• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Resolusi Konflik Siswa SD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Resolusi Konflik Siswa SD."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Situasi masyarakat yang selalu berubah merupakan suatu bukti bahwa

kemajuan suatu bangsa terletak pada sumber daya manusia yang berkualitas.

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arus transformasi,

komunikasi menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya tuntutan

kebutuhan masyarakat. Untuk menghadapi keadaan dan kenyataan demikian,

diperlukan pelayanan pendidikan yang relevan. Idealnya pendidikan tidak hanya

berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan

proses yang mengantisipasikan masa depan sehingga pendidikan hendaknya

memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang.

Hal ini diperkuat dengan adanya penjelasan mengenai pengertian

pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun

2003 (Tim Nuansa Aulia, 2008, hlm. 10) yang menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak

didik melalui upaya pengajaran dan pembelajaran. Melalui program pendidikan

yang bermutu dan bermanfaat akan menjadikan sosok manusia dewasa yang

bertanggung jawab, mandiri dan disiplin dalam menyelesaikan berbagai masalah,

baik masalah pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara. Selain itu,

berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal

4 ayat 4 (Tim Nuansa Aulia, 2008, hlm. 12) telah dijelaskan bahwa “Pendidikan

diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan

mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran”. Sehingga

adanya upaya pengembangan potensi dan kemampuan yang dimiliki anak dapat

(2)

Pada pelaksanaannya, segala kegiatan pendidikan diarahkan untuk

mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 (Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, hlm.12)

menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan,

diperlukan perangkat pendidikan yang mantap. Lang dan Evans (2006, hlm. 4)

menyatakan sistem pendidikan meliputi (1) Lembaga Pendidikan yang kuat, (2)

Pengalaman belajar yang memadai, (3) standar pelaksanaan yang baku, dan (4)

kualitas guru yang kompenten. Selain itu pada kontekstualisasinya di perlukan

kurikulum kapabel yang mampu mengaitkan berbagai aspek pendidikan.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm.10),

telah dijelaskan bahwa salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di sekolah

dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), pada hakikatnya :

IPS merupakan program pendidikan atau bidang studi dalam kurikulum sekolah yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat serta perhubungan antar interaksi antara manusia dan lingkungan baik sosial maupun phisik (dalam Istianti et al. 2007, hlm. 47).

Oleh karena itu, IPS juga dapat dijadikan ilmu untuk mengatur pola

perilaku manusia, baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial

yaitu sebagai anggota keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Yang menjadi

tujuan pendidikan IPS yaitu untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang

memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan-keterampilan yang dapat

dikembangkan untuk berperan aktif dalam kehidupan demokrasi (Istianti et al.

2007, hlm. 53).

National Countil for the Social Studies atau NCSS (dalam Supardan, 2014,

hlm. 15) mengemukakan tujuan IPS yakni

(3)

3

from history, the social sciences, and in some respect from humanities and science; (3) is taught in ways that reflect an awareness of the personal, social, and cultural experiences and developmental level of learners

Adapun sependapat pula tujuan dari pembelajaran IPS dikemukakan

Maryani (2011, hlm. 23) antara lain sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetensi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Jika di lihat dari tujuan di atas, bahwa pembelajaran IPS dapat

mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan

sikap, keterampilan yang memadai dalam mewujudkan kehidupan yang

demokratis sehingga siswa mampu mengambil keputusan yang rasional dalam

membuat tindakan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di

masyarakat.

Dalam pembelajaran IPS di SD, guru menyajikan proses pembelajaran

harus menarik perhatian siswa untuk belajar serta senantiasa memerhatikan

kebutuhan perkembangan karakteristik siswa SD. Menurut teori Piaget, anak usia

7-12 tahun perkembangan intelektualnya berada pada tahap operasional konkret

artinya tahap kemampuan berpikir anak usia SD harus dikaitkan dengan hal-hal

yang bersifat nyata (konkret). Mereka belum dapat berpikir abstrak. Kalaupun

mampu berpikir abstrak harus terlebih dahulu didahului dengan pengalaman yang

nyata. Selain itu, siswa diberikan pengalaman belajar yang dapat bermanfaat

dalam kehidupannya. Belajar merupakan suatu perubahan sikap dan perilaku dari

diri pribadi siswa. Robert M. Gagne (dalam Sagala, 2009, hlm. 2) mengemukakan

bahwa tipe belajar yang paling kompleks yaitu belajar memecahkan masalah.

Oleh karena itu, belajar memecahkan masalah ini sebaiknya diterapkan dalam

pembelajaran di SD, karena masalah merupakan hal yang biasa dihadapi siswa

dalam kehidupan nyata. Sehingga pembelajaran dinyatakan berhasil sesuai tujuan

manakala siswa dapat mengimplementasikan hasil belajar dalam kehidupan

(4)

Akan tetapi, yang terjadi di lapangan ternyata tidak seideal yang

diharapkan. Hal ini didasari dari hasil observasi di kelas IV SDN I Cikeusal yang

menunjukkan bahwa proses belajar memecahkan masalah yang dimiliki anak

rendah, misalnya anak belum mampu memecahkan masalah seperti berkelahi

antar teman, mencemooh kekurangan teman yang terjadi di dalam kelas. Setiap

hari terdapat kasus mengenai perkelahian antar teman sekelas maupun dengan

siswa kelas lainnya. Ketika melakukan wawancara dengan guru dan siswa kelas

IV SDN I Cikeusal ternyata mayoritas siswa laki-laki telah mengalami konflik

dengan temannya. Masalah-masalah pemicu konflik yang muncul sangat beragam

seperti mengejek nama yang dapat menyinggung siswa, melarang meminjamkan

barangnya ke temannya dan sebagainya. Upaya guru hanya mendiamkan siswa

yang menangis tanpa ada tindak lanjut dan upaya penyelesaian konflik ke

depannya. Setelah kasus tersebut siswa yang berkonflik akan berteman kembali

tanpa memperhatikan upaya perdamaian selanjutnya. Hal ini menjadi pemicu

masalah yang berkaitan fisik ataupun psikis ke depannya, apakah siswa akan

menjadi terbiasa seperti itu ketika mengalami masalah ataupun hanya diam dan

merasakan dendam ke teman yang berkonflik dengan diri siswa. Masalah

penyelesaian masalah (resolusi konflik) menjadi dasar upaya yang dilakukan

melalui pembelajaran yang dilakukan guru demi meningkatkan pribadi siswa akan

penyelesaian masalah. Hal ini membuktikan bahwa konflik terjadi melalui

interaksi sosial yang terjadi di lingkungan sekolah khususnya antar siswa dengan

berbagai upaya penyelesaian masalah. Pernyataan tersebut sependapat dengan

Maftuh (2008, hlm 5) menyatakan

Konflik sebenarnya adalah salah satu aspek interaksi sosial manusia dan ia secara alamiah terjadi dalam kehidupan sosial. Namun dalam menghadapi konflik, seseorang atau suatu masyarakat dalam mengambil sikap penyelesaian yang berbeda, sebagian mengambil sikap konstruktif dan sebagian lainnya bersikap destruktif.

