• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan model menjadi model pembelajaran digital secara tidak langsung mengubah orientasi belajar siswa dari pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered Learning) menjadi pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perubahan model menjadi model pembelajaran digital secara tidak langsung mengubah orientasi belajar siswa dari pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered Learning) menjadi pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya zaman, dunia pendidikan saat ini juga semakin berkembang. Berbagai macam pembaharuan dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu diperlukan berbagai inovasi baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Perkembangan teknologi mengubah orientasi belajar dari pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran digital. Perubahan model menjadi model pembelajaran digital secara tidak langsung mengubah orientasi belajar siswa dari pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered Learning) menjadi pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning).

Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus dipelajari. Matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang sistematis yang menelaah pola hubungan, pola berpikir, seni, dan bahasa yang semuanya dikaji dengan logika serta bersifat deduktif (Fahrurrozi dan Syukrul Hamdi, 2017 : 3). Artinya kebenaran dalam setiap pernyataan matematika harus didasarkan pada suatu pembuktian. Matematika memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan industri.

Hal ini dapat dilihat dari adanya mata pelajaran matematika di semua jenjang pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Selain itu jam pelajaran matematika disekolah juga memiliki jam belajar lebih banyak dari pelajaran lainnya.

(2)

Saat ini, dengan berlakunya kurikulum 2013 diharapkan dapat membentuk siswa yang aktif dan kreatif dalam ranah kognitif, atau ilmu pengetahuan pada suatu pembelajaran yang sedang berlangsung. Setiap siswa yang melakukan banyak aktivitas salah satunya adalah kegiatan pembelajaran selalu mengharapkan hasil akhir yang baik. Namun faktanya, setelah penulis melakukan observasi di SMA Negeri 21 Medan, hasil belajar siswa masih tergolong rendah. Kondisi yang terjadi didalam kelas, beberapa siswa terlihat bosan, mengantuk didalam kelas saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran dan beberapa lainnya terlihat kurang aktif saat guru sedang melakukan umpan balik terhadap mereka. Ternyata, salah satu materi pelajaran yang membuat siswa menjadi bosan dan semangat dalam belajar menurun saat mulainya pergantian dari materi sebelumnya ke materi pelajaran matematika. Siswa masih beranggapan matematika itu penuh dengan lambang-lambang dan rumus-rumus yang sulit, sehingga matematika dianggap sebagai pelajaran yang membosankan dan menakutkan.

Berhubungan dengan hasil belajar siswa pada materi matematika, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, dapat dikatakan beberapa siswa belum mampu menjawab soal dengan maksimal melalui ujian akhir yang dilakukan. Dengan Jawaban dari beberapa siswa terlihat kurang memahami materi sehingga tidak dapat menyelesaikan soal yang diberi, artinya siswa hanya mengerjakan sesuai yang mereka bisa. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil dari nilai ujian matematika siswa rendah.

(3)

Gambar 1. Nilai Hasil Belajar Siswa

Permasalahan lain yang terjadi disekolah adalah, proses pembelajaran hanya menggunakan media papan tulis dan bahan ajar yang diberikan guru masih berupa media cetak serta belum memanfaatkan teknologi yang ada. Begitupun pembelajaran matematika yang ada di Indonesia juga belum memberikan hasil yang maksimal. Menurut Tri Hidayati (2018) permasalahan yang sering terjadi dalam pembelajaran matematika, antara lain rendahnya penguasaan matematika, rendahnya rasa ingin tahu, dan terbatasnya modul matematika yang tepat. Pada umumnya guru memberikan bahan ajar masih berupa modul yang bersifat cetak.

Namun modul yang bersifat cetak ini masih memiliki kekurangan diantaranya tidak tahan lama (lapuk), tidak fleksibel (membutuhkan ruang untuk menyimpannya, berat) dan biaya mahal.

(4)

Media pembelajaran yang dipergunakan tidak harus berupa media yang mahal, melainkan media yang benar-benar efisien dan mampu manjadi alat penghubung antara seorang pendidik dengan peserta didik m agar materi yang diajarkan dapat diterima dan dipahami secara maksimal.

Menurut Prastowo (2011), bahan ajar dikelompokkan berdasarkan bentuk dan cara kerjanya. Bahan ajar menurut bentuknya berupa bahan ajar cetak, bahan ajar dengar, dan bahan ajar pandang dengar. Bahan ajar menurut cara kerjanya terdiri dari bahan ajar tidak diproyeksikan, bahan ajar diproyeksikan, bahan ajar audio, bahan ajar video, dan bahan ajar media komputer. Bahan ajar yang menarik dan inovatif adalah hal yang sangat penting dan berkontribusi besar bagi proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sesuai dengan perkembangan zaman bahan ajar tidak hanya berupa buku tetapi juga juga dapat diambil dari internet ataupun dari sumber lain berupa jurnal, artikel, buku elektronik (e-book), dan modul elektronik (e-modul), sehingga memudahkan siswa untuk mengakses berbagai materi yang akan dipelajari.

Salah satu sumber belajar mandiri yang menyesuaikan dengan zaman teknologi yang semakin berkembang adalah pembelajaran dengan menggunakan e-modul. Menurut Najuah (2020 : 16) penyajian bahan ajar dalam bentuk elektronik tentu akan menjadi lebih menarik dan memberi kemudahan yang pada akhirnya dapat menunjang dan melengkapi peran guru sebagai sumber informasi bagi siswa. Selain itu sebuah modul yang disisipi fitur multimedia juga dapat memperkaya pengalaman membaca, apalagi digunakan dengan benar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Dudi Wahyudi (2019), bahwa pembelajaran menggunakan aplikasi e-modul menanamkan kecakapan literasi digital bagi

(5)

peserta didik melalui gambaran aktivitas siswa dan guru. Pembelajaran menggunakan e-modul membuat ketertarikan mengikuti pembelajaran di kelas sebesar 93,33% dan 83,33% (hampir seluruhnya). Bahan ajar yang adaptif terhadap perkembangan teknologi memungkinkan pembelajaran menjadi efektif dan efesien karena dirasa menyenangkan bagi siswa. Menurut Zubaidah Amir dan Risnawati (2015), pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif.

