SKRIPSI PENCIPTAAN
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Disusun Oleh:
ANGGIANA PUSPA DEWI
0908924
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Indonesia)
Oleh
Anggiana Puspa Dewi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Rupa
© Anggiana Puspa Dewi 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
“AYO, MENARI JAIPONG DENGAN NYI ITEUNG!”
(Cerita Bergambar Pull-up dan Flap-book Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I
Drs. Harry Sulastianto, M.Sn.
NIP: 196605251992021001
Pembimbing II
Yulia Puspita, M.Pd
NIP. 198107012005012004
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Bandi Sobandi, M.Pd
(Cerita Bergambar Pull-up dan Flap-book Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PENGUJI:
Penguji I
Dra TitySoegiarti, M.Pd
NIP. 195509131985032001
Penguji II
Suryadi, S.Pd., M.Sn
NIP. 197307142003121001
Penguji III
Zakiah Pawitan, M.Ds
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
In this era of globalization, all levels of society should persist with their own country cultures. Traditional dances which existed and maintained from one generation to other generation are eroded by the progress of time. The writer was inspired to raise some issues regarding the process and the exploration of pull-up and flap-book technique, aiming to create something with cultural theme that attracts children, so that they are able to enjoy the creation and learn more enjoyable all at once. In this effort , through the creation of this thesis, the writer
raised one of West Java traditional dances “Jaipong” which was poured into the form of illustrated story with pull-up and flap-book technique entitled “Ayo, Menari
Jaipong dengan Nyi Iteung!”. In outline, the content of this illustrated is about an
introduction of Jaipong dance. The writer processed this creation according to Fotonovela, photography comic from Mexico, by processing some steps including: the processing at script writing, making of figures and characters, images capturing, digital processing which is the setting of color, layout, text, and then printing, preparing pull-up and flap-book technique, and binding. The size of work is 14,8 cm x 21 cm, with 20 pages and 6 supporting pages. This illustrated story is intended for children aged 7 to 12 years. The writer hopes that there will be many more books selecting foreign cultures, there will be many more books of illustrated stories with cultural theme as provision and introduction in order to ethnic cultures still exist.
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Di era globalisasi ini, seluruh lapisan masyarakat patut bertahan dengan kebudayaan negaranya sendiri. Tarian tradisional yang sudah ada dan dipertahankan secara turun temurun kian terkikis oleh kemajuan zaman. Penulis terinspirasi untuk mengangkat rumusan masalah mengenai proses dan eksplorasi teknik pull-up dan flap-book, dengan tujuan tercipta sesuatu bertema kebudayaan yang digemari anak-anak, sehingga mereka bisa menikmati karya sekaligus belajar dengan lebih menyenangkan. Dalam upaya tersebut, melalui karya Skripsi Penciptaan ini penulis mengangkat salah satu tarian tradisional khas Jawa Barat “Jaipong” yang dituangkan ke dalam bentuk Cerita Bergambar dengan teknik pengemasan pull-up dan flap-book berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!”. Isi cerita bergambar ini merupakan pengenalan tari Jaipong secara garis besarnya. Penulis mengolah karya dengan berkiblat pada fotonovela, komik fotografi asal Meksiko, dengan melakukan tahapan di antaranya: proses penulisan naskah, pembuatan tokoh dan karakter, pengambilan foto, pengolahan digital yaitu pengaturan warna, tata letak, teks, kemudian melakukan pencetakan, penyusunan teknik pull-up dan flap-book, dan penjilidan. Ukuran karya 14,85 cm x 21 cm, jumlah halaman 20 dengan tambahan 6 halaman pendukung. Cerita bergambar ini ditujukan bagi anak berumur 7 hingga 12 tahun. Harapan penulis adalah semakin banyak masyarakat Indonesia yang pintar menyeleksi masuknya budaya luar ke Indonesia, semakin banyak juga tercipta buku-buku cergam anak bertema kebudayaan sebagai pembekalan dan pengenalan agar kebudayaan etnis tetap eksis.