Selain itu banyak berita disiarkan pada berita Liputan 6 Jakarta bahwa

sepanjang 2013 berdasarkan data Komnas PA, ada 3.379 kasus kekerasan di

sekolah. Sebanyak 16% atau 565 kasus, di antaranya pelaku kekerasan itu

anak-anak. Pada awal semester 2014, ada 1.626 kasus kekerasan terhadap anak, 26%

(5)

5

seharusnya baik guru maupun kepala sekolah dapat mendeteksi apa pun yang

terjadi di lingkungan sekolah. Apalagi kasus kekerasan siswa di sekolah bukan lah

hal baru, sehingga pihak sekolah lebih waspada dan mengawasi para siswanya

untuk menghindari penindasan di sekolah mereka.

Konflik yang terjadi antar siswa dipicu dari berbagai hal seperti

mempermalukan teman sebagai bahan tawaan, memanggil nama dengan

panggilan yang merendahkan, saling menghina, mengejek, berteriak,

mengolok-olok dan membela teman bermainnya yang memiliki musuh dengan temannya.

Disinilah peranan pihak sekolah yang mampu memberikan pengawasan dan

bimbingan secara optimal untuk menyelesaikan permasalahan yang tersebut. Jika

konflik ini berkembang maka dapat mengganggu psikis dan fisik siswa seperti

adanya luka, lebam, bengkak, goresan, mengeluh sering pusing dan sakit perut

dan sebagainya yang terlihat secara fisik pada anak, sedangkan gangguan psikis

terlihat ketakutan untuk pergi ke sekolah, malu dan menarik diri dari pergaulan

dengan teman-temannya, suka menyendiri, emosi yang tidak stabil, wajah tampak

tertekan setelah pulang dari sekolah, menangis tanpa alasan, berubah menjadi

pendiam/agresif, tidak ada nafsu makan, sering mengigau di waktu malam,

kesulitan tidur dengan nyenyak, hingga dapat terjadi yang lebih parah adalah

keinginan untuk mengakhiri hidup. Pernyataan di atas sependapat dengan Agency

(2015, hlm. 60-64) menyimpulkan bahwa dampak yang terjadi akibat konflik

yang terjadi di dalam kelas antara lain:

Dampak fisik seperti adanya luka, lebam yang dialami anggota tubuh sehingga memerlukan perawatan medis. Dampak Psikis yang berpengaruh pada sisi kejiwaan seperti rasa benci, dendam, memberontak, trauma. Dampak Perilaku seperti malas, berperilaku tidak menyenangkan, merusak prestasinya sendiri. Dampak sosial seperti kurang adanya hubungan komunikasi, menyendiri/ tidak bergaul dengan temannya.

Jadi sekolah tidak akan dijadikan tempat tinggal menyenangkan bagi siswa

melainkan sarana untuk berselisih. Hal ini akan berakibat pada kualitas

pendidikan pula khususnya pada menurunnya proses dan prestasi belajar siswa.

Peneliti meyimpulkan bahwa salah satu penyebabnya bukan hanya itu saja

melainkan pembelajaran yang dilakukan pun kurang membangkitkan siswa

mengemukakan pendapat dan penanaman karakter kebersamaan untuk

(6)

berpengaruh ketika memiliki masalah. Permasalahan anak adalah milik anak

tersebut. Peran guru harus terlihat mengenai pengontrolan emosi dan

membimbing anak dalam menemukan jawaban dari masalah yang terjadi (resolusi

konflik) tanpa harus menyinggung perasaan anak sehingga tumbuh rasa tanggung

jawab dalam diri anak. Hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan yang perlu

ditingkatkan karena pada usia anak SD (6-12 tahun) menurut Sugijakanto (2014,

hlm.16-18) memaparkan ciri perkembangan kognitif dan emosional pada masa

tersebut, dikatakan:

Pada perkembangan kognitif, membutuhkan penjelasan yang lebih logis dan jelas karena anak seusia ini masih mempunyai keterbatasan nalar dan lebih menyukai berkompetisi dengan teman-temannya, adapun dalam perkembangan emosionalnya lebih menonjol misalnya cepat naik darah dan bertengkar, tidak mudah menerima kegagalan dan selalu ingin diterima dengan baik di lingkungannya serta lebih menyukai dengan orang-orang yang mendukungnya.

Oleh karena itu, peneliti memandang perlu dilaksanakannya sebuah

penelitian yang dapat mengatasi permasalahan konflik antar siswa dengan tepat,

karena masalah tersebut dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Apabila masalah konflik antar siswa dapat teratasi dengan baik dan tepat, maka

diharapkan hasil belajar dan prestasi belajar siswa akan meningkat sehingga

tujuan pembelajaran konflik antar siswa pun dapat tercapai. Salah satu alternatif

dalam menjawab permasalahan yang terjadi dengan menerapkan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah. Menurut Tan (dalam Rusman, 2013, hlm. 230)

„Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang

relevan dengan tuntutan abad ke-21 dan umumnya kepada para ahli dan praktisi

pendidikan yang memusatkan perhatiannya pada pengembangan dan inovasi

sistem pembelajaran‟. Pelaksanaan model ini menuntut siswa dihadapkan kepada

permasalahan nyata yang berkaitan dengan materi pembelajaran, kemudian siswa

mengumpulkan informasi berkenaan dengan permasalahan yang ditemukan,

setelah itu siswa mendiskusikan permasalahan dan menemukan pemecahan

masalahnya berkaitan dengan topik permasalahan sosial berupa konflik-konflik

sederhana di dalam kelas. Penyelesaian konflik sangatlah sering yang terjadi

karena kurangnya kepercayaan untuk saling menerima perbedaan. Maftuh (2005,

(7)

7

individu mempunyai kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan

diantara mereka. Pada dasarnya konflik adalah alamiah dan sering terjadi di

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Resolusi Konflik Siswa SD”.

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Permasalahan di sekolah dasar menjadi salah satu kasus yang harus

diselesaikan, khususnya mengenai konflik antar teman. Masalah-masalah pemicu

konflik yang muncul sangat beragam seperti mempermalukan teman sebagai

bahan tawaan, memanggil nama dengan panggilan yang merendahkan, saling

menghina, mengejek, berteriak, mengolok-olok dan membela teman bermainnya

yang memiliki musuh dengan temannya. Upaya guru hanya mendiamkan siswa

yang menangis tanpa ada tindak lanjut dan upaya penyelesaian konflik ke

depannya. Setelah kasus tersebut siswa yang berkonflik akan berteman kembali

tanpa memperhatikan upaya perdamaian selanjutnya. Hal ini menjadi pemicu

masalah yang berkaitan fisik ataupun psikis ke depannya, apakah siswa akan

menjadi terbiasa seperti itu ketika mengalami masalah ataupun hanya diam dan

merasakan dendam ke teman yang berkonflik dengan diri siswa. Masalah

penyelesaian masalah (resolusi konflik) menjadi dasar upaya yang dilakukan

melalui pembelajaran yang dilakukan guru demi meningkatkan pribadi siswa akan

penyelesaian masalah. Hal ini membuktikan bahwa konflik terjadi melalui

interaksi sosial yang terjadi di lingkungan sekolah khususnya antar siswa dengan

berbagai upaya penyelesaian masalah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, secara

umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan

kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SD melalui penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah?”. Dari rumusan masalah tersebut dijabarkan

(8)

1. Bagaimana kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal

Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon sebelum penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah?

2. Bagaimana proses pembelajaran model berbasis masalah untuk meningkatkan

kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal Kecamatan

Gempol Kabupaten Cirebon?

3. Bagaimana kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal

Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon setelah penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi dan

mendeskripsikan pembelajaran IPS di sekolah dasar dengan menerapkan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap kemampuan resolusi konflik siswa.

Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan

penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran sebelum

penerapan model berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan resolusi

konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal Kecamatan Gempol Kabupaten

Cirebon

b. Untuk memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran model berbasis

masalah dalam meningkatkan kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN

1 Cikeusal Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon

c. Untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan resolusi konflik siswa

kelas IV SDN 1 Cikeusal Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon dengan

menerapkan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis bagi semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan. Secara teoritis,

penelitian ini diharapkan sebagai salah satu alternatif kriteria dalam

(9)

9

khususnya di sekolah dasar sebagaimana pendidikan formal awal anak dalam

mengembangkan potensi dan pemikirannya. Melalui pembelajaran peningkatan

resolusi konflik secara rinci mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam

berkomunikasi, memecahkan masalah, berpikir kritis, membuat keputusan, dan

meningkatkan keterampilan sosial lainnya seperti menghargai keragaman, empati,

kerja sama dan menggali serta mengungkapkan perasaan mereka. Pembelajaran

berbasis masalah pun menjadikan studi penyelesaian konflik yang

mengembangkan siswa untuk memahami tentang konsep konflik. Hal ini mampu

meningkatkan prestasi akademik siswa sehingga resolusi konflik dapat dipadukan

pada mata pelajaran dan program-program keterampilan sosial.

Sedangkan secara praktis, dapat bermanfaat sebagai pihak pendidikan

dalam lingkup makro maupun mikro. Lingkup makro yakni pengembang

kurikulum yang dilakukan pendidik untuk menjadikan salah satu solusi dan

alternatif model pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan yang dapat

meningkatkan kreativitas dan kekritisan siswa. Lingkup mikro dijadikan bahan

perencanaan, pengelola, dan pengembang model pembelajaran yang menarik bagi

guru di dalam kelas agar tertarik melakukan penelitian kembali dengan berbagai

kriteria penyelesaian masalah (resolusi konflik) sehingga berpengaruh pada

peningkatan prestasi belajar siswa seperti belajar mengemukakan dan memberikan

solusi atas permasalahan dengan mewujudkan kerja sama, keharmonisan dan

peningkatan disiplin antar siswa. Pembelajaran berbasis masalah dalam

meningkatkan kemampuan resolusi konflik tidak hanya pada siswa melainkan

guru dan orang tua serta pihak sekolah menghabiskan hanya sedikit banyak waktu

untuk menangani konflik yang terjadi pada siswa sehingga siswa akan fokus pada

kegiatan akademik yang produktif demi menyokong iklim sekolah yang efektif.

E.Struktur Organisasi Penelitian

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab yang mencakup berbagai unsur dari

pelaksanaan penelitian. Pada Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari enam sub bab

yakni Latar Belakang memaparkan permasalahan yang dijadikan bahan penelitian

berupa situasi dan kondisi resolusi konflik yang terjadi pada anak SD dan hasil

(10)

Masalah, Rumusan Masalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian, Tujuan

Penelitian, Manfaat penelitian, dan Struktur Organisasi penelitian.

Penulisan Bab selanjutnya pada tesis ini yaitu Bab II yang membahas

tentang teori-teori ataupun kajian pustaka dalam penelitian yang mencakup Teori

Konflik, Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kemampuan Resolusi

Konflik Siswa, serta Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pada Bab III, penulisan tesis ini membahas mengenai metode penelitian

yang dilakukan. Pemaparannya mencakup beberapa pembahasan yakni Desain

dan Metode Penelitian, Partisipan dan Tempat Penelitian, Definisi Operasional,

Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

Metode penelitian yang dilakukan yaitu Penelitian Tindakan Kelas dengan desain

model Elliot yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklusnya terdiri lebih dari satu

tindakan.

Bab IV pada penulisan ini mencakup pada hasil penelitian dan

pembahasannya. Bab ini memaparkan bagaimana hasil pelaksanaan penelitian

yang dilakukan per siklusnya dan temuan-temuan lapangan serta grafik hasil

siswa menjadi bahan apakah penelitian mengalami peningkatan. Pada

pembahasan Bab IV harus disertai dengan teori yang relevan dengan teori yang

berada di Bab II.

Bab terakhir yaitu Bab V yang mencakup Penutup yaitu Simpulan dan

Saran dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Ssimpulan membahas

berdasarkan jawaban dari rumusan masalah dan saran membahas penelitian dapat

dijadikan rekomendasi untuk bahan yang dapat digunakan oleh pihak yang

berkaitan dengan penelitian ataupun untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Adapun penulisan tesis ini mencakup pula lampiran-lampiran yang

berkaitan dengan penelitian yaitu tabel hasil pemerolehan siswa terhadap

kemampuan resolusi konflik, instrumen yang digunakan ketika penelitian serta

(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

dengan teknik penelitian tindakan kelas (action research). Dalam penelitian

tindakan kelas, guru dan peneliti dapat melakukan penelitian terhadap praktek

pembelajaran di kelas, melalui tindakan-tindakan yang direncanakan,

dilaksanakan dan di evaluasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian

tindakan kelas yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki

proses belajar mengajar di kelas.Tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah

untuk memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas

dimanaguru dan peneliti terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi

(tindakan), dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang demikian, guru mencari

problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Pada

dasarnya setiap orang apapun pekerjaanya selalu dihadapkan dengan persoalan

atau masalah yang menuntut jawaban atau pemecahannya.

Metode penelitian pendidikan ini memiliki suatu definisi, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Sugiyono (2008, hlm. 6) bahwa:

Metode Penelitian Pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.

Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah PTK (Penelitian

Tindakan Kelas). Penelitian Tindakan Kelas ini adalah suatu penelitian yang

dilakukan dengan cara-cara penyelesaian masalah secara bertahap dalam

mencapai salah satu tujuan pendidikan, yaitu berhasilnya suatu proses

pembelajaran. Peneliti menjadikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini sebagai

(12)

resolusi konflik. Sejalan dengan pernyataan di atas, Abidin (2011, hlm. 216)

menuturkan bahwa:

....Secara sederhana penelitian tindakan adalah seperangkat proses penelitian yang dilakukan dengan jalan mengidentifikasi masalah, melakukan sesuatu untuk memecahkannya, melihat keberhasilan pemecahan masalah dan jika belum memuaskan akan dilakukan beberapa pengulangan.

Kemmis (dalam Wiriaatmadja, 2010, hlm.12) menjelaskan bahwa:

Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka b) pemahaman mereka mengenai

kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang

memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.

Elliot (dalam Wiriaatmadja, 2010, hlm. 12) melihat “penelitian tindakan

sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk

memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.”

Sejalan dari beberapa pendapat mengenai penelitian tindakan, Abidin

menyimpulkan bahwa “penelitian tindakan kelas pada dasarnya adalah penelitian

yang dilakukan untuk memecahkan masalah, mengkaji langkah pemecahan

masalah itu sendiri, dan atau memperbaiki proses pembelajaran secara berulang

atau bersiklus (Abidin, 2011, hlm. 217).

Semua jenis penelitian pasti memiliki suatu tujuan. Demikian pula dengan

Penelitian Tindakan Kelas. Tujuan utama peneliti dalam Penelitian Tindakan

Kelas ini yaitu untuk peningkatan kemampuan resolusi konflik siswa dengan

penggunaan model pembelajaran berbasis masalah.

