• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek antiinflamasi infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) pada udema telapak kaki mencit betina terinduksi karagenin dengan pengukuran jangka sorong.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek antiinflamasi infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) pada udema telapak kaki mencit betina terinduksi karagenin dengan pengukuran jangka sorong."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTIINF

NFLAMASI INFUSA BUNGA TELAN

DA UDEMA TELAPAK KAKI MENC

KSI KARAGENIN DENGAN PENGU

JANGKA SORONG

Devi Yanthre S. Manurung

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bersama Tuhan setiap penghalang bisa jadi peluang, setiap kesulitan

bisa jadi kesempatan, setiap tantangan bisa jadi kemenangan.

“There’s a time and place for everything, for everyone”

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Sahabat sejatiku Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang lembut hati

Bapak dan Mama tercinta atas kasih sayang yang sejati dan tak terhingga

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat, kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Efek Antiinflamasi Bunga Telang

(Clitoria ternatea L.) pada Udema Telapak Kaki Mencit Betina Terinduksi

Karagenin dengan Pengukuran Jangka Sorong”. Skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi,

Universitas, Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing atas semangat,

bimbingan, pengarahan dan dukungan selama penelitian sampai penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan kritik hingga skripsi ini tersusun.

4. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan kritik hingga skripsi ini tersusun.

5. Dra. Maria Margaretha Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku Dosen Pembimbing

Akademik penulis atas bimbingan, pengarahan dan dukungan selama ini.

6. Mas Kayat, Mas Parjiman, dan Mas Heru yang telah membantu dalam

(8)

viii

7. Teman-teman penelitian, Febria Sinaga, Endang M. Tabalubun dan Sr. Novita

Sagala. Teman kelas semenjak semester 1 dan sahabat dekat selama 4 tahun.

Kalian adalah sahabat yang berharga. Terima kasih buat dukungan dan

bantuannya selama ini.

8. Sahabat-sahabat penulis, Friska Ambuk, Regina Arningsari, Rosa Delima,

terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini serta teman-teman FKK B

Fakultas Farmasi 2009, terima kasih atas dukungan dan pertemanan yang telah

terjalin selama ini.

9. Sahabat-sahabat terbaik Oksendi Sihombing, Tiurma Siahaan dan Siska

Saragih, terimakasih untuk kasih sayang dan dukungannya selama ini.

10. Nichkhun Horvejkul dan 2PM sebagai idola dan inspirasi bagi penulis.

11. Bapak dan Ibu “Kos Meilani” yang seperti orang tua penulis di kota

Yogyakarta ini. Terima kasih buat bantuan dan nasihatnya selama ini.

12. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi

kemajuan di masa mendatang. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Juni 2013

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

INTISARI... xvii

ABSTRACT... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

(10)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Tanaman Telang (Clitoria ternateaL.)... 7

1. Klasifikasi dan nama daerah ... 7

2. Morfologi ... 7

3. Ekologi ... 8

4. Kandungan fitokimia... 8

5. Antosianin ... 9

6. Khasiat tumbuhan... 10

B. Infusa... 11

C. Inflamasi... 11

1. Pengertian inflamasi... 11

2. Jenis inflamasi... 13

3. Metode uji inflamasi ... 13

D. Karagenin ... 15

E. Obat Anti Inflamasi Non Steroid ... 16

F. Cataflam®D-50 (Kalium Diklofenak) ... 17

G. Landasan Teori... 19

H. Hipotesis... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 21

1. Variabel utama ... 21

(11)

xi

3. Definisi Operasional ... 22

C. Bahan Penelitian... 22

1. Hewan uji ... 22

2. Bahan uji ... 23

3. Bahan uji farmakologi... 23

D. Alat Penelitian... 23

E. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Determinasi tanaman... 24

2. Pengumpulan bahan ... 24

3. Pembuatan larutan karagenin 1%... 24

4. Pembuatan infusa bunga telang... 25

5. Pembuatan larutan diklofenak... 25

6. Penentuan waktu pemberian kalium diklofenak ... ….25

7. Pembuatan inflamasi ... 25

8. Dosis bunga telang ... 26

9. Penentuan kontrol negatif ... 26

10. Perlakuan pada hewan uji... 26

11. Penentuan persen (%) penghambatan inflamasi ... 28

F. Analisis Hasil ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Determinasi Tanaman... 30

B. Infusa Bunga Telang ... 30

(12)

xii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN... 45

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil pembuatan infusa bunga telang ... 31

Tabel II. Rata-rata persen penghambatan inflamasi pada setiap kelompok

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bunga telang (Clitoria ternateaL.) ... 8

Gambar 2. Struktur kimia antosianin ... 10

Gambar 3. Struktur kalium diklofenak... 18

Gambar 4. Skema jalannya penelitian... 27

Gambar 5. Kurva rata-rata udema kaki mencit yang diinduksi karagenin 1% selama 6 jam pengamatan... 32

Gambar 6. Diagram batang AUC untuk masing-masing kelompok perlakuan beserta kontrol ... 35

Gambar 7. Simplisia bunga telang (Clitoria ternateaL.) ... 50

Gambar 8. Sediaan infusa bunga telang (Clitoria ternateaL.)... 50

Gambar 9. Pembuatan udema kaki mencit dengan karagenin 1% ... 51

Gambar 10. Pengukuran udema kaki mencit menggunakan jangka sorong ... 51

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat determinasi tanaman telang (Clitoria ternateaL.)... 46

Lampiran 2. Surat kalibrasi jangka sorong ... 47

Lampiran 3. SuratEthical Clearance(EC)... 49

Lampiran 4. Bunga telang dan infusa bunga telang (Clitoria ternateaL.)... 50

Lampiran 5. Pembuatan udema dan pengukuran udema kaki mencit... 51

Lampiran 6. Alat spuit injeksi... 52

Lampiran 7. Perhitungan dosis... 53

Lampiran 8. Tabel selisih udema kaki mencit dengan perlakuan kontrol positif (kalium diklofenak 9,1 mg/Kg BB mencit) setelah injeksi karagenin 1% ... 55

Lampiran 9. Tabel selisih udema kaki mencit dengan perlakuan kontrol negatif (aquadest 25 g/Kg BB mencit) setelah injeksi karagenin 1% ... 56

Lampiran 10. Tabel selisih udema kaki mencit dengan perlakuan infusa bunga telang dosis 328 mg/Kg BB mencit setelah injeksi karagenin 1% . 57 Lampiran 11. Tabel selisih udema kaki mencit dengan perlakuan infusa bunga telang dosis 655 mg/Kg BB mencit setelah injeksi karagenin 1%... 58

