SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL
DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk
GEMPOL, PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Industri
Oleh :
0632010105
IMAM MUKAYANI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN“
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAKSI ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan ... 3
1.5. Asumsi ... 4
1.6. Manfaat ... 4
1.7. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Kinerja Perusahaan ... 6
2.1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja ... 7
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja ... 7
2.2 Supply Chain Management ... 8
2.3 Pengukuran Performansi Supply Chain ... 11
2.3.1 Kegunaan dan Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain 13 2.4 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model ... 14
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 17
2.5.1 Langkah-Langkah Analytical Hierarchy Process ... 20
2.5.2 Pengukuran Konsistensi Setiap Matriks Perbandingan ... 23
2.6 Pengumpulan Data ... 26
2.6.1 Data Primer ... 26
2.6.2 Data Sekunder ... 27
2.7 Penentuan Jumlah Sampel ... 27
2.8 Pengujian Data ... 28
2.8.1 Uji Validitas ... 28
2.8.2 Uji Reliabilitas ... 38
2.9 Scoring Sistem ... 29
2.10 Proses Normalisasi ... 30
2.11 Peneliti Terdahulu ... 32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2 Identifikasi Variabel ... 34
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 38
3.3.1 Penyusunan Kuisioner... 39
3.4.1 Uji Validitas ... 41
3.4.2 Uji Reliabilitas ... 41
3.4.3 Uji Konsistensi ... 42
3.4.4 Perhitungan Nilai Normalisasi Dengan Standarisasi SCOR 42 3.4.5 Perhitungan Nilai Akhir Performansi Supply Chain ... 42
3.5 Analogi Perhitungan KPI ... 43
3.6 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ... 45
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 53
4.1.1 Pengumpulan Kualitatif ... 56
4.1.2 Pengumpulan Data Kuantitatif ... 55
4.1.2.1 Plan ... 56
4.1.2.1.1 Data Produksi dan Rencana Produksi . 56 4.1.2.1.2 Data Permintaan Aktual Dan Permintaan Hasil Peramalan ... 56
4.1.2.1.3 Data Internal Relationship ... 56
4.1.2.2 Source ... 57
4.1.2.2.1 Data Source Employee Reliability ... 57
4.1.2.2.2 Data Supplier Delivery Lead Time ... 57
4.1.2.2.3 Data Payment Term ... 57
4.1.2.3.1. Data Manufacturing Employee Reliability 58
4.1.2.4 Deliver ... 58
4.1.2.4.1 Data Delivery Lead Time ... 58
4.1.2.4.2 Data Minimum Delivery Quantity ... 59
4.1.2.5 Return ... 59
4.1.2.5.1 Data Komplain Customer ... 59
4.1.3 Pembuatan dan Penyebaran Kuisioner ... 59
4.1.3.1 Pembuatan Kuisioner Indikator Kualitatif ... 59
4.1.3.2 Penentuan Sampel ... 60
4.1.4 Uji Validitas ... 60
4.1.4.1 Uji Validitas Kuisioner Karyawan Bagian DPK . 60 4.1.4.2 Uji Validitas Kuisioner Karyawan DPT ... 61
4.1.5 Uji Reliabilitas ... 62
4.1.5.1 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Bagian DPK ..62
4.1.5.2 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Bagian DPT 63 4.1.6 Pembobotan KPI ... 64
4.1.6.1 Pembuatan Kuisioner KPI ... 64
4.1.6.2 Penyebaran dan Pengumpulan Kuisioner KPI ... 64
4.1.6.3 Pembobotan KPI Dengan AHP ... 64
4.2 Pengolahan Data ... 65
4.2.1 Perhitungan Nilai Aktual Performansi Supply Chain ... 65
4.2.4 Agregasi Nilai Performansi ... 74
4.3 Analisa dan Pembahasan ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 82
5.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan ... 22
Tabel 2.2 Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process ... 22
Tabel 2.3 Nilai Indeks Random ... 25
Tabel 2.4 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 31
Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator ... 35
Tabel 3.2 Kategori Indikator Performansi ... 43
Tabel 4.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator di PT Laser Jaya Sakti ... 55
Tabel 4.2 Data Produksi dan Rencana Produksi PT Laser Jaya Sakti ... 56
Tabel 4.3 Data Permintaan Aktual Dan Permintaan Hasil Peramalan ... 56
Tabel 4.4 Data Internal relationship ... 56
Tabel 4.5 Data Source Employee Reliability ... 57
Tabel 4.6 Data Supplier Delivery Lead Time ... 57
Tabel 4.7 Data Payment Term ... 57
Tabel 4.8 Data Material order cost ... 58
Tabel 4.9 Data Manufakturing employeeReliability ... 58
Tabel 4.10 Data Delivery Lead Time ... 58
Tabel 4.11 Data Minimum Delivery Quantity ... 59
Tabel 4.12 Data Number of Customer Complaint ... 59
Tabel 4.13 Uji Validitas Bagian Tata Usaha dan Keuangan ... 61
Tabel 4.16 Uji Reliabilitas Bagian Instalasi, Pabrikasi, Tanaman ... 63
Tabel 4.17 Nilai Bobot KPI Setiap Level ... 65
Tabel 4.18 Hasil Performansi Supply Chain Aktual ... 68
Tabel 4.19 Hasil Scoring Aktual ... 71
Tabel 4.20 Nilai Akhir Kinerja Supply Chain ... 73
Tabel 4.21 Nilai Performansi Supply Chain Perusahaan ... 75
Tabel 4.22 Hasil Indikator Dengan Skor ... 77
Tabel 4.23 Hasil Indikator Dengan Skor Rendah ... 79
Gambar 2.1 Proses Dalam Supply Chain ... 10
Gambar 2.2 Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja Supply Chain ... 14
Gambar 2.3 Supply Chain Model ... 14
Gambar 3.1 Hirarki Awal Pengukuran Performansi Supply Chain ... 38
Gambar 3.2 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ... 45
Gambar 4.1 Hirarki Pengukuran Performansi Supply Chain ... 54
Supply Chain adalah konsep yang merupakan integrasi dari keseluruhan elemen dari perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen, yaitu merupakan kesatuan dari Supplier, Manufacturing, Customer, dan Delivery Process. Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui apakah rantai Supply Chain produk dalam suatu perusahaan telah beroperasi dengan baik atau belum, diperlukan adanya suatu sistem pengukuran kinerja.