PTK merupakan wahana bagi guru untuk melatih mengembangkan kualitas

pengajarannya. Dalam PTK, guru dapat melakukan kegiatan refleksi dan tindakan

yang sistematis dalam pengajarannya. Upaya ini dilakukan guru untuk

memperbaiki proses dan hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa. Hal ini

sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ebbut (dalam Basrowi, M dan

Suwandi, 2008, hlm. 26):

(13)

44

sebagai suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan, di dalam dan di antara siklus-siklus itu ada informasi yang merupakan balikan.

Dari pernyataan yang telah dijelaskan di atas, maka PTK merupakan

penelitian yang dilakukan oleh guru secara berkelanjutan dalam upaya

memperbaiki proses pembelajaran menjadi lebih baik. Penelitian Tindakan Kelas

ini juga bermanfaat dalam konteks rasa percaya diri dan harga diri, sebagaimana

dikemukakan oleh Wiriaatmadja (2010, hlm. 9) bahwa “Penelitian Tindakan

Kelas adalah suatu gerakan sosial untuk perbaikan dan peningkatan kualifikasi

guru, agar guru merasa percaya diri dalam menjalankan profesinya, dan dengan

demikian mendapatkankembali harga dirinya.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas ini

sangatlah berguna dalam menyelesaikan suatu masalah pendidikan yang terjadi di

sekolah, sehingga kualitas pembelajaran di kelas pun menjadi meningkat

2. Desain Penelitian

Langkah dalam penelitian memiliki berbagai macam desain penelitian.

Desain penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu desain yang

dikembangkan oleh John Elliot (dalam Abidin, 2011, hlm. 239). Peneliti memilih

John Elliot karena dalam prosedur PTK desain ini, dirancang dalam tiga siklus,

pada setiap siklusnya terdiri lebih dari satu tindakan.Hal ini sesuai dengan

rencanapelaksanaan penelitian yang telah dirancang oleh peneliti yang

dilandaskan dari kompleksitas materi yang diteliti. Berdasarkan pada bagan model

Elliot dalam gambar 3.1, Lewis (dalam Wiriaatmadja, 2005, hlm. 110-101)

mengemukakan langkah-langkah kegiatan penelitian yang meliputi:

a. Mengidentifikasi masalah

Melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang diteliti. Permasalahan ini

merupakan sesuatu yang ada dalam proses pembelajaran dan ingin ditampilkan

ke arah perbaikan.

b. Pengecekan di lapangan

Kegiatan ini dilakukan untuk pemahaman terhadap situasi kelas yang

dilakukan penelitian. Hal ini untuk membantu membuat perencanaan tindakan.

(14)

Setelah mengetahui situasi dan kondisi di lapangan. Peneliti merencanakan

tindakan yang akan dilakukan. Perencanaan didasarkan pada kajian teoritis

untuk menentukan strategi pembelajaran yang akan dilakukan dalam tindakan.

kegiatan guru dalam merencanakan tindakan untuk memperbaiki, meluruskan

perilaku/sikap siswa dalam pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar

siswa. Hal-hal yang direncanakan berkaitan dengan metode pembelajaran,

pendekatan pembelajaran, media dan sebagainya.

d. Mengimplementasikan tindakan

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah

dibuat.Monitoring ini dapat dilakukan oleh peneliti itu sendiri. Tahap ini

dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh

peneliti, pada tahap ini peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan

dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah disusun sehingga dari

hal tersebut peneliti dapat mengetahui kesulitan yang dihadapi anak dalam

pembelajaran IPS dengan menggunakan model berbasis masalah untuk

meningkatkan kemampuan resolusi konflik.

e. Penjelasan kegagalan

Melakukan kegiatan evaluasi untuk mengkaji, melihat dan mempertimbangkan

atas proses dan hasil dari setiap tindakan. Refleksi ini dilakukan untuk

perbaikan terhadap rencana awal dan rencana berikutnya sehingga tidak

mengulangi kegagalan yang ada pada awal rencana pada siklus dan tindakan

sebelumnya serta mengetahui sejauh mana pengaruh tindakan telah mencapai

tujuan yang ditentukan.

f. Revisi perencanaan

Perbaikan terhadap rencana awal didasarkan pada data yang diperoleh. Hal ini

bertujuan agar tidak mengulang kesalahan yang ada pada rencana awal.

Model Elliot terdiri dari beberapa tahapan, yaitu identifikasi masalah,

pengecekan lapangan, perencanaan tindakan, implementasi tindakan, pengaruh

tindakan, evaluasi dan revisi perencanaan. Berikut ini bagan penelitian yang

(15)

46

[image:15.595.136.489.87.476.2]

Gambar 3.1

Model PTK Elliot, adaptedfrom Hopkins (Abidin, 2011:239)

Tahap-tahap pelaksanaan PTK yang akan peneliti lakukan adalah sebagai

berikut :

1. Perencanaan

a. Permintaan izin kepala sekolah SDN 1 Cikeusal

Kepala Sekolah SDN 1 Cikeusal memberikan izin penelitian karena peneliti

merupakan salah satu guru yang bertugas mengajar di SDN 1 Cikeusal, begitu

juga dengan guru-gurunya yang bersedia membantu peneliti untuk melakukan

penelitian.

b. Observasi dan Wawancara Awal

Kegiatan observasi dilakukan dengan melihat kondisi dan situasi yang ada

di SDN 1 Cikeusal terutama keadaan kelas IV. Observasi dilakukan untuk melihat

sarana dan prasarana serta kondisi peserta didik yang ada di SDN 1

Temuan Anallisis Ide Awal

Perencanaan Umum Siklus I Tindakan 1 dan 2

Implementasi Siklus I Tindakan 1 dan 2

Monitoring Implementasi Dan Efeknya

Penjelasan kegagalan implementasi

Revisi Perencanaan Umum

Perbaikan Perencanaan:

Monitoring Implementasi

dan Efek Implementasi Siklus II

Tindakan 1 dan 2

Penjelasan Kegagalan Implementasi

Revisi Perencanaan umum

Perbaikan Perencanaan:

Monitoring Implementasi Dan Efek

(16)

Cikeusaltersebut. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan keadaan

di SD Negeri tersebut. Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada kepala

sekolah, guru dan peserta didik dengan tujuan mengetahui kondisi dan situasi di

SDN 1 Cikeusal. Hasil wawancara juga digunakan sebagai untuk melengkapi data

observasi.

c. Identifikasi Permasalahan

Permasalahan yang terjadi dikelas diidentifikasi kemudian dikaitkan dengan

apa yang akan dilaksanakan dalam proses penelitian tindakan kelas nanti,

misalnya dengan menelaah KTSP dan buku-buku sumber yang relevan digunakan

siswa kelas IV.

d. Merumuskan Masalah

Dari permasalahan yang ditemukan penulis diatas, dibuat perumusan

masalah untuk mengarahkan penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan.

Rumusan masalah yang dibuat maka dijawab dengan pelaksanaan penelitian

tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal pada

konsep masalah sosial mata pelajaran IPS.

e. Membuat Rencana Pembelajaran

Rencana pembelajaran ini dilaksanakan agar apa yang akan dilaksanakan

dalam penelitian tindakan kelas dapat terarah sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

f. Menyusun/menetapkan teknik pemantauan

Teknik pemantauan yang digunakan pada setiap tahapan penelitian

menggunakan format lembar observasi, catatan lapangan, lembar wawancara, dan

alat dokumentasi.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari proses kegiatan

belajar mengajar, evaluasi dan refleksi yang dilakukan pada setiap siklusnya.

