• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemaknaan Orang Muda Katolik (OMK) pada kegiatan gereja : sebuah studi fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung Semarang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemaknaan Orang Muda Katolik (OMK) pada kegiatan gereja : sebuah studi fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung Semarang."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

vii

PEMAKNAAN

ORANG MUDA KATOLIK (OMK) YANG AKTIF KETIKA BERPERAN PADA KEGIATAN GEREJA (Sebuah Studi Fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY,

Keuskupan Agung Semarang) Yanuar Prihastomo

ABSTRAK

Desain penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mengetahui proses pemaknaan orang muda katolik (OMK) yang aktif ketika berperan pada kegiatan Gereja. Peneliti tertarik terhadap fenomena ini karena adanya suatu dinamika kehidupan yang menarik. OMK dengan kesibukannya menjalani tugas perkembangan, dihadapkan pada pilihan kegiatan-kegiatan Gereja. Keadaan seperti ini ternyata tidak menyurutkan minat OMK untuk selalu meluangkan waktunya mengisi kegiatan Gereja. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui apa sebenarnya pemaknaan kegiatan Gereja bagi mereka. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang muda katolik yang hidup dan berkegiatan di paroki Pugeran, Yogyakarta. Subjek diperoleh dengan berdasar pada pedoman penelitian kualitatif, yaitu sampel harus berfokus pada intensitas. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara yang mendalam. Analisa penelitian ini menggunakan modifikasi metode Stevick-Colaizzi-Keen dari Moustakas (1994). Verifikasi data dilakukan dengan proses intersubjective validity, yaitu menguji kembali pemahaman peneliti dengan pemahaman subjek melalui interaksi timbal balik atau disebut juga back-and-forth. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaknaan kegiatan Gereja bagi OMK adalah sebagai proses pembentukan/pencapaian identitas diri. Proses pembentukan/pencapaian identitas adalah ketika individu mampu mengintegrasikan potensi-potensi, ketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, menjaga pertahanan terhadap ancaman, serta mampu memutuskan peran-peran yang cocok bagi dirinya (Erikson, 1974). Jadi proses pembentukan/pencapaian identitas diri OMK terjadi karena adanya kebutuhan, kesadaran, dan keinginan yang terkombinasi dengan sosio-historis yang unik dan khas dari keluarga Kristiani dan Gereja.

(2)

viii

UNDERSTANDING

THE CATHOLIC YOUTH (OMK) WHO ACTIVELY INVOLVED IN CHURCH ACTIVITIES

(A Phenomenological Study in Pugeran Parish, Yogyakarta Special Province, Semarang Diocese)

Yanuar Prihastomo

ABSTRACT

This phenomenological research aimed to figure out the understanding process of Catholic Youth (OMK) who actively involved in Church activities. The researcher feels anxious to see this phenomenon due to the interesting life dynamism these young people had. OMK, in which has many activities to do as an actualization of their responsibility in living their life process, had to deal with Church activities. In fact, this condition did not decrease their interests in spending their time to take part in Church activities. Based on such phenomenon, the researcher is eager to find out what is the meaning of Church activities for them. There are three Catholic youth who live and actively involved in Pugeran Parish, Yogyakarta taken as the subject of this research. These three subjects were taken based on qualitative research orientation, in which the subjects should focus on intensity. Data collection was gained through deep interviews. The writer uses modified Moustakas’ (1994) Stevick-Colaizzi-Keen method in research analysis. The data verification was taken through inter-subjective validity process. In this process, the researcher’s and the subjects’ understanding were re-examined through reciprocity interaction which also called back-and-forth. The result of this research shows that the meaning of Church activities for OMK is as a part of self identity figuration/achievement process. What is meant by self identity figuration/achievement process here is when an individual is able to integrate potentials, have identifying skills together with those who are having the same agreement, and able to adapt with social environment, to maintain the protection from threat, and able to decide suitable roles for themselves (Erikson, 1974). In conclusion, self identity figuration/achievement process of OMK occurred from the needs, awareness and desires combined with unique and special characteristics of socio-historical backgrounds in Christian family and church.

(3)

i

PEMAKNAAN

ORANG MUDA KATOLIK (OMK) YANG AKTIF PADA KEGIATAN GEREJA

(

Sebuah Studi Fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: YANUAR PRIHASTOMO

02 9114 006

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Semakin kita mencari tahu,

semakin sadar bahwa kita tidak

tahu apa-apa

(Socrates)

“ Tak ada orang yang terlahir jenius. Berusaha

mengasah kemampuan & berjuang dengan segenap

hati, itulah yang dinamakan dengan jenius sejati... ”

(Harlem Beat)

Diam dan mendengarkan, atau berbicara dan mencari tahu?

Sebenar-benarnya pada akhir nanti engkau akan tahu, dan

memilih.

Akan menjadi bijak, atau hebat…

Atau mungkin kedua-duanya…

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh cinta dan kasih, kupersembahkan karya ini kepada:

Allah Bapa, Penyelenggara Alam Semesta

Yesus Kristus, Guru kehidupanku

Bapak dan Ibu; kepercayaan Tuhan untukku

Kakak dan adikku

Sahabat serta teman-teman; “kekasih hati” dalam kesetiaan dan

kebersamaan

Hal apapun; yang telah saling “memperkaya”

(8)
(9)

vii

PEMAKNAAN

ORANG MUDA KATOLIK (OMK) YANG AKTIF KETIKA BERPERAN PADA KEGIATAN GEREJA (Sebuah Studi Fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY,

Keuskupan Agung Semarang) Yanuar Prihastomo

ABSTRAK

Desain penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mengetahui proses pemaknaan orang muda katolik (OMK) yang aktif ketika berperan pada kegiatan Gereja. Peneliti tertarik terhadap fenomena ini karena adanya suatu dinamika kehidupan yang menarik. OMK dengan kesibukannya menjalani tugas perkembangan, dihadapkan pada pilihan kegiatan-kegiatan Gereja. Keadaan seperti ini ternyata tidak menyurutkan minat OMK untuk selalu meluangkan waktunya mengisi kegiatan Gereja. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui apa sebenarnya pemaknaan kegiatan Gereja bagi mereka. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang muda katolik yang hidup dan berkegiatan di paroki Pugeran, Yogyakarta. Subjek diperoleh dengan berdasar pada pedoman penelitian kualitatif, yaitu sampel harus berfokus pada intensitas. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara yang mendalam. Analisa penelitian ini menggunakan modifikasi metode Stevick-Colaizzi-Keen dari Moustakas (1994). Verifikasi data dilakukan dengan proses intersubjective validity, yaitu menguji kembali pemahaman peneliti dengan pemahaman subjek melalui interaksi timbal balik atau disebut juga back-and-forth. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaknaan kegiatan Gereja bagi OMK adalah sebagai proses pembentukan/pencapaian identitas diri. Proses pembentukan/pencapaian identitas adalah ketika individu mampu mengintegrasikan potensi-potensi, ketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, menjaga pertahanan terhadap ancaman, serta mampu memutuskan peran-peran yang cocok bagi dirinya (Erikson, 1974). Jadi proses pembentukan/pencapaian identitas diri OMK terjadi karena adanya kebutuhan, kesadaran, dan keinginan yang terkombinasi dengan sosio-historis yang unik dan khas dari keluarga Kristiani dan Gereja.

(10)

viii

UNDERSTANDING

THE CATHOLIC YOUTH (OMK) WHO ACTIVELY INVOLVED IN CHURCH ACTIVITIES

(A Phenomenological Study in Pugeran Parish, Yogyakarta Special Province, Semarang Diocese)

Yanuar Prihastomo

ABSTRACT

This phenomenological research aimed to figure out the understanding process of Catholic Youth (OMK) who actively involved in Church activities. The researcher feels anxious to see this phenomenon due to the interesting life dynamism these young people had. OMK, in which has many activities to do as an actualization of their responsibility in living their life process, had to deal with Church activities. In fact, this condition did not decrease their interests in spending their time to take part in Church activities. Based on such phenomenon, the researcher is eager to find out what is the meaning of Church activities for them. There are three Catholic youth who live and actively involved in Pugeran Parish, Yogyakarta taken as the subject of this research. These three subjects were taken based on qualitative research orientation, in which the subjects should focus on intensity. Data collection was gained through deep interviews. The writer uses modified Moustakas’ (1994) Stevick-Colaizzi-Keen method in research analysis. The data verification was taken through inter-subjective validity process. In this process, the researcher’s and the subjects’ understanding were re-examined through reciprocity interaction which also called back-and-forth. The result of this research shows that the meaning of Church activities for OMK is as a part of self identity figuration/achievement process. What is meant by self identity figuration/achievement process here is when an individual is able to integrate potentials, have identifying skills together with those who are having the same agreement, and able to adapt with social environment, to maintain the protection from threat, and able to decide suitable roles for themselves (Erikson, 1974). In conclusion, self identity figuration/achievement process of OMK occurred from the needs, awareness and desires combined with unique and special characteristics of socio-historical backgrounds in Christian family and church.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah Bapa di Surga atas rahmat dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selesainya penulisan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1.

