BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Situasi masyarakat yang selalu berubah merupakan suatu bukti bahwa
kemajuan suatu bangsa terletak pada sumber daya manusia yang berkualitas.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arus transformasi,
komunikasi menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya tuntutan
kebutuhan masyarakat. Untuk menghadapi keadaan dan kenyataan demikian,
diperlukan pelayanan pendidikan yang relevan. Idealnya pendidikan tidak hanya
berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan
proses yang mengantisipasikan masa depan sehingga pendidikan hendaknya
memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang.
Hal ini diperkuat dengan adanya penjelasan mengenai pengertian
pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun
2003 (Tim Nuansa Aulia, 2008, hlm. 10) yang menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak
didik melalui upaya pengajaran dan pembelajaran. Melalui program pendidikan
yang bermutu dan bermanfaat akan menjadikan sosok manusia dewasa yang
bertanggung jawab, mandiri dan disiplin dalam menyelesaikan berbagai masalah,
baik masalah pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara. Selain itu,
berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal
4 ayat 4 (Tim Nuansa Aulia, 2008, hlm. 12) telah dijelaskan bahwa “Pendidikan
diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran”. Sehingga
adanya upaya pengembangan potensi dan kemampuan yang dimiliki anak dapat
Pada pelaksanaannya, segala kegiatan pendidikan diarahkan untuk
mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 (Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, hlm.12)
menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan,
diperlukan perangkat pendidikan yang mantap. Lang dan Evans (2006, hlm. 4)
menyatakan sistem pendidikan meliputi (1) Lembaga Pendidikan yang kuat, (2)
Pengalaman belajar yang memadai, (3) standar pelaksanaan yang baku, dan (4)
kualitas guru yang kompenten. Selain itu pada kontekstualisasinya di perlukan
kurikulum kapabel yang mampu mengaitkan berbagai aspek pendidikan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm.10),
telah dijelaskan bahwa salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di sekolah
dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), pada hakikatnya :
IPS merupakan program pendidikan atau bidang studi dalam kurikulum sekolah yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat serta perhubungan antar interaksi antara manusia dan lingkungan baik sosial maupun phisik (dalam Istianti et al. 2007, hlm. 47).
Oleh karena itu, IPS juga dapat dijadikan ilmu untuk mengatur pola
perilaku manusia, baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial
yaitu sebagai anggota keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Yang menjadi
tujuan pendidikan IPS yaitu untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang
memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan-keterampilan yang dapat
dikembangkan untuk berperan aktif dalam kehidupan demokrasi (Istianti et al.
2007, hlm. 53).
National Countil for the Social Studies atau NCSS (dalam Supardan, 2014,
hlm. 15) mengemukakan tujuan IPS yakni
3
from history, the social sciences, and in some respect from humanities and science; (3) is taught in ways that reflect an awareness of the personal, social, and cultural experiences and developmental level of learners
Adapun sependapat pula tujuan dari pembelajaran IPS dikemukakan
Maryani (2011, hlm. 23) antara lain sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetensi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Jika di lihat dari tujuan di atas, bahwa pembelajaran IPS dapat
mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan
sikap, keterampilan yang memadai dalam mewujudkan kehidupan yang
demokratis sehingga siswa mampu mengambil keputusan yang rasional dalam
membuat tindakan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di
masyarakat.
Dalam pembelajaran IPS di SD, guru menyajikan proses pembelajaran
harus menarik perhatian siswa untuk belajar serta senantiasa memerhatikan
kebutuhan perkembangan karakteristik siswa SD. Menurut teori Piaget, anak usia
7-12 tahun perkembangan intelektualnya berada pada tahap operasional konkret
artinya tahap kemampuan berpikir anak usia SD harus dikaitkan dengan hal-hal
yang bersifat nyata (konkret). Mereka belum dapat berpikir abstrak. Kalaupun
mampu berpikir abstrak harus terlebih dahulu didahului dengan pengalaman yang
nyata. Selain itu, siswa diberikan pengalaman belajar yang dapat bermanfaat
dalam kehidupannya. Belajar merupakan suatu perubahan sikap dan perilaku dari
diri pribadi siswa. Robert M. Gagne (dalam Sagala, 2009, hlm. 2) mengemukakan
bahwa tipe belajar yang paling kompleks yaitu belajar memecahkan masalah.
Oleh karena itu, belajar memecahkan masalah ini sebaiknya diterapkan dalam
pembelajaran di SD, karena masalah merupakan hal yang biasa dihadapi siswa
dalam kehidupan nyata. Sehingga pembelajaran dinyatakan berhasil sesuai tujuan
manakala siswa dapat mengimplementasikan hasil belajar dalam kehidupan
Akan tetapi, yang terjadi di lapangan ternyata tidak seideal yang
diharapkan. Hal ini didasari dari hasil observasi di kelas IV SDN I Cikeusal yang
menunjukkan bahwa proses belajar memecahkan masalah yang dimiliki anak
rendah, misalnya anak belum mampu memecahkan masalah seperti berkelahi
antar teman, mencemooh kekurangan teman yang terjadi di dalam kelas. Setiap
hari terdapat kasus mengenai perkelahian antar teman sekelas maupun dengan
siswa kelas lainnya. Ketika melakukan wawancara dengan guru dan siswa kelas
IV SDN I Cikeusal ternyata mayoritas siswa laki-laki telah mengalami konflik
dengan temannya. Masalah-masalah pemicu konflik yang muncul sangat beragam
seperti mengejek nama yang dapat menyinggung siswa, melarang meminjamkan
barangnya ke temannya dan sebagainya. Upaya guru hanya mendiamkan siswa
yang menangis tanpa ada tindak lanjut dan upaya penyelesaian konflik ke
depannya. Setelah kasus tersebut siswa yang berkonflik akan berteman kembali
tanpa memperhatikan upaya perdamaian selanjutnya. Hal ini menjadi pemicu
masalah yang berkaitan fisik ataupun psikis ke depannya, apakah siswa akan
menjadi terbiasa seperti itu ketika mengalami masalah ataupun hanya diam dan
merasakan dendam ke teman yang berkonflik dengan diri siswa. Masalah
penyelesaian masalah (resolusi konflik) menjadi dasar upaya yang dilakukan
melalui pembelajaran yang dilakukan guru demi meningkatkan pribadi siswa akan
penyelesaian masalah. Hal ini membuktikan bahwa konflik terjadi melalui
interaksi sosial yang terjadi di lingkungan sekolah khususnya antar siswa dengan
berbagai upaya penyelesaian masalah. Pernyataan tersebut sependapat dengan
Maftuh (2008, hlm 5) menyatakan
Konflik sebenarnya adalah salah satu aspek interaksi sosial manusia dan ia secara alamiah terjadi dalam kehidupan sosial. Namun dalam menghadapi konflik, seseorang atau suatu masyarakat dalam mengambil sikap penyelesaian yang berbeda, sebagian mengambil sikap konstruktif dan sebagian lainnya bersikap destruktif.