PT. Laser Jaya Sakti merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur, hasil produksinya adalah separator. separator ini merupakan salah produk alat untuk pemisah minyak. PT. Laser Jaya Sakti sudah memiliki kerangka pengukuran kinerja tetapi pengukuran kinerja supply chain hanya diukur secara fungsional dan diterapkan pada bagian produksi dengan berbagai indikator kinerja seperti efisiensi material dan efisiensi total, sehingga konsep supply chain dalam perusahaan tidak stabil. Hal ini menjadikan tidak seimbangnya antara permintaan dan pasokan produk yang ada di PT. Laser Jaya Sakti.
Dengan memperhatikan fungsi supply chain dan masalah yang dihadapi PT. Laser Jaya Sakti, maka dilakukan penelitian yang dengan menggunakan Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model. Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model diperlukan untuk mengukur performansi dari suatu perusahaan. Supply Chain Operations Reference
(SCOR) Model diorganisasikan dalam lima proses utama Supply Chain yaitu Plan, Source,
Make, Deliver dan Return.
Hasil pengukuran performasi supply chain PT. Laser Jaya Sakti dapat diketahui bahwa nilai performansi.Pada Percentage of adjusted production quantitye didapat nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 8, Forecast Accuracy didapat nilai tertinggi 29 dan nilai terendah 3, Internal Relationship didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50, Source Employee reliability
didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50, Supplier Delivery Lead Time didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50, Payment term didapat nilai yang sama dalam waktu bulan yaitu 96.67, Material order cost didapat nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 38,
Manufacturing Employee Reliability didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 75, Delivery Lead Time didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 86.67, Minimum delivery quantity
didapat nilai tertinggi 35 dan nilai terendah 26, Number or Customer Complaint didapat nilai yang bagus yaitu 100. Dan dari 11 indikator performansi Supply Chain perusahaan terdapat 8 indikator yang mempunyai nilai skor yang tinggi dan 3 indikator yang mempunyai nilai skor rendah, yang terdiri dari Percentage of adjusted production quantity (39.3) perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melakukan perencanaan produksi dan meramalnya dengan metode yang sesuai dengan perusahaan, Forecast Accuracy (12.075) perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melihat kondisi pasaran dan dalam meramalkan permintaan produk harus melihat atau mengacu pada permintaan pada bulan-bulan sebelumnya, Minimum delivery quantity (30) perbaikan yang perlu dilakukan adalah sebaiknya perusahaan menyediakan jumlah transportasi jika jumlah pesanan lebih dari atau sama dengan 200 unit, hal ini untuk menekan biaya transportasi agar biaya transportasi dan harga produk seimbang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini menuntut
perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari.
Esensi dari persaingan terletak pada bagaimana perusahaan mengimplementasikan
proses dalam menghasilkan produk atau jasa yang lebih baik, lebih murah dan
cepat dibanding pesaingnya. Untuk itu dalam rangkaian kerja tersebut sebuah
perusahaan harus dapat memperbaiki performansinya agar dapat terus bersaing
dan mengalami kemajuan.
Supply Chain Operation Research (SCOR) Model diperlukan untuk mengukur performansi dari suatu perusahaan. Dari pengukuran tersebut akan
didapatkan hasil performansi yang akan mengarahkan perusahaan dan
memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan sendiri, supplier maupun
konsumen. Model SCOR diorganisasikan dalam 5 (lima) proses Supply Chain
utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return dimana ini pada level pertama, kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level untuk pengukuran
performansinya.
PT. Laser Jaya Sakti merupakan perusahaan yang bergerak didalam
industri manufaktur yang memproduksi separator yang berlokasi didesa Gempol,
Pasuruan, dimana produk – produk tersebut dikerjakan sesuai dengan permintaan
atau pemesanan dari pemesan secara continues agar perusahaan dapat
mengurangi kerugian. produk ini diamati karena produk tersebut di pesan dengan
spek yang ketat, pembuatanya berdasarkan progress dengan waktu yang
disepakati oleh kedua belah pihak (antara customer dan PT . Laser Jaya Sakti
sebagai fabricator).
Masalah yang terjadi di PT . Laser Jaya Sakti ini belum adanya system
pengukuran performansi yang sifatnya menyeluruh, pengukuran performansi
hanya di ukur secara fungsional dan hanya segi output saja, tanpa menggunakan
system pengukuran kinerja untuk mengontrol kinerja supply chain,sehingga
kurang efektif dan efisien.Target dan output produksi sering tidak sesuai, sering
tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sepenuhnya dan keterlambatan
datangnya bahan baku dari supplier.
Dengan memperhatikan fungsi supply chain dan masalah yang dihadapi
PT Laser Jaya Sakti, maka penulis melakukan penelitian yang dengan
mengembangkan suatu kerangka kerja pengukuran kinerja supply chain dengan
menggunakan indikator pengukuran kinerja yang lebih sesuai dengan kondisi dan
tujuan strategis perusahaan. Dengan harapan PT Laser Jaya Sakti lebih dapat
menyeimbangkan supply chain Management yang ada, agar plan, source, make,
deliver, return dapat berjalan dengan baik. Supply Chain Management merupakan
solusi dimana peneliti berusaha menyatukan aspek-aspek yang telah ada dari
seluruh aktivitas, yaitu sejak material datang dari pihak supplier, kemudian
material diolah menjadi produk jadi sampai produk didistribusikan ke konsumen
1.2. Perumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang
muncul adalah : “Mengetahui performansi dan indikator-indikator apa saja yang
perlu mendapatkan perbaikan melalui pendekatan Supply Chain Operations Reference (SCOR ) di PT . Laser Jaya Sakti?”
1.3. Batasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini terdapat batasan-batasan masalah yang dapat
diteliti yaitu :
1. Pengukuran dengan model Supply Chain Operations Reference (SCOR)
sampai pada level 3, yaitu penentuan parameter dari setiap matrik dan
komponen yang akan diukur.
2. Responden adalah semua staf di perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan
purcashing, marketing, logistic, enginering, PPIC.
3. Data yang diambil adalah data pada bulan januari sampai juni 2010.
1.4. Tujuan Penelitian
Dengan berdasar permasalahan-permasalahan yang ada, maka tujuan
penulisan skripsi ini adalah :
1. Mengetahui performansi kinerja Supply Chaín PT . Laser Jaya Sakti
2. Memberikan usulan perbaikan di PT . Laser Jaya Sakti agar perusahaan
1.5. Asumsi-asumsi
Asumsi dari penelitian ini adalah bahwa :
1. Semua kebijakan perusahaan selama penelitian ini tidak mengalami perubahan
secara signifikan.