2. Yesus Kristus dengan ajaran-ajaran kehidupanNya

Allah Bapa yang telah memberikan kesempatan ‘coretan tak berarti’ ini berada di kanvas agungNya.

3. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Faultas Psikologi atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.

4. Ibu Titik Kristiani, M. Psi., dan Ibu Tanti Arini, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bekerja keras membimbing selama masa studi dengan penuh kesabaran, serta mencurahkan perhatian dengan sepenuh hati.

5. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, bimbingan, dan dorongan dengan penuh kesabaran. Maaf, Pak Didik. Saya pernah seperti domba yang sempat (meng)hilang….

(13)

xi pahlawan mahasiswa.

8. Semua teman-teman Psikologi, antara angkatan ’98 sampai ’08 yang tidak bisa kami sebut satu-persatu. Terima kasih atas dinamikanya selama ini.

9. Bapak Muhabdan, Ibu Anna Suparti, mbak Asih dan mas Edi, Danna, Lik Uri, Lik Mah dan Nur serta semua saudaraku, terima kasih atas segala perhatian, kesabaran, dukungan, dan doa yang telah diberikan.

10. The Tumindak Ngiwo (Kopeto, Windra, Neri, Achong Yo’i, Wawan, Aris, Ganyong, Barjo, Suko, Dika, Doni, Laura, Almh. Cynthya Dewi Putri, Alm. Michael Cahyo Pamungkas, Danang, Pak Guru Purwoko, Alit, Sigot, Eyang, Imam, Mbak Ayu’, Cik Seni; nuwun yo, cik..hehe, Yoga, Ciput, Dik Sari, Klowor, Ricky, Itong, Berta, Min-min, Sisir, Ine’ dan semua ‘anggota-anggotanya’). Tujuh tahun telah menjadi keluarga besar kedua. Yo dadi masku, mbakku, adikku…. Pokoke saudaraku.

11. Teman-teman Psi ’02 seperjuangan. Kang Adi, Dimas, Ching He, Dodi, Aan, Bona, Lisna, Ning, Dani, Echa, Ndaru, Tisa, Tita, Ian, Pongki, Si Be, Panji, Niko, Ndus, Memei, Hera, Festa, Trisa, Mita, Nanut, Diah…..Akeh tenan, je…

12. Ngadicool Brother (Bayu, Toni, Robert, dan Mas Nunung). Ayo! Dolan-dolan, tembak-tembakan, futsal, nguliner, mojok…. njut dolan-dolan meneh! *Jo lali ngurus

(14)

xii

13.Saint Cool. (Dab Lilik, mbak Ninik, mbak Novi, bang Gupi, Mas Oko, Marji, Seno, Ajeng, Praci, Iot and The Gank…Mari kita berkarya dan membangun…Dengan week end dan pesta!!

14.Rumah Taman (Sani; Matur nuwun atas semua selama 8 tahun ini. Mas Paku, Cucuk, Pecek, Agung ‘mie’, Doni; Mreneo. Motong aku…)

15.Rm. Warsito. Matur nuwun atas doanya. Ayo, katanya suka nguliner?! : ) 16.Teman-teman Gereja Pugeran. Fajar; Nuwun. ‘Api’ tengah malamnya

manjur!, Ajeng & Ireda; yang sabar & tetap semangat yo, nduk : ) Nuwun

atas bantuan tambahan data MPP dan PIA nya.

17.Rekan-rekan PIA & MPP. Matur nuwun sedoyo kemawon…

18.Rekan-rekan kevikepan DIY. Denta, Ivan, Choice, Mita, Yayan, Eta, Ayo’, Opit, Nono’, Rony, Babi, Erick, Dian, Dita…

19.Semua teman yang pernah menjadi satu kepanitiaan dimanapun.

20.Zpegata ‘95 3B. 26, 15, 5, 40, 14, 23….Top! Wis tuo ngene, tetep (niat) bersatu! : )

21.Eks Rekan-rekan divisi Psikososial PRY. Mbak Thia, Mas Muji, Pak Frans, Mbak Lia Ndut, Mbak Alfa, Sius, Pati, Mbak Ike, Mbak Edina, Ayu, Bimo, Mas Kristo, Vembri, Siril….Mari kita belajar klinis…: ) 22.Kepuh Crew (Jatmiko, Ika, Patrick, Uci’, Sasa, Asti, Nopra, Vita dan

Ayu’)

(15)
(16)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR SKEMA ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

(17)

xv

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Peran Kepemudaan Orang Muda Katolik (OMK) ... 9

1. Peran dan Peranan ... 9

2. Aktif dan Keaktifan ... 12

3. Identitas ... 13

4. Orang Muda Katolik…….………...….…...26

5. Pemuda dan Kepemudaan……….……….……….…...27

B. Peran Kepemudaan Gereja dan di Kehidupan Sehari-hari ... 27

C. Kerangka Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Fokus Penelitian ... 33

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Metode Pengumpulan Data ... 35

E. Analisa Data ... 36

F. Keabsahan Data atau Verifikasi Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan Penelitian ... 39

B. Situasi dan Kondisi Kehidupan Gereja Pugeran ... 39

1. Dinamika Kegiatan Gereja ... 39

(18)

xvi

C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 42

D. Tema-tema ... 45

1. Tema-tema dasar pengalaman berkegiatan untuk Gereja ... 45

2. Sintesa data pengalaman ... 61

E. Status Identitas ... 63

F. Pembahasan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 68

A. Kesimpulan ... 81

B. Kelemahan Penelitian ... 82

C. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

(20)

xviii

DAFTAR SKEMA

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Verbatim Subjek 1 ... 88

Lampiran 2. Horizonalization Subjek 1 ... 101

Lampiran 3. Tekstural Subjek 1 ... 113

Lampiran 4. Struktural Subjek 1 ... 123

Lampiran 5. Struktur Umum Subjek 1 ... 124

Lampiran 6. Data Statistik MPP ... 125

Lampiran 7. Data Statistik PIA ... 125

Lampiran 8. Data Statistik Koor...127

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia kepemudaan Gereja, tidak dapat dipungkiri bahwa peran orang muda katolik sangat penting bagi terlaksananya visi-misi Gereja dalam menjalankan tugasnya di masyarakat. Orang muda katolik secara umum, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan karya-karya/agenda Gereja yang telah diberikan kepadanya. Seperti yang telah disepakati, kaum muda dituntut secara aktif untuk menghidupi kegiatan-kegiatan kepemudaan maupun umat secara umum (Isnugroho, wawancara, 13 September 2009). Tugas orang muda tercantum dalam buku pedoman yang telah disusun oleh Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia. Isinya secara garis besar adalah bahwa mereka diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berharga nanti baik kepada masyarakat maupun kepada umat katolik/Gereja (Komisi Kepemudaan KWI, 1991). Dengan adanya pedoman ini, orang muda katolik berada pada posisi yang cukup penting dan berpengaruh pada kebijakan-kebijakan Gereja dalam mengisi agendanya.

(23)

Juli 1010). Gereja telah memberikan penghargaan, kesempatan, tanggung jawab dan kepercayaan pada kaum muda dengan dibentuknya organisasi sebagai wadah yang dinamakan Mudika (muda-mudi katolik). Dalam hal ini mereka diposisikan sebagai subjek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina (Komisi Kerasulan Awam KWI, 1994).

Kesulitan yang terjadi adalah terbenturnya antara loyalitas dan totalitas orang muda di kegiatan kepemudaan Gereja, dengan tugas perkembangan/pribadi mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, disini loyalitas dan totalitas teruji. OMK harus mengelola waktu sebaik mungkin, bahkan sampai mengorbankan kebutuhan pribadi, seperti: sekolah, kuliah, pekerjaan, pembagian tugas-tugas sebagai anak di rumah, dan lain-lain. Tugas perkembangan kaum muda dalam tahap dewasa dini, seperti; kuliah, mulai bekerja, mulai membina keluarga, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok sosial cepat atau lambat akan dialami dan dilakukan oleh sebagian besar kaum muda. Sedangkan tugas perkembangan pada masa-masa sebelumnya (remaja) juga harus dilalui dengan baik, seperti; studi/sekolah, mencapai peran sosial dan perilaku sosial yang diharapkan, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku-mengembangkan ideologi (Havighurst dalam Hurlock, 1996).

