketahui sebagai rupiah palsu yang berlokasi di kedai/kios rokok milik Sarma Silalahi Utara dan beberapa kedai / kios rokok di dusun Pemerataan, Desa Pangkalan, Kec. Aek natas, Kab.

Labuhanbatu Utara. Berawal dari hari Jumat jam 13.00 WIB, tanggal 27 Maret 2015 pada saat Terdakwa II. MUKTI ALI ALIAS ALAI sedang duduk-duduk di warung di Kampung Mesjid, kemudian datang ABANG dan SALIM (keduanya belum tertangkap) menunjukkan uang palsu dan berkata “inilah kau cairkan, Rp.15.000/lembar sama kami, nah uang ini, nanti kalau cair setor ya, cobalah dulu”

kemudian Terdakwa II berkata “kita cobalah dulu” dan menerima uang palsu berjumlah (Rp.1.000.000) yang semuanya bernomor seri yang sama yaitu QRS 667225. Kemudian jam 15.30 WIB, Terdakwa II menyimpan uang tersebut di sebuah pondok. Selanjutnya hari Sabtu jam 16.30 WIB, tanggal 28 Maret 2015 Terdakwa II menemui Terdakwa I.

JEPRIZAL ALIAS IJEP di warung kopi lalu mengajak Terdakwa I ke pondok tersebut. Selanjutnya, Terdakwa II dan Salim me-lem uang palsu itu, sedangkan Terdakwa I menjemur uang yang sudah

(10)

dilem ke luar pondok dan setelah selesai semua, kemudian uang tersebut dibagi.

Terdakwa II memegang uang palsu sebesar (Rp.700.000) dan Terdakwa I sebesar (Rp.300.000).

Dukungan terhadap hal tersebut juga diperkuat oleh bukti fisik berupa barang bukti yang ditemukan, berdasarkan BAP Lab. Kriminalistik NO. LAB:

4291/DUF/2015, yang diterbitkan pada tanggal 13 Mei 2015. Dalam kasus tersebut, barang bukti yang diterima berupa 1 amplop coklat yang diikat dengan benang putih, berlabel dan dilak segel.

Setelah dibuka, amplop tersebut berisi uang (Rp.50.000) 8 lembar. Tindakan Terdakwa tersebut merupakan pelanggaran hukum dan dapat dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 36 ayat (3) Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang, yang dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Pada persidangan, Penuntut Umum telah mengajukan dakwaan Alternatif terhadap Terdakwa. Ini berarti Terdakwa dihadapkan pada lebih dari satu tuduhan yang diajukan oleh Penuntut Umum.

Dakwaan Pertama

Melakukan Tindak Pidana sebagaimana di atur dalam ketentuan Pasal 36 ayat (3) UU RI No.7 tahun 2011 jo. Pasal 55 ayat (1)

ke-1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

Dakwaan Kedua

Melakukan Tindak Pidana sebagaimana di atur dalam ketentuan Pasal 36 ayat (2) UU RI No.7 tahun 2011 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Tuntutan Penuntut Umum dalam perkara ini;

1. Menyatakan Terdakwa I. JEPRIZAL Alias IJEP dan Terdakwa II. MUKTI ALI Alias ALAI telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam hukuman sesuai Dakwaan Pertama yaitu “Melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan yaitu

mengedarkan dan/atau

membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu”

Pasal 36 ayat (3) UU RI No. 7 Tahun 2011 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

2. Para Terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing selama 2 tahun, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani.

3. Menghukum para Terdakwa diwajibkan membayar denda senilai (1 milyar rupiah) atau Subsidair 3 bulan kurungan. Para Terdakwa tetap

(11)

ditahan setelah menerima putusan tersebut.

4. Menyatakan bahwa barang bukti yang ditemukan meliputi: 1 sepeda motor Honda Vario tanpa plat nomor polisi yang dirampas untuk negara, 6 lembar pecahan uang Rp. 50.000 yang diduga palsu, dan 7 bungkus rokok Club Mild, di mana 2 bungkus telah dibuka dan diduga dibeli dengan menggunakan uang palsu, sehingga barang-barang tersebut dimusnahkan.