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Komposisi……….. 39
A. PROSES DAN EKSPLORASI TEKNIK PULL-UP DAN FLAP-BOOK 82 1. Deskripsi Proses dan Eksplorasi Teknik Pull-up dan Flap-book…… 82
2. Analisis Proses dan Eksplorasi Teknik Pull-up dan Flap-book..….... 86
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Analisis Karya Cerita Bergambar……….……….... 89
3. Tampilan Akhir Seluruh Halaman………... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 127
A. KESIMPULAN………. 127
B. SARAN………. 128
DAFTARPUSTAKA….………..
DAFTAR ISTILAH………
LAMPIRAN-LAMPIRAN……….
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki kebudayaan yang melimpah dari Sabang hingga
Merauke. Keanekaragaman etnis di Indonesia menjadi sumber terbentuknya musik
dan tari daerah; pakaian dan rumah adat; serta keragaman bahasa dan suku budaya.
Tari daerah merupakan salah satu bentuk ungkapan perasaan manusia dan menjadi
sarana hiburan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Tari tradisional khususnya
menjadi unsur pendukung dalam berbagai upacara adat dan persembahan di Negara
Indonesia. Perkembangan tarian tersebut di Indonesia saat ini sudah kian meredup,
dan tarian yang muncul kini adalah tarian modern dari negara luar, contohnya
adalah Gangnam Style dari Korea, Shuffle Dance, Break Dance dan Harlem Shake. Tarian tersebut dengan begitu mudahnya masuk dan mempengaruhi generasi muda
Indonesia sedangkan kreativitas seniman daerah yang dituangkan ke dalam tarian
daerah kini sangat sulit merambah dunia generasi muda Indonesia, padahal di
negeri sendiri tersebar beragam tarian yang unik, dan patut dibanggakan dan
dikenalkan ke seluruh dunia.
Tari tradisional adalah tari yang keberadaannya sudah cukup lama dalam
kehidupan manusia khususnya di Indonesia. Tari tradisi sebagai bagian dari seni
adalah wujud dari karya yang dihasilkan sejak puluhan tahun lalu. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa edisi ke-4 Depdiknas (2011:1483),
“tradisional berasal dari awal kata tradisi yaitu adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat.“
Banyak ditemukan buku-buku suplemen pembelajaran budaya tradisional
Indonesia di pasaran, namun mayoritas tidak membahas lebih rinci, contohnya
adalah “Tari Daerah dari 33 Provinsi" Penerbit Tera For Junior Yogyakarta,
kemudian “Budaya Indonesia 33 Provinsi” dari Transmedia Jakarta yang hanya
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Siswa Sekolah Dasar adalah tunas-tunas baru yang selayaknya dibimbing
untuk lebih mencintai, menghargai dan melestarikan budayanya sendiri. Sehingga
warisan budaya yang sangat beragam di Indonesia tidak akan hilang ditelan
zaman. Cerita Bergambar mengenai tarian Indonesia adalah salah satu cara
memperkenalkan kembali tarian tradisional.
Dari fakta dan hasil observasi di atas, maka penulis mengambil
permasalahan tersebut sebagai ide penciptaan salah satu tarian tradisional
Indonesia. Penulis berasal dari Jawa Barat dengan latar belakang budaya Sunda
sebagai tanah kelahiran, maka tarian tradisional yang dijadikan objek pembuatan
cerita bergambar (cergam) pengenalan tari tradisional Indonesia adalah tari
jaipong. Itu semua sebagai wujud kepedulian penulis terhadap realita redupnya
eksistensi kebudayaan negeri sendiri dibanding kebudayaan luar karena selain
menyenangkan juga menambah ilmu mengenai tari jaipong yaitu tarian tradisional
masyarakat Jawa Barat. Sebagai orang yang bergelut dalam bidang seni rupa,
penulis kemudian memiliki ide untuk membuat suatu cerita bergambar yang unik,
memadukan beberapa teknik yang diantaranya pull-up dan flap-book dimana cerita bergambar dengan variasi perpaduan teknik tersebut terhitung langka di pasaran,
dengan perpaduan teknik yang dipakai dalam pembuatan cerita bergambar ini juga
diharapkan membuat suasana belajar anak-anak menjadi lebih menyenangkan dan
tidak membosankan.