Selain itu banyak berita disiarkan pada berita Liputan 6 Jakarta bahwa
sepanjang 2013 berdasarkan data Komnas PA, ada 3.379 kasus kekerasan di
sekolah. Sebanyak 16% atau 565 kasus, di antaranya pelaku kekerasan itu
anak-anak. Pada awal semester 2014, ada 1.626 kasus kekerasan terhadap anak, 26%
5
seharusnya baik guru maupun kepala sekolah dapat mendeteksi apa pun yang
terjadi di lingkungan sekolah. Apalagi kasus kekerasan siswa di sekolah bukan lah
hal baru, sehingga pihak sekolah lebih waspada dan mengawasi para siswanya
untuk menghindari penindasan di sekolah mereka.
Konflik yang terjadi antar siswa dipicu dari berbagai hal seperti
mempermalukan teman sebagai bahan tawaan, memanggil nama dengan
panggilan yang merendahkan, saling menghina, mengejek, berteriak,
mengolok-olok dan membela teman bermainnya yang memiliki musuh dengan temannya.
Disinilah peranan pihak sekolah yang mampu memberikan pengawasan dan
bimbingan secara optimal untuk menyelesaikan permasalahan yang tersebut. Jika
konflik ini berkembang maka dapat mengganggu psikis dan fisik siswa seperti
adanya luka, lebam, bengkak, goresan, mengeluh sering pusing dan sakit perut
dan sebagainya yang terlihat secara fisik pada anak, sedangkan gangguan psikis
terlihat ketakutan untuk pergi ke sekolah, malu dan menarik diri dari pergaulan
dengan teman-temannya, suka menyendiri, emosi yang tidak stabil, wajah tampak
tertekan setelah pulang dari sekolah, menangis tanpa alasan, berubah menjadi
pendiam/agresif, tidak ada nafsu makan, sering mengigau di waktu malam,
kesulitan tidur dengan nyenyak, hingga dapat terjadi yang lebih parah adalah
keinginan untuk mengakhiri hidup. Pernyataan di atas sependapat dengan Agency
(2015, hlm. 60-64) menyimpulkan bahwa dampak yang terjadi akibat konflik
yang terjadi di dalam kelas antara lain:
Dampak fisik seperti adanya luka, lebam yang dialami anggota tubuh sehingga memerlukan perawatan medis. Dampak Psikis yang berpengaruh pada sisi kejiwaan seperti rasa benci, dendam, memberontak, trauma. Dampak Perilaku seperti malas, berperilaku tidak menyenangkan, merusak prestasinya sendiri. Dampak sosial seperti kurang adanya hubungan komunikasi, menyendiri/ tidak bergaul dengan temannya.
Jadi sekolah tidak akan dijadikan tempat tinggal menyenangkan bagi siswa
melainkan sarana untuk berselisih. Hal ini akan berakibat pada kualitas
pendidikan pula khususnya pada menurunnya proses dan prestasi belajar siswa.
Peneliti meyimpulkan bahwa salah satu penyebabnya bukan hanya itu saja
melainkan pembelajaran yang dilakukan pun kurang membangkitkan siswa
mengemukakan pendapat dan penanaman karakter kebersamaan untuk
berpengaruh ketika memiliki masalah. Permasalahan anak adalah milik anak
tersebut. Peran guru harus terlihat mengenai pengontrolan emosi dan
membimbing anak dalam menemukan jawaban dari masalah yang terjadi (resolusi
konflik) tanpa harus menyinggung perasaan anak sehingga tumbuh rasa tanggung
jawab dalam diri anak. Hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan yang perlu
ditingkatkan karena pada usia anak SD (6-12 tahun) menurut Sugijakanto (2014,
hlm.16-18) memaparkan ciri perkembangan kognitif dan emosional pada masa
tersebut, dikatakan:
Pada perkembangan kognitif, membutuhkan penjelasan yang lebih logis dan jelas karena anak seusia ini masih mempunyai keterbatasan nalar dan lebih menyukai berkompetisi dengan teman-temannya, adapun dalam perkembangan emosionalnya lebih menonjol misalnya cepat naik darah dan bertengkar, tidak mudah menerima kegagalan dan selalu ingin diterima dengan baik di lingkungannya serta lebih menyukai dengan orang-orang yang mendukungnya.
Oleh karena itu, peneliti memandang perlu dilaksanakannya sebuah
penelitian yang dapat mengatasi permasalahan konflik antar siswa dengan tepat,
karena masalah tersebut dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Apabila masalah konflik antar siswa dapat teratasi dengan baik dan tepat, maka
diharapkan hasil belajar dan prestasi belajar siswa akan meningkat sehingga
tujuan pembelajaran konflik antar siswa pun dapat tercapai. Salah satu alternatif
dalam menjawab permasalahan yang terjadi dengan menerapkan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah. Menurut Tan (dalam Rusman, 2013, hlm. 230)
„Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang
relevan dengan tuntutan abad ke-21 dan umumnya kepada para ahli dan praktisi
pendidikan yang memusatkan perhatiannya pada pengembangan dan inovasi
sistem pembelajaran‟. Pelaksanaan model ini menuntut siswa dihadapkan kepada
permasalahan nyata yang berkaitan dengan materi pembelajaran, kemudian siswa
mengumpulkan informasi berkenaan dengan permasalahan yang ditemukan,
setelah itu siswa mendiskusikan permasalahan dan menemukan pemecahan
masalahnya berkaitan dengan topik permasalahan sosial berupa konflik-konflik
sederhana di dalam kelas. Penyelesaian konflik sangatlah sering yang terjadi
karena kurangnya kepercayaan untuk saling menerima perbedaan. Maftuh (2005,
7
individu mempunyai kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan
diantara mereka. Pada dasarnya konflik adalah alamiah dan sering terjadi di
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Resolusi Konflik Siswa SD”.
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Permasalahan di sekolah dasar menjadi salah satu kasus yang harus
diselesaikan, khususnya mengenai konflik antar teman. Masalah-masalah pemicu
konflik yang muncul sangat beragam seperti mempermalukan teman sebagai
bahan tawaan, memanggil nama dengan panggilan yang merendahkan, saling
menghina, mengejek, berteriak, mengolok-olok dan membela teman bermainnya
yang memiliki musuh dengan temannya. Upaya guru hanya mendiamkan siswa
yang menangis tanpa ada tindak lanjut dan upaya penyelesaian konflik ke
depannya. Setelah kasus tersebut siswa yang berkonflik akan berteman kembali
tanpa memperhatikan upaya perdamaian selanjutnya. Hal ini menjadi pemicu
masalah yang berkaitan fisik ataupun psikis ke depannya, apakah siswa akan
menjadi terbiasa seperti itu ketika mengalami masalah ataupun hanya diam dan
merasakan dendam ke teman yang berkonflik dengan diri siswa. Masalah
penyelesaian masalah (resolusi konflik) menjadi dasar upaya yang dilakukan
melalui pembelajaran yang dilakukan guru demi meningkatkan pribadi siswa akan
penyelesaian masalah. Hal ini membuktikan bahwa konflik terjadi melalui
interaksi sosial yang terjadi di lingkungan sekolah khususnya antar siswa dengan
berbagai upaya penyelesaian masalah.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, secara
umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan
kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SD melalui penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah?”. Dari rumusan masalah tersebut dijabarkan
1. Bagaimana kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal
Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon sebelum penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah?