Selain bahan ajar pemilihan model pembelajaran yang dapat mendorong siswa aktif belajar sehingga hasil belajar siswa tidak rendah. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah Model Discovery Learning yang dapat digunakan dan diharapkan meningkatkan kemampuan kognitif siswa sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa, respon siswa, dan aktivitas siswa di kelas.

Menurut Hosnan (2014:282), pembelajaran Discovery adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan.

Selain itu, menurut Budiningsing (2005 : 43) Discovery learning adalah cara memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Dalam model pembelajaran discovery learning, siswa harus mampu mengamati, menjelaskan permasalahan yang ada dan menemukan penyelesaian untuk permasalahan tersebut baik secara individu maupun berkelompok. Model pembelajaran discovery learning akan meningkatkan hasil belajar siswa dalam memecahkan suatu masalah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sakinah (2021) bahwa hasil belajar matematika siswa meningkat 88,24% pada siklus II, dengan menerapkan model

(6)

pembelajaran discovery learning. Jadi dapat disimpulkan model Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana materinya tidak disajikan oleh guru, namun siswa dibimbing oleh guru untuk melakukan penemuan sendiri dan mencari informasi sendiri.

Dalam membuat e-modul berbasis discovery learning ini memerlukan bantuan dari sebuah software atau perangkat lunak tertentu. Salah satu software atau perangkat lunak yang dimanfaatkan dalam mengembangkan e-modul matematika pada penelitian ini adalah Flipbook Maker dengan nama lain Software Flip PDF Profesional adalah aplikasi untuk membuat e-book, e-modul, e-paper dan e-magazine. Kelebihan dari software ini adalah Interactive Publishing tidak hanya berupa teks namun dapat menyisipkan gambar, video, musik/suara, hyperlink dan lainnya sehingga menjadikan e-modul interaktif dengan pengguna.

Dengan adanya e-modul ini siswa dapat memiliki pengalaman belajar yang beragam, dan dapat menghilangkan kebosanan siswa karena media yang digunakan lebih bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Iqbal Maulana (2020), menunjukkan bahwa e-modul dengan menggunakan software Flip Pdf Profesional (Flipbook Maker) layak untuk digunakan dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan penilaian angket validasi oleh ahli materi, produk dinyatakan “Valid”, dengan skor rata-rata sebesar 3,47. Begitu juga pada penilaian angket validasi oleh ahli media, produk dinyatakan “Valid” dengan skor rata- rata sebesar 3,56. Adapun respon siswa dalam uji coba kelompok kecil dan kelompok besar yaitu “Sangat Menarik”. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sakinah A. Rahman(2021), hasil penelitiannya diperoleh produk e- modul matematika yang dikembangkan valid dan layak digunakan dalam proses

(7)

pembelajaran di kelas X. Sehingga media pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu alternatif media pembelajaran matematika.

Menurut Hosnan (2014:158) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berfikir, mengetahui dan memecahkan masalah, yang meliputi (1) Pengetahuan, (2) Pemahaman, (3) Aplikasi, (4) Analisis, (5) Sintesis, dan (6) Evaluasi. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli disimpulkan hasil belajar adalah proses akhir yang dialami melalui perubahan tingkah laku setelah menempuh pengalaman belajar, kemampuan tersebut meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan penjelasan permasalahan diatas, peneliti ingin mengembangkan suatu bahan ajar yang menarik agar peserta didik merasa senang dan memahami materi pelajaran pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan penelitian yang berjudul “Pengembangan E-Modul Matematika Berbasis Discovery Learning Berbantuan Flipbook Maker Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa Kelas X SMA”. Peneliti berharap dengan dikembangkannya e- modul dengan model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu peserta didik lebih tertarik dan aktif melakukan kegiatan pembelajaran matematika disekolah.mandiri, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

(8)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah yang diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa.

2. Pembelajaran matematika masih berorientasi pada guru.

3. Bahan ajar yang diberikan masih cenderung monoton yaitu berupa media cetak sehingga peserta didik kurang berperan aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung.

4. Siswa membutuhkan bahan ajar elektronik yang menarik agar proses pembelajaran tidak membosankan.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan mencapai sasaran mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka penelitian dibatasi sekitar:

(1) Model pembelajaran yang digunakan adalah Discovery Learning.

(2) Pengembangan media e-modul matematika berbasis Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi Flipbook Maker.

(3) Materi yang digunakan adalah Persamaan Nilai Mutlak Linear Satu Variabel di kelas X SMA.

(4) Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE.

(9)

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran menggunakan e-modul matematika berbasis Discovery Learning Berbantuan Flipbook Maker?

2. Bagaimana efektivitas e-modul matematika berbasis Discovery Learning berbantuan Flipbook Maker terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat membuat tujuan penetilian yang timbul dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran menggunakan e-modul matematika berbasis Discovery Learning.

2. Mengetahui efektivitas e-modul matematika berbasis Discovery Learning berbantuan Flipbook Maker terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini terdiri dari beberapa aspek yaitu:

(1) Bagi Peserta Didik : Media pembelajaran e-modul ini bermanfaat sebagai bahan ajar siswa agar siswa lebih dapat memahami materi persamaan nilai mutlak linear satu variabel. Selain itu, untuk

(10)

mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran materi persamaan nilai mutlak linear satu variabel.

(2) Bagi Guru : Media pembelajaran e-modul ini bermanfaat sebagai bahan ajar yang digunakan guru untuk tercapainya proses belajar mengajar yang interaktif.