Kurangnya minat baca pada anak-anak pada era globalisasi ini sungguh
miris. Keberadaan teknologi, elektronik dan alat komunikasi sungguh sangat
berpengaruh. Jika dulu beberapa anak berkumpul untuk belajar bersama di taman,
kini yang dilakukan sebagian besar anak-anak ketika beristirahat adalah
memainkan telepon genggam dengan segala aplikasi dan permainan yang semakin
berkembang. Jangankan membaca buku pelajaran yang rumit, buku cerita
bergambar ataupun komik yang dulu disenangi anak-anak kini jarang dinikmati.
Dengan mengolah unsur visual cergam dan kemudian mendeskripsikannya
dari pengolahan warna, penentuan sudut pandang, komposisi, tipografi dan
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam karya cergam demi mencapai keberhasilan cerita bergambar yang inovatif
dan menyenangkan yang ditujukan bagi anak dengan kisaran umur 7 hingga 12
tahun.
Menurut Slamet Subiyantoro dalam Seminar Nasional Pendidikan Seni
Rupa dan Perannya Dalam Pendidikan Karakter Melalui Penggalian Sumber Ide
Nilai Kearifan Lokal, di rangkaian Pameran Seni Rupa Nasional “Art Edu Care
#3” Surakarta tahun 2012, Kebudayaan kita terlanjur diberi merek jadul (jaman
dulu) atau sudah lama, kuno dan ketinggalan, tradisional dan semacamnya.
Kenyataan ini mungkin senada dengan makna peribahasa yang sudah melekat di
masyarakat Indonesia. Bahwa “rumput tetangga katanya lebih hijau dari rumput
sendiri”. Hal ini menegaskan apa yang datang dari seberang atau negara lain,
khususnya dari barat merupakan “segala-galanya” serba “wah” dan anak remaja
menyebutnya “trend”. Maka dipastikan pernyataan ini mendukung pernyataan
penulis sebelumnya bahwa cerita bergambar yang beredar di pasaran mengenai
budaya Indonesia dipandang sebelah mata karena dianggap kuno dan ketinggalan
zaman.
Kebudayaan lokal senantiasa memiliki ciri-ciri kearifan lokal seperti : (1) menjaga keseimbangan Manusia-Alam-Tuhan. Pengertian ini menegaskan bahwa menjaga keseimbangan bukanlah identik menguasai alam tetapi menyelaraskan. Konsep ini berlawanan dengan perilaku menguasai, bernafsu mengalahkan unsur lain yang disharmoni; (2) menjaga hubungan alamiah; (3) kekuasaan harus memelihara alam dan manusia; (4) kerusakan pada alam dan manusia pertanda kerusakan kekuasaan; (5) Disimpan dalam cerita rakyat, tradisi lisan, mitos legenda, dongeng, oleh karena itu isi kebudayaan terpadu dalam kebudayaan; (6) menyimpan pengetahuan yang berguna untuk mengatasi kesulitan, ia memiliki manfaat solutif, dan sudah teruji komunitas, dan bukan perseorangan, sebab kekuasaan terbagi bukan individual, sehingga nilai bukan untuk sepihak tetapi untuk masyarakat; (8) mendistribusikan hasil secara seimbang, bukan berdasarkan menang kalah, tetapi berprinsip sama yaitu win-win solution, serta (9) mendorong
ekonomi kreatif (Dian Nafi’, 2008: 10)
Dari pernyataan tersebut pada poin ke (5) tersirat bahwa untuk
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam cerita rakyat, tradisi lisan, mitos legenda, dongeng. Dalam hal ini
dikerucutkan dengan menuangkan ide cerita rakyat, tradisi, mitos legenda dan
dongeng ke dalam cerita bergambar maupun komik yang pada dasarnya bertujuan
sama yaitu mempertahankan kebudayaan Indonesia. Salah satu tokoh cerita rakyat
Jawa Barat adalah Kabayan, sosok laki-laki Sunda yang ramah, humoris, cerdik,
banyak akal, dan sangat mencintai tanah kelahirannya, memiliki teman dekat
bernama Nyi Iteung, anak gadis Abah dan Ambu yang tinggal di desa. Nyi Iteung
memiliki sifat yang ramah, baik hati, santun, dan cantik. Keluguan hati Nyi Iteung
dan karakternya yang memakai pakaian sederhana seperti kebaya dan kain batik
untuk pakaian kesehariannya sangat mendukung untuk dijadikan tokoh utama
dalam cerita bergambar ini.