Secara garis besar perencanaan tindakan dengan menggunakan langkah-langkah

(17)

48

Tahapan pelaksanaan tindakan dalam setiap siklusnya, secara rinci dapat

digambarkan sebagai berikut :

a. Siklus 1

Berdasarkan hasil observasi awal terhadap situasi kelas yang akan dijadikan

sebagai subjek penelitian, maka disusunlah rencana siklus satu yang sesuai

dengan rencana pembelajaran. Kegiatan dalam pembelajaran ini mengenai

macam-macam masalah sosial bersifat konflik antar teman di dalam kelas. Siklus

1 membahas “Merasa Jagoan” baik yang unggul karena kepintaran, kekuatan,

kekayaan ataupun sebagainya. Siklus ini dibagi menjadi 2 tindakan yakni pada

tindakan 1 siswa diberi penjelasan dan penyajian masalah berupa cerita “Merasa Jagoan” yang ditampilkan guru dengan menggunakan media hewan tiruan berjudul “Angkuhnya Singa dan Macan”. Pada tindakan 1 pun menjabarkan

macam-macam masalah sosial yang dapat menyebabkan konflik antar teman di

dalam kelas, penyebab dan akibatnya serta solusi dari konflik tersebut. tindakan 2

membahas bagaimana kegiatan psikomotor siswa dalam menyelesaikan masalah

yaitu menampilkan percakapan sesuai pokok bahasan pada tindakan 1 bersama

kelompoknya.

b. Siklus 2

Berdasarkan hasil observasi awal terhadap situasi kelas yang akan dijadikan

sebagai subjek penelitian, maka disusunlah rencana siklus satu yang sesuai

dengan rencana pembelajaran. Kegiatan dalam pembelajaran ini mengenai

macam-macam masalah sosial bersifat konflik antar teman di dalam kelas. Siklus

2 membahas “Mengejek Teman” baik yang unggul karena fisik, kepintaran,

kekuatan, kekayaan ataupun sebagainya. Siklus ini dibagi menjadi 2 tindakan

yakni pada tindakan 1 siswa diberi penjelasan dan penyajian masalah berupa

cerita “Mengejek Teman” yang ditampilkan guru dengan menggunakan media

wayang berstik yang terbuat dari karton berkarakter tokoh film Doraemon yang

berjudul “Nobita Si Pemaaf”. Pada tindakan 1 pun menjabarkan macam-macam masalah sosial yang dapat menyebabkan konflik antar teman di dalam kelas,

penyebab dan akibatnya serta solusi dari konflik tersebut. tindakan 2 membahas

(18)

menampilkan percakapan sesuai pokok bahasan pada tindakan 1 bersama

kelompoknya.

c. Siklus 3

Berdasarkan hasil observasi awal terhadap situasi kelas yang akan dijadikan

sebagai subjek penelitian, maka disusunlah rencana siklus satu yang sesuai

dengan rencana pembelajaran. Kegiatan dalam pembelajaran ini mengenai

macam-macam masalah sosial bersifat konflik antar teman di dalam kelas. Siklus

3 membahas “Berburuk Sangka” baik yang unggul karena kelalaian, menuduh

ataupun sebagainya. Siklus ini dibagi menjadi 2 tindakan yakni pada tindakan 1

siswa diberi penjelasan dan penyajian masalah berupa cerita “Gara-gara Poo” yang ditampilkan guru dengan menggunakan media boneka Teletubies. Pada

tindakan 1 pun menjabarkan macam-macam masalah sosial yang dapat

menyebabkan konflik antar teman di dalam kelas, penyebab dan akibatnya serta

solusi dari konflik tersebut. tindakan 2 membahas bagaimana kegiatan psikomotor

siswa dalam menyelesaikan masalah yaitu menampilkan percakapan sesuai pokok

bahasan pada tindakan 1 bersama kelompoknya.

3. Observasi Tindakan

Tahap observasi dilakukan untuk mendapatkan data selama kegiatan proses

pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang diamati adalah pelaksanaan

pembelajaran yang telah disusun melalui rencana pembelajaran dari waktu ke

waktu dan bagaimana dampaknya terhadap tujuan yang hendak dicapai dari

penelitian tindakan kelas pada proses pembelajaran.

4. Refleksi

Tahap refleksi dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan setelah

peneliti selesai melakukan proses pembelajaran, atau setelah selesai melakukan

suatu tindakan yang difokuskan kepada berbagi aspek antara lain: kendala-kendala

yang dihadapi guru, model, pendekatan, metode, penggunaan alat peraga, evaluasi

(19)

50

B. Subjek Penelitian

Sumber data yang diteliti adalah siswa kelas IV di SDN I Cikeusal

Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon, dengan jumlah 30 siswa, laki-laki

sebanyak 17 siswa dan perempuan sebanyak 13 siswa.

Alasan memilih sumber data karena SDN I Cikeusal, karena siswa di sekolah

itu dalam pembelajaran IPS masih kurang menunjukkan hasil yang baik. Hal

tersebut dapat terlihat pada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah

sehingga menunjukkan hasil belajar siswa masih rendah. Hasil itu masih sangat

jauh dari tujuan pembelajaran pada Sekolah Dasar. Salah satu faktor yang

membuat masih kurangnya hasil belajar siswa yang terjadi di SDN I Cikeusal

adalah dalam penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat yang dilakukan

oleh guru, sehingga siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru.

guru masih menggunakan pendekatan teachercentered, yaitu guru hanya

mentransfer pengetahuan kepada siswa secara searah, sehingga siswa dalam

pembelajaran kurang aktif yang mengakibatkan materi yang disampaikan kurang

dapat dipahami oleh siswa. Adapun hal lainnya karakteristik siswa kelas IV SDN

I Cikeusalyaitu banyak siswa yang terlihat gaduh, malas dan tidak memperhatikan

penjelasan guru, Berkaitan dengan hal itu, terdapat kasus perkelahian antar siswa

yang terjadi setiap harinya sehingga berdampak pada ketercapaian hasil belajar

siswa yang tidak optimal apabila ditinjau secara psikis dan motivasi anak di dalam

kelas ketika mengalami konflik

Selain masalah tersebut, alasan memilih sumber data di SDN I Cikeusal yaitu

akses untuk melakukan penelitian lebih mudah. Dukungan dari berbagai pihak

dalam melakukan penelitian yang dilakukan di kelas IV pada SDN I Cikeusal

sangat antusias. Mulai dari kepala sekolah, guru, dan siswa-siswanya, semuanya

mendukung pada penelitian ini. Situasi dan kondisi letak SDN I Cikeusal

sangatlah mudah diakses bagi peneliti. Hal ini berdasarkan pengalaman mengajar

yang dilakukan peneliti dan letak sekolahnya pun tidak terlalu jauh dengan tempat

tinggal peneliti.

Kemudian alasan memilih penelitian di SDN I Cikeusal adalah peluang

(20)

model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan resolusi

konflik belum pernah diterapkan dalam proses pembelajaran, sehingga menjadi

peluang untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penyelesaian konflik

yang terjadi di dalam kelas misalnya berkelahi antar teman, mencemooh

kekurangan teman dan hal-hal yang mengundang konflik lainnya.