(3) Bagi Peneliti : Untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi peneliti dalam mempersiapkan diri sebagai calon pendidik yang profesional.

(11)

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Penelitian dan Pengembangan

Menurut Sugiyono (2012:407) Penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.

Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut agar dapat berfungsi dimasyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.

Sedangkan Putra (2015 : 67) mengartikan bahwa R&D sebagai suatu proses untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan adalah suatu metode yang digunakan untuk mengembangkan suatu produk menjadi produk baru yang lebih baik dan menguji keefektifan serta kevalidannya atau menyempurnakan produk yang telah ada. Jadi, pada penelitian ini penulis akan mengembangkan bahan ajar berupa modul elektronik pada materi persamaan nilai mutlak linear satu variabel yang berbasis discovery learning.

2. Hakikat Belajar

Dalam arti sempit “Belajar adalah usaha penguasaan materi ilmu

(12)

pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya” (Sardiman AM, 1994 : 22). Aliran psikologi kognitif memandang bahwa belajar adalah mengembangkan berbagai strategi untuk mencatat dan memperoleh berbagai informasi, siswa harus aktif menemukan informasi- informasi tersebut, dan guru bukan mengontrol stimulus, tapi menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang mereka bahas dan kaji bersama.

Kemudian “Belajar adalah usaha merubah tingkah laku” (Sardiman AM, 1994 : 23). Jadi, belajar dapat diartikan secara sederhana yakni, sebuah proses yang dengannya organisme memperoleh bentuk-bentuk perubahan perilaku yang cenderung terus mempengaruhi model perilaku umum menuju pada sebuah peningkatan. Perubahan perilaku tersebut terdiri dari berbagai proses modifikasi menuju bentuk permanent, dan terjadi pada aspek perbuatan, berpikir, sikap, dan perasaan. Akhirnya dapat dikatakan bahwa belajar adalah memperoleh berbagai pengalaman baru.

3. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Konsep bahan ajar dalam kajian ilmiah memiliki banyak pengertian, seperti menurut Ali Mudlofar (2012 : 8) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan menurut S. Nasution(1992 : 205) bahan ajar merupakan salah satu perangkat materi atau subtansi pembelajaran yang

(13)

disusun secara sistematis, serta menampilkan secara utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Sejalan dengan itu Andi Prastowo(2011 : 51) mengatakan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.Bahan ajar tersebut dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tak tertulis.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan (baik informasi, materi yang tertulis ataupun tidak) yang disusun secara sistematis yang digunakan dalam proses pembelajaran.

b. Fungsi Bahan Ajar

Fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi bagi guru dan fungsi bagi siswa. (Andi Prastowo, 2011 : 24-25)

1) Fungsi bahan ajar bagi guru, antara lain:

a) Menghemat waktu guru dalam mengajar

b) Mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi fasilitator

c) Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif d) Sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran 2) Fungsi bahan ajar bagi siswa, antara lain:

a) Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain b) Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki

c) Membantu potensi siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri

d) Sebagai pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi

(14)

e) kompetensi yang seharusnya dipelajari dan dikuasainya, serta sebagai sumber belajar tambahan untuk siswa.

c. Jenis-Jenis Bahan Ajar

Jenis bahan ajar berkaitan erat dengan sumber bahan ajar, sumber bahan ajar merupakan tempat dimana bahan ajar dapat diperoleh siswa.

Berbagai sumber belajar dapat diperoleh siswa sebagai bahan ajar untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Bahan ajar dikelompok sebagai berikut: (Abdul Majid, 2006 : 175)

1) Bahan Ajar Cetak

Bahan ajar cetak adalah bahan ajar yang dalam pembuatannya menggunakan media cetak atau tulisan, atau dengan kata lain informasi dan materi ajarnya tersimpan dalam bentuk tulisan.Contoh bahan ajar cetak yaitu:

a) Handout, handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan siswa. Biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi dasar dan materi pokok harus dikuasai oleh siswa.

b) Buku, buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan.

Isinya didapat dari berbagai cara, misalnya: hasil penelitian, hasil pengamatan, aktualisasi pengalaman, otobiografi, atau hasil imajinasi seseorang yang disebut sebagai fiksi. Buku yang baik adalah buku yang

(15)

ditulis menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan dengan gambar, dan dilengkapi dengan keterangan.

c) Modul, adalah sebuah buku yang tertulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar yang telah disebutkan sebelumnya.

d) Lembar Kegiatan Siswa, adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan siswa biasanya berisi langkah-langkah dan petunjuk untuk menyelesaikan suatu tugas.

e) Brosur, adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya terdiri dari beberapa halaman.

f) Leafet, adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dijahit. Agar terlihat menarik biasanya didesain secara cermat dan dilengkapi ilustrasi, menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.

g) Wallchart, adalah bahan cetak berupa bagan siklus/proses atau grafik yang menunjukkan posisi tertentu.

h) Foto/gambar, adalah bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam memahami materi. Gambar yang baik harusnya mengandung informasi atau data, mempunyai makna dan dimengerti serta digunakan untuk proses pembelajaran.

(16)

2. Bahan Ajar Dengar (Audio)

Bahan ajar dengar merupakan salah satu jenis bahan ajar yang sering digunakan dalam proses pembelajaran. Adapun contoh dari bahan ajar dengar di antaranya , yaitu:

a) Kaset/ piringan hitam/ disk, merupakan media yang menyimpan suara yang dapat diperdengarkan berulang kepada siswa. Kaset biasanya digunakan untuk pembelajaran bahasa atau musik.

b) Radio, merupakan media dengar yang dimanfaatkan sebagai bahan ajar.

Radio dapat dijadikan sebagai sumber belajar, misalnya mendengarkan berita langsung suatu kejadian.