(24)

umat lingkungan, wilayah, maupun paroki. Maka tidak heran jika muncul keluhan dan terjadi benturan kepentingan antara orang tua dengan para pengurus di lingkungan maupun di struktur kepengurusan Gereja.

Walaupun hak-hak orang muda sudah terfasilitasi, tetap saja itu bukan merupakan suatu hal yang mampu menjawab problematika-problematika yang terkait dengan permasalahan OMK yang dimana tugas-tugas pribadi begitu sangat padat dan menguras cukup banyak waktu serta tenaga. Alih-alih ingin mengembangkan diri dan memaksimalkan fasilitas yang ada, mereka malah melupakan tugas utama mereka untuk belajar dan bekerja (Lilik, wawancara, 31 Januari 2010). Keadaan ini bisa kita temui di banyak lingkungan, dimana perselisihan-perselisihan kecil muncul di tengah keluarga OMK.

(25)

Peran diharapkan oleh kaum muda. Mereka mengharapkan melakukan sesuatu atau berperilaku yang kemudian memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok. Di sisi lain adanya harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu (Biddle & Thomas dalam Suhardono, 1994). Orang lain pada umumnya dalam konteks ini adalah masyarakat secara umum, masyarakat Gereja/para keluarga Kristiani dan Gereja itu sendiri. Biasanya kaum muda ini masuk dalam kepanitiaan-kepanitiaan yang telah dibentuk, baik itu dari struktur kepengurusan lingkungan, wilayah, maupun paroki.

Orang muda katolik adalah sebuah kelompok dalam tahap perkembangan dimana mereka melakukan aktivitas secara aktif untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menginterpretasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif peran. Hal ini merupakan berlangsungnya eksplorasi dalam pembentukan identitas dirinya (Marcia dalam Santrock, 2003).

(26)

nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peran kepemudaan tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pembinaan dan perbuatan secara aktif dan terorganisasi dalam menjalankan tugas sebagai kaum muda Gereja (Komisi Kepemudaan KWI, 2008). Tugas dan peran ini tidak hanya sebuah bentuk rasa dan kepekaan akan kesadaran di dalam pengetahuan keagamaan saja, bahkan diharapkan ada tuntutan yang lebih dari pada itu, yaitu kemampuan di dalam organisasi kemasyarakatan secara umum (eksternal). Hal ini dikarenakan orang muda Gereja adalah kaum minoritas yang hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk.

Kemajemukan masyarakat ini tidak hanya dalam konteks agama saja, tetapi juga budaya, ras, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain. Paroki Pugeran Yogyakarta merupakan sebuah daerah di tengah kota dimana disitu terjadi pertemuan antar budaya dan bermacam-macamnya latar belakang kesukuan dari hampir seluruh pelosok Indonesia. Interaksi dalam kegiatan antar OMK yang tinggal di daerah paroki Pugeran Yogyakarta dengan masyarakat umum menunjukkan dinamika yang cukup menarik. Adanya usaha untuk saling berbaur antar satu OMK dengan OMK yang lain merupakan suatu ciri tersendiri bagi para OMK yang tinggal di paroki Pugeran Yogyakarta. Beragamnya latar belakang ini pada akhirnya akan memunculkan berbagai minat, kepentingan, dan konsentrasi OMK dalam menjalani kehidupan dan kegiatan sehari-harinya.

(27)

peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk mengetahui pemaknaan kegiatan kepemudaan bagi mereka yang hidup dan berdinamika di masyarakat. Melalui penelitian fenomenologi, fenomena peran kepemudaan sebagai central

phenomenon (Creswell, 1998). Fenomenologi yang dikedepankan oleh Hussler

(dalam Hadiwijoyo, 1998) menyatakan bahwa pengalaman merupakan alat untuk mencari kebenaran terhadap dunia sekitar manusia, karena di dalam kehidupannya manusia selalu berhubungan dengan dunia di luarnya. Oleh karena itu di dalam fenomenologi, proses pemaknaan terhadap fenomena menjadi subyek utama penelitian, yang dalam penelitian ini adalah bagaimana orang muda katolik memaknai peran, fungsi, dan tugasnya sebagai salah satu bagian Gereja di saat mereka dihadapkan pada permasalahan kehidupan. Hal ini dapat muncul karena adanya suatu proses refleksi atas pengalaman-pengalaman kegiatan yang pernah dirasakan oleh orang muda katolik sehingga memunculkan suatu sikap tersendiri sebagai salah satu wujud dari pemaknaan mereka.

Penelitian ini memakai subyek dengan batasan tertentu yang telah ditetapkan sejak awal. Subyek yang diwawancara adalah para OMK yang aktif. Subyek dipilih minimal saat ini sedang masuk dalam struktur keanggotaan pengurus, baik itu tingkat lingkungan, wilayah, maupun paroki, dan atau selalu membantu serta mengambil peran di kepanitiaan pada acara-acara rutin yang diselenggarakan gereja, misal; Natal dan Paskah.

(28)

melihat proses pemaknaan mereka sehingga masih tetap berkegiatan. Melalui penelitian inilah mereka dapat merefleksikan secara menyeluruh mengenai proses pemaknaan mereka akan pengalamannya sehingga memunculkan suatu gairah tertentu yang menyebabkan mereka tetap menghidupi komunitas kepemudaan. Sehingga peneliti dapat mengetahui pemaknaan orang muda untuk tetap eksis sebagai penggerak kaum muda Gereja.

B. Rumusan Masalah

Apa dan bagaimana orang muda katolik (OMK) yang aktif memaknakan kegiatan kepemudaan Gereja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemaknaan OMK yang aktif atas pengalaman-pengalaman berkegiatan mereka pada Gereja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai penyajian fakta-fakta dan pengetahuan tentang deskripsi pengalaman berkegiatan orang muda katolik pada kegiatan Gereja. b. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang sosial dan

pendidikan (agama) tentang proses pemaknaan kegiatan Gereja oleh orang muda katolik terkait dengan proses tugas perkembangan.

(29)

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi bagi semua orang muda untuk dapat memahami kegiatan kepemudaan, dan adanya kesadaran akan kehidupan serta penghargaan yang lebih pada orang muda yang lain, sehingga memunculkan rasa solidaritas antar orang muda.

(30)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini peneliti berusaha menjelaskan hal-hal yang dapat menjadi pemahaman teoritis akan suatu aktivitas pengalaman terkait dengan kegiatan-kegiatan kepemudaan Gereja oleh OMK dan konsep-konsep atau komponen apa yang harus ada agar suatu pengalaman dapat disebut sebagai pemaknaan akan pengalaman; pola dan struktur yang ada di dalam kegiatan kepemudaan; penjelasan mengenai definisi dan batasan keaktifan, Orang Muda Katolik beserta aspek kepemudaan menurut kesepakatan yang telah diakui, setelah itu masuk ke peran kepemudaan Gereja dan peran dalam kehidupan sehari-hari baik aktual maupun ideal; serta di akhir bab ini adalah pertanyaan dari penelitian ini.

A. Peran Kepemudaan Orang Muda Katolik

1. Peran dan peranan

(31)

Menurut Biddle & Thomas (dalam Suhardono, 1994), peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Teori peran oleh Biddle & Thomas dibagi dalam 4 golongan, yaitu:

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam dalam interaksi sosial b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku d. Kaitan antara orang dan perilaku

Menurut Biddle & Thomas (dalam Suhardono, 1994), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Harapan tentang peran. Maksudnya adalah bahwa harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. b. Wujud perilaku dalam peran. Maksudnya adalah bahwa peran

diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Wujud ini nyata, bukan sekedar harapan. Perilaku nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu orang ke orang lain. Peran dilihat wujudnya dari tujuan dasarnya atau hasil akhirnya, terlepas dari cara pencapaian tujuan atau hasil tersebut. Sarbin (dalam Suhardono, 1994) menyatakan perwujudan peran (role enactment) dapat dibagi-bagi dalam & golongan menurut intensitasnya.

(32)

dan mekanistis. Tingkat tertinggi akan terjadi jika aktor melibatkan seluruh pribadinya dalam perilaku peran yang sedang dikerjakan.