(16)

xvi

Lampiran 14. Tabel perhitungan persen (%) penghambatan inflamasi infusa bunga

telang beserta kontrol positif (kalium diklofenak 9,1 mg/Kg BB

mencit) ... 61

Lampiran 15. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis ... 62

Lampiran 16. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok aquadest 25

g/Kg BB mencit dan kalium diklofenak 9,1 mg/Kg BB mencit ... 63

Lampiran 17. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok aquadest 25

g/Kg BB mencit dan infusa bunga telang dosis 655 mg/Kg BB

mencit... 64

Lampiran 18. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok aquadest 25

g/Kg BB mencit dan infusa bunga telang dosis 328 mg/Kg BB

mencit... 65

Lampiran 19. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok aquadest 25

g/Kg BB mencit dan infusa bunga telang dosis 1310 mg/Kg BB

mencit... 66

Lampiran 20. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok kalium

diklofenak 9,1mg/Kg BB mencit dan infusa bunga telang dosis 328

mg/Kg BB mencit ... 67

Lampiran 21. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok kalium

diklofenak 9,1mg/Kg BB mencit dan infusa bunga telang dosis 655

(17)

xvii

Lampiran 22. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok kalium

diklofenak 9,1 mg/Kg BB mencit dan infusa bunga telang dosis 1310

mg/Kg BB mencit ... 69

Lampiran 23. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok infusa

bunga telang dosis 328mg/Kg BB mencit dan infusa bunga telang

dosis 655 mg/Kg BB mencit ... 70

Lampiran 24. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok infusa

bunga telang dosis 328 mg/Kg BB mencit dan infusa bunga telang

dosis 1310 mg/Kg BB mencit ... 71

Lampiran 25. Hasil analisis uji Mann-Whitney AUC antara kelompok infusa

bunga telang dosis 655 mg/Kg BB mencit dan infusa bunga telang

(18)

xviii INTISARI

Bunga telang (Clitoria ternatea L.) mengandung senyawa antosianin golongan flavonoid. Antosianin mampu memperlambat penuaan, menghambat penyakit neurologis, inflamasi, diabetes, dan infeksi bakteri (Mazza, 2002cit., Rhone dan Basu, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.)terhadap udema telapak kaki mencit betina yang terinduksi karagenin.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Hewan uji dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif menerima aquadest 25 g/Kg BB, kelompok kontrol positif menerima Cataflam® D-50 (kalium diklofenak) 9,1 mg/Kg BB, dan kelompok lainnya menerima infusa bunga telang dengan dosis masing-masing 328; 655 dan 1310 mg/Kg BB mencit, secara per oral dalam dosis tunggal 15 menit sebelum injeksi subplantar dengan larutan karagenin 1%. Kaki mencit diukur dengan jangka sorong selama 6 jam, pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360, kemudian dihitung selisih ukuran kaki kiri yang terinduksi dengan kaki kanan yang tidak terinduksi karagenin 1%. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk, dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa bunga telang yang diberikan secara per oral dapat menurunkan udema kaki mencit yang diinduksi karagenin 1%, namun efeknya tidak sebanding dengan kalium diklofenak 9,1 mg/Kg BB mencit. Hasil persentase penghambatan inflamasi yang ditimbulkan oleh infusa bunga telang dengan dosis 328; 655 dan 1310 mg/kg BB mencit berturut-turut sebesar 23,57%; 44,5% dan 27,95%.

(19)

xix ABSTRACT

Butterfly pea flower (Clitoria ternatea L.) contains flavonoid-anthocyanin. Anthocyanin is able to reduce aging, proven neurological illness, inflammation, diabetes, and bacterial infection (Mazza, 2002 cit., Rhone and Basu, 2008). The research is aimed at discovering anti-inflammatory effect of butterfly pea flower infusion on carrageenan-induced edema in female mice.

The research conducted with a pure experimental using the completely randomized design with direct pattern. The mice were grouped into five groups. Negative-controlled group received aquadest 25 g/kg BW, positive-controlled group received Cataflam® D-50 (calium diclofenac) 9.1 mg/kg BW, and other groups received infusion of the butterfly pea flowers with each dosage 328; 655 and 1310 mg/kg BW and was given orally per dosage, fifteen minutes before the sub plantar injection using 1% carrageenan. Edema was measured by using calliper digital for 6 hours (starting from the 0th, 15th, 30th, 45th, 60th, 90th, 120th, 150th, 180th, 210th,240th,270th, 300th, 330th, 360th minutes). Size of the induced edema and the non-induced 0.05 mL of 1% carrageenan was measure. The obtained data was analyzed using the Shapiro-Wilk test, continued by using the analysis of Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test with the 95% trust scale.

The result showed that the infusion of the butterfly pea flower which was given orally was able to reduce edema in the mice induced by 1% carrageenan. However, the effect was disproportionate to the calium diclofenac 9.1 mg/kg BW. The percentage of inflammation which was resulted by the infusion of the butterfly pea flower with dosage 328; 655 and 1310 mg/kg BW chart of the mice consecutively were 23.57; 44.5; and 27.95%.

(20)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan

agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara

melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis (Kumar, Abbas,

Fausto dan Mitchell, 2007).

Pemberian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) secara per oral sering

dilakukan untuk menangani inflamasi tersebut. Akan tetapi, mayoritas obat

antiinflamasi non steroid dapat mengiritasi lambung karena ketidakselektifan

terhadap enzim siklooksigenase (COX). Hampir semua obat AINS bekerja pada

isoform dari enzim sikloosigenase sehingga senyawa proteksi lambung yang

seharusnya dihasilkan oleh enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dihambat

pembentukannya (Schror dan Meyer-Kirchrath, 2000). Derivat fenilasetat ini

termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya (Tjay dan Rahardja, 2002).

Efek samping obat ini berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,

diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit kepala dan erupsi kulit atau ruam

(Anonim, 2009). Karena hal tersebut, maka muncul kecenderungan masyarakat

untuk memanfaatkan tanaman sekitar sebagai pengobatan tradisional yang

berkhasiat untuk mengatasi penyakit dan dianggap relatif lebih aman daripada

(21)

Menurut Herman (2005), penduduk sakit di pedesaan Provinsi Jawa Barat

melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional. Salah satu koleksi

yang menarik di desa tersebut adalah tanaman bunga telang (Clitoria ternateaL.).

Masyarakat pada umumnya memanfaatkan bunga telang dengan merendamnya

dalam air panas sehingga dapat diminum sebagai teh untuk mengurangkan sakit

akibat sariawan (ulcer) mulut dan perawatan insomnia (susah tidur). Air rendaman

bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita mata merah atau

konjungtivitis.

Tanaman telang (Clitoria ternatea L.) merupakan tanaman polong

multiguna karena selain untuk hiasan tanaman ini mengandung senyawa bioaktif

yang berguna untuk pengobatan, termasuk dalam famili Fabaceae. Bunga telang

memiliki aktivitas hambat tumbuh dengan konsentrasi hambat tumbuh minimal

terhadap bakteri B. substilis, E. coli, dan P. aeruginosa dan Staph. aureus

(Rokhman, 2007). Bunga Clitoria ternatea L. juga terbukti memiliki aktivitas

antioksidan yang kuat dan dapat sebagai inklusi antioksidan dalam produk

kosmetik (Kamkaen dan Wilkinson, 2009).

Dari sejumlah senyawa flavonoid yang terdapat pada bunga telang,

antosianin adalah yang paling utama. Antosianin adalah senyawa berwarna

golongan flavonoid yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah,

biru, dan ungu pada buah, sayur dan tanaman hias. Manfaatnya terhadap

kesehatan tubuh telah banyak dilaporkan. Selain sebagai antioksidan yang

berfungsi menangkap radikal bebas, antosianin juga berperan dalam pemeliharaan

(22)

agregasi trombosit (Mukherjee, Kumar, dan Heinrich, 2008). Antosianin yang

merupakan bagian flavonoid dapat menjadi inhibitor enzim siklooksigenase

(COX). Antosianin akan mencegah sintesis prostaglandin (salah satu mediator

inflamasi) dan menekan pengeluaran sel T. Sel imun yang berkomunikasi dengan

sinyal kimia yang disebut sitokin akan dikendalikan oleh antosianin (Sandhar,

Kumar, Prasher, Tiwari, Salhan, dan Sharma, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai efek antiinflamasi infusa bunga telang. Untuk menguji efek

antiinflamasi digunakan metode induksi karagenin 1% pada udema kaki belakang

mencit betina, sehingga dapat mendukung data ilmiah lainnya dalam penggunaan

dan pemanfaatan bunga telang (Clitoria ternateaL.) sebagai obat tradisional.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang

diteliti adalah:

a. Apakah infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) memiliki efek terhadap

penurunan inflamasi akibat injeksi karagenin 1% pada udema kaki belakang

mencit?

b. Seberapa besar persentase infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) dalam

memberikan efek penghambatan inflamasi akibat injeksi karagenin 1% pada

(23)

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang diketahui penulis, penelitian mengenai uji efek antiinflamasi

bunga telang pada mencit betina dengan pengukuran jangka sorong belum pernah

dilakukan.