2. Bagaimana proses pembelajaran model berbasis masalah untuk meningkatkan
kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal Kecamatan
Gempol Kabupaten Cirebon?
3. Bagaimana kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal
Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon setelah penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mendeskripsikan pembelajaran IPS di sekolah dasar dengan menerapkan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap kemampuan resolusi konflik siswa.
Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan
penelitian ini adalah:
a. Untuk memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran sebelum
penerapan model berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan resolusi
konflik siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal Kecamatan Gempol Kabupaten
Cirebon
b. Untuk memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran model berbasis
masalah dalam meningkatkan kemampuan resolusi konflik siswa kelas IV SDN
1 Cikeusal Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon
c. Untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan resolusi konflik siswa
kelas IV SDN 1 Cikeusal Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon dengan
menerapkan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis bagi semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan. Secara teoritis,
penelitian ini diharapkan sebagai salah satu alternatif kriteria dalam
9
khususnya di sekolah dasar sebagaimana pendidikan formal awal anak dalam
mengembangkan potensi dan pemikirannya. Melalui pembelajaran peningkatan
resolusi konflik secara rinci mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam
berkomunikasi, memecahkan masalah, berpikir kritis, membuat keputusan, dan
meningkatkan keterampilan sosial lainnya seperti menghargai keragaman, empati,
kerja sama dan menggali serta mengungkapkan perasaan mereka. Pembelajaran
berbasis masalah pun menjadikan studi penyelesaian konflik yang
mengembangkan siswa untuk memahami tentang konsep konflik. Hal ini mampu
meningkatkan prestasi akademik siswa sehingga resolusi konflik dapat dipadukan
pada mata pelajaran dan program-program keterampilan sosial.
Sedangkan secara praktis, dapat bermanfaat sebagai pihak pendidikan
dalam lingkup makro maupun mikro. Lingkup makro yakni pengembang
kurikulum yang dilakukan pendidik untuk menjadikan salah satu solusi dan
alternatif model pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan yang dapat
meningkatkan kreativitas dan kekritisan siswa. Lingkup mikro dijadikan bahan
perencanaan, pengelola, dan pengembang model pembelajaran yang menarik bagi
guru di dalam kelas agar tertarik melakukan penelitian kembali dengan berbagai
kriteria penyelesaian masalah (resolusi konflik) sehingga berpengaruh pada
peningkatan prestasi belajar siswa seperti belajar mengemukakan dan memberikan
solusi atas permasalahan dengan mewujudkan kerja sama, keharmonisan dan
peningkatan disiplin antar siswa. Pembelajaran berbasis masalah dalam
meningkatkan kemampuan resolusi konflik tidak hanya pada siswa melainkan
guru dan orang tua serta pihak sekolah menghabiskan hanya sedikit banyak waktu
untuk menangani konflik yang terjadi pada siswa sehingga siswa akan fokus pada
kegiatan akademik yang produktif demi menyokong iklim sekolah yang efektif.
E.Struktur Organisasi Penelitian
Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab yang mencakup berbagai unsur dari
pelaksanaan penelitian. Pada Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari enam sub bab
yakni Latar Belakang memaparkan permasalahan yang dijadikan bahan penelitian
berupa situasi dan kondisi resolusi konflik yang terjadi pada anak SD dan hasil
Masalah, Rumusan Masalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian, Tujuan
Penelitian, Manfaat penelitian, dan Struktur Organisasi penelitian.
Penulisan Bab selanjutnya pada tesis ini yaitu Bab II yang membahas
tentang teori-teori ataupun kajian pustaka dalam penelitian yang mencakup Teori
Konflik, Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kemampuan Resolusi
Konflik Siswa, serta Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Pada Bab III, penulisan tesis ini membahas mengenai metode penelitian
yang dilakukan. Pemaparannya mencakup beberapa pembahasan yakni Desain
dan Metode Penelitian, Partisipan dan Tempat Penelitian, Definisi Operasional,
Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.
Metode penelitian yang dilakukan yaitu Penelitian Tindakan Kelas dengan desain
model Elliot yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklusnya terdiri lebih dari satu
tindakan.
Bab IV pada penulisan ini mencakup pada hasil penelitian dan
pembahasannya. Bab ini memaparkan bagaimana hasil pelaksanaan penelitian
yang dilakukan per siklusnya dan temuan-temuan lapangan serta grafik hasil
siswa menjadi bahan apakah penelitian mengalami peningkatan. Pada
pembahasan Bab IV harus disertai dengan teori yang relevan dengan teori yang
berada di Bab II.
Bab terakhir yaitu Bab V yang mencakup Penutup yaitu Simpulan dan
Saran dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Ssimpulan membahas
berdasarkan jawaban dari rumusan masalah dan saran membahas penelitian dapat
dijadikan rekomendasi untuk bahan yang dapat digunakan oleh pihak yang
berkaitan dengan penelitian ataupun untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.
Adapun penulisan tesis ini mencakup pula lampiran-lampiran yang
berkaitan dengan penelitian yaitu tabel hasil pemerolehan siswa terhadap
kemampuan resolusi konflik, instrumen yang digunakan ketika penelitian serta
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan teknik penelitian tindakan kelas (action research). Dalam penelitian
tindakan kelas, guru dan peneliti dapat melakukan penelitian terhadap praktek
pembelajaran di kelas, melalui tindakan-tindakan yang direncanakan,
dilaksanakan dan di evaluasi. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian
tindakan kelas yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki
proses belajar mengajar di kelas.Tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah
untuk memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas
dimanaguru dan peneliti terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi
(tindakan), dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang demikian, guru mencari
problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Pada
dasarnya setiap orang apapun pekerjaanya selalu dihadapkan dengan persoalan
atau masalah yang menuntut jawaban atau pemecahannya.
Metode penelitian pendidikan ini memiliki suatu definisi, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Sugiyono (2008, hlm. 6) bahwa:
Metode Penelitian Pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah PTK (Penelitian
Tindakan Kelas). Penelitian Tindakan Kelas ini adalah suatu penelitian yang
dilakukan dengan cara-cara penyelesaian masalah secara bertahap dalam
mencapai salah satu tujuan pendidikan, yaitu berhasilnya suatu proses
pembelajaran. Peneliti menjadikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini sebagai
resolusi konflik. Sejalan dengan pernyataan di atas, Abidin (2011, hlm. 216)
menuturkan bahwa:
....Secara sederhana penelitian tindakan adalah seperangkat proses penelitian yang dilakukan dengan jalan mengidentifikasi masalah, melakukan sesuatu untuk memecahkannya, melihat keberhasilan pemecahan masalah dan jika belum memuaskan akan dilakukan beberapa pengulangan.
Kemmis (dalam Wiriaatmadja, 2010, hlm.12) menjelaskan bahwa:
Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka b) pemahaman mereka mengenai
kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang
memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.
Elliot (dalam Wiriaatmadja, 2010, hlm. 12) melihat “penelitian tindakan
sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk
memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.”
Sejalan dari beberapa pendapat mengenai penelitian tindakan, Abidin
menyimpulkan bahwa “penelitian tindakan kelas pada dasarnya adalah penelitian
yang dilakukan untuk memecahkan masalah, mengkaji langkah pemecahan
masalah itu sendiri, dan atau memperbaiki proses pembelajaran secara berulang
atau bersiklus (Abidin, 2011, hlm. 217).