2. Bahwa karyawan mempunyai skill yang sama
3. Karyawan mampu secara kolektif dalam tingkat yang lebih tinggi, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun strategi.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini antara lain :
1. Manfaat untuk kepentingan ilmiah.
Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai informasi dan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat untuk perusahaan.
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pimpinan perusahaan atau
pihak yang akan berkepentingan dalam keputusan lebih lanjut dimasa yang
akan datang. Dan juga dapat memaksimalkan hubungan antar bagian serta
dengan para mitra bisnisnya.
3. Manfaat bagi peneliti.
Sebagai studi banding antara teori yang diterima dibangku kuliah dengan
I.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, asumsi, manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan, yang diharapkan mampu memberikan
gambaran pelaksanaan dan pembahasan laporan skripsi ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti yaitu mengenai metode Supply Chain dan
bagaimana cara mengukur performansi kinerja perusahaan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi dan
definisi variabel serta langkah-langkah pemecahan masalah.
BAB IV ANALISA DAN PEMBASAHAN
Bab ini berisi tentang analisa hasil dan pembahasan pengukuran
performansi PT . Laser Jaya Sakti.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari penelitian skripsi dan
saran-saran sebagai masukan untuk pelaksanaan performansi
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pengukuran kinerja perusahaan pada periode tertentu sangat diperlukan agar
prestasi perusahaan dapat diketahui. Selama ini, pengukuran kinerja perusahaan
hanya berfokus pada perspektif keuangan saja, yang hanya menggambarkan
kinerja pada satu sisi yaitu perusahaan (internal), sedangkan sisi luar perusahaan
(eksternal) kurang tersentuh.
Adapun definisi dari pengukuran kinerja itu sendiri menurut para ahli,
antara lain sebagai berikut :
1. Mulyadi (1993)
“Penentuan secara periodik efektivitas operasional dari suatu organisasi
sebagai bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan : sasaran, standar
dan kriteria yang telah diharapkan sebelumnya”
2. Stoner et al (1996)
“Suatu ukuran seberapa efisien dan efektif individu atau organisasi dalam
tujuan yang memadai”
3. Anderson dan Clancy (1991)
“Feedback from the accountant to management that provides information about how well the action represent the plans, it also identifies where manager may need to make correction or adjusmention future planning and controlling activities”
4. Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997)
“The activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah
tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai
yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian–
penyesuaian atas aktifitas perencanaan dan pengendalian.
2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (1993) tujuan pengukuran kinerja adalah :
a) Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap
organisasi secara keseluruhan.
b) Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam
berorganisasi.
c) Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal)
menjalankan bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan secara
keseluruhan.
2.1.2. Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat dari sistem pengukuran kinerja
yang baik adalah :
1. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan
seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan
kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan sebagai
bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya–upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut.
2.2. Supply Chain Management
Perkembangan teknologi dan perubahan kondisi pasar yang cepat dan
persaingan dunia usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mampu
beradaptasi dengan perubahan tersebut. Perusahaan ini semakin menyadari adanya
keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan perusahaan tidak akan bisa bertahan
bila manajemen perusahaan masih terfokus pada integrasi proses internal. Untuk
mencapai keunggulan kompetitif dalam rangka untuk memenangkan pasar,
diawal tahun 1990, pandangan manajemen mulai bergeser ke manajemen Supply
Chain. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya penerapan
manajemen Supply Chain antara lain yaitu dapat meningkatkan customer
2.2.1. Pengertian Supply Chain Management
Istilah “Supply Chain Management” merupakan istilah yang baru bagi
beberapa orang. Namun satu fakta yang jelas bahwa dunia usaha telah berubah
dan setiap perusahaan diharuskan untuk mampu mencapai efisiensi tinggi dalam
proses sorcing, making, maupun delivering.
Supply Chain Management (SCM) adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaan dari kegiatan supply chain. Namun perlu ditekankan bahwa SCM
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat
kolaborasi.
Jadi SCM tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah
perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan
perusahaan-perusahaan partner. Koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan
menjadi diperlukan dalam supply chain karena perusahaan-perusahaan yang
berada pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir
yang sama, mereka harus bekerjasama membuat produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan
bekerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan dapat
dicapai. Oleh karena itu cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain,
tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain. (I Nyoman
2.2.2 Proses dalam Supply Chain
Ada 5 proses utama dalam supply chain dan ini dapat sabagai rancangan
awal key performance indicator sebagai berikut yaitu :
1. Plan, yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan
pengiriman (delivery) yang baik.
2. Source, yaitu proses untuk menyediakan produk dan jasa (raw material) untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
3. Make, yaitu proses untuk mentransformasi raw material menjadi produk jadi untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
4. Deliver, yaitu proses mengirimkan produk jadi dan jasa untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan actual, termasuk juga manajemen penjualan,
manajemen transportasi, dan manajemen distribusi.
5. Return, yaitu proses yang dikaitkan dengan pengembalian atau menerima kembali produk dengan berbagai alasan. Proses ini juga termasuk didalam
bagian delivery customer support.
2.3 Pengukuran Performansi Supply Chain
Pengukuran kinerja adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan
efisiensi dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern,
pengukuran kinerja bukan hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja,
melainkan juga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja.
Ada sejumlah tipe pengukuran kinerja yang berbeda yang digunakan untuk
mengkarakteristik sistem, khususnya sistem produksi, distribusi, dan inventori.
Banyaknya sistem pengukuran tersebut, maka untuk melakukan pemilihan sistem
pengukuran manakah yang paling sesuai dengan pengukuran performansi supply
chain sangat sulit.
Ide dari pengukuran kinerja ini diawali dari pengukuran operasi
manufakturing yang dilakukan oleh Frederick W. Taylor (father of scientific
methods) pada awal abad ke 20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi gerak dan waktu. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang
ada serta membuat kriteria yang obyektif untuk mengukur dan menetapkan kinerja
yang obyektif untuk mengukur dan menempatkan kinerja dan efisiensi pekerja
tersebut.
Lama-kelamaan pandangan pengukuran kinerja semakin berkembang.