Adapun penelitian terkait tentang bunga telang (Clitoria ternatea L.)

adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas Antibakteri Filtrat Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) terhadap

Bakteri Penyebab Konjungtivitis (Rokhman, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan filtrat bunga telang memiliki aktivitas hambat

tumbuh dengan konsentrasi hambat tumbuh minimal sebesar 50 mg/mL

terhadap bakteri B. substilis, E. coli, dan P. aeruginosa dan 125 mg/mL

terhadap bakteriStaph. aureus.

b. The antioxidant activity of Clitoria ternateaflower petal extracts and eye gel

(Kamkaen dan Wilkinson, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak air bunga Clitoria ternatea L. terbukti

memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat (diukur dengan aktivitas

scavenging DPPH) dari ekstrak etanol (nilai IC50 adalah 1 mg/mL dan 4

mg/mL). Ekstrak air yang tergabung dalam sebuah formulasi gel mata juga

ditunjukkan dapat mempertahankan aktivitas ini. Total kandungan fenolik 1,9

mg/g ekstrak yang setara dengan asam galat. Data dari penelitian ini

mendukung penggunaan ekstrak bungaC. ternateasebagai inklusi antioksidan

(24)

c. Evaluation of Antiasthmatic Activity of Clitoria ternatea L. roots (Taur dan

Patil, 2011).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LD50 dari ekstrak akar Clitoria

ternatea lebih dari 1.300 mg/kg. Ekstrak akar Clitoria ternatea secara

signifikan menurunkan susu yang diinduksi leukositosis dan eosinofilia,

melindungi telur albumin yang diinduksi degranulations sel mast pada tikus

dan menghambat daerah kebocoran pewarna biru dianafilaksis kutan pasif

pada tikus di (100-150 mg/kg, ip). Studi fitokimia mengamati adanya steroid,

saponin, flavonoid, dan glikosida.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu

kefarmasian tentang infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) yang

bermanfaat sebagai antiinflamasi.

b. Manfaat praktis

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

efek antiinflamasi infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) akibat injeksi

karagenin 1% pada udema kaki belakang mencit.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Memperoleh informasi mengenai manfaat bunga telang (Clitoria ternatea

(25)

2. Tujuan khusus

1. Membuktikan bahwa infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) memiliki efek

terhadap penurunan inflamasi akibat injeksi karagenin 1% pada udema kaki

belakang mencit.

2. Menentukan persentase infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) dalam

memberikan efek penghambatan inflamasi akibat injeksi karagenin 1% pada

(26)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Telang (Clitoria ternateaL.)

1. Klasifikasi dan nama daerah

Tanaman telang berdasarkan taksonomi termasuk dalam kingdom Plantae,

subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta, subdivisi Magnoliophyta, kelas

Magnoliopsida, subkelas Rosidae, bangsa Fabales, suku Fabaceae, margaClitoria,

speciesClitoria ternateaL. (Michael dan Kalamani, 2003).

Nama daerah: bunga biru, bunga talang (Sumatera); kembang telang

(Sunda); menteleng, kembeng teleng (Jawa); bunga talang (Sulawesi); bisi,

sayama gulele (Maluku); dan bunga temen raleng (Bugis) (Utami, 2008).

2. Morfologi

Ciri-ciri umum: merupakan tanaman perdu yang tumbuh merambat.

Batang berambut halus, pangkal batang berkayu, batang muda bewarna hijau, dan

batang tua bewarna putih kusam. Daun majemuk dengan pertulangan menyirip

ganjil. Anak daun berjumlah 3-9 lembar, bewarna hijau, bertangkai pendek,

berbentuk oval atau elips, pangkal daun runcing, sedangkan ujungnya tumpul. Di

ketiak daun terdapat daun penumpu yang berbentuk garis. Bunga tunggal, muncul

dari ketiak daun, dan bentuknya menyerupai kupu-kupu. Kelopak bunga bewarna

hijau, sedangkan mahkota bunga bewarna biru nila dengan warna putih di

tengahnya. Buah polong, berbentuk pipih memanjang. Polong muda bewarna

(27)

3. Ekologi

Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh subur yaitu di daerah

basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini

dapat tumbuh subur dalam medium yang agak lembab atau tanah yang

mempunyai kandungan humus yang tinggi. Tanaman ini dapat membiak dengan

cara stek batang atau biji. Tanaman telang tergolong terna menahun karena

pangkal tanamannya berkayu, batangnya merambat dengan pola membelit ke kiri.

Tanaman rambat ini biasa digunakan sebagai tanaman penghias pagar. Bunganya

yang bewarna biru keunguan akan mekar sepanjang tahun seperti terlihat pada

gambar 1 (Michael dan Kalamani, 2003).

Gambar 1. Bunga telang (Clitoria ternateaL.)

4. Kandungan fitokimia

Fitokimia adalah semua senyawa alami pada tanaman yang memiliki efek

fisiologis yang positif bagi manusia. Di antara fitokimia yang terpenting adalah

senyawa-senyawa fenol, khususnya dari golongan flavonoid atau polifenol.

(28)

karbon yang tersusun dalam kerangka C6-C3-C6. Berdasarkan perbedaan pada

cincin furannya flavonoid dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu antosianin, flavonol,

flavanon, flavon, dan flavonol (Andersen dan Markham, 2006).

Mahkota bunga telang kaya dengan kandungan kimia yang sudah

diketahui kadarnya. Hasil penelitian Kazuma, et al (2003) menunjukkan bahwa

ekstrak mahkota bunga telang mengandung 14 flavonol glikosida serta 19

antosianin. Empat di antaranya delfinidin dan 15 lainnya berupa ternatin.

5. Antosianin

Flavonoid merupakan kelompok zat polifenol yang menunjukkan sifat

antiinflamasi dan antioksidan. Flavonoid dilaporkan dapat menangkap

superoksigen, radikal hidroksi dan peroksinitrit, dan menghambat berbagai enzim,

termasuk siklooksigenase, myeloperoksidase, NADPH oksidase dan xanthine

oksidase, yang semuanya memainkan peran penting dalam reaksi inflamasi (Rao

et al, 2003).

Dari sejumlah senyawa flavonoid yang terdapat pada bunga telang,

antosianin adalah yang paling utama. Antosianin adalah senyawa berwarna

golongan flavonoid yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah,

biru, dan ungu pada buah, sayur dan tanaman hias. Manfaatnya terhadap

kesehatan manusia telah banyak dilaporkan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa

antosianin merupakan antioksidan yang kuat (Rein, 2005). Antosianin juga

dilaporkan memiliki kemampuan untuk mencegah kanker (Wang dan Stoner,

2008), memperlambat penuaan, menghambat penyakit neurologis, inflamasi,

(29)

Struktur kimia dari antosianin adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur kimia antosianin (Nakajima, Tanaka, Seo, Yamakazi, dan Saito,

2004)

6. Khasiat tumbuhan

Tanaman telang diduga berkhasiat sebagai tonikum otak yang sangat baik

dan berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokan, penyakit kulit,

gangguan urinaria, sariawan mulut atau ulcer dan keperluan anti racun (Malabodi

dan Nataraja, 2001).

Tanaman telang juga berkhasiat sebagai obat bronkis, demam,

menghilangkan dahak, mengatasi radang mata merah, abses, bisul, untuk cuci

darah, dan sebagai bahan pewarna (Utami, 2008).