Memperkenalkan tarian tradisional Indonesia melalui cerita bergambar
merupakan suatu penyegaran atau inovasi pembelajaran, karena sebelumnya
pengenalan tarian tradisional Indonesia sebagian besar hanya dipelajari di sekolah
dengan media yang terbatas. Maka pada kesempatan ini, penulis membuat karya
skripsi dengan mengangkat kembali warisan budaya Jawa Barat yaitu tari Jaipong.
Sebuah buku cerita bergambar bertajuk “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi
Iteung!” diharapkan dapat mengajak tunas muda Indonesia mengenal dan
mempelajari kesenian budaya dengan lebih menyenangkan.
B. Identifikasi Masalah
Membangun kemauan anak membaca dan memahami isi bacaan di setiap
halamannya membutuhkan suatu hal yang menarik, pengembangannya yaitu dari
penggunaan warna pada cerita bergambar yang harus sesuai bagi usia di jenjang
pendidikan Sekolah Dasar, lalu penggunaan jenis huruf atau font yang juga sesuai. Tetapi yang terpenting adalah isi cerita yang tidak monoton sehingga anak tidak
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Seperti yang diketahui sebelumnya semakin terpuruknya eksistensi tarian
tradisional Indonesia dibanding tarian modern di era globalisasi ini menjadi
sebuah ide bagi penulis dalam membuat karya. Maka dari itu penulis bermaksud
untuk membuat karya flap-book dan pull-up Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!”
Rumusan Masalah dalam skripsi penciptaan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses dan eksplorasi teknik flap-book dan pull-up menjadi sarana menuangkan gagasan pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul “Ayo, Menari
Jaipong dengan Nyi Iteung!”?
2. Bagaimana visualisasi estetik cerita bergambar flap-book dan pull-up sebagai pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi
Iteung!”?
C. Tujuan Penciptaan
Penciptaan karya skripsi ini bertujuan untuk mengembangkan minat anak
terhadap kebudayan Indonesia dengan menuangkannya ke dalam cerita bergambar
salah satu tarian tradisional Indonesia yaitu Tari Jaipong yang merupakan tarian
asli Jawa Barat secara lebih mendalam, baik dalam gerakan, sejarah, kostum dan
sebagainya. Segmentasi pembaca atau sasaran penulis adalah semua umur, namun
dikhususkan bagi anak usia 8 hingga 12 tahun, dengan demikian tujuan utamanya
adalah mengembangkan kemauan mengenali dan memperdalam tarian tradisional
bangsanya sendiri dibanding tarian dari kebudayaan luar seperti shuffle dance, gangnam style, bahkan yang terbaru bernama tarian harlem shake.
Adapun tujuan dari penciptaan karya tugas akhir ini, adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan proses dan eksplorasi teknik flap-book dan pull-up menjadi sarana menuangkan gagasan pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Memvisualisasikan objek cerita bergambar flap-book dan pull-up sebagai pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan
Nyi Iteung!”
D. Manfaat Penciptaan
Bagi penulis pembuatan karya cerita bergambar tari Jaipong asli Tanah
Sunda Jawa Barat Indonesia ini merupakan suatu kebanggaan dan kepuasan
sendiri karena dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan dan menumbuhkan
kembali rasa antusias anak terhadap tarian tradisional Indonesia khususnya Tari
Jaipong. Dengan begitu penulis dapat ikut serta memberikan inovasi baru bagi
tunas-tunas bangsa yang sudah banyak terpengaruh oleh kebudayaan luar. Selain
itu, berikut penulis paparkan beberapa manfaat yang dapat digali dari pembuatan
karya cerita bergambar tarian tradisional Indonesia, di antaranya:
1. Bagi penulis, selain mengembangkan kreativitas juga dapat turut membantu
mempertahankan budaya bangsa. Pengetahuan penulis mengenai ragam tarian
tradisional Indonesia, khususnya Tari Jaipong dari yang sebelumnya tidak tahu
sedikitnya mengalami perkembangan sejalan dengan proses pembuatan karya.