3) Bahan Ajar Pandang Visual (Audio Visual)

Selain bahan ajar cetak dan dengar, adapula bahan ajar dalam bentuk audio visual, seperti video atau film dan orang atau narasumber.

a) Video, merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran. Umumnya video telah dibuat dalam rancangan yang lengkap, sehingga setiap akhir penayangan video siswa dapat menguasai lebih dari satu kompetensi dasar.

b) Orang, merupakan sumber belajar yang dipandang dan didengar, karena dengannya seseorang dapat belajar. Misalnya orang dengan keterampilan tertentu dijadikan sumber belajar, namun dalam penerapannya harus dikombinasikan dengan bahan tertulis.

(17)

Berdasarkan pemaparan diatas dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan bahan ajar berupa modul, karena pembelajaran menggunakan bahan ajar modul memungkinkan siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajarnya, dan siswa juga dapat mengetahui seberapa jauh tingkat pemahamannya terhadap materi yang telah disajikan.

Penggunaan bahan ajar modul dirasa tepat untuk pembelajaran individual, sehingga siswa dapat belajar meskipun tanpa didampingi oleh guru. Tetapi modul yang digunakan dalam penelitian ini yaitu modul yang berbentuk non cetak (e-modul), karena dengan menggunakan e-modul ini lebih efektif dibandingkan dengan modul cetak. Dalam e-modul ini bisa ditambahkan multimedia yang menarik sehingga siswa tidak merasa bosan dan pembelajaran menjadi tidak menoton.

4. Modul Pembelajaran

a. Pengertian Modul Pembelajaran

Menurut Andi Prastowo (2018: 57) modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar berupa bahan cetakan yang tersusun secara sistematis yang bertujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Selain itu modul juga adalah sebuah bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran secara mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk melakukan pembelajaran mandiri.

Pembaca dapat melakukan aktivitas belajarnya tanpa tergantung oleh pendidik secara langsung (Kemedikbud, 2017:3).

(18)

Modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang disusun secra sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan berdasarkan berdasarkan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) dan indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional), dan memberikan kesempatan pada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul tersebut (Hamdani, 2011).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa modul merupakan salah satu bahan ajar dalam bentuk cetak yang disusun secara sistematis dengan tujuan siswa dapat belajar secara mandiri tanpa bergantung kepada guru.

b. Langkah-Langkah Penyusunan Modul

Langkah-langkah penyusunan modul adalah sebagai berikut:

1) Menyusun Kerangka Modul

Langkah-langkah penyusunan kerangka modul adalah sebagi berikut:

a) Menetapkan atau merumuskan tujuan instruksional umum menjadi tujuan instruksional khusus.

b) Menyusun buti-butir soal evaluasi guna mengukur pencapaian tujuan khusus.

c) Mengidentifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan khusus.

d) Menyusun pokok- pokok materi dalam urutan yang logis.

2) Menulis Program Secara Rinci

Program secara rinci pada modul terdiri dari bagianbagian sebagai berikut:

(19)

a) Pembuatan petunjuk penggunaan b) Lembaran kegiatan siswa

c) Lembaran kerja siswa d) Lembaran jawaban e) Lembaran tes

f) Lembaran jawaban tes.

c. Tujuan Modul

Penulisan modul bertujuan untuk:

1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru.

3) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa.

4) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya.

5) Memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

6) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

5. E-modul Pembelajaran a. Pengertian E-modul

E-modul adalah sebuah bentuk penyajian media bahan ajar belajar mandiri yang disusun secara sistematis dan disajikan secara elektronik. E-

(20)

modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya secara elektronik. Dalam Panduan Penyusunan e-modul Pembelajaran yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA e-modul merupakan sebuah bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara sistematis ke dalam unit pembelajaran tertentu, yang disajikan dalam format elektronik, dimana setiap kegiatan pembelajaran didalamnya dihubungkan dengan tautan (link) sebagai navigasi yang membuat siswa menjadi lebih interaktif dengan program, dilengkapi dengan penyajian video tutorial, animasi, dan audio untuk memperkaya pengalaman belajar.

Jika ditinjau dari manfaatnya media elektronik sendiri dapat menjadikan proses pembelajaran lebih menarik, interaktif, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, memperkaya pengalaman belajar siswa serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Ririn Dwi Agustin (2018) terkait dengan media elektronik, e-modul dapat dimanfaatkan dengan atau tanpa peran aktif seorang guru yang memberikan penjelasan materi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa e-modul yang dikembangkan memiliki kriteria sangat valid dan sangat praktis. Selain itu, modul elektronik dapat disimpan dalam flashdisk, mudah untuk dibawa, bisa digunakan secara offline, dapat dipelajari kapan dan dimana saja asalkan ada komputer/laptop atau materi secara linier maupun non linier sehingga mengarahkan siswa menuju informasi tertentu.

(21)

Di dalam modul elektronik juga dilengkapi animasi dan simulasi praktikum serta siswa dapat mengetahui ketuntasan belajar melalui evaluasi mandiri yang interaktif. Karakteristik modul elektronik seperti di atas perlu dimiliki oleh siswa, karena modul elektronik berpotensi meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan tidak memerlukan biaya yang sangat mahal. Pemahaman terhadap media e-modul memerlukan pemahaman awal definisi dari dua hal yaitu tentang media dan e-modul.

Association of Education and Commmunication Technology (AECT) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Pada definisi ahli yang berbeda pula mendefinisikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Briggs mengatakan bahwa media adalah alat untuk memberikan rangsangan bagi siswa supaya proses belajar terjadi, hal ini dikemukakan oleh Gagne. Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian modul dan modul elektronik, tidak terlihat adanya perbedaan prinsip pengembangan antara modul konvensional (cetak) dengan modul elektronik. Perbedaan terlihat pada format penyajian secara fisik. Pada umumnya modul elektronik mengadaptasi komponen-komponen yang terdapat pada modul cetak.