Semua jenis penelitian pasti memiliki suatu tujuan. Demikian pula dengan
Penelitian Tindakan Kelas. Tujuan utama peneliti dalam Penelitian Tindakan
Kelas ini yaitu untuk peningkatan kemampuan resolusi konflik siswa dengan
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah.
PTK merupakan wahana bagi guru untuk melatih mengembangkan kualitas
pengajarannya. Dalam PTK, guru dapat melakukan kegiatan refleksi dan tindakan
yang sistematis dalam pengajarannya. Upaya ini dilakukan guru untuk
memperbaiki proses dan hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa. Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ebbut (dalam Basrowi, M dan
Suwandi, 2008, hlm. 26):
44
sebagai suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan, di dalam dan di antara siklus-siklus itu ada informasi yang merupakan balikan.
Dari pernyataan yang telah dijelaskan di atas, maka PTK merupakan
penelitian yang dilakukan oleh guru secara berkelanjutan dalam upaya
memperbaiki proses pembelajaran menjadi lebih baik. Penelitian Tindakan Kelas
ini juga bermanfaat dalam konteks rasa percaya diri dan harga diri, sebagaimana
dikemukakan oleh Wiriaatmadja (2010, hlm. 9) bahwa “Penelitian Tindakan
Kelas adalah suatu gerakan sosial untuk perbaikan dan peningkatan kualifikasi
guru, agar guru merasa percaya diri dalam menjalankan profesinya, dan dengan
demikian mendapatkankembali harga dirinya.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas ini
sangatlah berguna dalam menyelesaikan suatu masalah pendidikan yang terjadi di
sekolah, sehingga kualitas pembelajaran di kelas pun menjadi meningkat
2. Desain Penelitian
Langkah dalam penelitian memiliki berbagai macam desain penelitian.
Desain penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu desain yang
dikembangkan oleh John Elliot (dalam Abidin, 2011, hlm. 239). Peneliti memilih
John Elliot karena dalam prosedur PTK desain ini, dirancang dalam tiga siklus,
pada setiap siklusnya terdiri lebih dari satu tindakan.Hal ini sesuai dengan
rencanapelaksanaan penelitian yang telah dirancang oleh peneliti yang
dilandaskan dari kompleksitas materi yang diteliti. Berdasarkan pada bagan model
Elliot dalam gambar 3.1, Lewis (dalam Wiriaatmadja, 2005, hlm. 110-101)
mengemukakan langkah-langkah kegiatan penelitian yang meliputi:
a. Mengidentifikasi masalah
Melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang diteliti. Permasalahan ini
merupakan sesuatu yang ada dalam proses pembelajaran dan ingin ditampilkan
ke arah perbaikan.
b. Pengecekan di lapangan
Kegiatan ini dilakukan untuk pemahaman terhadap situasi kelas yang
dilakukan penelitian. Hal ini untuk membantu membuat perencanaan tindakan.
Setelah mengetahui situasi dan kondisi di lapangan. Peneliti merencanakan
tindakan yang akan dilakukan. Perencanaan didasarkan pada kajian teoritis
untuk menentukan strategi pembelajaran yang akan dilakukan dalam tindakan.
kegiatan guru dalam merencanakan tindakan untuk memperbaiki, meluruskan
perilaku/sikap siswa dalam pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar
siswa. Hal-hal yang direncanakan berkaitan dengan metode pembelajaran,
pendekatan pembelajaran, media dan sebagainya.
d. Mengimplementasikan tindakan
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat.Monitoring ini dapat dilakukan oleh peneliti itu sendiri. Tahap ini
dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh
peneliti, pada tahap ini peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan
dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah disusun sehingga dari
hal tersebut peneliti dapat mengetahui kesulitan yang dihadapi anak dalam
pembelajaran IPS dengan menggunakan model berbasis masalah untuk
meningkatkan kemampuan resolusi konflik.
e. Penjelasan kegagalan
Melakukan kegiatan evaluasi untuk mengkaji, melihat dan mempertimbangkan
atas proses dan hasil dari setiap tindakan. Refleksi ini dilakukan untuk
perbaikan terhadap rencana awal dan rencana berikutnya sehingga tidak
mengulangi kegagalan yang ada pada awal rencana pada siklus dan tindakan
sebelumnya serta mengetahui sejauh mana pengaruh tindakan telah mencapai
tujuan yang ditentukan.
f. Revisi perencanaan
Perbaikan terhadap rencana awal didasarkan pada data yang diperoleh. Hal ini
bertujuan agar tidak mengulang kesalahan yang ada pada rencana awal.
Model Elliot terdiri dari beberapa tahapan, yaitu identifikasi masalah,
pengecekan lapangan, perencanaan tindakan, implementasi tindakan, pengaruh
tindakan, evaluasi dan revisi perencanaan. Berikut ini bagan penelitian yang
46
[image:15.595.136.489.87.476.2]Gambar 3.1
Model PTK Elliot, adaptedfrom Hopkins (Abidin, 2011:239)
Tahap-tahap pelaksanaan PTK yang akan peneliti lakukan adalah sebagai
berikut :
1. Perencanaan
a. Permintaan izin kepala sekolah SDN 1 Cikeusal
Kepala Sekolah SDN 1 Cikeusal memberikan izin penelitian karena peneliti
merupakan salah satu guru yang bertugas mengajar di SDN 1 Cikeusal, begitu
juga dengan guru-gurunya yang bersedia membantu peneliti untuk melakukan
penelitian.
b. Observasi dan Wawancara Awal
Kegiatan observasi dilakukan dengan melihat kondisi dan situasi yang ada
di SDN 1 Cikeusal terutama keadaan kelas IV. Observasi dilakukan untuk melihat
sarana dan prasarana serta kondisi peserta didik yang ada di SDN 1
Temuan Anallisis Ide Awal
Perencanaan Umum Siklus I Tindakan 1 dan 2
Implementasi Siklus I Tindakan 1 dan 2
Monitoring Implementasi Dan Efeknya
Penjelasan kegagalan implementasi
Revisi Perencanaan Umum
Perbaikan Perencanaan:
Monitoring Implementasi
dan Efek Implementasi Siklus II
Tindakan 1 dan 2
Penjelasan Kegagalan Implementasi
Revisi Perencanaan umum
Perbaikan Perencanaan:
Monitoring Implementasi Dan Efek
Cikeusaltersebut. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan keadaan
di SD Negeri tersebut. Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada kepala
sekolah, guru dan peserta didik dengan tujuan mengetahui kondisi dan situasi di
SDN 1 Cikeusal. Hasil wawancara juga digunakan sebagai untuk melengkapi data
observasi.
c. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan yang terjadi dikelas diidentifikasi kemudian dikaitkan dengan
apa yang akan dilaksanakan dalam proses penelitian tindakan kelas nanti,
misalnya dengan menelaah KTSP dan buku-buku sumber yang relevan digunakan
siswa kelas IV.
d. Merumuskan Masalah
Dari permasalahan yang ditemukan penulis diatas, dibuat perumusan
masalah untuk mengarahkan penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan.