Daunnya dapat dimakan sebagai lalap maupun pakan ruminansia,

tumbukan daunnya bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, bermanfaat

sebagai obat batuk jika diformulasikan dengan bawang merah dan adas pulosari

(Herman, 2005).

Bunganya yang bewarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan.

Bunganya direndam air panas dan diminum seperti teh utuk mengurangkan sakit

akibat ulcer mulut dan perawatan insomnia. Air rendaman bunganya dapat

(30)

B. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90oselama 15 menit (Depkes RI, 1995).

Pembuatan infusa dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang

sesuai dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas air selama

15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90o sambil sekali-sekali diaduk. Serkai

selagi panas melalui kain flannel, ditambahkan air panas secukupnya melalui

ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Depkes RI, 1995).

Infusa adalah hasil proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah

tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara

ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 1986).

C. Inflamasi

1. Pengertian inflamasi

Inflamasi merupakan respons terhadap jejas pada jaringan hidup yang

memiliki vaskularisasi. Respons ini dapat ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen

fisik, zat kimia, jaringan nekrotik atau reaksi imun. Inflamasi bertujuan untuk

menyekat serta mengisolasi jejas, menghancurkan mikroorganisme yang

menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan

jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan. Meskipun pada dasarnya merupakam

(31)

dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau

kerusakan organ yang persisten serta progresif akibat inflamasi kronik dan fibrosis

yang terjadi kemudian (misalnya arthritis rheumatoid, sterosklerosis) (Kumar et

al., 2007).

Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan

agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara

melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis (Kumar et al.,

2007).

Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi kerusakan

mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit menuju

jaringan radang. Tanda-tanda dari proses inflamasi antara lainrubor, kalor,tumor,

dolor, danfunctio laesa(Tanu, Syarif, Estuningtyas, Setiawati, Muchtar dan Arif,

2002). Rubor, kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi karena peningkatan

aliran darah dan edema (Kumaret al., 2007).

Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi

akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya

plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketelapan

kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Respon ini disebabkan oleh pembebasan

bahan-bahan mediator (histamine, serotonin, prostaglandin, kinin) (Sudoyo,

2007).

Saat berlangsungnya fenomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi

(32)

serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tanuet al,

2002).

2. Jenis inflamasi

Inflamasi dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Inflamasi akut

memiliki onset dan durasi lebih cepat. Inflamasi akut dapat terjadi beberapa menit

hingga beberapa hari, ditandai dengan adanya cairan eksudasi protein plasma

maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik memiliki

durasi yang lebih lama (hari hingga tahun). Inflamasi kronis dapat bersifat

berbahaya. Tipe dari inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan limfosit dan

makrofag yang berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis (Kumar et

al., 2007).

Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai dua tujuan utama, yaitu:

meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal yang terlihat dan keluhan

utama yang terus menerus dari pasien dan memperlambat atau membatasi proses

perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan NSAID sering berakibat

meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna. Lebih jauh lagi, sebagian

besar nonopioid analgesik mempunyai efek antiinflamasi, jadi tepat digunakan

untuk pengobatan inflamasi akut maupun kronis (Katzung, 2001).

3. Metode uji inflamasi

a. Uji eritema telinga

Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.

Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi

(33)

1977). Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar

UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang

kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).

b. Induksi udema telapak kaki belakang

Dasar metode ini adalah kemampuan agen dalam menghambat

terjadinya udema pada telapak kaki tikus setelah pemberian bahan-bahan

phlogistic seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin, kaolin, serta

polisakarida sulfat (Vogel, 2002).

Pada metode ini induksi udema dilakukan pada kaki hewan percobaan

yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin

secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki

diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma,

2001). Aktivitas antiinflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya

mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).

Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak

terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih

akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau

visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika

penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin

pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat

mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang

(34)

c. Percobaanin vitro

Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh

substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan

lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro

adalah: penghambatan ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor

neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002).

D. Karagenin

Karagenin merupakan senyawa iritan yang diperoleh dari ekstrakChindrus

crispus, yang merupakan mukopolisakarida yang disusun oleh monomer unit

galaktosa sulfat. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat

akut, non-imun, dapat diamati dengan baik dan mempunyai reprodusibilitas tinggi

(Morris, 2003).

Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa

keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan

jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi

dibanding senyawa iritan lainnya (Siswanto dan Nurulita, 2005).

Pada umumnya bahan penginduksi radang yang digunakan adalah

karagenin 1% dalam NaCl fisiologis 0,9% (b/v) dengan volume sebesar 0,1 mL

untuk tikus dan 0,05 mL untuk mencit. Reaksi yang diinduksi karagenin

mempunyai 2 fase: fase awal dan fase akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit

dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase

(35)

dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan

radikal bebas seperti H2O2, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman,

Demircan, Karagoz, dan Ozta, 2004).

Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udema antara lain:

mustard oil5%, dextran1%, egg white fresh undiluted,serotonin kreatinin sulfat,

lamda karagenin1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus.

Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda (λ) karagenin, iota (i) karagenin dan

kappa (k) karagenin. Lambda (λ) karagenin ini dibandingkan dengan jenis

karagenin yang lain, lambda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan

memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras (Rowe, Sheskey, dan Weller,2003).

E. Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai

antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi

metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi

sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon

steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli,

Ali, dan Raheman, 2005).

Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis prostaglandin dengan

inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya terhadap COX,

OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu:

a. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak,

(36)

b. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan

aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2,

dimana penghambatan pada COX-2-nya tidak sekuat golongan rofecoxib

sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada

kardiovaskular. Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular

(Ignatius, Zarraga, and Ernest, 2007);

c. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib,

parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS

sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat

meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena

mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2

mempunyai fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi

sebagai vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius, dkk, 2007).

F. Cataflam®D-50 (Kalium Diklofenak)

Cataflam® D-50 (gambar 3) yang berisi kalium diklofenak

immediate-release dengan kekuatan 50 mg setiap tabletnya. Kalium diklofenak merupakan

turunan asam benzenasetat yang termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non

steroid (OAINS). Kalium diklofenak sendiri memiliki nama kimia

2-[(2,6-dichlorophenyl) amino] benzeneacetic acid, monopotassium salt dengan bobot

(37)

Gambar 3. Struktur kalium diklofenak (Novartis, 2009)

Tablet Cataflam® D-50 merupakan sediaan tablet tanpa salut sehingga

bersifat dispersible atau dapat digerus dan memungkinkan digunakan dalam

peracikan obat untuk resep. Selain kalium diklofenak, bahan inaktif yang

terkandung dalam Cataflam® D-50 antara lain kalsium fosfat, silikon dioksida

koloidal, besi oksida, magnesium stearat, mikrokristalin selulosa, polietilen glikol,

povidone, natrium glikolat, pati jagung, talk, serta titanium dioksida (Novartis,

2009).

Derivat fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya

dengan efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat kuat lainnya

(indometasin dan piroxicam). Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang

relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakidonat

(Tjay dan Rahardja, 2002).

Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap

yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass)

sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak

(38)

panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual,

gastritis, eritema kulit dan sakit kepala. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari

terbagi dua atau 3 dosis (Gunawan, 2008).

G. Landasan Teori

Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan

agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara

melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis. Saat

berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi yang dilepaskan

secara lokal seperti histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT) atau serotonin, faktor

kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tanuet al, 2002).

Dari sejumlah senyawa flavonoid yang terdapat pada bunga telang,

antosianin adalah yang paling utama. Antosianin adalah senyawa berwarna

golongan flavonoid yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah,

biru, dan ungu pada buah, sayur dan tanaman hias. Antosianin adalah pigmen

yang mudah larut di air sehingga senyawa ini akan ditemukan dalam infusa bunga

telang. Menurut Mazza, 2002 (cit., Rhone & Basu, 2008) bahwa antosianin

merupakan antioksidan yang kuat, memiliki kemampuan untuk mencegah kanker,

memperlambat penuaan, menghambat penyakit neurologis, inflamasi, diabetes

dan infeksi bakteri.