Menurut Soekanto (1983), peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal berukut ini:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b. Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

(33)

2. Aktif dan Keaktifan

Dalam American Psychology Assosiation Dictionary of Psychology (2007), aktif didefinisikan sebagai:

a. Sekarang ini masih dalam kondisi berfungsi/berjalan, atau memerankan beberapa aksi, secara terus menerus atau sementara waktu.

b. Menggunakan sebuah efek atau pengaruh dalam suatu proses atau hal/benda.

Dari keterangan di atas, aktif dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana subjek dalam keadaan berfungsi semestinya dalam menjalankan suatu peran secara terus menerus atau sementara waktu. Selain itu pada diri subjek masih terdapatnya pengaruh dalam sebuah proses yang ada (kegiatan).

Sedangkan menurut Kartono & Gulo (1987), keaktifan adalah istilah umum yang dikaitkan dengan kondisi yang selalu bergerak, eksplorasi, dan berbagai respon lainnya terhadap rangsangan sekitar.

(34)

3. Identitas

a. Pengertian Identitas Diri

Berbicara mengenai identitas, konsep identitas dalam ilmu psikologi umumnya menunjukkan pada suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, pada keyakinan yang pada dasarnya tetap tinggal sama seluruh jalan perkembangan hidup kendati pun segala macam perubahan (Erikson, 1989).

Menurut Moore (dalam Gunarsa, 2000), identitas adalah proses identifikasi. Identifikasi adalah proses menjadi (becoming) seorang subyek, dan ia melibatkan identifikasi diri seseorang dengan seseorang atau sesuatu yang lain sedemikian rupa sehingga subyektivitas (ke-diri-an) dikonstitusikan melalui serangkaian identifikasi tersebut.

Identitas diri menurut Marcia (1980) adalah suatu organisasi yang dinamis, dari dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, keyakinan-keyakinan yang terstruktur dengan sendirinya dalam diri individu. Sedangkan Gunarsa (2000) berpendapat bahwa identitas diri adalah inti pribadi yang tetap ada, suatu cara tertentu yang sudah terbentuk sebelumnya yang menentukan peran sosial yang harus dilakukan.

(35)

padanya oleh orang lain bersama perasaan-perasaannya sendiri tentang siapakah dia dan apakah yang dapat dibuatnya (Erikson, 1989).

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai definisi identitas diri, maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri merupakan pemahaman yang berkesinambungan tentang siapa dirinya, kemana arah tujuan, serta menyadari peran-peran sosial yang akan dilakukan dalam masyarakat.

Identitas didefinisikan oleh Erikson sebagai “kesamaan dirinya dalam waktu, serta pengamatan yang berhubungan dengannya, yaitu bahwa orang lain pun mengakui kesamaan dan kontinuitas itu” (Erikson, 1989).

Erikson mengetengahkan sekurang-kurangnya empat aspek pokok kepribadian yang termuat dalam identitas itu, yakni:

a. Satu kesadaran akan identitas pribadi

“Identitas pribadi” seseorang berpangkal pada pengalaman langsung

(36)

b. Suatu usaha tak sadar untuk mencapai suatu kesinambungan watak pribadi

Suatu proses pembentukan identitas dimana daya upaya tak sadar untuk mencapai suatu kontinuitas watak pribadi yang memainkan peranan penting. Merupakan suatu proses perkembangan yang pada dasarnya pelan-pelan terjadi secara tak sadar dalam inti diri individu. Jadi identitas adalah satu proses restrukturasi segala identifikasi dan gambaran diri terdahulu, dimana seluruh identitas fragmenter yang terdahulu (pun yang negatif) diolah dalam perspektif suatu masa depan yang diantisipasi.

c. Tindakan-tindakan tersembunyi dari sintesis ego

Manusia menemukan identitasnya apabila dia dapat menggabungkan semua identitasnya, semua identifikasi anaknya terdahulu di dalam suatu susunan baru. Jadi identitas adalah suatu prestasi sintesis pribadi, dimana ego harus mengintegrasikan segala macam identifikasi terdahulu menjadi suatu baru tersendiri yang menggabungkan segala unsure dalam satu kesatuan.

d. Suatu solidaritas batin dengan cita-cita serta identitas kelompoknya (Erikson, 1989)

(37)

khas watak kelompok tertentu, pada cita-cita kelompok tertentu, atau pada identitas yang sama dari kelompok tertentu.

Pakar psikologi Marcia (dalam Santrock, 1995) menganalisa teori perkembangan identitas Erikson. Fokus dalam penelitiannya adalah seberapa banyak subjek mengeksplorasi pilihan identitas (krisis) dan seberapa luasnya mereka membuat komitmen.

Krisis (crisis) didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan identitas selama remaja memilih di antara pilihan-pilihan bermakna. Kata krisis yang dipakai oleh Marcia sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai eksplorasi terhadap peran (Santrock, 2003). Eksplorasi adalah suatu aktivitas yang secara aktif dilakukan individu untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menginterpretasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif peran.

Berlangsungnya eksplorasi dalam pembentukan identitas diri, khususnya yang berkaitan dengan pilihan studi lanjutan, ditandai dengan faktor-faktor berikut:

i. Knowledgeability, yaitu sejauh mana tingkat pengetahuan yang

dimiliki individu yang ditunjukkan oleh keluasan dan kedalaman informasi yang berhasil dihimpun tentang berbagai alternatif pilihan studi lanjutan.

(38)

aktivitas yang dipandang untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.

iii. Considering alternative potential identity element, yaitu sejauh mana individu mampu mempertimbangkan berbagai informasi yang telah dimiliki tentang berbagai kemungkinan dan peluang dari setiap alternatif yang ada.

iv. Desire to make an early decision, yaitu keinginan untuk membuat

keputusan secara dini yang ditunjukkan oleh sejauh mana individu memiliki keinginan untuk memecahkan keragu-raguan atau ketidakjelasan secepat mungkin secara realistis dan meyakini apa yang dipandang tepat bagi dirinya.

Komitmen (commitment) didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan. Komitmen ditunjukkan oleh sejauh mana keteguhan pendirian remaja terhadap pilihan-pilihan peran yang dipilihnya yang ditandai oleh faktor-faktor berikut:

i. Knowledgeability, yaitu merujuk pada sejumlah informasi yang

(39)

ii. Activity direct toward implementing the chosen identify element, yaitu aktivitas yang terarah pada implementasi elemen identitas yang telah ditetapkan.

iii. Emotional tone, yaitu nada emosi yang merujuk kepada berbagai

perasaan yang dirasakan individu baik dalam penetapan keputusan maupun dalam mengimplementasikan keputusan tersebut. Nada emosi terungkap dalam bentuk keyakinan diri, stbilitas dan optimisme masa depan.

iv. Identification with significant other, yaitu identifikasi dengan orang-orang yang dianggap penting yang ditunjukkan sejauh mana remaja mampu membedakan aspek positif dan negatif dari figur yang dianggap ideal olehnya.

v. Projecting one’s personal future, yaitu kemampuan memproyeksikan

kemampuan dirinya ke masa depan dengan ditandai oleh kemampuan mempertautkan rencananya dengan aspek lain dalam kehidupan masa depan yang mereka cita-citakan.

vi. Resistence to being swayed, yaitu sejauh mana individu memiliki

(40)

b. Pengertian Status Identitas

Pandangan-pandangan kontemporer tentang pembentukan identitas pada prinsipnya merupakan elaborasi dari teori psikososial Erikson. Marcia juga percaya bahwa pembentukan identitas merupakan tugas utama yang harus diselesaikan selama masa remaja. Dalam hal ini Marcia menulis: The formation of an ego identity is a major event in the development of personality. Occuring during late adolescence, the

consolidation of identity marks the end of childhood and the beginning of

adulthood” (Marcia dalam Desmita, 2005).

(41)

perubahan-perubahan identitas yang paling penting terjadi di masa muda daripada di masa remaja awal.

Marcia (dalam Santrock, 2003), mengembangkan metode interview untuk mengukur ego identity. Seperti yang telah dipaparkan diatas, Marcia menggunakan dua kriteria, yaitu krisis dan komitmen. Dalam penelitian itu, Marcia melakukan proses wawancara tentang status identitas yang meliputi pertanyaan-pertanyaan dalam tiga area (namun dapat dimodifikasi sesuai dengan usia interviewee), yaitu pekerjaan, ideologi, dan nilai hubungan antar pribadi.

Marcia mendefinisikan 4 model status identitas, yaitu (1) Identity Foreclosure, (2) Identity Diffusion, (3) Identity Moratorium, (4) Identity

Achievement. Keempat hal ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Identity Foreclosure (Pencabutan Identitas)

(42)

bedah. Mereka membuat suatu keputusan tanpa mengetahui apa akibatnya di masa yang akan datang.