Rumusan masalah yang dibuat maka dijawab dengan pelaksanaan penelitian
tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas IV SDN 1 Cikeusal pada
konsep masalah sosial mata pelajaran IPS.
e. Membuat Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran ini dilaksanakan agar apa yang akan dilaksanakan
dalam penelitian tindakan kelas dapat terarah sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
f. Menyusun/menetapkan teknik pemantauan
Teknik pemantauan yang digunakan pada setiap tahapan penelitian
menggunakan format lembar observasi, catatan lapangan, lembar wawancara, dan
alat dokumentasi.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari proses kegiatan
belajar mengajar, evaluasi dan refleksi yang dilakukan pada setiap siklusnya.
Secara garis besar perencanaan tindakan dengan menggunakan langkah-langkah
48
Tahapan pelaksanaan tindakan dalam setiap siklusnya, secara rinci dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Siklus 1
Berdasarkan hasil observasi awal terhadap situasi kelas yang akan dijadikan
sebagai subjek penelitian, maka disusunlah rencana siklus satu yang sesuai
dengan rencana pembelajaran. Kegiatan dalam pembelajaran ini mengenai
macam-macam masalah sosial bersifat konflik antar teman di dalam kelas. Siklus
1 membahas “Merasa Jagoan” baik yang unggul karena kepintaran, kekuatan,
kekayaan ataupun sebagainya. Siklus ini dibagi menjadi 2 tindakan yakni pada
tindakan 1 siswa diberi penjelasan dan penyajian masalah berupa cerita “Merasa Jagoan” yang ditampilkan guru dengan menggunakan media hewan tiruan berjudul “Angkuhnya Singa dan Macan”. Pada tindakan 1 pun menjabarkan
macam-macam masalah sosial yang dapat menyebabkan konflik antar teman di
dalam kelas, penyebab dan akibatnya serta solusi dari konflik tersebut. tindakan 2
membahas bagaimana kegiatan psikomotor siswa dalam menyelesaikan masalah
yaitu menampilkan percakapan sesuai pokok bahasan pada tindakan 1 bersama
kelompoknya.
b. Siklus 2
Berdasarkan hasil observasi awal terhadap situasi kelas yang akan dijadikan
sebagai subjek penelitian, maka disusunlah rencana siklus satu yang sesuai
dengan rencana pembelajaran. Kegiatan dalam pembelajaran ini mengenai
macam-macam masalah sosial bersifat konflik antar teman di dalam kelas. Siklus
2 membahas “Mengejek Teman” baik yang unggul karena fisik, kepintaran,
kekuatan, kekayaan ataupun sebagainya. Siklus ini dibagi menjadi 2 tindakan
yakni pada tindakan 1 siswa diberi penjelasan dan penyajian masalah berupa
cerita “Mengejek Teman” yang ditampilkan guru dengan menggunakan media
wayang berstik yang terbuat dari karton berkarakter tokoh film Doraemon yang
berjudul “Nobita Si Pemaaf”. Pada tindakan 1 pun menjabarkan macam-macam masalah sosial yang dapat menyebabkan konflik antar teman di dalam kelas,
penyebab dan akibatnya serta solusi dari konflik tersebut. tindakan 2 membahas
menampilkan percakapan sesuai pokok bahasan pada tindakan 1 bersama
kelompoknya.
c. Siklus 3
Berdasarkan hasil observasi awal terhadap situasi kelas yang akan dijadikan
sebagai subjek penelitian, maka disusunlah rencana siklus satu yang sesuai
dengan rencana pembelajaran. Kegiatan dalam pembelajaran ini mengenai
macam-macam masalah sosial bersifat konflik antar teman di dalam kelas. Siklus
3 membahas “Berburuk Sangka” baik yang unggul karena kelalaian, menuduh
ataupun sebagainya. Siklus ini dibagi menjadi 2 tindakan yakni pada tindakan 1
siswa diberi penjelasan dan penyajian masalah berupa cerita “Gara-gara Poo” yang ditampilkan guru dengan menggunakan media boneka Teletubies. Pada
tindakan 1 pun menjabarkan macam-macam masalah sosial yang dapat
menyebabkan konflik antar teman di dalam kelas, penyebab dan akibatnya serta
solusi dari konflik tersebut. tindakan 2 membahas bagaimana kegiatan psikomotor
siswa dalam menyelesaikan masalah yaitu menampilkan percakapan sesuai pokok
bahasan pada tindakan 1 bersama kelompoknya.
3. Observasi Tindakan
Tahap observasi dilakukan untuk mendapatkan data selama kegiatan proses
pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang diamati adalah pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun melalui rencana pembelajaran dari waktu ke
waktu dan bagaimana dampaknya terhadap tujuan yang hendak dicapai dari
penelitian tindakan kelas pada proses pembelajaran.
4. Refleksi
Tahap refleksi dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan setelah
peneliti selesai melakukan proses pembelajaran, atau setelah selesai melakukan
suatu tindakan yang difokuskan kepada berbagi aspek antara lain: kendala-kendala
yang dihadapi guru, model, pendekatan, metode, penggunaan alat peraga, evaluasi
50
B. Subjek Penelitian
Sumber data yang diteliti adalah siswa kelas IV di SDN I Cikeusal
Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon, dengan jumlah 30 siswa, laki-laki
sebanyak 17 siswa dan perempuan sebanyak 13 siswa.
Alasan memilih sumber data karena SDN I Cikeusal, karena siswa di sekolah
itu dalam pembelajaran IPS masih kurang menunjukkan hasil yang baik. Hal
tersebut dapat terlihat pada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah
sehingga menunjukkan hasil belajar siswa masih rendah. Hasil itu masih sangat
jauh dari tujuan pembelajaran pada Sekolah Dasar. Salah satu faktor yang
membuat masih kurangnya hasil belajar siswa yang terjadi di SDN I Cikeusal
adalah dalam penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat yang dilakukan
oleh guru, sehingga siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru.
guru masih menggunakan pendekatan teachercentered, yaitu guru hanya
mentransfer pengetahuan kepada siswa secara searah, sehingga siswa dalam
pembelajaran kurang aktif yang mengakibatkan materi yang disampaikan kurang
dapat dipahami oleh siswa. Adapun hal lainnya karakteristik siswa kelas IV SDN
I Cikeusalyaitu banyak siswa yang terlihat gaduh, malas dan tidak memperhatikan
penjelasan guru, Berkaitan dengan hal itu, terdapat kasus perkelahian antar siswa
yang terjadi setiap harinya sehingga berdampak pada ketercapaian hasil belajar
siswa yang tidak optimal apabila ditinjau secara psikis dan motivasi anak di dalam
kelas ketika mengalami konflik
Selain masalah tersebut, alasan memilih sumber data di SDN I Cikeusal yaitu
akses untuk melakukan penelitian lebih mudah. Dukungan dari berbagai pihak
dalam melakukan penelitian yang dilakukan di kelas IV pada SDN I Cikeusal
sangat antusias. Mulai dari kepala sekolah, guru, dan siswa-siswanya, semuanya
mendukung pada penelitian ini. Situasi dan kondisi letak SDN I Cikeusal
sangatlah mudah diakses bagi peneliti. Hal ini berdasarkan pengalaman mengajar
yang dilakukan peneliti dan letak sekolahnya pun tidak terlalu jauh dengan tempat
tinggal peneliti.