Penelitian mengenai pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada penelitian
kinerja individual melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis
perusahaan. Pada awal tahun 1920 mulailah muncul dan berkembang sistem
pengukuran secara tradisional yang masih berfokus pada aspek finansial. Sistem
pengukuran tradisional ini dinilai oleh para praktisi dan akademisi memiliki
Pengukuran kinerja sebaiknya memiliki orientasi jangka panjang dibandingkan
dengan jangka pendek. Ukuran finansial menunjukkan dampak kebijakan dan
prosedur perusahaan pada posisi keuangan perusahaan jangka pendek, hal ini
merupakan salah satu kekurangan sistem kinerja secara tradisional.
Dalam pengukurannya, ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat antara
lain :
1. Ukuran tidak diorientasikan dan dipusatkan atas menyediakan suatu perspektif
memandang ke depan.
2. Ukuran tidak selalu dihubungkan dengan pentingnya masalah keuangan,
namun seperti pelayanan pelanggan/loyalty dan mutu produk.
3. Ukuran tidak secara langsung ada keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas
operasional.
Pengukuran performansi terhadap Supply Chain haruslah mengandung
indikator-indikator. Indikator-indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :
1. Aspek-aspek apa saja yang harus diukur ?
2. Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut ?
3. Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa,
memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai produktivitas ?
Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan tugas
yang mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan perlu
penggunaan ukuran-ukuran yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu :
2. Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat diukur).
3. Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran). (A. Zainur Razikh, ST, 2008)
2.3.1 Kegunaan dan Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain
Pengukuran kinerja dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan,
apakah perusahaan tersebut telah berjalan dengan baik dan mampu mencapai
tujuannya atau justru mengalami kemunduran. Pengukuran supply chain dan
analisisnya dapat digunakan untuk :
1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai macam variasi metode, proses,
teknik dan sistem yang dapat digunakan untuk me-manage supply chain dan
mempelajari entiti–entiti supply chain untuk mengidentifikasi area yang
berpotensi untuk dikembangkan.
2. Melakukan implementasi metode, proses, teknik dan sistem secara
keseluruhan untuk menunjang performa supply chain.
3. Untuk kontrol biaya.
4. Untuk kontrol kualitas.
5. Untuk menentukan level of customer service dan cara mengontrolnya.
(Ita Yustianingwati, ST, 2005)
Pengukuran kinerja supply chain mencakup pengukuran kinerja perusahaan
pada proses internal dan proses eksternal perusahaan. Proses internal perusahaan
merupakan seluruh proses yang terjadi didalam perusahaan mulai dari proses
proses eksternal merupakan proses yang melibatkan hubungan perusahaan dengan
stage yang berada diluar perusahaan, yaitu supplier dan Customer.
Gambar 2.2 Ruang lingkup pengukuran kinerja supply chain
2.4
Supply Chain Operations Reference (SCOR) ModelModel Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikembangkan oleh suatu
lembaga professional, yaitu Supply Chain Council (SCC). Supply Chain Council
(SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM)
dan AMR Research. Model ini dikuasakan kepada seluruh industry standart yang
digunakan untuk supply chain management. Model ini dikembangkan untuk
mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang
terlibat untuk memenuhi permintaan customer. (Supply Chain Council, 2004)
Adapun bentuk dari Supply Chain yang digambarkan oleh SCOR model
adalah :
Gambar 2.3. Supply Chain Model
Sumber : Supply Chain Council, Supply Chain Reference Model, Overview Version 6.1,
Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam
SCOR adalah sebagai berikut :
Performansi Supply Chain
Make Deliver Return
Source Plan
Reliability Responsiveness Flexibility
Indikator-indikator Performansi Supply Chain
Cost Assets
Gambar 2.4
Hierarki Awal Pengukuran Performansi Supply Chain
Level 0
Level 1
Level 2
1. Plan
Proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan Source, produksi dan
pengiriman yang terbaik.
2. Source
Proses yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh material dan
hubungan perusahaan dengan supplier.
3. Make
Proses untuk merubah (transformasi) material menjadi produk jadi untuk
memenuhi permintaan customer.
4. Delivery
Proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan.
5. Return
Proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang
dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5
(lima) proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return
dimana ini pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level
untuk pengukuran performansinya. Didalam level 2 SCOR, dimunculkan setiap
aspek yang akan diukur. Misalnya saja mengenai reliability, responsiveness,
flexibility, costs, dan assets.
Dari masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks
pengukuran yang akan diukur sehingga dapat kita nilai. Level dua dari SCOR,
performansinya. Sedangkan untuk level tiganya, setiap komponen yang ada di
mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan sesuatu yang detail dari komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai dilakukan
penentuan parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur. (I
nyoman Pujawan, 2005)
Adapun contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode SCOR, adalah
sebagai berikut :
A. Aspek reliability
1. Inventory inaccuracy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah fisik persediaan yang ada di gudang dengan catatan / dokumentasi yag ada.
2. Defect rate, yaitu tingkat pegembalian material cacat yang dikembalikan ke
supplier.
3. Stockout Probability, probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan.
B. Aspek Responsiveness
1. Planning cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi.
2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis
C. Aspek Flexibility
1. Minimum order quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa dipenuhi
supplier dalam setiap kali order.
2. Make volume flexibility, yaitu prosentase penongkatan yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1.8.2 Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk
cacat.
2.8.2 Machine maintenance, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk
perawatan mesin produksi.
E. Aspek Assets
1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material dengan waktu pembayaran ke supplier.
2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang untuk pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang
pembayaran dari konsumen. (Ita Yustianingwati, ST, 2005)
2.5. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP dikembangkan oleh Saaty (1980) dan dipergunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak terstruktur. Data yang ada
adalah bersifat kualitatif yang didasarkan, diamati, namun kelengkapan data
numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif.
AHP dapat diaplikasikan dengan berguna untuk mengelompokkan berbagai
sangat kompleks, menentukan kekonsistenan, memformulasikan konsistensi,
menganalisa permasalahan publik, analisa sensitivitas, evaluasi tingkat
kepentingan faktor, formulasi strategis, alokasi sumber daya, analisa benefit cost, aplikasi inovasi pada daerah baru , dan lain-lain.
Salah satu keuntungan utama AHP yang membedakan dengan model
pengambilan keputusan lainnya adalah tidak ada syarat konsistensi mutlak. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia sebagian didasarkan logika
dan sebagian lagi didasarkan pada unsur bukan logika seperti perasaan,
pengalaman dan intuisi.