Berdasarkan wawancara selama penelitian yang dilakukan oleh Marcia, orang-orang yang tergolong foreclosure memiliki hubungan yang lebih dekat dengan orang tuanya. Kedekatan dengan orang tua atau keluarganya ini termasuk dalam hal membuat suatu keputusan yang penting bagi hidupnya. Masa kanak-kanaknya sampai remaja dilalui dengan lancar dan sedikit konflik. Hal inilah yang menyebabkan krisis identitas tidak muncul.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Identity Foreclosure memiliki indikator sebagai berikut:

a) Sudah memiliki komitmen pada area tertentu berdasarkan keputusan yang ada tanpa pemikiran yang matang.

b) Belum pernah mengalami tahap krisis dalam menentukan pilihan dalam area tertentu.

c) Orang tua otoriter, sehingga individu tidak mampu membuat pilihan pada area tertentu.

(43)

2. Identity Diffusion (Penyebaran Identitas)

Seorang dengan Identity Diffusion tidak memiliki tahap krisis dan tidak pula membuat suatu komitmen. Hal ini mungkin terjadi karena mereka belum memasuki tahap krisis ataupun karena mereka seakan-akan menjauh dari pencarian identitas. Ada 2 bentuk Identity Deffusion yaitu (1) apatis, hal ini menyebabkan mereka merasa tidak

memiliki tempat dan mengalami isolasi sosial, (2) cenderung kompulsif (Berzonsky, Nelmeyer, dan Donovan dalam Ginanjar & Bernadetta, 2001).

Dari wawancara penelitian Marcia, diketahui bahwa orang yang memiliki status identitas ini memiliki jarak dengan orang tua mereka. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam perkembangan psikososial yang pertama yaitu Basic Trust. Ciri-ciri orang yang memiliki Identity Diffusion adalah sulit berfikir di bawah tekanan dan mengikuti harapan-harapan lingkungan (dengan kata lain mudah terpengaruh).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, Identity Diffusion mempunyai indikator sebagai berikut:

a) Belum mampu membuat komitmen. b) Mudah putus asa.

c) Cenderung kompulsif.

(44)

e) Mengalami isolasi sosial.

f) Tidak memiliki minat terhadap pekerjaan dan ideologi tertentu.

g) Sulit berfikir di bawah tekanan.

h) Individu mudah terpengaruh lingkungan berhubungan dengan harga dirinya.

3. Identity Moratorium (Penundaan Identitas)

Seseorang yang mempunyai identitas moratorium adalah seorang yang sekarang ini tengah mengalami krisis. Mereka belum membuat komitmen tetapi mereka sekarang sedang berjuang secara aktif untuk mencapainya. Ciri-ciri orang dengan status identitas moratorium adalah mereka memiliki kemampuan untuk berfikir secara jernih dalam kondisi stres dan tahan terhadap pengaruh lingkungan yang dapat mengubah harga dirinya.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan Identity Moratorium memiliki indikator sebagai berikut:

a) Belum memiliki komitmen pada area tertentu tapi berjuang secara aktif untuk mencapainya.

(45)

c) Individu berusaha membentuk komitmen dengan cara kompromi menyatukan pendapat lingkungan (orang tua, teman, dan lain-lain) dengan potensi yang dimilikinya.

4. Identity Achievement (Pencapaian Identitas)

Identity Achievement adalah status dari seseorang yang telah menyelesaikan periode eksplorasi (krisis) dan telah membuat komitmen dalam berbagai area tertentu. Ciri-ciri orang yang memiliki status identitas ini adalah mantap, mampu memberikan alasan untuk pilihan mereka dalam berbagai area, mampu menggambarkan bagaimana komitmen tersebut dapat dipilih, mampu menghadapi stres, tahan terhadap pengaruh lingkungan yang dapat mengubah harga dirinya, telah menginternalisasi proses pengaturan diri sendiri, peka terhadap harapan lingkungan. Atau dengan kata lain, mereka membuat komitmen tentang pilihan ini berdasarkan self constructed, yaitu identitas yang ditemukan ini bukanlah identitas yang terakhir, tetapi mereka akan berusaha memodifikasinya terus-menerus sesuai dengan pengalaman mereka.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan Identity Achievement memiliki indikator sebagai berikut:

(46)

b) Mempunyai komitmen.

c) Mampu memberikan alasan untuk pilihannya. d) Mampu menghadapi stres.

e) Mampu bertahan terhadap pengaruh lingkungan yang dapat mengubah harga dirinya.

Dengan demikian pengertian Status Identitas dalam penelitian ini adalah suatu keadaan dimana seseorang mampu membuat pilihan dalam berbagai area kehidupan (kesehatan, pekerjaan, seksual, pendidikan, hubungan interpersonal), mempunyai komitmen dengan baik terhadap area kehidupan tersebut, mampu menghadapi stres saat mengalami permasalahan dalam hidup, selalu dapat berproses ke arah yang lebih positif, serta mampu bertahan dari pengaruh negatif lingkungan.

c. Identitas dalam tahap perkembangan teori Psikososial Erikson

Dalam penelitian ini memakai subjek dengan rentang umur 13-35 tahun, dimana rentang ini masuk dalam dua tahap perkembangan, yaitu masa remaja dan dewasa awal. Maka dari itu dibawah ini dijelaskan dinamika dari dua tahap perkembangan tersebut.

(47)

terjadi pada tahap ini sangat penting bagi kepribadian dewasa. Pada tahap Identitas versus Kekacauan Identitas ini individu memiliki kapasitas untuk memilih mengintegrasikan bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan-pertahanannya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan, karena ia telah mampu memutuskan kebutuhan-kebutuhan, peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif. Jika individu tidak mampu berproses dengan baik pada masa ini, maka yang terjadi adalah kekacauan identitas. Keadaan ini dapat menyebabkan individu merasa

terisolasi, hampa, cemas, dan bimbang.

Menurut Erikson (dalam Hall & Lindzey, 1993), pada masa dewasa awal individu masuk dalam tahap VI yaitu Keintiman versus Isolasi. Masa ini adalah masa dimana individu siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan yang intim-akrab, dan persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen ini meskipun mereka harus berkorban.

4. Orang Muda Katolik

(48)

kebiasaan masing-masing daerah. Dalam Rapat Pengurus Pleno Komisi Kepemudaan KWI bulan Agustus 1991, rentang umur tersebut dikategorikan lebih rinci, yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok usia remaja (13 – 15 tahun) 2. Kelompok usia taruna (15 – 19 tahun) 3. Kelompok usia madya (19 – 24 tahun) 4. Kelompok usia karya (25 – 35 tahun)

5. Pemuda dan Kepemudaan

Jika orang muda katolik oleh Komisi Kepemudaan KWI ditentukan umur 13 sampai 35 tahun, maka rentang umur tersebut masuk dalam tahap perkembangan remaja dan dewasa awal. Menurut Harlock (1996), tahap remaja berkisar antara umur 13-18 tahun. Sedangkan untuk dewasa awal berkisar antara 18-40 tahun. Menurut Kenniston (dalam Hurlock, 1996), tahap dewasa awal berbeda dengan remaja. Hal ini dikarenakan adanya perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri menjadi terlibat secara sosial. Sedangkan perjuangan remaja lebih untuk mendefinisikan dirinya.

B. Peran Kepemudaan Gereja dan di Kehidupan Sehari-hari

(49)

orang muda pada umumnya. Aktivitas kehidupan pribadi maupun sosial berjalan tampak normal. Tetapi jika dicermati lebih lanjut, agenda para OMK, terutama para aktivis Gereja, sebenarnya amatlah padat. Hal ini dapat dilihat dari mobilitas mereka yang cukup tinggi. Keadaan tersebut tambah dipersulit dengan aktivitas pribadi, situasi dan kondisi keluarga yang begitu kompleks akan dinamika hidup yang ada. Berbagai macam tugas perkembangan dan kepentingan keluarga yang bertemu menjadi satu, merupakan tantangan tersendiri bagi para OMK untuk dapat menjalankan serta membagi antara urusan pribadi dengan kegiatan mereka untuk Gereja. Kondisi seperti ini ternyata tidak menyurutkan minat para OMK untuk terlibat dan berperan secara aktif untuk Gereja. Para OMK tetap berusaha mengambil peran dalam agenda Gereja meskipun tugas pribadi/perkembangan serta situasi kehidupan mereka sangat sulit.