Kemudian alasan memilih penelitian di SDN I Cikeusal adalah peluang
model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan resolusi
konflik belum pernah diterapkan dalam proses pembelajaran, sehingga menjadi
peluang untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penyelesaian konflik
yang terjadi di dalam kelas misalnya berkelahi antar teman, mencemooh
kekurangan teman dan hal-hal yang mengundang konflik lainnya.
C. Klarifikasi Masalah
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses pembelajaran yang
titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata
siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk
pengetahuan dan pengalaman baru dengan dengan memberikan
rangsangan/arahan agar siswa dapat berpikir kritis. Tahapan pada pembelajaran
berbasis masalah diantaranya: a. Memberikan orientasi tentang permasalahannya
kepada siswa, b. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti, c. Membantu
investigasi mandiri dan kelompok, d. Mengembangkan dan mempresentasikan
artefak dan exhibit, dan e. Menganalisa dan mengevaluasi proses mengatasi
[image:20.595.115.508.526.747.2]masalah.
Tabel 3.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru
1
Memberikan
orientasi tentang
permasalahannya kepada siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
2
Mengorganisasikan
siswa untuk
meneliti
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Membantu
investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah.
4
Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan exhibit
52
Lanjutan Tabel 3.1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru
5
Menganalisa dan
mengevaluasi
proses mengatasi
masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka gunakan.
2. Kemampuan Resolusi Konflik
Resolusi konflik adalah suatu cara individu untuk menyelesaikan masalah
yang sedang dihadapi dengan individu lain dengan menyarankan penggunaan
cara-cara yang lebih demokratis dan konstruktif sehingga memberikan
kesempatan pada pihak yang berkonflik. Kemampuan resolusi konflik meliputi
pengetahuan, afektif, dan psikomotor siswa. Masing-masing indikator
kemampuan resolusi konflik yakni:
a. Kemampuan kognitif resolusi konflik, indikatornya meliputi Pemahaman
terhadap Hakikat Konflik, Konflik yang memanas dan respon terhadap konflik,
Pemahaman terhadap upaya mengatasi rasa marah, dan strategi penyelesaian
konflik
b. Kemampuan afektif resolusi konflik indikatornya meliputi (1) sikap yang
memandang konflik bukan hanya sebagai sesuatu yang negatif, tetapi juga
memiliki sisi positif; (2) sikap bahwa rasa marah dapat dikendalikan; (3)
keyakinan bahwa perasaan seseorang dapat dibaca; (4) keyakinan bahwa
persepsi(pandangan) orang dalam melihat sesuatu dapat berbeda; (5) keyakinan
akan kemampuan untuk menyelesaikan konflik sendiri; (6) keyakinan bahwa
siswa mampu mempelajari strategi untuk menyelesaikan konflik; (7) sikap
bahwa untuk menyelesaikan konflik yang baik tidak selalu mengalah pada
pihak lawan; (8) kecenderungan untuk menyelesaikan konflik oleh sendiri
tanpa harus selalu bergantung pada pihak ketiga; (9) kesediaan menerima pihak
ketiga selagi pihak yang dapat menyelesaikan konflik, sekalipun bukan
satu-satunya cara yang efektif; (10) sikap terhadap kolaborasi (bekerja sama)sebagai
cara yang baik dalam menyelesaikan konflik; (11) keyakinan bahwa win-win
dalam penyelesaian konflik; dan (12) keyakinan bahwa orang yang berjiwa
muda pun perlu menyelesaikan konflik dengan win-winsolution.
c. Kemampuan psikomotor resolusi konflik memiliki indikator yaitu pemberian
waktu berpikir, komunikasi, keinginan pihak berkonflik, solusi curah pendapat,
[image:22.595.110.528.233.748.2]dan rencana tindakan.
Tabel 3.2. Indikator Kemampuan Psikomotor Resolusi Konflik Siswa
No. Indikator Kriteria Skor
1.
Pemberian Waktu Berpikir
Pemberian waktu dalam mengendalikan emosi dan menggali informasi berupa pertanyaan latar
belakang permasalahan tanpa menyinggung
perasaan
4
Pemberian waktu dalam mengendalikan emosi dan menggali informasi berupa pertanyaan apapun latar belakang permasalahan
3
Menggali informasi berupa pertanyaan secara
langsung tanpa pemberian waktu untuk memikirkan 2
Pemberian waktu untuk berdiam tanpa
mengemukakan pertanyaan permasalahan 1
2. Komunikasi
Mencetuskan dan mendengarkan tiga pendapat kritis yang bervariasi secara antusias dan bisa di pertanggungjawabkan.
4
Mencetuskan dan mendengarkan dua pendapat kritis yang bervariasi secara antusias dan bisa di pertanggungjawabkan.
3
Mendengarkan pendapat dengan antusias 2
Tidak mencetuskan pendapat (diam) 1
3.
Keinginan Pihak Konflik
Bekerja sama dalam menunjukkan dan menemukan solusi permasalahan berdasarkan kepentingan pihak-pihak konflik dengan damai
4
Bekerja sama dalam menunjukkan dan menemukan solusi permasalahan tapi mementingkan salah satu pihak konflik saja
3
Hanya menunjukkan dan mengusulkan keinginan salah satu pihak konflik (pembelaan masing-masing)
2
Berdiam diri tanpa mengusulkan apapun 1
4. Solusi Curah
Pendapat
Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu
pendapat/ gagasan, serta memberikan contohnya. 4
Berpendapat dan memberikan contoh tapi tidak
dikembangkan. 3
Hanya berpendapat saja. Tidak dengan contohnya. 2
54
Lanjutan Tabel 3.2. Indikator Kemampuan Psikomotor Resolusi Konflik Siswa
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data yang
lengkap dan valid dari penelitian yang akan dilakukan sehingga memudahkan
peneliti pada saat melakukan interpretasi data. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari 4 (empat) macam instrumen, yaitu: Pedoman observasi,
Pedoman wawancara, Tes Kemampuan Resolusi Konflik, dan Pedoman Catatan
lapangan.Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah:
a. Pedoman Observasi
Observasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat
individu secara langsung. Untuk memudahkan pelaksanaannya, peneliti membuat
lembar observasi mengenai kinerja guru dan aktivitas siswa yang merujuk pada
kemampuan pengetahuan dan sikap siswa bagaimana menyelesaikan/ resolusi
konflik yang terjadi dengan menggunakan tahapan model pembelajaran berbasis
masalah.Pedoman tersebut meliputi kemampuan guru dalam membuka
pembelajaran, apersepsi, menyampaikan tujuan, membimbing siswa, memberikan
penguatan dan mengevaluasi pembelajaran. Hasil observasi yang diperoleh
melalui kegiatan pengamatan, peneliti mendapatkan suatu refleksi untuk
melakukan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.
b. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan alat untuk memperoleh data atau fakta atau
informasi dari seseorang secara lisan. Melalui kegiatan wawancara, peneliti
No. Indikator Kriteria Skor
5. Rencana dan
Tindakan
Menghasilkan perjanjian dan persetujuan dengan
diakhiri senyuman dan berjabat tangan. 4
Menghasilkan perjanjian dan persetujuan tanpa
berjabat tangan 3
Hanya berjabat tangan tanpa adanya persetujuan
dan perjanjian 2
memperoleh data secara langsung dari siswa melalui pengajuan pertanyaan.