Kelebihan AHP (Suryadi dan Ramdhani, 1998) dibandingkan dengan yang
lainnya karena adanya :
1. Struktur yang hirarki
2. bagai konsistensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria
yang paling dalam.
3. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
4. Memperhitungkan ketahanan output analisis sensivitas pemgambilan
keputusan.
5. Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif sekaligus.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang
multi-objektif dan multi-kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi
tiap elemen dalam hirarki, sehingga menjadi model pengambilan keputusan yang
Prosedur yang dipakai dalam model Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan Hirarki
Hirarki dibentuk untuk menyederhanakan suatu masalah yang rumit menjadi
lebih terstruktur. Sebuah hirarki menunjukkan pengaruh tujuan dari level atas
sampai level yang paling bawah. Hirarki sendiri dapat digolongkan menjadi
dua jenis yaitu :
• Hirarki struktural, yaitu suatu pembagian masalah yang rumit ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
• Hirarki fungsional, yaitu suatu penguraian masalah ke dalam beberapa
bagian didasarkan atas hubungan esensialnya.
2. Pair-wise Comparison
Merupakan perbandingan berpasangan yang digunakan untuk
mempertimbangkan faktor-faktor keputusan dengan memperhitungkan
hubungan antara faktor dan sub faktor itu sendiri.
3. Pengecekan Konsistensi
Pengecekan konsistensi bertujuan untuk melihat apakah perbandingan
berpasangan yang sudah dibuat masih berada didalam batas kontrol
penerimaan atau tidak. Apabila berada diluar batas maka dilakukan kajian
ulang untuk menyelidiki apakah konsistensi tersebut dapat diaplikasikan.
4. Evaluasi
Tahap ini bertujuan untuk mengevaluasi seluruh proses pembobotan, dimana
faktor dari seluruh alternatif harus diketahui. Bobot tersebut harus dilakukan
dengan bobot tertinggi adalah alternatif dengan prioritas tertinggi sehingga
alternatif tersebut merupakan yang terbaik.
2.5.1. Langkah-langkah Analytical Hierarchy Process
Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan
AHP adalah (Suryadi dan Ramdhani, 1998) :
1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan secara spesifik tujuan dan
solusi yang diinginkan. Jika digunakan untuk memilih alternatif atau
penyusunan prioritas alternatif, pada tahap ini dilakukan pengambilan
alternatif.
2. Menyusun masalah ke dalam struktur hirarki sehingga permasalahan yang
kompleks dapat ditinjau dari segi detail dan terukur. Penyusunan hirarki yang
memenuhi kebutuhan harus melibatkan pihak ahli didalam bidang
pengambilan keputusan.
3. Menyusun matriks-matriks perbandingan berpasangan untuk setiap level
dibawahnya, sebuah matriks untuk setiap elemen yang tepat berada pada level
diatasnya. Elemen-elemen pada level bawah saling diperbandingkan
berdasarkan pengaruhnya pada tiap elemen yang tepat pada level diatasnya.
Hasilnya adalah matriks penilaian bujur sangkar.
4. Pengisian matriks perbandingan berpasangan oleh pengambil keputusan.
Dibutuhkan sebanyak n(n-1)/2 judgement untuk setiap matriks pada tahap 3
diatas.
5. Melakukan pengujian konsistensi dengan menggunakan eigen value terhadap
hirarki. Pertama, uji nilai indeks konsistensi, hitung nilai ratio dari konsistensi
indeks dan random indeks.
6. 3, 4 dan 5 diulang untuk setiap level cluster dan hirarki.
7. Melakukan sintesis untuk menyusun bobot vektor eigen tiap elemen masalah
pada setiap level hirarki. Proses ini akan menghasilkan bobot elemen
pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas
penanganan. Prioritas dihasilkan dari suatu matriks perbandingan
berpasangan antar seluruh elemen pada level yang sama.
8. Mengevaluasi konsistensi hirarki, jika nilainya lebih besar 0,1 maka terjadi
inkonsistensi, kualitas data harus diperbaiki.
• Penyusunan Prioritas
Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu
persoalankeputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu
elemen-elemen dibandingkan berpasangan terhadap kriteria yang ditentukan.
Untuk memulai proses perbandingan berpasangan ini, mulailah pada puncak
hierarki untuk memilih criteria C, atau sifat, yang digunakan untuk melakukan
perbandingan yang pertama. Lalu, dari tingkat tepat dibawahnya, ambil
Susunan elemen-elemen ini pada sebuah matriks seperti tabel berikut :
Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan
C A1 A2 - - - A7
A1 1
A2 1
-
-
-
A7 1
Dari matriks ini, dibandingkan elemen A, dalam kolom sebelah kiri
dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan
dengan sifat C disudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2
Tingkat Kepentingan
dan
seterusnya. Untuk mengisi matriks banding berpasangan itu kita menggunakan
bilangan untuk menggambarkan relatif pentingkahnya suatu elemen diatas yang
lainnya, berkenaan dengan sifat tersebut tabel dibawah ini memuat skala banding
berpasangan.
Tabel 2.1 : Tabel Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process
Definisi Keterangan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai
pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu sedikit lebih
cukup daripada elemen yang lainnya
[image:33.595.111.553.560.746.2]lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting
daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting
daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu
angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I a = 1 / ij a ij
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
2.5.2. Pengukuran Konsistensi Setiap Matriks Perbandingan
Konsistensi adalah jenis pengukuran yang tak dapat terjadi begitu saja
atau mempunyai syarat tertentu. Suatu matrik, misalnya terdapat 3 unsur (i, j, k)
dan setiap perbandingannya dinyatakan dengan a. Konsistensi 100% apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
ik jk ij .a a
a =
dengan syarat tersebut maka matriks A berikut dapat dinyatakan konsistensi
[image:34.595.221.448.573.696.2]karena :
Tabel 2.2 : Contoh Matriks Perbandingan
i j k
i 1 4 2
A = j ¼ 1 4
k ½ ¼ 1
Apabila ketiga syarat diatas sudah bisa terpenuhi maka bisa dikatakan
konsistensinya 0%. Apabila muncul angka atau skala 5 dalam sebuah matriks
perbandingan maka tidak lain adalah 5/1. Dengan dasar tersebut maka dapat
dijelaskan bahwa :
aij = wi / wj, dimana i,j = bilangan asli
karena itu,
aij . ajk = (wi / wj) . (wj / wk) = wj / wk = aik
dan juga dapat dibuktikan bahwa :
aij = wj / wi = 1 / (wi / wj) = 1 / a
∑
=n =1 j
i i j
i . x y
a
ij
Apabila sejumlah n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui
dipecahkan dengan cara matriks maka bentuk persamaan matriksnya menjadi :
A . x = Y ... (1)
Dimana A merupakan matriks yang berisi koefisien-koefisien dari semua
persamaan. x merupakan variabel yang hendak dicari besarnya dan Y merupakan
konstanta di sisi kanan setiap persamaan. Rumus (1) dapat juga dinyatakan
sebagai berikut :
, dimana i = bilangan asli
Karena,
(
w /)
1.