(50)

C. Kerangka Penelitian

Untuk mengetahui proses pemaknaan OMK yang aktif pada kegiatan Gereja, grand tour question dalam penelitian ini adalah apa dan bagaimana proses pemaknaan kegiatan oleh OMK yang berdinamika pada Gereja dan di kehidupan sehari-hari. Sedangkan sub question penelitian ini adalah:

a) Apa saja tema-tema pengalaman OMK dalam proses kegiatan yang mereka lakukan selama ini untuk Gereja?

b) Bagaimana model status identitas OMK sebagai hasil proses pengalaman mereka dalam berkegiatan?

(51)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian fenomenologi, yaitu metode penelitian yang dilakukan dalam natural setting, dimana individu tidak terpisahkan dari konteks lingkungannya. Metode ini dilakukan dilakukan dengan berfikir tanpa suatu prasangka dan tidak bertitik tolak dari suatu teori atau gambaran tertentu dalam mengetahui esensi dari sebuah fenomena (Creswell, 1998). Hal ini memungkinkan data yang didapat lebih otentik dan tidak terpengaruh oleh pola-pola penggambaran pengalaman orang muda katolik yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu central phenomenon, seperti suatu proses atau kejadian, suatu fenomena, atau suatu konsep yang terlalu kompleks untuk diuraikan dengan variabel-variabel yang menyertainya. Ada beberapa proses inti dalam penelitian fenomenologi (Moustakas, 1994), yaitu:

1. Epoche

Epoche yang dalam bahasa Yunani berarti menjauh atau menahan

(52)

2. Phenomenological reduction

Peneliti menggambarkan dalam bahasa yang terpola (textural language) mengenai apa yang telah dilihat seseorang baik internal maupun

eksternal. Seperti pengalaman individu, serta hubungan phenomenon (fenomena yang diteliti) dengan diri sendiri, serta kualitas dari pengalaman menjadi fokus utama. Dalam tahap ini ada beberapa langkah yaitu bracketing, dalam hal ini fokus dari penelitian ditempatkan dalam bracket &

hal-hal lain dikesampingkan sehingga hanya pokok penelitian saja yang diambil; horizontaling, setiap pernyataan pada awalnya memiliki kedudukan yang sama. Namun pada akhirnya pertanyaan yang tidak relevan akan dibuang & dihilangkan sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural & unsur pembentuk dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan).

3. Imaginative variation

Tugas dari proses ini adalah untuk mencari makna-makna yang memungkinkan melalui imajinasi, pengelompokan dan pembalikan, serta pendekatan phenomenon dari posisi, peran-peran, atau fungsi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural pengalaman, fakor-faktor yang mendasar dan mempengaruhi apa yang telah dialami. Dengan kata lain bagaimana pengalaman dari phenomenon menjadi yang seperti sekarang ini. Langkah-langkahnya meliputi:

(53)

b. Mengenali tema-tema atau konteks-konteks sebagai dasar penyebab munculnya phenomenon.

c. Mempertimbangkan struktur secara keseluruhan yang dapat menyebabkan terjadinya pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat pada perasaan & pikiran yang berkaitan dengan phenomenon, seperti; struktur waktu, ruang, perhatian yang hanya tertuju pada hal utama, materiality, causality, hubungan dengan diri sendiri maupun juga dengan

orang lain.

d. Mencari ilustrasi sebagai contoh yang dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai struktur dari tema-tema yang tidak berubah dan memasilitasi pengembangan deskripsi phenomenon yang struktural. 4. Synthesis of meanings and esences

(54)

B.Fokus Penelitian

Gejala yang akan diteliti yaitu tema-tema pengalaman kegiatan kepemudaan Gereja oleh OMK yang berdinamika dan berperan di masyarakat. Tema-tema pengalaman kegiatan Gereja adalah sebuah esensi dari pengalaman-pengalaman baik yang diperbuat, dirasakan dan dipikirkan disaat mereka menjalani perannya sebagai OMK di masyarakat dihadapkan pada tuntutan tugas pribadi/perkembangan dan terbenturnya berbagai macam kepentingan di lingkungan masyarakat tersebut. Esensi tersebut merupakan sebuah pemahaman dari hasil eksplorasi pengalaman-pengalaman OMK terhadap peran dan kegiatan kepemudaan dihadapkan pada tugas pribadi dan lingkungan masyarakat tempat mereka beraktivitas.

C.Subjek Penelitian

(55)

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998), pengambilan sampel pada penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Salah satunya adalah bahwa pengambilan sampel diharapkan berfokus pada intensitas. Logikanya adalah untuk memperoleh data yang kaya mengenai suatu fenomena tertentu. Sampel yang dipakai adalah kasus-kasus yang diperkirakan mewakili (penghayatan terhadap) fenomena secara intens.

Peneliti membuat beberapa kriteria dalam penelitian ini berdasarkan logika dan ketentuan seperti diatas. Kriteria tersebut yaitu:

1. Mempunyai pengalaman berkegiatan minimal selama 7 tahun. 2. Terlibat dalam kegiatan komunitas minimal 2 kali seminggu.

3. Selalu menjadi anggota panitia dalam setiap event yang diselenggarakan Gereja minimal 2 kali setahun.

4. Ikut membantu perayaan Ekaristi minimal 1 kali dalam satu bulan. 5. Adanya ketertarikan yang besar ketika berdiskusi tentang tema Gereja

dan OMK.

6. Saat ini menjadi salah satu pengurus baik tingkat lingkungan, wilayah, maupun paroki.

7. Melakukan interaksi secara intensif dengan dewan gereja minimal 1 kali dalam satu bulan.

(56)

A.Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara dan dokumen sebagai data pelengkap yang nantinya akan dijabarkan di bab selanjutnya.

1. Wawancara

Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara yang mendalam (depth interview). Hal ini bertujuan agar keterangan yang diperoleh lebih lengkap dan mendalam. Proses pengumpulan data menurut Creswell (1998) mengikuti pola “zig-zag”. Peneliti ke lapangan mencari informasi, kemudian menganalisis data yang diperoleh, kembali ke lapangan lagi untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, menganalisa data dan seterusnya. Proses pengambilan data yang diperoleh berupa rekaman wawancara yang diubah dalam bentuk verbatim.

2. Dokumen

(57)

B.Analisis Data

Menurut metode analisa dan interpretasi data yang paling sering digunakan adalah modifikasi metode Stevick-Colaizzi-Keen dari Moustakas (1994):

1. Memulai dengan deskripsi tentang pengalaman peneliti terhadap phenomenon.

2. Mencari pernyataan mengenai bagaimana individu mengalami phenomenon tersebut, membuat daftar dari pernyataan-pernyataan tersebut

(horizonalization) dan perlakuan tiap pernyataan dengan seimbang

(memiliki nilai yang sama), dan mengembangkan daftar dari pernyataan yang tidak berulang (nonrepetitive) atau tidak tumpang tindih (nonoverlaping).

3. Pernyataan kemudian dikelompokkan ke dalam unit makna-makna (meaning units), buat daftar dari unit-unit ini dan menuliskan deskripsi

dari tekstur (deskripsi tekstural) dari pengalaman, yaitu apa yang terjadi, disertai contoh-contoh verbatim.

4. Peneliti kemudian merefleksikan berdasarkan deskripsinya sendiri dan menggunakan imaginative variation atau deskripsi struktural, mencari semua makna yang memungkinkan dan perspektif yang divergen, memperkaya kerangka pemahaman dari fenomena, dan membuat deskripsi dari bagaimana phenomenon dialami.

(58)

6. Dari deskripsi tekstural-struktural individu, berdasarkan pengalaman tiap partisipan, peneliti membuat composite textural-structural description dari makna-makna dan esensi-esensi pengalaman, mengintegrasikan semua deskripsi tekstural-struktural individual menjadi deskripsi yang universal dari pengalaman yang mewakili kelompok (responden) secara keseluruhan.

G. Keabsahan Data atau Verifikasi Data

Setelah tahap-tahap analisa data maka perlu dilakukan verifikasi data yaitu dengan membagikan salinan deskripsi kepada subjek agar subjek dapat memberikan masukan atau tambahan masukan atau pembetulan. Kemudian dari situ peneliti dapat merevisi lagi pernyataan sintesanya. Setelah verifikasi selesai, maka peneliti merevisi kembali pernyataan sintesanya. Proses ini disebut intersubjective validity, yaitu menguji kembali (testing out) pemahaman peneliti

(59)

38

BAB IV

PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISA DATA,

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan pelaksanaan penelitian, temuan penelitian beserta analisa data, berikut interpretasi dan pembahasannya. Peneliti memulai dari pemaparan tentang deskripsi faktual Gereja, deskripsi subyek penelitian, analisa data secara tematik, sintesa data, kemudian diakhiri dengan pembahasan.