C. Klarifikasi Masalah

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses pembelajaran yang

titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata

siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk

pengetahuan dan pengalaman baru dengan dengan memberikan

rangsangan/arahan agar siswa dapat berpikir kritis. Tahapan pada pembelajaran

berbasis masalah diantaranya: a. Memberikan orientasi tentang permasalahannya

kepada siswa, b. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti, c. Membantu

investigasi mandiri dan kelompok, d. Mengembangkan dan mempresentasikan

artefak dan exhibit, dan e. Menganalisa dan mengevaluasi proses mengatasi

[image:20.595.115.508.526.747.2]

masalah.

Tabel 3.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru

1

Memberikan

orientasi tentang

permasalahannya kepada siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik yang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

2

Mengorganisasikan

siswa untuk

meneliti

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

3

Membantu

investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah.

4

Mengembangkan dan

mempresentasikan artefak dan exhibit

(21)

52

Lanjutan Tabel 3.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru

5

Menganalisa dan

mengevaluasi

proses mengatasi

masalah

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka gunakan.

2. Kemampuan Resolusi Konflik

Resolusi konflik adalah suatu cara individu untuk menyelesaikan masalah

yang sedang dihadapi dengan individu lain dengan menyarankan penggunaan

cara-cara yang lebih demokratis dan konstruktif sehingga memberikan

kesempatan pada pihak yang berkonflik. Kemampuan resolusi konflik meliputi

pengetahuan, afektif, dan psikomotor siswa. Masing-masing indikator

kemampuan resolusi konflik yakni:

a. Kemampuan kognitif resolusi konflik, indikatornya meliputi Pemahaman

terhadap Hakikat Konflik, Konflik yang memanas dan respon terhadap konflik,

Pemahaman terhadap upaya mengatasi rasa marah, dan strategi penyelesaian

konflik

b. Kemampuan afektif resolusi konflik indikatornya meliputi (1) sikap yang

memandang konflik bukan hanya sebagai sesuatu yang negatif, tetapi juga

memiliki sisi positif; (2) sikap bahwa rasa marah dapat dikendalikan; (3)

keyakinan bahwa perasaan seseorang dapat dibaca; (4) keyakinan bahwa

persepsi(pandangan) orang dalam melihat sesuatu dapat berbeda; (5) keyakinan

akan kemampuan untuk menyelesaikan konflik sendiri; (6) keyakinan bahwa

siswa mampu mempelajari strategi untuk menyelesaikan konflik; (7) sikap

bahwa untuk menyelesaikan konflik yang baik tidak selalu mengalah pada

pihak lawan; (8) kecenderungan untuk menyelesaikan konflik oleh sendiri

tanpa harus selalu bergantung pada pihak ketiga; (9) kesediaan menerima pihak

ketiga selagi pihak yang dapat menyelesaikan konflik, sekalipun bukan

satu-satunya cara yang efektif; (10) sikap terhadap kolaborasi (bekerja sama)sebagai

cara yang baik dalam menyelesaikan konflik; (11) keyakinan bahwa win-win

(22)

dalam penyelesaian konflik; dan (12) keyakinan bahwa orang yang berjiwa

muda pun perlu menyelesaikan konflik dengan win-winsolution.

c. Kemampuan psikomotor resolusi konflik memiliki indikator yaitu pemberian

waktu berpikir, komunikasi, keinginan pihak berkonflik, solusi curah pendapat,

[image:22.595.110.528.233.748.2]

dan rencana tindakan.

Tabel 3.2. Indikator Kemampuan Psikomotor Resolusi Konflik Siswa

No. Indikator Kriteria Skor

1.

Pemberian Waktu Berpikir

Pemberian waktu dalam mengendalikan emosi dan menggali informasi berupa pertanyaan latar

belakang permasalahan tanpa menyinggung

perasaan

4

Pemberian waktu dalam mengendalikan emosi dan menggali informasi berupa pertanyaan apapun latar belakang permasalahan

3

Menggali informasi berupa pertanyaan secara

langsung tanpa pemberian waktu untuk memikirkan 2

Pemberian waktu untuk berdiam tanpa

mengemukakan pertanyaan permasalahan 1

2. Komunikasi

Mencetuskan dan mendengarkan tiga pendapat kritis yang bervariasi secara antusias dan bisa di pertanggungjawabkan.

4

Mencetuskan dan mendengarkan dua pendapat kritis yang bervariasi secara antusias dan bisa di pertanggungjawabkan.

3

Mendengarkan pendapat dengan antusias 2

Tidak mencetuskan pendapat (diam) 1

3.

Keinginan Pihak Konflik

Bekerja sama dalam menunjukkan dan menemukan solusi permasalahan berdasarkan kepentingan pihak-pihak konflik dengan damai

4

Bekerja sama dalam menunjukkan dan menemukan solusi permasalahan tapi mementingkan salah satu pihak konflik saja

3

Hanya menunjukkan dan mengusulkan keinginan salah satu pihak konflik (pembelaan masing-masing)

2

Berdiam diri tanpa mengusulkan apapun 1

4. Solusi Curah

Pendapat

Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu

pendapat/ gagasan, serta memberikan contohnya. 4

Berpendapat dan memberikan contoh tapi tidak

dikembangkan. 3

Hanya berpendapat saja. Tidak dengan contohnya. 2

(23)

54

Lanjutan Tabel 3.2. Indikator Kemampuan Psikomotor Resolusi Konflik Siswa

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data yang

lengkap dan valid dari penelitian yang akan dilakukan sehingga memudahkan

peneliti pada saat melakukan interpretasi data. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari 4 (empat) macam instrumen, yaitu: Pedoman observasi,

Pedoman wawancara, Tes Kemampuan Resolusi Konflik, dan Pedoman Catatan

lapangan.Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan

kelas ini adalah:

a. Pedoman Observasi

Observasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk menganalisis dan

mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat

individu secara langsung. Untuk memudahkan pelaksanaannya, peneliti membuat

lembar observasi mengenai kinerja guru dan aktivitas siswa yang merujuk pada

kemampuan pengetahuan dan sikap siswa bagaimana menyelesaikan/ resolusi

konflik yang terjadi dengan menggunakan tahapan model pembelajaran berbasis

masalah.Pedoman tersebut meliputi kemampuan guru dalam membuka

pembelajaran, apersepsi, menyampaikan tujuan, membimbing siswa, memberikan

penguatan dan mengevaluasi pembelajaran. Hasil observasi yang diperoleh

melalui kegiatan pengamatan, peneliti mendapatkan suatu refleksi untuk

melakukan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.

b. Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan alat untuk memperoleh data atau fakta atau

informasi dari seseorang secara lisan. Melalui kegiatan wawancara, peneliti

No. Indikator Kriteria Skor

5. Rencana dan

Tindakan

Menghasilkan perjanjian dan persetujuan dengan

diakhiri senyuman dan berjabat tangan. 4

Menghasilkan perjanjian dan persetujuan tanpa

berjabat tangan 3

Hanya berjabat tangan tanpa adanya persetujuan

dan perjanjian 2

(24)

memperoleh data secara langsung dari siswa melalui pengajuan pertanyaan.