aij j wi = , dimana i,j = bilangan asli Atau ) (1/w . w . a j n 1 j j ij
∑
= , dimana a, i = bilangan aslimaka
∑
=n =1 j
i j
ij. w n . w
yang adalah sama dengan
A . w = n . w ... (2)
Dalam teori matriks, rumus (2) menunjukkanbahwa w adalah eigen vestor
dari matriks A, sedangkan n menunjukkan eigen value nya.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas suatu
eigen value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.
Rumus dari index konsistensi (CI) adalah
(
)
( )
n-1 n CI= λmaks−Berikut ini indeks random untuk matriks berukuran 3 sampai 10 (matriks
[image:36.595.225.433.439.603.2]berukuran 1 dan 2 mempunyai inkonsistensi 0)
Tabel 2.3 : Nilai Indeks Random (RI)
N RI
1 0
2 0
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
(Sumber : Analytical Hierarchy Process, Bambang Brodjonegoro, 1991)
Rumus dari konsistensi/inkonsistensi (CR) itu sendiri dapat dituliskan
sebagai berikut :
CR = CI / RI
CI = Indeks Konsistensi
RI = Indeks Random
Tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah tingkat
inkonsistensi sebesar 10% kebawah (Bambang Permadi S. Brodjonegoro, 1991 :
15)
2.6. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua
macam, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder (Nazir,
1985 : 58)
2.6.1. Data Primer
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari
sumber pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa
macam cara antara lain :
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek
yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati objek
penelitian untuk dimengerti tentang objek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa
penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari
seseorang atau kelompok orang.
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang
diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh
peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
• Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak
sesuai untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
• Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan
yang memadai dan kemampuan yang cukup.
2.6.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber
pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen tertulis.
2.7 Penentuan Jumlah Sampel
Penentuan jumlah sample / kuesioner ini menurut Suharsini Arikunto
(2002), apabila Subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya
sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah
subyek besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10%-15%, maka
menggunakan rumus:
n = 15% x N
keterangan:
n = besar sampel
2.8 Pengujian Data
Metode pengujian data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua macam,
yaitu uji validitas dan uji reliabilitas (M.T.Safirin, 2002 : 33).
2.8.1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur,
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara
masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi
product moment sebagai berikut :
(
)
( )
[
2 2]
[
(
2( )
2)
]
Y Y N X X N Y) X)( ( -(X)(Y) N r Σ − Σ Σ Σ Σ Σ Σ =
Dimana : r = koefisien korelasi yang dicari
N = jumlah responden
X = skor tiap-tiap variabel
Y = skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan
angka kritik tabel korelasi nilai r.
2.8.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai
nama lain seperti kepercayaan, keandalan, keajegan, konsistensi dan sebagainya.
Namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa dalam
beberapa kali pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum
berubah.
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha.
Runus alpha dugunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan
1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.
Rumus alpha :
( )
Σ−
= 2
1 2
11 1
1 -k
k r
σσb
Dimana : r11 = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Σσb2 = jumlah varians butir
σ12 = varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science)
dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
2.9. Scoring System
Scoring System dilakukan untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap target yang telah ditetapkan untuk setiap indikator kinerja. Sebelum dilakukan
pengukuran dilakukan penentuan jenis skor terlebih dahulu. Adapun 3 macam
1. Lower Is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin rendah
nilainya (mendekati nol), maka kualitasnya akan lebih baik.
2. Larger Is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin besar nilainya
maka kualitasnya akan lebih baik.
3. Nominal Is Better
Pada karakteristik kualitas ini biasanya ditetapkan suatu nilai nominal tertentu,
dan semakin mendekati nilai nominal tersebut, kualitas semakin baik.
2.10. Proses Normalisasi
Proses normalisasi dilakukan agar masing-masing indikator kinerja
memiliki skala ukuran yang sama. Sebab jika indikator kinerja memiliki ukuran
skala yang berbeda, maka nilai kinerja tersebut tidak mencerminkan kinerja
perusahaan yang sebenarnya. Proses normalisasi dilakukan yaitu dengan rumus :
Untuk Larger is Better
Snorm =
min max
min) (
S S
S Si
−
− x 100 ...(2.1)
Untuk Lower is Better
Snorm =
min max
) max (
S S
Si S
−− x 100 ...(2.2)
Keterangan :
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator kinerja
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam
interval nilai tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan
seratus (100) diartikan paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap
indikator adalah sama, setelah itu didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.
Untuk memantau nilai pencapaian performansi terhadap nilai pencapaian
terbaik atau target yang ingin dicapai oleh perusahaan maka dibutuhkan sistem
monitoring indikator performansi. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian
performansinya dapat dikategorikan kedalam kondisi yang sangat rendah (poor)
sedangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas 90 maka dapat
[image:42.595.171.450.423.594.2]dikategorikan sangat baik sekali (excellent)
Tabel 2.4. Sistem Monitoring Indikator Performansi
Sistem Monitoring Indikator Performansi
> 90 Exellent
70 – 90 Good
50 – 70 Average
40 – 50 Marginal
< 40 Poor
Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000
2.11. Peneliti Terdahulu
Berikut akan dijelaskan secara singkat hasil peneliti terdahulu yang
berhubungan dengan penerapan metode Supply Chain Operations Reference
1. Andri Bagus Sulistiono :
Pengukuran performancsi supply chain dengan scor model, jurusan teknik
inddustri universitas pembangunan nasional veteran jawa timur, 2005
Dari pengukuran tersebut akan didapatkan hasil performansi yang akan
mengarahkan perusahaan dan memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan
sendiri, supplier maupun konsumen.
Dari hasil pengukuran performasi supply chain CV. Setia Group dapat
diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode bulan
Januari 2005 (73,74) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah
terdapat pada periode bulan April 2005 (55,58). Katagori indicator kinerja
Average.