2. Bagi Lembaga Pendidikan Seni Rupa, diharapkan dapat mengembangkan
keberadaan Cerita Bergambar sebagai media pembelajaran ataupun suplemen
(pelengkap) dalam bidang pendidikan. Tidak hanya tarian tradisional saja,
namun bisa dikembangkan dengan mengangkat ragam kebudayaan Indonesia
yang lainnya, misalnya rumah adat, bahasa daerah, dan sebagainya.
3. Bagi pemerintah, khususnya di Kota Bandung untuk lebih mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa.
Sebelum terlambat, akan lebih baik jika pengenalan ragam kebudayaan di
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Bagi masyarakat umum, dapat mengembangkan minat baca pada anak
Indonesia sebagai tunas-tunas bangsa dan juga turut serta mempertahankan
keberadaan budaya Indonesia yang sudah ada turun temurun. Mengingatkan
kembali bahwa ragam tarian tradisional Indonesia tidak kalah dengan tarian
dari luar baik dari segi estetis penggunaan pakaian yang digunakan maupun
unsur gerak tari yang ada di dalamnya.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan serta pembacaan laporan penciptaan
karya cerita bergambaryang berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!”
(Cerita Bergambar Flap-book dan Pull-up sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia) maka karya tulis ini disusun dalam sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN,
Berisi tentang Latar Belakang Penciptaan, Iduntifikasi Masalah, Tujuan
Penciptaan, Manfaat Penciptaan, , serta Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN PENCIPTAAN,
Berisi tentang kajian teoritik, yang menjelaskan Tari Jaipong, Ilustrasi, dan Cerita
bergambar, kemudian kajian empiris dan konsep penciptaan
BAB III METODE PENCIPTAAN,
Menjelaskan tentang metode dan langkah-langkah yang penulis gunakan dalam
membuat karya ini, antara lain Ide Berkarya, Konsep Berkarya, Pengolahan Ide,
Proses Berkarya
BAB IV VISUALISASI KARYA,
Berisi analisis dan pembahasan karya Cerita Bergambar Flap-book dan Pull-Up Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia yang diciptakan diantaranya
membahas: Pengenalan Karakter, Latar belakang, Cerita Bergambar “Ayo, Menari
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Jaipong dengan Nyi Iteung!”, Isi Cerita “Ayo, Menari Jaipong bersama Nyi
Iteung!” dan halaman pendukung
BAB V PENUTUP,
Bagian terakhir ini berisi kesimpulan hasil penciptaan karya dan saran atau
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENCIPTAAN
A. Definisi Operasional
1. Seni Tari
Di Indonesia perkembangan tari pada awalnya bernilai spiritual tinggi,
sering dipakai pada upacara tertentu, misalnya upacara kematian, upacara
pernikahan dan sebagainya, namun lama kelamaan berubah nilainya menjadi
hiburan dan bersifat tontonan. Tarian tradisional tumbuh dan berkembang di
masyarakat dengan berbagai gerakan diiringi musik pengiring dan tersebar di
seluruh provinsi di Indonesia.
2. Jaipong
Jaipong atau jaipongan menurut Kurnia dan Nalan (2003:111) adalah:
Sebuah genre kesenian yang lahir dari kreativitas seorang seniman dari Bandung, Gugum Gumbira. Kepeduliannya terhadap kesenian rakyat, salah satunya ketuk tilu, membuat seorang Gugum Gumbira mengetahui dan mengenal betul perbendaharaan pola gerak tari tradisi yang ada pada kliningan/bajidoran atau ketuk tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari kesenian-kesenian diatas cukup memberikan inspirasi baginya untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama “Jaipongan”.
3. Nyi Iteung
Siapa rakyat Jawa Barat yang tidak mengenal Kabayan, sosok pemuda
Sunda yang polos, banyak akal, humoris, baik hati dan cerdas. Keseharian tokoh
ini sudah diceritakan lisan sejak abad ke-19 hingga sekarang secara turun
menurun. Cerita Kabayan adalah cerminan kehidupan masyarakat Sunda,
Kabayan mencintai Nyi Iteung putri dari Abah dan Ambu (panggilan bahasa Sunda untuk ibu dan ayah).