5. Menghukum para Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar (Rp 2.000) masing-masing.

Berdasarkan Tuntutan Pidana, terdakwa mengakui kesalahan dan tidak mengajukan pledoi, melainkan hanya mengajukan permohonan lisan kepada Majelis Hakim agar diberikan hukuman yang seadil-adilnya. Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi tindakannya di masa yang akan datang. Setelah Para Terdakwa mengajukan permohonan secara lisan, Penuntut Umum menolak permohonan tersebut dan tetap pada tuntutannya.

4. Pertimbangan Majelis Hakim Majelis Hakim mempertimbangkan Dakwaan Alternatif Pertama dan memeriksa unsur-unsur yang mengacu pada Pasal 36 ayat (3) UU Republik

Indonesia No. 7 tahun 2011 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu:

1. Barang siapa.

2. Melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan yaitu mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu.

Setelah mempertimbangkan bahwa benar unsur- unsur yang tercantum dalam Pasal 36 ayat (3) UU Republik Indonesia No. 7 tahun 2011 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana telah terpenuhi, maka para terdakwa harus dianggap secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “pengedaran uang palsu” sebagaimaina Dakwaan Alternatif Pertama.

Menimbang beberapa hal sebelum diputuskannya hukuman pidana kepada para terdakwa, yakni:

1. Hal yang memperberat:

Perbuatan Para Terdakwa meresahkan masyarakat.

2. Hal yang memperingan:

Para Terdakwa belum pernah dihukum dan berterus terang mengakui perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan.

Berdasarkan fakta serta keadaan yang terungkap di persidangan, para terdakwa dijatuhi hukuman pidana yang setimpal karena tidak terdapat alasan yang mampu

(12)

menghapus kesalahan atau menghilangkan sifat melawan hukum.

5. Amar Putusan:

Mengadili:

a. Terdakwa I. JEPRIZAL Alias IJEP dan Terdakwa II MUKTIALI Alias ALAI, di nyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana

dalam dakwaan Pertama

“Mengedarkan uang palsu".

b. Menjatuhkan pidana penjara selama tahun kepada para terdakwa dan denda senilai 1 milyar rupiah, atau Subsidair 3 bulan kurungan.

c. Menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Para Terdakwa akan dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani.

d. Menetapkan Para Terdakwa tetap ditahan.

e. Menetapkan barang bukti berupa:

- Satu unit sepeda motor Honda Vario tanpa plat nomor yang disita untuk kepentingan negara.

- 6 lembar pecahan Rp. 50.000 diduga palsu.

- 7 bungkus rokok Club Mild, 2 bungkus diantaranya telah dibuka diduga hasil pembelian uang palsu (Dimusnahkan).

4.

SIMPULAN

1. Umumnya, ada faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya pemalsuan serta pengedaran uang, yakni: faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor teknologi, faktor rendahnya Tingkat Pendidikan, adanya Skill (keterampilan) pembuat uang palsu, tingginya nilai tukar uang, tingginya jumlah transaksi tunai.

Terdapat juga dari sifat pribadi para pelaku, seperti tidak mampu mengendalikan diri serta besarnya keinginan untuk memperoleh kekayaan dengan cara illegal tidak sesuai dengan hukum atau negara.

2. Secara fundamental, tanggung jawab dalam mengatasi Tindakan pemalsuan dan pengedaran terhadap uang palsu menjadi otoritas penegak hukum, mulai dari tingkat Polisi, Jaksa, hingga diakhiri oleh Pengadilan melalui putusan dari Hakim. Berikut tindakan yang di upayakan oleh Penegak Hukum terhadap Tindakan pemalsuan dan pengedaran uang: melakukan Penyelidikan oleh pihak Polisi dan Pegawai Negeri Sipil yang berwenang, Penangkapan dan Penahanan, Penuntutan Oleh Jaksa, Penjatuhan Hukuman Oleh Hakim, Pemusnahan Uang Palsu. Ancaman pidana mengenai Tindakan pemalsuan

(13)

terhadap uang di atur dalam KUHP Bab X buku II Pasal 244 s/d 250 dan Pasal 350 dan UU RI Nomor 7 Tahun 2011Pasal 26 dan 36.