2. Fitria Murdianingrum :
Pengukuran performancsi supply chain dengan scor model di PT. Selatan
Jadi Jaya ( SJJ ). jurusan teknik inddustri universitas pembangunan nasional
veteran jawa timur, 2005.
Hasil performansi Supply chain PT. Selatan Jadi Jaya yang paling tinggi
terdapat pada periode bulan juli 2005 (65.71) dan nilai performansi supply chain
yang paling rendah terdapat pada periode bilan November 2005 (62.56) serta
mempunyai performansi supply chain perusahaan rata-rata sebesar (64.69) yang
3. M.Arief Rohman :
Pengukuran kinerja supply chain dengan scor model ( Studi kasus : PT. Atak
Otomotif Indometal Waru ) 2006. Pada peneletiasn ini di dapatakan pengukuran
kinerja supply chain ( berdasarkan nilai kinerja aktual , Scoring system dengan
normalitas , nilai kinerja supply chain perusahaan ) yang paling tinggi terdapat
pada periode Januari 2005 (69.5) dan paling rendah terdapat pada periode April
2005 (63.9) Serta mempunyai nilai kinerja supply chain perusahaan rata-rata
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Laser Jaya Sakti, tbk yang terletak di Gempol,
Pasuruan, Penelitian dilakukan mulai januari 2010 sampai data yang dibutuhkan
tercukupi.
3.2. Identifikasi Variabel
Untuk memepertegas batasan-batasan yang dimaksud dalam tujuan peneliti,
maka perlu adanya identifikasi variabel yang digunakan yaitu :
1. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah seberapa baik kinerja dalam obyek
peneliti sehinggan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode
Supply Chain Operation Reference.
2. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah :
1) Plan, variabel ini dilihat dari proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan tindakan yang
memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman yang terbaik.
Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam melakukan perencanaan
sehingga tujuan strategis perusahaan bisa tercapai.
2) Source, variabel ini dilihat dari proses yang berkaitan dengan aktivitas
untuk memperoleh material dan hubungan perusahaan dengan supplier.
Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh material dan
menjalin hubungan dengan supplier.
3) Make, variabel ini dilihat dari proses untuk merubah (transformasi) material
menjadi produk jadi untuk memenuhi permintaan customer. Terfokus pada
kemampuan perusahaan mentransformasikan bahan baku menjadi produk
setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada.
4) Deliver, variabel ini dilihat dari proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan. Terfokus pada kemampuan perusahaan
dalam melakukan pengiriman order untuk memenuhi permintaan
konsumen.
5) Return, variabel ini dilihat dari proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai
alasan. Terfokus pada kemampuan perusahaan yang berkaitan dengan
[image:46.595.108.515.504.754.2]proses pengembalian produk karena alasan tertentu.
Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator
Key Performansi Indikator Keterangan
PLAN Reliability
Number of production schedule revision
Jumlah jadwal produk yang mengalami perubahan
Percentage of adjusted production quatity
Prosentase perubahan jumlah unit produksi dengan rencana produksi awal
Forecast Accuracy Prosentase penyimpangan permintaan actual dengan permintaan hasil peramalan
Inventory accuracy of material
Keakuratan persediaan dalam material
Inventory accuracy of packaging
Keakuratan persediaan dalam pengemasan
Inventory accuracy of finished product
Keakuratan persediaan dalam produk akhir
Internal Relationship Hubungan internal antara bagian dalam perusahaan
Planning employee reliability
Keandalan tenaga kerja bagian PPC
product specification melakukan penelitian dan pengembangan produk baru
Time to revise production schedule
Waktu yang dibutuhkan untuk merevisi jadwal produksi
Time to produce a production schedule
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi
SOURCE
Reliability
Supplier Delivery Performance
Kinerja pengiriman supplier
Source Employee Reliability
Keandalan tenaga kerja bagian pengadaan bahan baku
Percentage of suppliers with long term contracts
Prosentase supplier jangka panjang
Supplier reliability Keandalan dari supplier
Responsiveness
Supplier delivery lead time
Rata-rata rentang pengiriman
Source Volume
responsiveness of material
Tingkat ketanggapan volume bahan baku
Source volume responsiveness of packaging
Tingkat ketanggapan volume pengemasan
Time to identify a new supplier
Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengidentifikasi supplaier baru
Flexibility
Source item flexibility of packaging
Banyaknya perubahan jenis material yang diminta yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu
Minimum order quality of packaging
Jumlah minimum kuantitas untuk setiap kali order yang bias dipenuhi oleh supplier
Cost
Material order cost Biaya yang dikeluarkan untuk order material
Supplier evaluation cost Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan ecvaluasi supplier dalam 1 tahun
Assets
Cash to cash cycle time Waktu sejak perusahaan
mengeluarkan uang untuk membeli material sampai dengan menerima uang dari konsumen
Payment term Rata-rata selisih waktu antara penerimaan material dari supplier sampai dengan waktu pembayaran ke supplier
MAKE Reliability
Percentage of product out of weight specification
Prosentase produk yang keluar dari spesifikasi berat
Number of backorder Jumlah unit yang diproduksi secara backoerder salam suatu permintaan
Repair time percentage Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak
Breakdown time percentage
Waktu yang menyebabkan proses produksi terhenti
Time between machine failure
Waktu rata-rata antar kerusakan mesin yang menyebabkan proses terhenti
Manufacturing employee reliability
Responsiveness
Production lead time Lead time produksi
Make volume responsiveness
Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi peningkatan permintaan sebesar 20%
Make item responsiveness Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi perubahan jenis produk
Changeover time Waktu persiapan mesin yang diperlukan apabila terjadi
penggantian jenis produk yang akan diproduksi
Flexibility
Make volume flexibility Prosentase peningkatan permintaan yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu
Production item flexibility Flexibiltas item produk
Cost
Overhead cost Biaya overhead
Defect cost Biaya-biaya penggantian produk cacat
Machine maintenance cost Biaya perawatan mesin
Assets Asset turn Total penerimaan kotor dibagi total
asset bersih
DELIVER
Reliability
Delivery fill rate Prosentase jumlah permintaan yang bias dipenuhi dari total permintaan
Percentage of orders delivered complete
Prosentase order yang kuantitasnya terkirim lengkap
Stockout probability Kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan
Responsiveness
Delivery lead time Waktu sejak distributor industri memesan barang sampai barang diambil
Flexibility Minimum delivery quantity
Jumlah minimum pengiriman
Cost Holding cost Biaya penyimpanan per unit
RETURN
Reliability
Product reject rate Tingkat pengembalian produk
Number of customer complaint
Jumlah complain dari konsumen
Responsiveness
Time to solve a complain Waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi complain konsumen
Packaging supplier repair time
Waktu yang dibutuhkan supplier untuk mengganti material yang diklaim setiap kali terjadi klaim
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada 2 macam,
yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber
pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara
antara lain :
1. Pengamatan (observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek
yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati obyek penelitian
untuk dimengerti tentang obyek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa
penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari
seseorang atau kelompok orang.