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode fenomenologis. Metode ini menuntut data paparan pengalaman yang didapatkan benar-benar apa adanya, jujur, dan mencapai kedalaman. Maka dari itu peneliti berusaha untuk sebaik mungkin berbaur dengan subjek penelitian agar tidak ada batas lagi diantara peneliti dengan subjek penelitian. Hubungan kedua pihak ini dibuat sedekat mungkin sampai peneliti berusaha masuk menjadi bagian (kepengurusan) di beberapa komunitas. Harapannya adalah adanya rasa saling percaya, keterbukaan, dan temuan fakta sebanyak mungkin dari semua proses yang dilakukan. Pelaksanaan penelitiannya sendiri berlangsung di sepanjang tahun 2009 sampai Mei 2010.

(60)

sealami mungkin. Untuk subjek pertama dilakukan sampai 3 kali. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk dan isi wawancara yang tepat serta efektif sesuai dengan kebutuhan penelitian. Sering juga wawancara informal (tanpa rekaman) dilakukan secara klasikal (informan-informan diluar ketiga subjek penelitian yang sudah ditetapkan) untuk mendapatkan data-data penunjang.

B. SITUASI DAN KONDISI KEHIDUPAN GEREJA PUGERAN

1. Dinamika Kegiatan Gereja

Gereja dewasa ini menuntut umatnya untuk lebih berperan tidak hanya terbatas pada agenda liturgis semata, tetapi bagaimana keterlibatan mereka dalam tugas perutusan yang telah diembankan sedari mereka menjadi anggota Gereja sejak awal. Berangkat dari semangat ini, umat Katolik secara umum berangsur-angsur mencoba untuk menata kembali dalam membangun Gereja dari lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga. Sebagai salah satu anggota keluarga Kristiani, Orang Muda Katolik (OMK) berusaha untuk tampil dalam satu barisan diantara kelompok-kelompok lainnya.

Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran merupakan salah satu paroki di kevikepan DIY yang memiliki aktivitas komunitas cukup padat dan beragam. OMK Pugeran dalam beberapa waktu terakhir ini sering mendapatkan kepercayaan dan kesempatan dari dewan paroki untuk memegang event ataupun menggagas kegiatan-kegiatan baik itu liturgis maupun non-liturgis.

(61)

Berkebutuhan Khusus yang penuh perhatian telah disajikan di tengah masyarakat dengan baik.

Iringan dan keterpaduan dari komunitas-komunitas yang ada, seperti; Mudika Paroki Pugeran, Pendamping Iman Anak & Remaja, kelompok koor, lektor serta dukungan dari dewan Gereja Paroki Pugeran sungguhlah menjadi hal yang sangat menarik bagi peneliti untuk melihat lebih jauh dalam konteks pemaknaan OMK. Hal ini menjadi menarik karena OMK yang dalam hal ini merupakan seorang pemuda, dimana mereka telah mempunyai tugas utama dalam perkembangan pribadinya dihadapkan pada sebuah pilihan baru, yaitu peran kepemudaan Gereja. Konteks pemaknaan disini adalah hasil dari segala temuan terkait dengan struktur dasar pengalaman OMK dalam menjalani kegiatan-kegiatan Gereja.

2. Data Aktivitas Kegiatan OMK

Seperti yang sudah sekilas diulas diatas, ada beberapa pos-pos yang merupakan wadah bagi OMK untuk terlibat aktif berkegiatan, seperti; Komunitas Mudika Paroki, Komunitas Pendamping Iman Anak & Remaja Paroki, Komunitas Koor Paroki, dan Komunitas Lektor Paroki.

(62)

yang bersifat accidential. Baik yang sudah dilangsungkan maupun yang baru direncanakan.

a. Spiritual dan ritual Gereja

Aktivitas kegiatan OMK terkait dengan spiritual dan ritual Gereja meliputi; keterlibatan dalam perayaan Natal, perayaan Paskah, misa BKS, Natal anak, dan Paskah anak. OMK juga secara teratur mengikuti serta membantu sosialisasi Aksi Puasa Pembangunan, Bulan Kitab Suci, dan Advent. Di luar lingkup gereja paroki, OMK juga menyempatkan untuk mengurus dan mengikuti misa PIA Keuskupan Agung Semarang, parade kitab suci, Road rosary, ziarah bersama, serta wisata liturgi.

b. Pendampingan dan pengembangan kompetensi

(63)

seperti; fasilitator pasar pengetahuan, mendampingi sekolah minggu paroki, Live In Pendampingan iman remaja (PIR) & anak, membantu acara lomba koor antar wilayah PIR-PIA, menjadi fasilitator pembekalan calon krisma, fasilitator rekoleksi PIA-PIR wilayah Gereja barat, mendampingi sanggar seni Renata, dan meramaikan acara lomba baca kitab suci.

c. Sosial kemasyarakatan

Dalam bidang sosial kemasyarakatan, kegiatan yang dilakukan OMK terdiri dari berbagai bidang, seperti; mengadakan donor darah, sunatan massal, kunjungan ke panti asuhan, kunjungan kasih, dan menggagas Misa serta sarasehan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Untuk usaha saling mengakrabkan dengan komunitas lain dan masyarakat, dibuat acara seperti; ziarah kaum muda, porseni kaum muda, pit-pitan sehat, temu mudika, Pugeran Fest, syukuran, pameran UKM, pameran BKSN, lomba masak kreasi tempe, doa lintas agama, penanaman pohon bersama komunitas-komunitas yang ada, temu pendamping PIA, pesta nama, pengiriman juara koor kekevikepan, dan pengiriman juara koor ke Keuskupan Agung Semarang.

C. DESKRIPSI SUBYEK PENELITIAN

Dari hasil wawancara dengan 3 orang subjek, diperoleh beberapa tema (theme) yang menjadi struktur dasar pengalaman subjek. Sebelum masuk ke

(64)

1. Budiman (nama samaran)

Budiman adalah seorang OMK yang berumur 27 tahun. Ia bekerja sebagai tenaga bantu pemerintah kota Yogyakarta yang tinggal di kelurahan Kadipaten. Budiman dan sahabat-sahabatnya yang juga merupakan seorang aktivis OMK selalu menjalani hari-hari bersama, baik itu berangkat bekerja maupun ketika berkegiatan untuk Gereja. Kegiatan utama sehari-hari diantaranya, yaitu; bekerja, organisasi kemasyarakatan, dan kegiatan Gereja. Budiman hidup dengan ibunya yang seorang pedagang makanan dan keluarga besar almarhum ayahnya.

Budiman telah terlibat dalam kegiatan OMK sejak ia masih duduk di bangku SMA. Peran sertanya dari lingkungan sampai pada tingkat kevikepan DIY. Keprihatinan terhadap masalah Mudika adalah salah satu alasan Budiman untuk selalu menghidupkannya dengan kegiatan-kegiatan. Selain itu ia juga merasa Gereja adalah tempat mengembangkan talenta-talentanya. Saat ini Budiman mendapat tugas dari lingkungan untuk menjadi seorang sekretaris dalam struktur kepengurusan. Sebagai seorang OMK ia tidak membatasi diri pada kegiatan eksklusif muda-mudi saja, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan dan agenda lingkungan.

2. Kartini (nama samaran)

(65)

mahasiswa fakultas sastra sebuah PTS di Jogjakarta. Kegiatan sehari-harinya adalah kuliah, mengurusi Pendampingan Iman Anak paroki, dan memberikan les-les privat bahasa Inggris pada anak sekolah. Kartini berada di rumah hanya saat malam hari ketika semua tugas dan kegiatannya di luar telah selesai.

Sejak SMA Kartini telah tergabung dalam kepengurusan PIA. Sudah lebih dari 3 periode kepengurusan telah ia bantu sampai ia sekarang masuk tahun keempat studi S1nya. Ketertarikannya pada PIA berawal dari minat dan kesukaan pada dunia anak-anak. Keterlibatan Kartini di lingkup yang lebih besar (paroki) sudah ia cita-citakan sejak awal masuk dalam keanggotaan Mudika lingkungan. Baginya, Gereja merupakan salah satu milik orang muda, maka dari itu ia berusaha sebaik-baiknya memberikan kontribusi melalui potensi yang dimiliki. Pada waktu-waktu tertentu ia juga menyempatkan untuk membantu PIA lingkungan atau meramaikan kegiatan-kegiatan Mudika wilayah.