3. Berdasarkan putusan No.

529/Pid.B/2015/PN-Rap, Majelis Hakim mempertimbangkan Dakwaan alternatif Pertama yaitu Terdakwa I (Jeprizal alias IJEP) dan Terdakwa II (Mukti Ali alias ALAI) dinyatakan bersalah atas tindakan pengedaran dan/atau pembelanjaan uang yang diketahui sebagai palsu. Keputusan pidana yang telah di jatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap terdakwa telah terpenuhi, sehingga putusan yang telah di adili dianggap memenuhi rasa keadilan.

Sebagaimana tercantum dalam KUHP, Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011 Pasal 36 ayat (3) jo.

Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Saran

A. Perbaruan hukum diperlukan agar sanksi terhadap Tindakan kejahatan pemalsuan dan peredaran uang palsu lebih efektif, dikarenakan kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi saat ini kepada para pelaku.

B. Untuk memastikan keaslian uang, perlu adanya peningkatan pada sarana dan prasarana yang mendukung, sehingga membuat pelaku kesulitan

dalam memalsukan uang. Agar efek jera terhadap pelaku tercapai, aparat penegak hukum seharusnya memberikan sanksi seberat-beratnya bagi mereka yang melakukan Tindakan kejahatan pemalsuan dan peredaran uang palsu, karena tidak hanya merugikan masyarakat sebagai korban, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi negara.

5.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Tim Perundang – undangan dan pengkajian hukum. 2005. Paradigma baru dalam menghadapi kejahatan mata uang (Pola Pikir, Pengaturan dan penegakkan Hukum). Jakarta:

Direktorat Hukum Bank Indonesia.

Wijayanto, A, A. 2017. “Pemalsuan Mata Uang Sebagai Kejahatan Di Indonesia” Jurnal Hukum Khaira Umrah, Ilmu Hukum, Unissula Semarang.

Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Jakarta: Media Aksara Prima.

Sasangka, Hari dan Lily Rosita. 2003.

Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung: Mandar Maju.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa.

Kriminologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.

(14)

PAF. Lamintang. Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradilan. Jakarta:

Sinar Grafika, 2009.

Prodjodikoro, Wijono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia.

Bandung.

Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Malang: 2013.

Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya.

Wijayanto, A.A. 2017. Pemalsuan Uang

sebagai Kejahatan di Indonesia.

Jakarta.

Yuliadi. 2004. Ekonomi Moneter. Jakarta:

PT.Indeks.

B. Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011).

Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab X Tentang Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan menciptakan sistem perencanaan pembangunan yang terpadu, dengan sasaran terciptanya sistem perencanaan yg terintegrasi antar daerah, antar ruang, antar waktu,

Peranan motivasi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2011) yang menyatakan bahwa hasil belajar akan menjadi

[r]

Tujuan penelitian ini adalah un- tuk menaksir besarnya kemauan membayar pasien rawat jalan terhadap pelayanan kesehatan gigi di MMC UMS dan menguji hipotesis tentang hubungan

[r]

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi yang berguna bagi seluruh lapisan masyarakat yang haus akan pengetahuan mengenai tradisi yang ada di

Permasalahan banjir yang terjadi akibat kurang optimalnya fungsi dari Polder Tawang antara lain juga dikarenakan karena masih terdapat saluran sub sistem drainase lain yang

Berangkat dari sebuah polemik dan pro dan kontra terkait penerbitan buku serial yang berjudul Lebih Dekat dengan SBY, muncul sebuah keingintahuan dari peneliti untuk menganalisa