Wawancara digunakan untuk memperoleh data yang lebih rinci untuk melengkapi

data hasil observasi. Dalam pelaksanaannya, peneliti harus menciptakan kondisi

yang nyaman bagi siswa. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan di akhir

pembelajaran pada setiap siklus. Wawancara dilakukan kepada guru dan siswa

mengenai model berbasis masalah.

c. Tes Kemampuan Resolusi Konflik

Evaluasi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

menentukan hasil dari suatu yang telah ditentukan. Untuk melakukan evaluasi

pembelajaran maka peneliti menggunakan sebuah alat berupa tes. Ada pun tujuan

diadakannya tes dalam penelitian ini adalah untuk mengukur penguasaan dan

pemahaman konsep resolusi konflik sebagai hasil dari proses belajar yang telah

dilaksanakan. Tes yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa lembar soal

yang harus dikerjakan oleh siswa secara perorangan. Hal ini penting diketahui,

untuk menentukan rencana selanjutnya.

d. Lembar Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat,

dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif. Lembar catatan lapangan merupakan catatan harian yang ditulis

observer secara segera setelah proses pembelajaran berakhir.Catatan lapangan

diperlukan untuk memperoleh data dari kegiatan belajar siswa di kelas. Peristiwa

penting yang terjadi perlu dituliskan di dalam catatan lapangan. Catatan lapangan

digunakan untuk bahan refleksi peneliti dalam menentukan rencana kegiatan pada

pembelajaran selanjutnya.

E.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan menerapkan teknik pengumpulan data

berdasarkan beberapa instrumen penelitian yaitu observasi, wawancara, dan

catatan lapangan. Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian

(25)

56

a. Observasi

Teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan

pengamatan. Peneliti mengamati segala sesuatu yang terjadi selama proses

pembelajaran berlangsung. Aspek yang diamati dalam kegiatan observasi meliputi

tingkat antusias siswa di dalam kelas, kesesuaian metode yang digunakan serta

hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan observasi

peneliti mengamati peristiwa penting yang terjadi selama pembelajaran

berlangsung, kemudian data yang diperoleh dicatat dalam lembar catatan lapangan

untuk melihat aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung dan

sejauhmana tingkat kemampuan resolusi siswa dalam pembelajaran IPS SD

dengan menerapkan model berbasis masalah.

b. Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan

data dengan melibatkan narasumber dalam mengungkapkan ide atau pendapat

yang diungkapkan secara lisan maupun tulisan dalam bentuk angket mengenai

proses pembelajaran yang berlangsung dalam kelas. Peneliti melakukan kegiatan

wawancara dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada siswa.

Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas IV

SD dengan menggunakan model berbasis masalah pembelajaran masalah sosial

pokok bahasan konflik. Informasi yang diperoleh dijadikan sebagai bahan

perbaikan bagi peneliti untuk menyusun perencanaan pembelajaran selanjutnya.

Wawancara dilakukan pada beberapa anak yang memiliki latar belakang yang

berbeda. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh

informasi secara acak

c. Catatan Lapangan

Teknik catatan lapangan dalam penelitian ini digunakan untuk mencatat

temuan-temuan selama pelaksanaan penelitian berlangsung. Catatan lapangan

berfungsi untuk mencatat informasi mengenai temuan-temuan atau

kejadian-kejadian penting selama proses penelitian yang dapat dipakai sebagai bahan untuk

(26)

F.Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian tindakan kelas ini, diarahkan untuk mencari dan

menemukan upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan kualitas proses

belajar siswa.

Bogdan (dalam Sugiyono, 2010, hlm. 334) „analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain‟.

Sugiyono (2010, hlm. 335) mengemukakan bahwa:

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian ini ialah proses mencari, menyeleksi,

mengklasifikasikan, menyusun suatu data yang telah dikumpulkan melalui alat

pengumpul data. Dalam pelaksanaannya analisis data dilakukan setelah kegiatan

pembelajaran satu siklus telah dilaksanakan.

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan ialah teknik

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2010, hlm. 338-339) yang terdiri dari tiga

alur kegiatan yaitu :

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.

2. Penyajian data

Penyajian data ialah suatu proses penampilan data apabila data telah direduksi. Penyajian data dapat berupa tabel, grafik dan sebagainya.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi

(27)

58

Kegiatan yang pertama dilakukan ialah mereduksi data yakni proses

seleksi terhadap data yang telah terkumpul. Proses seleksi ini dilakukan untuk

mendapatkan data yang akurat dikarenakan data yang digunakan adalah data yang

efisien. Sedangkan penyajian data dalam penelitian ini ialah penyajian data setelah

data melalui proses reduksi. Penyajian data dapat berupa tabel, grafik dan

sebagainya sebagai upaya memperjelas temuan-temuan dari data yang terkumpul

setelah pembelajaran dilaksanakan. terakhir ialah penarikan kesimpulan, dalam

penelitian ini, penarikan kesimpulan memperhatikan data-data yang telah

terkumpul setelah melewati proses reduksi dan penyajian data sehingga

memudahkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan. Proses ini merupakan

proses refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran sehingga didapat penentuan

keputusan untuk perbaikan terhadap temuan-temuan negatif yang didapat setelah

pembelajaran dilaksanakan.

Pada penelitian ini, menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif. Berikut

penjabaran secara rincinya yaitu:

a. Teknik Kuantitatif

Teknik analisis data secara kuantitatif yaitu dilakukan ketika semua data

sudah terkumpul, data-data yang dianalisis menggunakan prosedur statistik yang

variabelnya diukur menggunakan angka-angka. Teknik-teknik dalam menyajikan

datanya bisa dengan menggunakan tabel, grafik, diagram lingkaran, dan

pictogram.

b. Teknik kualitatif

Teknik kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama

dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Dalam rangka kepentingan

pengumpulan data, teknik yang digunakan dapat berupa kegiatan seperti

observasi, wawancara, dan catatan lapangan.

Alwasilah (2012, hlm. 113) menjelaskan bahwa

(28)

Sesuai dengan perjelasan di atas, bahwa dalam kegiatan menganalisis data

peneliti tidak boleh menunggu dan membiarkan data menumpuk untuk kemudian

menganalisisnya. Hal ini disebabkan karena apabila peneliti menunggu dan

membiarkan data menumpuk, peneliti akan mengalami kesulitan dalam

menangani data. Oleh karena itu, peneliti harus menganalisis data sedikit demi

sedikit untuk memudahkan peneliti dalam hal menganalisis data.

c. Triangulasi

Teknik triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada. Triangulasi bisa disebut juga pengumpulan data dan sekaligus menguji

kreadibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik

pengumpulan data dan berbagai sumber data. Susan Stainback (dalam Sugiyono,

2013, hlm. 330). “tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa

yang ditemukan”.

Tidak hanya itu, analisis data dilakukan dengan cara membandingkan

transkrip setiap instrumen kegiatan atau hasil kerja peserta didik. Teknik analisis

data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dengan menggunakan persentase

dan analisis data kuantitatif dengan mencari rata-rata hitung. Untuk mengetahui

hasil kemampuan resolusi konflik berdasarkan indikator yang telah dibuat yaitu

1) Perhitungan skor kognitif yang diperoleh:

2) Perhitungan skor afektif yang diperoleh:

3) Perhitungan skor psikomotor yang diperoleh:

Skor Siswa = Jumlah seluruh skor siswa dari 10 soal berdasarkan kriteria skor skala sikap

Jawaban yang benar ( skor 1-10) x 10 = Nilai Siswa dalam Tes

Seluruh skor yang diperoleh siswa = Skor Psikomotor Siswa 20 (Jumlah seluruh skor indikator)

Nilai Akhir Siswa (NA) = Tes + Skala Sikap + Psikomotor = .... (termasuk ke

(29)

129

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan dalam Gamitan Pendidikan Dasar dan PAUD. Bandung. Rizqi Press.

Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama

Agency, B. (2015). Mengasuh & Mendidik Buah Hati tanpa Kekerasan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia.

Alwasilah, A.C. (2012). Pokoknya Kualitatif (Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif).Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.

Alwi, S. (2013). Resolusi Konflik dan Negosiasi Bisnis. Yogyakarta: BPFE

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di era Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Arend, R. I. (2008). Learning to Teach. New York: MCGraw Hill.

Arend, R. I & Ann, K. (2010). Teaching for Student Learning becoming an accomplished Teacher. New York: Routledge.

Baden, M. S & Major, C. H. (2004). Foundations of problem-based Learning. USA: MPG Books Ltd.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: Ghalia Indonesia.

Dahar, R. W. (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Dananjaya, U. (2011). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia

Duch, B. J, dkk. (2001). The power of problem-based learning. USA: Stylus Publishing.

Depdiknas. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, S. B. dan Aswan, Z. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

(30)

Frydenberg, E. (2005). A Life and Legacy of Mediation and Conflict Resolution. Brisbane: Australian Academic Press.

Huliselan, N. (2014). Program Bimbingan Resolusi Konflik Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik. Penelitian Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Istianti, T. et al. (2007). Pendidikan IPS di Sekolah dasar. Bandung: UPI Kampus Cibiru.

Lang, H.R. & Evans, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. United States of America: Pearson

Lely, H. (2012). Sikap Profesional Guru dan Keterampilan Dasar Mengajar. Bandung: Rizqi Press.

Maftuh, B. (2003). Model Pengajaran Resolusi Konflik untuk Menengah Sekolah Atas. S-3 Disertasi Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Maftuh, B. (2005). Pendidikan Resolusi Konflik: Membangun Generasi Muda yang Mampu Menyelesaikan Konflik Secara Damai. Bandung: Program Pendidikan Kewarganegaraan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Maftuh, B. (2008). Pendidikan Resolusi Konflik Membangun Generasi Muda yang Mampu Menyelesaikan Konflik secara Damai. Bandung: Perpustakaan Nasional RI/ Katalog dalam Terbitan (KDT). Program Studi

Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas

Pendidikan Indonesia.

Maryani, E. (2011). Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Peningkatan Keterampilan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Porro, B. (1996). Talk it Out. Conflict Resolution in the Elemntary Classroom. United States of America: ASCD Association for Supervision and Curriculum Development.

Rahmantyo, T.Y.F. (2012). Upaya Peningkatan Kemampuan resolusi Konflik melalui Bimbingan Kelompok bagi Siswa Kelas X-Logam SMK Negeri 1 Kalasan. [online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id. Diakses 17 Februari 2015 Pukul 05.17

(31)

131

Rusman. (2013). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, S. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Remaja Rosda Karya

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar pendidikan. Jakarta: Kencana

Sardjiyo, S. ,D. dan Ischak. (2008). Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sugijokanto, S. (2014). Cegah Kekerasan pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Supardan, D. (2014). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Perspektif Filosofi, Kurikulum, dan Pembelajaran. Bandung: Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Suyatno. (2007). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka.

Tan, O.S (2003a). Problem-Based Learning Innovation, Using Problems To Powerlearning In The 21st Century. Singapore: Seng Lee Press

Tan, O.S (2004b). Enhancing Thinking Through Problem-Based Learning Approaches. Singapore: Cengage Learning.

Tan, O.S (2009c). Problem-Based Learning and Creativity. Singapore: Cengage Learning.

Tim Redaksi Nuansa Aulia. (2008). Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Bandung: Nuansa Aulia.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wiriaatmadja, R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

(32)

SUMBER ONLINE

Nazlah. (2008). Sikap Sosial pada Anak yang Mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni. (Studi Kualitatif pada siswa-siswi SD AL-IRSYAD Surakarta yang mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni). Universitas Muhammadiyah

Surakarta Fakultas Psikologi. [online]. Tersedia:

http://eprints.ums.ac.id/838/1/F100020223.pdf diakses 17 Februari 2015 Pukul 05.15

Salim, H.J. (2014). Komnas PA: Kekerasan Anak SD di Sumbar Karena Pembiaran Sekolah. Pascasarjana FISIP Unpad Jurusan sosiologi. [online].

Tersedia:

http://news.liputan6.com/read/2119677/komnas-pa-kekerasan-anak-sd-di-sumbar-karena-pembiaran-sekolah diakses 17 Februari 2015 Pukul 05.10

Sulaeman, M. (2014). Dasar-dasar Konflik dan model resolusi Konflik. [online].

Tersedia:

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Dasar-dasar-Konflik-Dan-Model-Resolusi-Konflik.pdf diakses pada 17 Februari Pukul 16.00.

SUMBER JURNAL

Darmawan. (2010). Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di MI Darrusaadah Pandeglang. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 3 No. 2 November 2011

Genç, O and Mehmet A. H. (2012). The Effect of Conflict Resolution Strategies of the Primary School Principals on the Motivation of the Teachers (District Of Gebze Sample). Educational Researches and Publications Association (ERPA) Turkey: IOJES. Vol 4. No. Oktober 2012

Himawan, R. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi

Pengolahan Data Menggunakan Model Problem Based Learning Siswa Kelas VI SDN Kedungrawan I Krembung Sidoarjo. Ejournal UNESA. Vol. 2. No.2

Newman, M J. (2005). Problem Based Learning: An Introduction and Overview of the Key Features of the Approach. Journal of Veterinary. Vol. 2. No. 12

(33)

133

Putu, S., Lasmawan, W. (2013). Pengaruh Implementasi Model Resolusi Konflik Terhadap Sikap Sosial Dan Prestasi Belajar IPS pada Siswa kelas V SD Gugus 2 Sahadewa di Lelateng. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar. Vol.3

Purwoko, B., Syafiq. M., Rahmasari, D. (2009). Pelatihan Bimbingan Resolusi Konflik Interpersonal Bagi Konselor Sekolah. Jurnal Unesa. Vol. 10 No. 2

Samiadji. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV SDN Jemurwonosari Ii/525 Surabaya. Jurnal Unesa. Vol. 1 No.1

Sri, A., Agung, G., (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Resolusi Konflik Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V di SD Gugus Kerta Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol. 2 No. 1

Gambar

Model PTK Elliot, Gambar 3.1 adaptedfrom Hopkins (Abidin, 2011:239)
Tabel 3.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Tabel 3.2. Indikator Kemampuan Psikomotor Resolusi Konflik Siswa

Referensi

Dokumen terkait

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR DAERAH DEKONSEN

Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran bola voli di sekolah, khususnya di Sekolah Dasar (SD) Negeri Gentra Masekdas Bandungadalah ketersediaan alat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon kecepatan gelombang seismik refraksi pada lapisan bawah permukaan dan ketebalan lapisan lapuk dengan

Sehubungan dengan adanya penelitian mengenai “Pengaruh Efikasi Diri dan Pengetahuan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha terhadap Mahasiswa/i Program Studi Manajemen

Bawang merah dinyatakan keras, apabila umbi bawang merah setelah mengalami curing atau pengeringan dengan baik cukup keras dan tidak lunak bila ditekan jari.

[r]

Pemenang Pelelangan Umum (Pengadaan Pekerjaan

[r]