Antosianin yang merupakan bagian flavonoid dapat menjadi inhibitor

enzim siklooksigenase (COX). Antosianin akan mencegah sintesis prostaglandin

(39)

berkomunikasi dengan sinyal kimia yang disebut sitokin akan dikendalikan oleh

antosianin (Sandhar, dkk, 2011).

H. Hipotesis

Infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) memberikan efek antiinflamasi

(40)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni karena

dilakukan dengan adanya perlakuan dan tanpa ada penelitian sebelumnya dengan

rancangan acak pola searah. Rancangan acak pola searah digunakan karena faktor

yang diuji dalam penelitian ini hanya ada satu, yaitu pengaruh dosis pemberian

infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) terhadap udema pada kaki mencit yang

diinduksi karagenin 1 % dengan pengukuran jangka sorong.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas: dosis infusa bunga telang.

b. Variabel tergantung: penurunan udema dilihat dari perbandingan kaki mencit

yang normal dengan kaki yang terinduksi karagenin 1%.

2. Variabel pengacau

a. Variabel yang dikendalikan : hewan uji adalah mencit betina galur Swiss,

umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram, cara pemberian bahan uji secara per

oral.

(41)

3. Definisi operasional

1. Infusa bunga telang adalah sejumlah (gram) bahan yang dipanaskan dengan

air dalam panci selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil

sekali-sekali diaduk. Kemudian diserkai selagi panas, tambahkan air panas

secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki

(Depkes RI, 1995).

2. Dosis infusa bunga telang adalah sejumlah berat infusa bunga telang tiap

satuan berat badan hewan uji dengan satuan mg/kg BB.

3. Udema adalah tebal telapak kaki yang diinduksi oleh larutan karagenin 1%

yang diinjeksikan secara subplantar dan diukur dengan jangka sorong dalam

satuan millimeter.

4. AUC (Area Under Curve) ditentukan menggunakan rumus trapezoid di mana

selisih udema antara kaki kiri dan kanan mencit dikali dengan selisih waktu

pengukuran (mm.menit).

C. Bahan Penelitian

1. Hewan uji

Mencit dengan jenis kelamin betina usia 2-3 bulan, berat 20-30 g, dan

bergalur Swiss yang diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata

(42)

2. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah bunga telang (Clitoria ternateaL.) yang

diperoleh dari kebun tanaman obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

3. Bahan uji farmakologi

Bahan-bahan uji farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Karagenin sebagai agen inflamasi yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

b. Tablet Cataflam® D-50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium

diklofenak 50 mg sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek Condong

Catur, Sleman, Yogyakarta.

c. NaCl fisiologis 0,9 % sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek Kimia

Farma, Seturan, Sleman, Yogyakarta.

d. Aquadest sebagai kontrol negatif yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Neraca analitik

2. Syringedan spuit injeksi per oral

(43)

4. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”

5. Alat-alat gelas (beaker glass, pengaduk, gelas ukur dan labu ukur merk Pyrex)

6. Alat-alat pembuat infusa (heater, panci lapis alumunium, pengaduk, termometer,

corong, kain flanel)

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman telang (Clitoria ternatea L.) menggunakan bunga,

daun, batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan, “Flora untuk

Sekolah di Indonesia” di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bunga telang diperoleh dari kebun tanaman obat Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bunga yang diambil adalah bunga yang

segar bewarna biru keunguan dan tidak berlubang. Waktu panen bunga telang

dilakukan pagi hari pada bulan Maret 2013.

3. Pembuatan larutan karagenin 1%

Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan

cara 1 gram karagenin dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis 0,9% hingga

volume 100 mL, akan diperoleh konsentrasi karagenin 1% (b/v) yang setara

(44)

4. Pembuatan infusa bunga telang

Bunga yang dipilih adalah bunga yang masih segar, tidak rusak dan tidak

layu. Bunga ditimbang sesuai dengan banyaknya penggunaannya di masyarakat,

kemudian bunga ditambah dengan 100 mL air dalam panci dipanaskan selama 15

menit dengan suhu 90oC sambil sesekali diaduk. Lalu ditambahkan air panas

hingga diperoleh volume infusa 100 mL.

5. Pembuatan larutan diklofenak

Tablet Cataflam® D-50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg

sebanyak 20 tablet diuji keseragaman bobotnya. Diambil 1 tablet Cataflam®D-50

yang mengandung kalium diklofenak 50 mg yang telah diuji keseragaman

bobotnya tersebut, ditimbang 204 mg dan digerus dalam mortar, lalu dilarutkan

dalam aquadest hingga volume 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 2,04

mg/mL. Perhitungan dosis kalium diklofenak dapat dilihat pada lampiran 8.

6. Penentuan waktu pemberian kalium diklofenak

Kalium diklofenak (Cataflam® D-50) 9,1 mg/Kg BB sebagai kontrol

positif diberikan 15 menit sebelum induksi udema dengan injeksi karagenin 1%

secara subplantar berdasarkan penelitian Gunawan (2010).

7. Pembuatan inflamasi

Kaki mencit sebelah kiri diinduksi dengan karagenin 1% secara subplantar

(di bawah kulit telapak kaki mencit), sedangkan kaki mencit sebelah kanan hanya

(45)

8. Dosis bunga telang

Uji antiinflamasi ini dilakukan karena tidak ada literatur yang

menyebutkan dosis terapi yang biasa digunakan di masyarakat, maka takaran yang

dipakai dalam penelitian ini adalah 5 gram (± 14 kuntum bunga). Perhitungan

dosis bunga telang dapat dilihat pada lampiran 8.

Dalam penelitian ini, infusa bunga telang dibuat dalam tiga peringkat dosis

yaitu 328; 655; 1310 mg/kg BB mencit.

9. Penentuan kontrol negatif

Kontrol negatif adalah zat yang tidak memiliki efek antiinflamasi sehingga

dapat digunakan sebagai pembanding terhadap zat yang diuji. Pada penelitian

digunakan aquadest sebagai kontrol negatif yang merupakan pelarut dalam

pembuatan infusa bunga telang. Perhitungan dosis aquadest dapat dilihat pada

lampiran 8.

10. Perlakuan pada hewan uji

Dua puluh lima ekor mencit diukur ketebalan kaki kirinya menggunakan

jangka sorong. Mencit dibagi acak dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari

5 ekor mencit, yaitu kelompok kontrol negatif (aquadest 25 g/kg BB mencit),

kelompok kontrol positif (kalium diklofenak 9,1 mg/kg BB mencit), kelompok

infusa bunga telang dosis I (328 mg/Kg BB mencit), kelompok infusa bunga

telang dosis II (655 mg/Kg BB mencit) dan kelompok infusa bunga telang dosis

III (1310 mg/Kg BB mencit). Skema jalannya penelitian dapat dilihat pada

(46)

15 menit kemudian

Gambar 4.Skema jalannya penelitian

Keterangan:

Kel. I : Kelompok kontrol negatif (aquadest 25 g/Kg BB mencit)

Kel. II : Kelompok kontrol positif (kalium diklofenak 9,1 mg/Kg BB mencit) Kel. III: Kelompok infusa bunga telang dosis I (328 mg/Kg BB mencit) Kel. IV: Kelompok infusa bunga telang dosis II (655 mg/Kg BB mencit) Kel. V : Kelompok infusa bunga telang dosis III (1310 mg/Kg BB mencit)

25 ekor mencit diberi senyawa secara per oral sesuai kelompok

berikut

Masing-masing kaki kiri mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar dan kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin

Udema diukur menggunakan jangka sorong selama 6 jam dan diukur pada

menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330 dan

360

(47)

11. Penentuan persen (%) penghambatan inflamasi

Metode penentuan persen penghambatan inflamasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menghitung luas area di bawah kurva (AUC-Area

Under Curve) untuk setiap mencit pada setiap rentang waktu pengukuran

sehingga dapat dihitung % penghambatan inflamasinya dengan rumus:

Penghambatan inflamasi (%) =(୅୙େ౥ష౮)୭ି(୅୙େ౥ష౮)୬

(୅୙େ౥ష౮)୭ x 100%

Keterangan:

(AUCo-x)o = AUCo-xrata-rata kelompok kontrol negatif (mm.menit)

(AUCo-x)n = AUCo-xrata-rata masing-masing hewan uji yang diberi senyawa

uji dengan dosis sebesar n (mm.menit) (Ikawati, Suparjan, danAsmara, 2007).

Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik untuk

menemukan dosis infusa bunga telang yang dapat menurunkan udema kaki mencit

secara signifikan.

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dianalisis dengan Shapiro Wilk untuk melihat

distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis

ANOVA satu arah taraf kepercayaan 95% dan jika data tidak terdistribusi normal

maka dilanjutkan dengan analisis Kruskal Wallis. Analisis ini dilakukan untuk

melihat apakah ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan

dengan uji Scheffe untuk data dengan distribusi yang normal dan uji Mann

Whitney untuk data dengan distribusi yang tidak normal. Analisis ini dilakukan

untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna. Jika

(48)

diperoleh p> 0,05 maka diartikan perbedaan tersebut tidak bermakna. Data

kuantitatif persen penghambatan inflamasi disajikan dalam nilai rata-rata ± SE

(49)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah infusa bunga telang

(Clitoria ternatea L.). Sebelum bunga Clitoria ternatea L. ini digunakan dalam

pengujian efek antiinflamasi maka diperlukan determinasi tanaman untuk

memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar tanamanClitoria

ternatea L. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian

batang, daun, bunga dan biji.

Determinasi dilakukan sesuai dengan buku acuan “Flora untuk Sekolah di

Indonesia” hingga kategori jenis (species) untuk membuktikan bahwa batang,

daun, bunga dan biji yang dideterminasi adalah benarClitoria ternateaL.

Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka terbukti bahwa tanaman yang

diuji ini benar merupakan tanamanClitoria ternatea L. (Lampiran 1).

B. Infusa Bunga Telang

Sebanyak 5 gram bunga telang ditambah 100 mL air. Campuran tersebut

dimasukkan ke dalam panci infusa dan dipanaskan di atas heaterpada suhu 900C

selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Waktu 15 menit dapat dihitung setelah

campuran mencapai suhu 900 C. Selama pemanasan, panci dalam keadaan

tertutup, agar suhu saat pemanasan tidak terpengaruh oleh suhu lingkungan atau

(50)

diperoleh volume infusa 100 mL. Bila belum mencapai volume 100 mL, dapat

ditambahkan air panas melalui ampas. Dari hasil pembuatan infusa didapatkan

cairan infusa bewarna ungu dan diduga dari warna ungu tersebut infusa sudah

mengandung antosianin karena antosianin merupakan senyawa pemberi warna

pada bunga telang. Hasil pembuatan infusa dapat dilihat pada tabel I.

Tabel I. Hasil pembuatan infusa bunga telang

C. Efek Antiinflamasi Infusa Bunga Telang

Penelitian efek antiinflamasi infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.)

pada mencit putih betina ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sekaligus

besarnya kemampuan efek antiinflamasi infusa bunga telang. Efek antiinflamasi

ditandai dengan penurunan udema kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1%

secara subplantar akibat pemberian infusa bunga telang tersebut secara per oral.

Metode pengukuran efek antiinflamasi yang digunakan dalam penelitian

ini mengadopsi Mahmood et al., (2009) di mana pengukurannya terletak pada

ketebalan kaki mencit (dari telapak kaki mencit dengan posisi jangka sorong

vertikal). Metode pengukuran dengan jangka sorong merupakan salah satu metode

yang seringkali digunakan dalam uji antiinflamasi di samping metode potong kaki

atau metode pengukuran volume udema dengan pletismometer. Alasan pemilihan

metode ini dalam uji antiinflamasi yang dilakukan adalah karena metode ini relatif

sederhana, baik dari instrument yang dibutuhkan, proses perlakuan, pengamatan, No Ciri organoleptis Hasil

1. Bentuk Cairan agak kental

2. Warna Ungu

3. Bau Tidak berbau

(51)

pengukuran sampai dengan pengolahan data. Sebelum memulai rangkaian

penelitian, alat jangka sorong yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu

untuk memastikan kelayakan dan akurasi serta presisi alat tersebut dalam

mengukur.

Dalam penelitian ini udema diukur selama 6 jam pada menit ke-0, 15, 30,

45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330 dan 360, maka didapatkan

profil rata-rata udema kaki mencit saat pengukuran tiap waktu pada gambar 5.

Gambar 5.Kurva rata-rata udema kaki mencit yang diinduksi karagenin 1% selama 6 jam pengamatan

Keterangan:

Series 1 : aquadest (25 g/kg BB mencit)

Series 2 : Cataflam®D-50 (kalium diklofenak 9,1 mg/kg BB mencit) Series 3 : infusa bunga telang dosis I (328 mg/kg BB mencit)

Series 4 : infusa bunga telang dosis II (655mg/kg BB mencit) Series 5 : infusa bunga telang dosis III (1310 mg/kg BB mencit)

Dari kurva tersebut dapat dilihat pada aquadest 25 g/kg BB mencit tidak

terjadi penurunan udema yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa aquadest

tidak memiliki kemampuan untuk menghambat inflamasi, penurunan di awal

pengamatan mungkin disebabkan oleh respon dari tubuh yang berupaya untuk

mempertahankan dan memulihkan tubuh dari adanya peradangan. Pada kalium

(52)

diklofenak 9,1 mg/kg BB mencit terlihat penurunan udema yang signifikan dan

tidak terjadi peningkatan udema, hal ini menunjukkan bahwa kalium diklofenak

yang merupakan OAINS memang memiliki daya penghambatan inflamasi.

Sedangkan pada ketiga dosis infusa bunga telang terjadi penurunan udema dan

selang beberapa jam terjadi peningkatan udema kembali. Hal ini mungkin

disebabkan karena ketiga dosis infusa bunga telang hanya memiliki efek untuk

menurunkan inflamasi sampai jam tertentu saja dan terjadi peningkatan udema

kembali karena karagenin sendiri sebagai penginduksi udema mampu bertahan

selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi.

Pada pengujian ini, zat penginduksi dipilih karagenin 1% karena

karagenin merupakan salah satu zat inflamatogen udema pada kaki mencit yang

paling banyak digunakan untuk memprediksi efektivitas potensial terapeutik dari

obat-obat antiinflamasi, baik dari golongan steroid maupun non steroid. Selain itu

karagenin juga tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada kaki mencit. Menurut

Baghdikian et al., (1997), karagenin akan menginduksi cedera sel sehingga sel

yang cedera melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Setelah

pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama 6 jam

dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi.