(22)

b. Karakteristik E-modul

Sebagai alat bantu dan media yang digunakan siswa dalam proses belajar, maka sebuah e-modul harus mempunyai karakteristik tertentu. E- modul pembelajaran yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut:

(Daryanto dan Aris, 2014 : 186)

1) Self Instructional (siswa mampu menggunakannya sendiri).

Maksudnya, seorang siswa dapat belajar secara mandiri tanpa perlu keterlibatan seorang guru. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus:

a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas;

c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;

d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan siswa;

e) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa;

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan siswa melakukan penilaian mandiri (self assessment);

(23)

i) Terdapat umpan balik atas penilaian siswa, sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi;

j) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud

2) Self Contained (mencakup satu unit kompetensi yang dipelajari secara utuh). Maksudnya dalam sebuah modul isinya harus mencakup semua materi dari suatu kompetensi yang harus dipelajari siswa. Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh.

Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi/kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa.

3) Stand Alone (berdiri sendiri). Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain, maksudnya adalah pada penggunaan sebuah modul tidak diperlukan bantuan dari media yang lainnya. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka

(24)

bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

4) Adaptif (modul hendaknya dapat menyesuaikan terhadap pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan). Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karakteristik siswa serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).

5) User Friendly (modul hendaknya mempunyai kadiah mudah dan akrab terhadap penggunanya). Maksudnya adalah sebuah modul harus memberikan kesan kemudahan bagi siswa dalam menggunakannya.

Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly.

6) Konsistensi (konsistensi dalam penggunaan spasi, tata letak dan huruf ).

Maksudnya dalam penulisan, spasi dan pengaturan tata letak konten antara satu dengan yang lainnya harus sesuai dan seimbang.

7) Disampaikan dengan menggunakan suatu media elektronik berbasis komputer.

8) Memanfaatkan berbagai fungsi media elektronik sehingga disebut sebagai multimedia

9) Perlu didesain secara cermat (memperhatikan prinsip pembelajaran).

(25)

c. Komponen-komponen E-modul

Untuk membuat sebuah e-modul yang baik, maka satu hal penting yang harus kita lakukan adalah mengenali unsur-unsurnya. Menurut Suharman dalam Prastowo, ternyata modul dapat disusun dengan struktur sebagai berikut:

1) Judul modul. Berisi tentang nama modul.

2) Petunjuk modul. Bagian ini memuat penjelasan tentang langkah- langkah yang akan ditempuh, meliputi:

a) Kompetensi dasar b) Pokok bahasan c) Indikator pencapaian d) Referensi

e) Strategi pembelajaran

f) Lembar kegiatan pembelajaran

g) Petunjuk untuk memahami langkah-langkah dan materi.

h) Evaluasi

3) Materi modul. Bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang diajarkan pada setiap pertemuan.

4) Evaluasi.

Menurut Hamdani (2011), adapun komponen penulisan modul adalah sebagai berikut :

1) Halaman sampul paling tidak memuat judul pokok bahasan dan logo. Pada halaman ini, dapat juga ditambahkan beberapa hal, misalnya nama penulis,

(26)

pertemuan ke berapa, nama mata pelajaran, dan keterangan lain yang dianggap sangat perlu sebagai informasi.

2) Pokok bahasan, ditulis seperti tertulis pada standar kompetensi.

3) Pengantar berisi tentang kedudukan modul dalam suatu mata pelajaran, ruang lingkup materi modul, serta kaitan antar pokok bahan dan sub-sub pokok bahasan.

4) Kompetensi dasar dikutip dari standar isi (kurikulum).

5) Tujuan pembelajaran adalah rumusan tingkah laku gambaran tentang kemampuan tertentu yang harus dicapai siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar tertentu.

6) Kegiatan belajar. Dalam satu modul, biasanya terdiri atas 1-3 kegiatan belajar atau lebih, sesuai dengan apa yang tercantum dalam silabus dan RPP.

7) Judul kegiatan belajar ditulis secara singkat, tetapi menggambarkan keseluruhan isi materi pembelajaran.

8) Uraian Materi dan contoh. Pada bagian ini, sebelum menuliskan uraian dan contoh, tuliskan judul dalam sub-sub unit kecil.

9) Latihan dalam modul merupakan alat untuk menguji diri-sendiri bagi siswa. Butir-butir latihan hendaknya menghindari sejauh mungkin bentuk pilihan ganda atau isian singkat.

10) Pada bagian rangkuman, tuliskan pokok-pokok materi yang telah disajikan dalam uraian dan contoh.

11) Tes Formatif. Tes formatif pada modul dibuat untuk mengukur kemajuan belajar siswa dalam satu unit pembelajaran. Berbeda dengan latihan, butir-

(27)

butir tes formatif diberikan dalam bentuk tes objektif (benar-salah, pilihan ganda, isian atau melengkapi kalimat, dan menjodohkan atau memasangkan yang sesuai). Pemberian tes yang objektif memudahkan siswa dalam melakukan pengukuran (memberi nilai) atas kemampun diri sendiri.

12) Umpan Balik dan Tindak Lanjut. Berikan rumus yang dapat digunakan untuk memaknai pencapaian hasil belajar siswa sehingga dapat diberikan umpan balik dan tindak lanjut yang harus dilakukan olehnya.

13) Kunci jawaban diberikan (pada halaman berbeda) dengan maksud agar siswa dapat mengukur kemampuan diri sendiri.

14) Daftar Pustaka, mencantumkan daftar kepustakaan yang dijadikan sumber dalam penyusunan modul.

Dari beberapa pendapat tersebut, penyusunan e-modul dalam penelitian ini menggunakan acuan dari Hamdani karena komponen- komponen modulnya sederhana namun sudah mencakup semuanya dan sesuai dengan kebutuhan modul yang akan dikembangkan.

d. Kelebihan E-modul

Menurut Fausih (2015: 4) e-modul sebagai bahan ajar memiliki beberapa kelebihan yaitu :

1. E-modul merupakan salah satu bahan ajar yang efektif, efesien, dan mengutamakan kemandirian siswa.

2. Ditampilkan menggunakan monitor atau layar monitor.

(28)

3. Lebih praktis untuk dibawa kemana-mana, tidak peduli seberapa banyak modul yang disimpan dan dibawa tidak akan memberatkan kita dalam membawanya.