3. Daftar pertanyaan (angket / kuesioner)
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang
diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh
peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a.Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak sesuai
untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
b.Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan yang
memadai dan kemampuan yang cukup.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama
dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen perusahaan.
Pada tahapan ini penulis membuat kuesioner yang berhubungan dengan
pengukuran performansi Supply Chain PT. Laser Jaya Sakti. Penyusunan
kuesioner dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan
pengumpulan data. Kuesioner harus ringkas dan tidak membingungkan
responden.
Penyusunan kuesioner pengukuran performansi Supply Chain :
Kuesioner tingkat kepentingan
Untuk mengetahui seberapa penting atribut Key performance Indicator (KPI)
bagi kinerja perusahaan.
Untuk pengisian kuesioner pada bagian tingkat kepentingan, responden
diminta memberikan skala nilai terhadap atribut-atribut Key performance
Indicator (KPI) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Skala yang digunakan adalah skala kepentingan Analitical Hierarkhi Process (AHP).
1 = Kedua elemen sama penting
3 = Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
5 = Elemen yang satu sedikit lebih cukup dari elemen yang lain
7 = Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain
9 = Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai berdekatan
3.3.2 Penyebaran Kuesioner
Setelah kuesioner dibuat maka penulis menyebarkan kuesioner kepada
pihak-pihak yang ada di PT. Laser Jaya Sakti yang mengerti tentang masalah
3.4 Pengolahan Data
3.4.1 Uji Validitas
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi
antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan
menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
r =
(
)( )
[
2 2]
[
(
2)( )
2]
) )( ( ) )( (
∑
∑
∑
∑
∑
∑ ∑
− Y Y N X X N Y X Y X N dimana :r = Koefisien korelasi yang dicari
N = Jumlah responden
X = Skor tiap-tiap variabel
Y = Skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan
dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.
3.4.2 Uji Reliabilitas
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus
Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument
yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha :
r11 −
−
∑
2dimana :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
Σσb2 = Jumlah varians butir
σ12
a. Consistency Index (CI)
= Varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social
Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
3.4.3 Uji Konsistensi
Dalam uji konsistensi ini, dilakukan perhitungan antara lain :
CI = 1 max −− n n λ
b. Consistency Ratio (CR)
CR =
RI CI
Matriks konsistensi jika CR ≤ 0,1
3.4.4 Perhitungan Nilai Normalisasi dengan Standarisasi SCOR
Dalam proses standarisasi SCOR ini, diberlakukan perhitungan
sebagai berikut :
1. Large is Better
Snorm
(
)
100%min max min x S S S Si − − =
2. Lower is Better
Snorm
(
)
100%min max max x S S S S i −− =
Untuk menghitung nilai akhir performansi Supply Chain diberlakukan rumus :
Pi =
∑
=
n
j
j ijW
S 1
Dimana :
Pi = Total performansi supply chain varian i
n = Jumlah obyektif performansi
Sij = Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j
Wj
Sistem Monitoring
= Bobot dari obyektif performansi
Dari perhitungan tersebut akan menghasilkan nilai performansi dari
PT. Laser Jaya Sakti. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian performansinya
dapat dikategorikan dalam kondisi yang sangat rendah (poor) sedangkan jika
nilai kinerjanya > 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali
Indikator Performansi
> 90 Exellent
71 – 90 Good
51 – 70 Average
40 – 50 Marginal
< 40 Poor
[image:53.595.171.451.434.608.2](Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)
Tabel 3.2 : Kategori Indikator Performansi
3.5 Analogi Perhitungan KPI
2. Perhitungan Nilai Aktual Performansi Supply Chain per indikator.
Contoh perhitungan untuk KPI Percentage of adjusted production quantity
(PAPQ) adalah sebagai berikut :
Rumus :
(
rencanaproduksi)
Target
Produksi
x 100%
3. Scoring System Dengan Normalisasi.
Scoring system berfungsi untuk menyamakan skala nilai dari masing-masing KPI. Contoh perhitungan untuk PAPQ adalah sebagai berikut :
Rumus :
(
)
Smin Smax
Si Smax
−− x 100%
4. Perhitungan Nilai Akhir Kinerja Supply Chain.
Perhitungan nilai akhir kinerja supply chain dapat diperoleh dengan
persamaan:
i KPI = Wi * Ni
Dimana :
i KPI = Nilai performansi KPI ke-i
Wi = Nilai bobot KPI ke-i
Ni = Nilai Normalitas KPI ke-i
5. Agregasi Nilai Performansi.
Nilai performansi agregat adalah jumlah keseluruhan dari perkalian bobot dan
nilai normalisasi KPI dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
NAgregat =
∑
I KPI =∑
Wi*NiDimana :
NAgregat = Nilai performansi supply chain perusahaan
I KPI
Wi = Nilai bobot KPI ke-i
Ni = nilai normalitas KPI ke-i
6. Membuat Grafik Nilai Performansi Supply Chain.
3.6. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Langkah-langkah pemecahan masalah diperlukan sebagai pedoman
pelaksanaan penelitian agar proses penelitian dapat berjalan secara sistematis dan
terarah. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan dapat
Mulai
Studi Literatur
Uji Reliabilitas Uji Validitas Tujuan Penelitian
Buang data yang tidak valid
Identifikasi Variabel
Penyebaran Kuisioner
Studi Lapangan
Penyusunan Kuisioner Indikator Kualitatif Perumusan Masalah
Valid?
Reliabel? Ya
Ya
Penyusunan Kuisioner KPI
Penyebaran Kuisioner
A
Tidak
Ya
Gambar 3.2 : Langkah-langkah pemecahan masalah
Penjelasan langkah-langkah pemecahan masalah :
1. Studi Literatur
Di dalam melakukan penelitian ini, diperlukan informasi-informasi sebagai
lan