3. Widodo (nama samaran)

Widodo adalah seorang OMK yang berumur 26 tahun. Ia merupakan pekerja seni freelance yang tinggal daerah Gedong Kiwo. Widodo bersama ketiga adiknya hidup dengan kedua orang tuanya yang bekerja sebagai PNS. Jam kerja Widodo cukup tinggi, hanya 2-3 hari ia menyempatkan tidur di rumah. Sebagian waktunya ia habiskan untuk survey & assessment terkait dengan promosi usahanya. Saat ini Widodo sedang menekuni bidang advertising & training bersama rekan-rekan seprofesi dengan mengibarkan

(66)

menyambangi komunitas-komunitas Gereja ataupun OMK secara personal. Widodo juga selalu menyempatkan membantu event Gereja terutama yang berbau kesenian.

Peran serta dan kontribusi Widodo sangat besar bagi Gereja secara umum maupun Paroki Pugeran secara khusus. Usahanya untuk membantu komunitas-komunitas kaum muda dalam meregenerasi kepengurusan banyak menuai hasil yang positif. Ide-ide yang disumbangkan begitu sangat bermanfaat. Kemampuannya dalam berorganisasi telah diakui banyak orang dan dimanfaatkan dengan baik. Potensi Widodo di bidang seni telah ia terapkan pada acara-acara non-liturgis Gereja maupun di kegiatan sosial kemasyarakatan secara umum. Bagi Widodo, berkegiatan untuk Gereja adalah salah satu bentuk atau cara ia dalam memuji Tuhan.

D. TEMA-TEMA

1. Tema-tema dasar pengalaman berkegiatan untuk Gereja

(67)

a. Kebutuhan Akan Perkembangan Diri

Ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diagendakan Gereja adalah ajang untuk mencoba tantangan peran, tugas, tanggung jawab dalam suatu posisi tertentu. Kesempatan ini menjadi sarana untuk belajar mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setiap OMK agar menjadi individu yang lebih baik. Berikut ini adalah keinginan subjek yang diungkapkan dalam pernyataannya.

i) Kebutuhan aktualisasi dan perkembangan diri

Adanya kesadaran dan keinginan berperan aktif ketika berkegiatan untuk Gereja. Harapan subjek adalah mengembangkan talenta, mengaktualisasikan diri secara penuh serta dapat berkreasi dalam setiap kesempatan-kesempatan yang ada. Berikut ini adalah beberapa pernyataan dari subjek tentang kebutuhannya akan aktualisasi dan perkembangan diri.

“...menginginkan adanya sebuah keseimbangan bahwa saya harus menggunakan diri saya kekuatan yang saya punyai untuk digunakan supaya bisa berguna…“(Tn, 7-23)

“…aku merasa bahwa aku mungkin ini duniaku untuk bisa mengembangkan diri…” (Ir, 14)

“…dapat berperan lebih baik lagi dalam perkembangan diri…dapat katakanlah mengaktualisasi diri, memberdayakan diri…” (Tn, 122-126)

(68)

“…mendapatkan porsi yang cukup untuk berkreasi di lingkungan.” (Tn, 518-523)

Subyek mempunyai harapan untuk bisa meningkatkan diri, belajar hal baru, mendapatkan ilmu baru, serta belajar menjadi seorang Pendamping Iman Anak (PIA) yang baik dalam memahami anak-anak dan perkembangannya.

“…mungkin akan lebih aku tingkatkan lagi bagaimana sebuah pengalaman bagaimana aku meningkatkan lagi…” (Ir, 59-61)

“Disitu aku bisa banyak belajar hal-hal baru tentang ya yang berhubungan dengan anak-anak…” (Ir, 98-99)

ii) Kebutuhan sosialisasi diri

Subjek memiliki keinginan mencari teman, kesadaran untuk bekerjasama antara yang satu dengan yang lainnya, dan saling mengenal karakter. Harapannya yaitu sebuah kekompakan agar terwujud dinamika yang lebih hidup di komunitas. Alasan diatas diungkapkan subjek lewat pernyataan-pernyataan berikut ini.

“Pada awalnya alasan saya sangat sederhana, ingin mendapatkan teman yang banyak. Jadi pada saat awal-awal saya mulai berkegiatan di mudika itu ingin mendapatkan teman…” (Tn, 1-4)

“…Ketika aku masuk ke kepengurusan Mudika, aku merasa bahwa aku mungkin ini duniaku untuk bisa mengembangkan diri bisa share sama temen-temen. Yang pasti karena seiman juga…” (Ir, 14-15)

“…kita bekerja sama dalam beberapa kegiatan ya memang ada itu kesadaran diri sendiri…” (Tn, 41-47)

“…kemudian kalau perasaan saya seneng banget karena dapat mengenal karakter dari banyak sekali kaum muda yang terlibat…” (Tn, 122-126)

(69)

dan mudika lingkungan di paroki Pugeran ini.” (Tn, 238-241)

Adanya keinginan dari para subjek untuk dapat berbagi dan mencoba merangkul serta melibatkan teman-teman agar dapat saling mengisi serta membantu antara satu dengan yang lainnya di dalam kegiatan Gereja.

“Aku bisa saling share tentang kondisi sekolah minggu di gereja masing-masing, tapi khususnya kita lebih pada perkembangan anak bagaimana kita sebagai pendamping PIA memahami anak-anak.” (Ir, 101-105)

‘…aku ikut, ngikuti dari awal, ini komitmennya memang untuk menyiapkan temen-temen kaum muda. Jadinya ya perasaannya memang ini cuma baru jadi awalan. Ini awalan untuk itu, membenahi dan merangkul temen-temen yang lain, dari lingkungan-lingkungan atau wilayah di paroki Pugeran ini ya dilibatkan semua. Ada keterlibatan di setiap wilayah itu ada, semua ada, terwakili semua.” (Fj, 98-99) “…membantu untuk mengatasi atau menutupi kekurangan-kekurangan yang selama ini belum ada yang mengisi…” (Tn, 187-192)

b. Kebutuhan Akan Peran & Tempat

Dalam agenda Gereja, OMK mencoba mencari posisi-posisi dimana ia bisa lebih berperan. Berusaha tampil di depan dan memperlihatkan dirinya dihadapan Gereja dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan adalah kesempatan yang dinantikan subjek agar mendapatkan tempat di tengah umat dan masyarakat secara umum. Berikut beberapa tema atas pernyataan subjek.

i) Harapan akan peran dan tempat

(70)

agar dapat beraktivitas, berperan, dan menambah pengalaman. Subjek mempunyai anggapan bahwa Gereja milik orang muda dan sebagai tempat untuk mengaktualisasi diri serta berkarya.

“…yang menjadi pikiran kami bersama bahwa Natal ini hanya sebuah media dan ada karena ada tujuan yang lebih besar lagi daripada hanya sekedar melaksanakan Natal, namun yang pertama mendapatkan kepercayaan kembali dari dewan paroki kemudian yang kedua dapat mengkonsolidasi temen-temen di wilayah yang ada di Pugeran ini untuk bergabung di perayaan Natal ini…” (Tn, 112-119)

“…nampaknya akan lebih menempatkan kaum muda sebagai ujung tombak dalam berkegiatan ini. Makanya saya merekomendasikan teman-teman kaum muda segala lingkungan untuk diberikan porsi yang cukup bagi mereka untuk berkreasi di lingkungan.” (Tn, 518-523)

“Ya harapannya mereka baik ya kan kurang gimana ya, tapi ini organisasi kan banyak di gereja. Mereka tidak memperbolehkan, langsung dicut, gitu ya gak bisa. Karena mungkin juga merasa gereja bakal miliknya siapa sih kalau bakal miliknya orang muda. Share sama ibuku gitu…” (Ir, 296-297)

Saat berkegiatan, subjek berusaha berperan, menjalankan, & menyelesaikan tugas yang ada dengan baik. Subjek mencoba membenahi teman-teman & menanggapi kesempatan yang telah ditawarkan.

“…ya mengatur acara dan membuat bagaimana sebuah sesuatu event itu bisa berhasil dalam semua acaranya…” (Ir, 37-38)

“Aku mencoba mengajak anak-anak untuk suka padaku dan memang anak-anak suka padaku. Ya memang coba aja…” (Ir, 129-131)

Gambar

Tabel 1.     Konsep dan Tema Pengalaman.................................................................58
Tabel. 1
Tabel. 2 Sintesa Data Pengalaman
Tabel. 3 Model status identitas

Referensi

Dokumen terkait