4. Biaya produksinya lebih murah dibanding dengan modul cetak. Tidak perlu biaya tambahan untuk memperbanyaknya, hanya perlu copy antar user satu dengan yang lainnya. Proses distribusi pun bisa dilakukan melalui e-mail.

5. Menggunakan sumber daya berupa tenaga listrik dan komputer atau laptop untuk mengoperasikannya. Tahan lama dan tidak lapuk dimakan waktu.

6. Naskah dapat disusun secara liniear maupun non liniear, serta dapat dilengkapai audio dan video dalam satu paket penyajiannya.

e. Kekurangan E-modul

Kelemahan e-modul terletak pada ketersedian perangkat untuk mengaksesnya, karena e-modul hanya bisa diakses menggunakan perangkat elektronik berupa komputer atau android. Jika perangkat tersebut tidak tersedia maka e-modul tidak dapat digunakan.

6. Discovery Learning

Kemendikbud (2017) mengatakan bahwa model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/Inquiry Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. N Cahyo (2013 : 248) juga memberikan pandangan

(29)

bahwa discovery learning adalah komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.

Dengan kata lain dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional bisa diberitahukan atau diceramahkan. Dan menurut Heruman (2008: 34) Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Langkah- langkah model discovery learning menurut Kemendikbud (2014) adalah :

a. Pemberian rangsangan (stimulation)

b. Pernyataan/Identifikasi masalah (problem statement) c. Pengumpulan data (data collection)

d. Pengolahan data (data processing) e. Pembuktian (verification)

f. Menarik simpulan/generalisasi (generalization)

Daryanto (2013 : 148) juga mengemukakan beberapa kelebihan dari discovery learning, diantara lain :

a. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaannya dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sifatnya sangat pribadi, dan mungkin merupakan pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer.

c. Strategi penemuan membangkitkan gairah belajar pada siswa.

(30)

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya.

e. Siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga lebih merasa terlibat dan memiliki motivasi untuk belajar.

f. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri.

g. Berpusat pada siswa.

h. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir yang mutlak.

Namun, discovery learning juga memiliki beberapa kekurangan yaitu :

a. Siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak.

b. Kurang berhasil untuk mengejar kelas besar.

c. Mungkin mengecewakan guru atau siswa yang terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

d. Dipandang terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.

e. Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencapai ide- ide, mungkin tidak ada.

f. Tidak memberi kesempatan untuk berpikir kreatif jika pengertian- pengertian yang akan ditemukan sudah diseleksi oleh guru

Maka dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah metode yang memberikan

(31)

kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam mencari, mengolah dan menentukan pengetahuannya sendiri. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model discovery learning, yaitu :

a. Langkah Persiapan

Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan pembelajaran 2) Memilih materi pelajaran.

3) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)

4) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh- contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa

5) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik

b. Pelaksanaan

1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi

(32)

interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

3) Data collection (Pengumpulan Data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dari berbagai informasi yang relevan seperti membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

4) Data Processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

(33)

5) Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

7. E-modul Berbasis Discovery Learning

E-modul berbasis discovery learning merupakan salah satu inovasi media pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu mempermudah dalam proses pembelajaran. Haryanti., et.al (2016 : 1) dalam penelitiannya menyatakan “sistem pembelajaran yang menggunakan konsep electronic memberikan kesempatan belajar yang bebas dari kendala tempat dan waktu, dan mendukung pendekatan pembelajaran dan pembelajaran baru”. E-modul merupakan kepanjangan dari electronik modul atau modul elektronik, bisa juga disebut buku digital. E-modul ini merupakan salah satu pengembangan dari media pembelajaran yang awalnya berbentuk buku, kemudian dijadikan dalam bentuk buku elektronik agar lebih praktis. E-modul dapat digunakan pada beberapa media atau barang elektronik seperti laptop ataupun handphone.

Penggunaan e-modul sangatlah membantu dalam proses pembelajaran selain itu isi dari e-modul juga lebih bervariasi dari pada buku biasa, dari hal tersebut

(34)

diharapkan penggunaan e-modul dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik yang nantinya akan berdampak ke hasil belajar masing-masing peserta didik. Dalam e-modul dapat dimuat beberapa fitur seperti animasi ataupun video sehingga tidak membosankan jika digunakan untuk belajar.

Efendi dan Deni (2019) dalam penelitianya menyatakan “when the learning content is supported with multimedia technology, learners learn the information with interest and attention”. E-modul berbasis discovery learning adalah e-modul yang akan dibuat dengan mengambil konsep atau prinsip dari metode pembelajaran discovery learning. Discovery atau bisa juga disebut dengan penemuan adalah sebuah metode pembelajaran yang mana pendidik memberikan rangsangan-rangsangan materi kepada peserta didik dan nantinya peserta didik diharapkan untuk dapat mengembangkan sendiri atau menemukan pengetahuan maupun materi lain dari rangsangan yang telah pendidik berikan. Pembuatan e-modul akan disesuaikan dengan konsep dari metode pembelajaran discovery learning, jadi pada halaman awal e-modul akan diberikan video yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.

Setelah diberikan video sebagai rangsangan kemudian akan diberikan beberapa pertanyaan untuk mengembangkan atau menemukan pengetahuan baru berdasarkan video yang telah disajikan. Setelah itu barulah diberikan penjelasan yang lebih detail sesuai dengan materi yang ada.