Wawancara digunakan untuk memperoleh data yang lebih rinci untuk melengkapi
data hasil observasi. Dalam pelaksanaannya, peneliti harus menciptakan kondisi
yang nyaman bagi siswa. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan di akhir
pembelajaran pada setiap siklus. Wawancara dilakukan kepada guru dan siswa
mengenai model berbasis masalah.
c. Tes Kemampuan Resolusi Konflik
Evaluasi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menentukan hasil dari suatu yang telah ditentukan. Untuk melakukan evaluasi
pembelajaran maka peneliti menggunakan sebuah alat berupa tes. Ada pun tujuan
diadakannya tes dalam penelitian ini adalah untuk mengukur penguasaan dan
pemahaman konsep resolusi konflik sebagai hasil dari proses belajar yang telah
dilaksanakan. Tes yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa lembar soal
yang harus dikerjakan oleh siswa secara perorangan. Hal ini penting diketahui,
untuk menentukan rencana selanjutnya.
d. Lembar Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat,
dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif. Lembar catatan lapangan merupakan catatan harian yang ditulis
observer secara segera setelah proses pembelajaran berakhir.Catatan lapangan
diperlukan untuk memperoleh data dari kegiatan belajar siswa di kelas. Peristiwa
penting yang terjadi perlu dituliskan di dalam catatan lapangan. Catatan lapangan
digunakan untuk bahan refleksi peneliti dalam menentukan rencana kegiatan pada
pembelajaran selanjutnya.
E.Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan menerapkan teknik pengumpulan data
berdasarkan beberapa instrumen penelitian yaitu observasi, wawancara, dan
catatan lapangan. Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
56
a. Observasi
Teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan
pengamatan. Peneliti mengamati segala sesuatu yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung. Aspek yang diamati dalam kegiatan observasi meliputi
tingkat antusias siswa di dalam kelas, kesesuaian metode yang digunakan serta
hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan observasi
peneliti mengamati peristiwa penting yang terjadi selama pembelajaran
berlangsung, kemudian data yang diperoleh dicatat dalam lembar catatan lapangan
untuk melihat aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung dan
sejauhmana tingkat kemampuan resolusi siswa dalam pembelajaran IPS SD
dengan menerapkan model berbasis masalah.
b. Wawancara
Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan
data dengan melibatkan narasumber dalam mengungkapkan ide atau pendapat
yang diungkapkan secara lisan maupun tulisan dalam bentuk angket mengenai
proses pembelajaran yang berlangsung dalam kelas. Peneliti melakukan kegiatan
wawancara dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada siswa.
Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas IV
SD dengan menggunakan model berbasis masalah pembelajaran masalah sosial
pokok bahasan konflik. Informasi yang diperoleh dijadikan sebagai bahan
perbaikan bagi peneliti untuk menyusun perencanaan pembelajaran selanjutnya.
Wawancara dilakukan pada beberapa anak yang memiliki latar belakang yang
berbeda. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh
informasi secara acak
c. Catatan Lapangan
Teknik catatan lapangan dalam penelitian ini digunakan untuk mencatat
temuan-temuan selama pelaksanaan penelitian berlangsung. Catatan lapangan
berfungsi untuk mencatat informasi mengenai temuan-temuan atau
kejadian-kejadian penting selama proses penelitian yang dapat dipakai sebagai bahan untuk
F.Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian tindakan kelas ini, diarahkan untuk mencari dan
menemukan upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan kualitas proses
belajar siswa.
Bogdan (dalam Sugiyono, 2010, hlm. 334) „analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain‟.
Sugiyono (2010, hlm. 335) mengemukakan bahwa:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data dalam penelitian ini ialah proses mencari, menyeleksi,
mengklasifikasikan, menyusun suatu data yang telah dikumpulkan melalui alat
pengumpul data. Dalam pelaksanaannya analisis data dilakukan setelah kegiatan
pembelajaran satu siklus telah dilaksanakan.
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan ialah teknik
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2010, hlm. 338-339) yang terdiri dari tiga
alur kegiatan yaitu :
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.
2. Penyajian data
Penyajian data ialah suatu proses penampilan data apabila data telah direduksi. Penyajian data dapat berupa tabel, grafik dan sebagainya.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
58
Kegiatan yang pertama dilakukan ialah mereduksi data yakni proses
seleksi terhadap data yang telah terkumpul. Proses seleksi ini dilakukan untuk
mendapatkan data yang akurat dikarenakan data yang digunakan adalah data yang
efisien. Sedangkan penyajian data dalam penelitian ini ialah penyajian data setelah
data melalui proses reduksi. Penyajian data dapat berupa tabel, grafik dan
sebagainya sebagai upaya memperjelas temuan-temuan dari data yang terkumpul
setelah pembelajaran dilaksanakan. terakhir ialah penarikan kesimpulan, dalam
penelitian ini, penarikan kesimpulan memperhatikan data-data yang telah
terkumpul setelah melewati proses reduksi dan penyajian data sehingga
memudahkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan. Proses ini merupakan
proses refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran sehingga didapat penentuan
keputusan untuk perbaikan terhadap temuan-temuan negatif yang didapat setelah
pembelajaran dilaksanakan.
Pada penelitian ini, menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif. Berikut
penjabaran secara rincinya yaitu:
a. Teknik Kuantitatif
Teknik analisis data secara kuantitatif yaitu dilakukan ketika semua data
sudah terkumpul, data-data yang dianalisis menggunakan prosedur statistik yang
variabelnya diukur menggunakan angka-angka. Teknik-teknik dalam menyajikan
datanya bisa dengan menggunakan tabel, grafik, diagram lingkaran, dan
pictogram.
b. Teknik kualitatif
Teknik kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama
dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Dalam rangka kepentingan
pengumpulan data, teknik yang digunakan dapat berupa kegiatan seperti
observasi, wawancara, dan catatan lapangan.
Alwasilah (2012, hlm. 113) menjelaskan bahwa
Sesuai dengan perjelasan di atas, bahwa dalam kegiatan menganalisis data
peneliti tidak boleh menunggu dan membiarkan data menumpuk untuk kemudian
menganalisisnya. Hal ini disebabkan karena apabila peneliti menunggu dan
membiarkan data menumpuk, peneliti akan mengalami kesulitan dalam
menangani data. Oleh karena itu, peneliti harus menganalisis data sedikit demi
sedikit untuk memudahkan peneliti dalam hal menganalisis data.
c. Triangulasi
Teknik triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Triangulasi bisa disebut juga pengumpulan data dan sekaligus menguji
kreadibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data. Susan Stainback (dalam Sugiyono,
2013, hlm. 330). “tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa
yang ditemukan”.