Pada penelitian ini digunakan aquadest sebagai kontrol negatif untuk

mengetahui apakah aquadest yang digunakan sebagai pelarut memiliki pengaruh

terhadap aktivitas antiinflamasi pada infusa bunga telang dan kalium diklofenak

atau tidak, juga sebagai pembanding aktivitas antiinflamasi. Sebagai kontrol

(53)

dipilih karena termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)

yang menghambat sintesis prostaglandin. Pemilihan kontrol positif tersebut

berdasarkan penggunaan produk antiinflamasi yang beredar di pasaran, namun

sediaan diklofenak yang beredar merupakan tablet salut enterik yang ditujukan

untuk mengurangi iritasi lambung. Bahan salut tersebut berfungsi untuk

mempertahankan obat di dalam lambung terhadap asam lambung hingga menuju

ke usus kemudian siap diabsorpsi. Melalui hal inilah maka obat tersebut tidak

hanya mengandung kalium diklofenak saja melainkan ada lapisan yang

melindunginya (coated), sedangkan dalam penelitian ini tablet dharuskan untuk

digerus dan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika terdapat lapisan salut

ini maka dapat mempengaruhi penimbangan sekaligus efek obat itu sendiri dalam

menimbulkan daya antiinflamasi, karena mungkin saja yang ditimbang hanya

salut enteriknya bukan obat yang seharusnya digunakan sebagai zat antiinflamasi.

Untuk itu dipilih Cataflam® D-50 yang merupakan tablet dispersible (D) tanpa

salut dengan tujuan mempermudah dalam proses pelarutan bersama aquadest

sehingga lebih homogen ketika akan diberikan pada mencit secara peroral. Dosis

Cataflam®D-50 yang digunakan adalah 9,1 mg/kg BB mencit.

Pada uji antiinflamasi ini, infusa bunga telang diberikan dalam tiga

peringkat dosis berturut-turut sebesar 328; 655 dan 1310 mg/kg BB mencit, untuk

mengetahui masing-masing perbandingan khasiat bunga telang terhadap

kontrolnya sebagai antiinflamasi.

Penghambatan inflamasi ditunjukkan dengan penurunan udema kaki

(54)

digunakan untuk menghitung persen penghambatan inflamasi. Terlebih dahulu

dihitung luas daerah di bawah kurva atau AUC dari masing-masing kelompok

perlakuan. Untuk menentukan persen penghambatan inflamasi akibat pemberian

infusa bunga telang, dihitung hubungan antara selisih udema telapak kaki mencit

yang diinjeksi karagenin 1% pada setiap t (waktu) dari menit ke-0 dengan waktu

pengamatan untuk masing-masing mencit pada tiap perlakuan yang ditentukan

dengan nilai AUC setiap satuan waktu dan AUC total. Diagram batang perbedaan

AUC antar kelompok perlakuan disajikan dalam gambar 6.

Gambar 6.Diagram batang AUC untuk masing-masing kelompok perlakuan beserta kontrol

Keterangan dosis:

(55)

Dari perhitungan AUC masing-masing kelompok perlakuan beserta

kontrol, kemudian ditentukan AUC rata-ratanya. Data AUC rata-rata ini kemudian

digunakan untuk menentukan persen penghambatan inflamasi untuk setiap

kelompok perlakuan.

Hasil pengujian pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada

kelompok kontrol negatif (aquadest) menghasilkan rata-rata AUC udema yang

paling besar di antara kelompok perlakuan lainnya, yaitu sebesar 302,16

mm.menit. Hal ini menunjukkan bahwa aquadest tidak memiliki efek

penghambatan inflamasi. Data persen penghambatan terhadap inflamasi dapat

dilihat pada tabel II.

Tabel II. Rata-rata persen penghambatan inflamasi pada setiap kelompok perlakuan dan hasil uji Mann Whitney masing-masing kelompok

Kelompok ݔ̅±ܵܧ

Kel. I : kelompok yang diberi aquadest dosis 25 g/kg BB mencit

Kel. II : kelompok yang diberi kalium diklofenak dosis 9,1 mg/kg BB mencit Kel. III: kelompok yang diberi infusa bunga telang dosis 328 mg/kg BB mencit Kel. IV: kelompok yang diberi infusa bunga telang dosis 655 mg/kg BB mencit Kel. V : kelompok yang diberi infusa bunga telang dosis 1310 mg/kg BB mencit ݔҧ :mean(rata-rata)

SE :standard error

(56)

Dari tabel di atas terlihat bahwa masing-masing dosis infusa bunga telang

memiliki efek antiinflamasi yang dinilai dari persen penghambatan inflamasi yang

diperoleh dengan membandingkan AUC rata-rata tiap kelompok perlakuan

dengan AUC rata-rata kelompok kontrol negatif (aquadest 25 g/kg BB mencit).

Dari hasil perhitungan diperoleh data persen penghambatan inflamasi Cataflam®

D-50 (kalium diklofenak) dosis 9,1 mg/kg BB sebesar 52,47%. sedangkan untuk

kelompok perlakuan infusa bunga telang dosis 328; 655; dan 1310 mg/kg BB

mencit masing-masing menunjukkan persen penghambatan inflamasi sebesar

23,57; 44,5 dan 27,95%.

Dari persen penghambatan inflamasi ketiga dosis tersebut didapat hasil

bahwa infusa bunga telang dosis 655 mg/kg BB mencit memiliki persen

penghambatan inflamasi yang paling besar dibandingkan dosis 328 dan 1310

mg/kg BB mencit yaitu 44,5%. Hal ini berarti bahwa dosis 655 mg/kg BB mencit

memiliki efek antiinflamasi yang paling baik meskipun belum mencapai 50%

(ED50) dan belum sebanding dengan efek antiinflamasi dari Cataflam® D-50

(kalium diklofenak).

Pada infusa bunga telang dosis 1310 mg/kg BB mencit terjadi penurunan

persen penghambatan inflamasi yang menunjukkan bahwa semakin besarnya

dosis infusa bunga telang tidak semakin besar pula efek penghambatan

inflamasinya. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena adanya senyawa dari

infusa bunga telang yang bersifat sebagai prooksidan. Beberapa penelitian

mengatakan bahwa senyawa bioaktif seperti fenol dapat bertindak sebagai

(57)

logam (Decker, 1997 cit., Yordi, Perez, Matos dan Villares, 2012). Prooksidan

merupakan sifat senyawa yang dapat mendorong oksidasi pada komponen sel

yang melibatkan senyawa radikal bebas dan berujung terjadinya reaksi rantai

sedangkan antioksidan merupakan sifat senyawa yang dapat melindungi sel dari

efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Mandal, 2012).

Kemudian dilakukan analisis statistik menggunakan uji Kruskal Wallis

dan hasil analisis menunjukkan bahwa data antar kelompok perlakuan

memberikan hasil yang signifikan (p < 0,05). Untuk mengetahui perbedaan antar

kelompok perlakuan bermakna atau tidak bermakna, dilakukan uji Mann Whitney.

Analisis statistik ini digunakan karena distribusi data pada penelitian tidak normal

sehingga tidak dapat dilakukan uji ANOVA. Analisis Kruskal Wallis serta uji

Mann Whitney yang dilakukan menunjukkan bahwa efek penghambatan inflamasi

infusa bunga telang dosis 328; 655; dan 1310 mg/kg BB berbeda bermakna (p <

0,05) terhadap kontrol positif, yaitu Cataflam® D-50 yang berisi kalium

diklofenak. Hal ini berarti bahwa ketiga dosis tersebut belum dapat bekerja

sebagai antiinflamasi dengan persen penghambatan inflamasi yang sebanding

dengan kerja kalium diklofenak dalam Cataflam® D-50 sebagai senyawa yang

diketahui secara pasti sebagai agen antiinflamasi. Pada kelompok perlakuan

dengan infusa bunga telang, perbedaan yang bermakna terletak pada kelompok

dosis 655 mg/kg BB terhadap kedua kelompok dosis 328 dan 1310 mg/kg BB,

sedangkan infusa bunga telang dengan dosis 328 mg/kg BB berbeda tidak

bermakna terhadap infusa bunga telang dosis 1310 mg/kg BB yang berarti kedua

(58)

belum menimbulkan adanya penghambatan inflamasi. Berdasarkan hasil yang

didapat dalam penelitian ini, dapat dikembangkan penelitian lebih lanjut mengenai

efek antiinflamasi bunga telang dalam bentuk sediaan lain, seperti dalam bentuk

ekstrak.