8. Flipbook Maker

Flipbook Maker adalah aplikasi untuk membuat e-book, emodul, e- paper dan e-magazine. Tidak hanya berupa teks, dengan Flipbook Maker dapat

(35)

dapat menyisipkan gambar, grafik, suara, link dan video pada lembar kerja.

Aplikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Kvisoft Flipbook Maker pro 3.6.10. Secara umum, perangkat multimedia ini dapat memasukkan file berupa pdf, gambar, video dan animasi sehingga flip book maker yang dibuat lebih menarik. Selain itu, flip book maker memiliki desain template dan fitur seperti background, tombol kontrol, navigasi bar, hyperlink dan back sound.

Peserta didik dapat membaca dengan merasakan layaknya membuka buku secara fisik karena terdapat efek animasi dimana saat berpindah halaman akan terlihat seperti membuka buku secara fisik. Hasil akhir bisa disimpan ke format html, exe, zip, screen saver dan app.

Dengan menggunakan media pembelajaran tersebut diharapkan dapat memberikan pembaharuan dalam proses pembelajaran di kelas. Penggunaan media flipbook maker dapat menambah minat belajar peserta didik dan juga dapat mempengaruhi prestasi atau hasil belajar peserta didik. Penggunaan flipbook juga dapat meningkatkan pemahaman dan meningkatkan pencapaian hasil belajar.

Kelebihan dari media ini bila dikaitkan pada proses pembelajaran diantaranya sebagai berikut :

1) Siswa memiliki pengalaman yang beragam dari segala media.

2) Dapat menghilangkan kebosanan siswa karena media yang digunakan lebih bervariasi.

3) Sangat baik untuk kegiatan belajar mandiri.

4) Siswa tidak jenuh membaca materi persamaan nilai mutlak linear satu variabel karena adanya media flipbook ini.

(36)

9. Hasil Belajar

Menurut Nurrita (2018:175) hasil belajar merupakan hasil yang akan diberikan kepada siswa dapat berupa hasil penilaian setelah mengikuti jalannya proses pembelajaran dengan menilai suatu ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan yang terlihat pada diri siswa dengan adanya perubahan tingkah laku. Selanjutnya Tethool., et.al, (2021:269-270) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi yang terjadi melalui tindakan belajar dan tindakan mengajar. Salah satu patokan yang dapat mengukur keberhasilan dari proses pembelajaran, hasil belajar akan merefleksikan hasil dari proses pembelajaran yang akan menunjukkan sejauh mana antara guru, siswa, proses pembelajaran, dan lembaga pendidikan telah mencapai tujuan dari pendidikan sesuai dengan yang telah ditentukan. Hasil belajar adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mendapatkan pengalaman saat belajar. Hasil belajar adalah seseorang yang telah mendapatkan perubahan dari tingkah laku siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar seperti seseorang yang belum memahami pembelajaran menjadi seseorang yang mengerti dan memahami pembelajaran, dan hasil belajar siswa juga dapat menjadi sebuah alat ukur sampai dimana keberhasilan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.

Sehubungan dengan pendapat itu, maka Haryadi., et.al, (2021:69) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa baik dari tingkah laku maupun lainnya yang muncul akibat adanya proses pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, efektif dan psikomotorik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar diantaranya adalah faktor jasmani dan psikologis yang terdapat dalam diri individu siswa, faktor keluarga, sekolah,

(37)

dan lingkungan.

Benjamin S. Bloom dalam Taxonomy of Education Objectives (Hazenbos., et.all., 1996) membagi hasil belajar kedalam tiga ranah.

1) Ranah Kognitif Ranah kognitif (berkaitan dengan daya pikir, pengetahuan, dan penalaran) berorientasi pada ranah siswa dalam berfikir dan bernalar yang mencakup ranah siswa dalam mengingat sampai memecahkan masalah, yang menuntut siswa untuk menggabungkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Ranah Afektif Menurut Krochwall Bloom ranah afektif terdiri dari penerimaan, partisipasi, penilaian, dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup (Hazenbos, et.al, 1996).

3) Ranah Psikomotor Ranah psikomotor berorientasi kepada ketrampilan fisik, ketrampilan motorik, atau ketrampilan tangan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Simpson menyatakan bahwa ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas (Hazenbos, et.al, 1996).

Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar.

Menurut Wahidmurni., et.al, (2010:28) instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006:155) memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur

(38)

melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh- sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Menurut Nurhasanah dan Sobandi (2016), hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua faktor diantaranya :

a. Faktor internal siswa yang meliputi gangguan kesehatan, cacat tubuh, faktor dari psikologis (minat belajar, bakat, perhatian, kematangan, motivasi, intelegensi, dan kesiapan siswa), serta faktor kelelahan.

b. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa yang meliputi faktor dari keluarga, lingkungan masyarakat, dan sekolah.

B. Kerangka Konseptual

Penelitian dan pengembangan ini berawal dari beberapa permasalahan yang terjadi disekolah yaitu, siswa merasa bahwa media pembelajaran yang digunakan saat proses pembelajaran tidak dapat menarik perhatian mereka untuk melakukan pembelajaran dengan maksimal. Guru belum mampu mengembangkan teknologi yang ada dan belum memanfaatkan sarana dan prasarana yang sudah tersedia disekolah untuk melakukan proses pembelajaran secara optimal. Media pembelajaran yang digunakan masih terpaku pada papantulis dan buku paket/cetak saja, sedangkan teknologi yang ada belum dimanfaatkan dengan baik untuk pembuatan media pembelajaran yang baru. Dan dari beberapa penelitian terdahulu yang serupa menyatakan

(39)

bahwa e-modul dapat mengatasi masalah-masalah yang ada di sekolah.