Tidak hanya itu, analisis data dilakukan dengan cara membandingkan
transkrip setiap instrumen kegiatan atau hasil kerja peserta didik. Teknik analisis
data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dengan menggunakan persentase
dan analisis data kuantitatif dengan mencari rata-rata hitung. Untuk mengetahui
hasil kemampuan resolusi konflik berdasarkan indikator yang telah dibuat yaitu
1) Perhitungan skor kognitif yang diperoleh:
2) Perhitungan skor afektif yang diperoleh:
3) Perhitungan skor psikomotor yang diperoleh:
Skor Siswa = Jumlah seluruh skor siswa dari 10 soal berdasarkan kriteria skor skala sikap
Jawaban yang benar ( skor 1-10) x 10 = Nilai Siswa dalam Tes
Seluruh skor yang diperoleh siswa = Skor Psikomotor Siswa 20 (Jumlah seluruh skor indikator)
Nilai Akhir Siswa (NA) = Tes + Skala Sikap + Psikomotor = .... (termasuk ke
129
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan dalam Gamitan Pendidikan Dasar dan PAUD. Bandung. Rizqi Press.
Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama
Agency, B. (2015). Mengasuh & Mendidik Buah Hati tanpa Kekerasan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia.
Alwasilah, A.C. (2012). Pokoknya Kualitatif (Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif).Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.
Alwi, S. (2013). Resolusi Konflik dan Negosiasi Bisnis. Yogyakarta: BPFE
Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di era Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Arend, R. I. (2008). Learning to Teach. New York: MCGraw Hill.
Arend, R. I & Ann, K. (2010). Teaching for Student Learning becoming an accomplished Teacher. New York: Routledge.
Baden, M. S & Major, C. H. (2004). Foundations of problem-based Learning. USA: MPG Books Ltd.
Basrowi dan Suwandi. (2008). Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: Ghalia Indonesia.
Dahar, R. W. (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga
Dananjaya, U. (2011). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia
Duch, B. J, dkk. (2001). The power of problem-based learning. USA: Stylus Publishing.
Depdiknas. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, S. B. dan Aswan, Z. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Frydenberg, E. (2005). A Life and Legacy of Mediation and Conflict Resolution. Brisbane: Australian Academic Press.
Huliselan, N. (2014). Program Bimbingan Resolusi Konflik Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik. Penelitian Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
Istianti, T. et al. (2007). Pendidikan IPS di Sekolah dasar. Bandung: UPI Kampus Cibiru.
Lang, H.R. & Evans, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. United States of America: Pearson
Lely, H. (2012). Sikap Profesional Guru dan Keterampilan Dasar Mengajar. Bandung: Rizqi Press.
Maftuh, B. (2003). Model Pengajaran Resolusi Konflik untuk Menengah Sekolah Atas. S-3 Disertasi Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.
Maftuh, B. (2005). Pendidikan Resolusi Konflik: Membangun Generasi Muda yang Mampu Menyelesaikan Konflik Secara Damai. Bandung: Program Pendidikan Kewarganegaraan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Maftuh, B. (2008). Pendidikan Resolusi Konflik Membangun Generasi Muda yang Mampu Menyelesaikan Konflik secara Damai. Bandung: Perpustakaan Nasional RI/ Katalog dalam Terbitan (KDT). Program Studi
Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas
Pendidikan Indonesia.
Maryani, E. (2011). Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Peningkatan Keterampilan Sosial. Bandung: Alfabeta.
Porro, B. (1996). Talk it Out. Conflict Resolution in the Elemntary Classroom. United States of America: ASCD Association for Supervision and Curriculum Development.
Rahmantyo, T.Y.F. (2012). Upaya Peningkatan Kemampuan resolusi Konflik melalui Bimbingan Kelompok bagi Siswa Kelas X-Logam SMK Negeri 1 Kalasan. [online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id. Diakses 17 Februari 2015 Pukul 05.17
131
Rusman. (2013). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, S. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Remaja Rosda Karya
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar pendidikan. Jakarta: Kencana
Sardjiyo, S. ,D. dan Ischak. (2008). Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sugijokanto, S. (2014). Cegah Kekerasan pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Supardan, D. (2014). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Perspektif Filosofi, Kurikulum, dan Pembelajaran. Bandung: Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Suyatno. (2007). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka.
Tan, O.S (2003a). Problem-Based Learning Innovation, Using Problems To Powerlearning In The 21st Century. Singapore: Seng Lee Press
Tan, O.S (2004b). Enhancing Thinking Through Problem-Based Learning Approaches. Singapore: Cengage Learning.
Tan, O.S (2009c). Problem-Based Learning and Creativity. Singapore: Cengage Learning.
Tim Redaksi Nuansa Aulia. (2008). Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Bandung: Nuansa Aulia.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wiriaatmadja, R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
SUMBER ONLINE
Nazlah. (2008). Sikap Sosial pada Anak yang Mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni. (Studi Kualitatif pada siswa-siswi SD AL-IRSYAD Surakarta yang mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni). Universitas Muhammadiyah
Surakarta Fakultas Psikologi. [online]. Tersedia:
http://eprints.ums.ac.id/838/1/F100020223.pdf diakses 17 Februari 2015 Pukul 05.15
Salim, H.J. (2014). Komnas PA: Kekerasan Anak SD di Sumbar Karena Pembiaran Sekolah. Pascasarjana FISIP Unpad Jurusan sosiologi. [online].
Tersedia:
http://news.liputan6.com/read/2119677/komnas-pa-kekerasan-anak-sd-di-sumbar-karena-pembiaran-sekolah diakses 17 Februari 2015 Pukul 05.10
Sulaeman, M. (2014). Dasar-dasar Konflik dan model resolusi Konflik. [online].
Tersedia:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Dasar-dasar-Konflik-Dan-Model-Resolusi-Konflik.pdf diakses pada 17 Februari Pukul 16.00.
SUMBER JURNAL
Darmawan. (2010). Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di MI Darrusaadah Pandeglang. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 3 No. 2 November 2011
Genç, O and Mehmet A. H. (2012). The Effect of Conflict Resolution Strategies of the Primary School Principals on the Motivation of the Teachers (District Of Gebze Sample). Educational Researches and Publications Association (ERPA) Turkey: IOJES. Vol 4. No. Oktober 2012
Himawan, R. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi
Pengolahan Data Menggunakan Model Problem Based Learning Siswa Kelas VI SDN Kedungrawan I Krembung Sidoarjo. Ejournal UNESA. Vol. 2. No.2
Newman, M J. (2005). Problem Based Learning: An Introduction and Overview of the Key Features of the Approach. Journal of Veterinary. Vol. 2. No. 12
133
Putu, S., Lasmawan, W. (2013). Pengaruh Implementasi Model Resolusi Konflik Terhadap Sikap Sosial Dan Prestasi Belajar IPS pada Siswa kelas V SD Gugus 2 Sahadewa di Lelateng. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar. Vol.3
Purwoko, B., Syafiq. M., Rahmasari, D. (2009). Pelatihan Bimbingan Resolusi Konflik Interpersonal Bagi Konselor Sekolah. Jurnal Unesa. Vol. 10 No. 2
Samiadji. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV SDN Jemurwonosari Ii/525 Surabaya. Jurnal Unesa. Vol. 1 No.1
Sri, A., Agung, G., (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Resolusi Konflik Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V di SD Gugus Kerta Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol. 2 No. 1