Mekanisme kerja OAINS meliputi reduksi sintesis prostaglandin dengan

menghambat enzim siklooksigenase melalui antagonisme dengan asam arakidonat

untuk berikatan dengan enzim siklooksigenase (COX). Agar suatu obat dapat

menjadi inhibitor kompetitif terhadap asam arakidonat untuk dapat berikatan

dengan enzim COX, obat tersebut harus memiliki lipofilitas yang tinggi serta

properti asam untuk menyerupai substrat alami dari COX itu sendiri (Mehanna,

2003). Diklofenak sendiri yang dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol

positif merupakan golongan OAINS turunan asam asetat yang memiliki

fungsionalitas asam sehingga dapat berikatan dengan enzim COX untuk

menghambat biosintesis prostaglandin.

Antosianin yang berperan dalam penghambatan inflamasi pada bunga

telang (Clitoria ternatea L.) memiliki mekanisme yang sama dengan kalium

dikofenak sebagai OAINS. Antosianin yang merupakan bagian flavonoid dapat

menjadi inhibitor enzim siklooksigenase (COX). Antosianin akan mencegah

sintesis prostaglandin (salah satu mediator inflamasi) dan menekan pengeluaran

sel T. Sel imun yang berkomunikasi dengan sinyal kimia yang disebut sitokin

(59)

40 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Infusa bunga telang dosis 328; 655 dan 1310 mg/kg BB mencit yang

diberikan secara per oral dapat menurunkan udema kaki mencit yang

diinduksi karagenin 1%, namun efeknya tidak sebanding dengan kalium

diklofenak dosis 9,1 mg/kg BB sebagai kontrol positif.

2. Persentase penghambatan inflamasi yang ditimbulkan oleh infusa bunga

telang yang diberikan secara oral pada udema kaki mencit betina galur Swiss

yang diinduksi dengan karagenin 1% dengan dosis 328; 655; 1310 mg/kg BB

mencit berturut-turut sebesar 23,57; 44,5 dan 27,95%.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perlu dilakukan penelitian tentang:

1. Penelitian lebih lanjut mengenai efek antiinflamasi bunga telang (Clitoria

(60)

41 DaftarPustaka

Andersen, O.M., Markham, K.R., 2005,Flavonoid: Chemistry, Biochemistry and Application, CRC Press, Boca Raton, FL.

Anonim, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, PT Medidata Indonesia, Jakarta Selatan, 136.

Baghdikian, B., Lanhers, M.C., Fleurentin, J., Olivier, E., Maillard, C., Balansard, G., dan Mortier, F., 1997, An Analytical Study, Anti-Inflammatory and Analgesic Effects of Hapagophytum procumbens and Harpagophytum zeyheri.Planta Medica,63: 171-176.

Decker, E., 1997, Phenolics: Prooxidants or Antioxidants,Nutrition Review, Vol. 55, 396-398.

Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 8-25.

Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 649.

Gryglewski, R.J., 1977, Some Experimental Models for the Study of Inflammation and Anti-Inflammatory Drugs, Agent Actions Suppl, Birkhaueser Verlag Basel, Rotterdam, 19-21, 59.

Gunawan, S.G., 2008,Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, 231.

Gunawan, T., 2010, Efek Analgesik-Antiinflamasi Sari Buah Nanas (Ananas comosusL.) pada Mencit Putih Betina,Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Herman, 2005, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengguna Tanaman Obat di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari di Kabupaten Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,Skripsi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Ignatius, G.E., Zarraga, M.D., dan Ernest, R.S., 2007, Coxibs and Heart Disease, J. American Col. of Cardio.,49: 1-14.

(61)

Kamkaen, N., dan Wilkinson J.M., 2009, The Antioxidant Activity of Clitoria ternatea Flower Petal Extracts and Eye Gel, Thesis, Faculty of Pharmacy, Srinakharinwirot University, Ongkharak District, Thailand.

Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Dripa, S., Salemba Medika, Jakarta, 449-471.

Kazuma, K., Noda, N., dan Suzuki, M., 2003, Flavonoid Composition Related to Petal Color in Differrent Lines of Clitoria ternatea, Phytochemistry, 64, 1133-1139.

Khanna N., dan Sarma, S.B., 2001, Antiinflammatory and Analgesic Effect of Herbal Preparation: Septilin, Indian J. Med. Sci.,55: 195-202.

Kohli, K., Ali, J., dan Raheman, Z., 2005, Curcumin: A Natural Antiinfammatory Agent,Indian J. Pharmacol.,37: 141-147.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., dan Mitchell R.N., 2007, Robbins Basic Pathology,Philadelpia, Saunders Elsevier, 29, 37-41, 53-54.

Mahmood, K., Aorahman, Z.A., Tariq, I.N., dan Hussain, S.A.R., 2009, Dose-Dependent Anti-inflammatory Effect of Silymarin in Experimental Animal Model of Chronic Inflammation, African J. of Pharm. and Pharmacol., 3 (5), 242-247.

Malabodi., R.B., Nataraka., K., 2001, Shoot Regeneration in Leaf Explants of

Clitoria ternateaL. Cultured In Vitro,Phytomorphology,51: 169-171.

Mandal, A., 2012, Antioxidant: Pro-Oxidant Activities, www.news-medical.net/health/Antioxidant-Pro-Oxidant-Activities.aspx, diakses tanggal 7 juli 2013.

Mazza, 2002, Absorption of Anthocyanins from Blueberries and Serum Antioxidant Status in Human Subjects, J. Agric. Food Chem., 50: 7731-7737.

Mehanna, A.S., 2003, NSAIDs: Chemistry and Pharmacological Actions,

American J. of Pharm. Edu.,67: 1-5.

Michael S.G., Kalamani A., 2003, Butterfly Pea (Clitoria ternatea): A Nutritive Multipurpose Forage Legume for The Topics – An Overview,Pakistan J. of Nutri.,2: 374-379.

Gambar

Tabel II. Rata-rata persen penghambatan inflamasi pada setiap kelompok
gambar 1 (Michael dan Kalamani, 2003).
Gambar 2. Struktur kimia antosianin (Nakajima, Tanaka, Seo, Yamakazi, dan Saito,
Gambar 3. Struktur kalium diklofenak (Novartis, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan : (1) hasil validasi modul oleh validator modul (dosen/pengajar kompetensi keahlian mesin CNC), diperoleh prosentase rata-rata sebesar 94,870.%

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan Motivasi Manajemen Laba Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa

ke non pertanian untuk tempat tinggal di Kabupaten Sleman, sebagian besar telah menjalankan alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian menjadi tempat tinggal pada tahun 2014

Budget hotel adalah hotel yang memberikan layanan standar sesuai yang diperlukan oleh tamu, sehingga tamu tidak perlu membayar lebih untuk hal yang tidak mereka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memahami materi integral lipat dua pada koordinat polar mata kuliah

Proses kerja flexografi menggunakan sistem cetak rotary dan langsung Proses kerja flexografi , menggunakan sistem cetak rotary dan langsung, dimana tinta yang ada pada plat

 Memiliki Pengalaman Kerja sebagai entry data, administrasi keuangan dan administrasi umum minimal 2 tahun.  Menguasai program komputer. perkantoran. Office dan lain-lain)

Malali, terdapat hanya segelintir firma perakaunan yang mengambil lepasan siswazah perakaunan sebagai pekerja kerana terdapat majikan yang tidak beqjuas hati dengan kualiti