Adapun Beberapa penelitian terdahulu yang serupa dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diantaranya sebagai berikut:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Komang Surya Wedaswara Artha, dkk di Universitas Pendidikan Ganesha Jusan Pendidikan Teknik Informatika dengan Judul “Pengembangan E-modul Berbasis Model Pembelajaran Discovery Learning Pada Mata Pelajaran Sistem Komputer Untuk Siswa Kelas X Multimedia SMK Negeri 3 Singaraja”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hasil belajar yang lebih tinggi antara siswa yang belajar menggunakan E-modul berbasis discovery learning dan siswa yang belajar menggunakan buku elektronik sekolah yaitu nilai rata-rata hasil belajarnya adalah 32,0 sedangkan rata-rata nilai posttest untuk kelas yang belajar menggunakan buku elektronik sekolah adalah 27,67.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Irma Yulia di SMP PAB 2 Helvetia denga judul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis E-Modul dengan Model Discovery Learning pada pokok Bahasan Statistika”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hasil belajar yang lebih tinggi antara siswa yang belajar menggunakan e-modul berbasis discovery learning dan siswa yang belajar menggunakan buku elektronik sebesar 83,89% yang termasuk dalam kategori layak dengan keterangan sangat baik. Dan untuk hasil respon siswa sendiri, didapat rata- rata 85% yang termasuk dalam kategori sangat menarik, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan ajar berbasis E-modul pada pokok bahasan statistika ini layak dan sangat baik

(40)

untuk digunakan kepada siswa.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Angga Ardianto, et.al, dalam skipsinya (2019) yang berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP”. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam belajar matematika yang dapat dilihat dari: hasil post-test 80,31%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Kumala Sari Siregar, dalam skripsinya (2017) yang berjudul “Pengaruh Metode Discovery Terhadap Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Lingkaran di Kelas XI SMA Negeri 2 Kotapinang”. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengujian hipotesis kreativitas dan hasil belajar siswa dengan uji t-test menggunakan rumus polled varian maka didapat thitung > ttabel (5,543 > 2,009), sehingga mengakibatkan penolakan H0 dan penerimaan Ha. Artinya terdapat perbedaan kreativitas dan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian hipotesis hasil belajar menggunakan t-test dengan rumus Separated varian maka didapat t hitung > ttabel (3,883 > 2,0625) sehingga mengakibatkan penolakan H0 dan penerimaan Ha artinya terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode discovery terhadap kreativitas dan hasil belajar siswa pada materi lingkaran di kelas XI SMA Negeri 2 Kotapinang.

(41)

e. Penelitian yang dilakukan oleh Mutia Salsabillah, dalam skripsinya(2019) yang berjudul “Pengembangan Modul Dengan Tampilan Majalah Berbasis Discovery Learning Pada Materi Lingkaran di SMP”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa uji coba lapangan yaitu 84,98% dengan kategori respon baik sekali. Dengan kata lain dari hasil belajar siswa diperoleh 87% siswa tuntas melebihi KKM, sehingga modul yang dikembangkan dikategorikan efektif dalam penggunaanya.

Dari permasalahan tersebut peneliti memberikan solusi, yaitu dengan mengembangkan bahan ajar berupa e-modul dengan bantuan flipbook maker.

Setelah memilih e-modul tersebut untuk dikembangkan, sebelumnya e-modul pembelajaran tersebut diuji terlebih dahulu dengan uji validasi oleh ahli yang terdiri dari ahli materi, dan ahli media, dan ahli bahasa yang telah dinyatakan layak/valid dapat langsung untuk diujicobakan disekolah. Sedangkan jika e- modul pembelajaran tersebut dinyatakan tidak layak/revisi, maka akan diperbaiki sesuai dengan saran yang diberikan untuk diujicobakan disekolah.

Berikut ini bagan kerangka konseptual atau kerangka berpikir.

(42)

Gambar 2. Bagan Kerangka Konseptual

Pembelajaran matematika kelas

X

Pengembangan E-Modul Berbasis Discovery Learning Berbantuan Flipbook Maker k Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di SMA

21 Medan

Validasi desain produk Ahli materi, ahli media dan ahli bahasa

Media tidak layak, direvisi Media layak digunakan

Revisi Tidak direvisi

Uji coba produk

E-Modul Berbasis Discovery Learning Berbantuan Flipbook Maker Di kelas X SMA 21 Medan

Hasil Belajar pada materi persamaan nilai mutlak

linear satu variabel meningkat Masalah yang ditemukan :

1. Guru masih menggunakan metode konvensional saat proses belajar mengajar.

2. Kurangnya minat dan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran matematika sehingga hasil belajar siswa tidak tidak sesuai dengan pencapaian yang diharapkan.

3. Media yang digunakan masih menggunakan media buku cetak.

Referensi

Dokumen terkait

Indikator Kinerja Kegiatan 001 Jumlah Penyelesaian Administrasi Perkara (yang Sederhana, dan Tepat Waktu) Ditingkat Pertama dan Banding di Lingkungan Peradilan Agama (termasuk

Penelitian ini bertujuan untuk : Merancang model rantai pasokan agroindustri dengan berdasarkan model transportasi, inventori, dan distribusi; Merancang bangun program

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “ PEMANFATAN SOFTWARE LIBSYS ( Library System) DALAM PELAYANAN SIRKULASI DI UPT PERPUSTAKAAN

Peneilitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa

Dalam penyelesaikan perkara tindak pidana anak, terdapat pendekatan lainnya untuk menyelesaian yang sebenarnya merupakan diversi yakni melalui penerapan diskresi

Mathematics Journalism Club | Struktur Struktur Struktur Struktur Organisasi Organisasi Organisasi Organisasi 2013 2013 2013 2013 Struktur Organisasi MJC 2013.. No Amanah Amanah

Penelitian ini dilakukan pada PB Berkat Tani yang merupakan perusahaan pemanufakturan beras yang belum memiliki prosedur operasional standar pada sistem-sistem

Maka dapat disimpulkan bahwa “Ada pengaruh yang signifikan metode pemetaan pikiran (mind mapping) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs Darul Huda