Cergam yang dibuat oleh penulis tentang pengenalan tarian tradisional
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sunda, maka menurut penulis, Nyi Iteunglah yang paling cocok untuk dijadikan
karakter tersebut karena didukung sosoknya yang lembut, baik hati, dan cantik.
Nyi Iteung dan Kabayan sudah menjadi cerita rakyat Jawa Barat yang dikenal
oleh masyarakat Indonesia.
B. Prosedur Penciptaan
Berawal dari suguhan acara di televisi dimana anak- anak muda
Indonesia lebih antusias menari tarian modern “Gangnam Style” dari korea
selatan, juga boyband dan girlband-nya yang enerjik, dibandingkan tarian dari kebudayaan Indonesia khususnya Tari Jaipong. Jangankan ikut menari tarian
tradisional Indonesia, nama-nama tarian setiap provinsinya saja hanya sedikit
yang mengetahuinya. Keberadaan tari tradisional Indonesia yang meredup
dipengaruhi oleh masuknya budaya asing baik melalui media televisi, media
cetak maupun internet, diperlukan penyegaran atau inovasi yang baru dan
menarik agar generasi muda antusias mempelajarinya.
Sebagian besar cergam di pasaran dibuat secara manual maupun digital,
atau ada yang menggabungkan antara manual lalu diselesaikan dengan digital.
Namun penulis menemukan beberapa cergam yang menggunakan foto, baik foto
yang diambil langsung, melalui unduhan, atau bahkan cuplikan dari film
kemudian dijadikan cergam dengan menampilkan beberapa foto adegan dalam
film, contohnya adalah cergam Batman Begins.
Batman Begins memang sudah menjadi idola anak-anak maupun dewasa sejak lama. Didalam cergam tersebut terdapat beberapa adegan-adegan sama
persis seperti dalam filmnya. Bagaimana tidak, adegan-adegan tersebut adalah
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1
Cergam Fotografi Warner Bros“Batman Begins” Diadaptasi oleh Benjamin Harper
(Sumber: Gramedia )
Di dalam pembuatan cergam ini terdapat beberapa tahapan yang harus
dilakukan. Penulis membaginya menjadi dua tahapan. Hal tersebut dikarenakan
selain disarankan dosen pembimbing menjadikan fotonovela sebagai referensi,
penulis juga terinspirasi dari beberapa cergam fotografi yang didapat di beberapa
toko buku dan perpustakaan.
Tahap pertama adalah tahap pembuatan isi cergam dengan segala
visualisasi yang diharapkan dapat menarik perhatian pembaca khususnya
anak-anak sekaligus dijadikan buku pelengkap belajar anak-anak mengenai kebudayaan
Indonesia.
Tahap yang kedua adalah tahap pengemasan (packaging). Pada umumnya beberapa ilustrator menggunakan prosedur standar dalam membuat cergam,
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
gambar untuk pembuatan sketsa dan storyboard, pensil, cat warna juga pensil warna untuk mewarnai. Setelah itu dilakukan pemindaian dan olah warna digital
menggunakan komputer. Sedikit berbeda dengan cergam yang dibuat oleh
penulis, sebelum menjadi buku yang diharapkan dapat dinikmati oleh anak-anak,
dilakukan tahap-tahap berikut ini:
a. Persiapan
Bagan I.1 Bagan Berkarya
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa gagasan atau ide pembuatan
skripsi ini berawal dari minimnya buku cerita bergambar bertema kebudayaan
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
langka adanya. Adapun tema yang diambil adalah mengenai tarian tradisional
Indonesia yang eksistensinya mulai memudar karena adanya akulturasi budaya
dari negara luar, sehingga sedikit demi sedikit mulai terkikis. Dalam
mewujudkan cerita bergambar tersebut, penulis membaginya menjadi empat
konsep berkarya diantaranya:
a. Observasi
Observasi yang dilakukan oleh penulis antara lain pengajuan pertanyaan
langsung terhadap siswa sekolah menengah pertama kelas VII (tujuh) di SMP
Negeri 30 Bandung, di mana sekolah tersebut adalah tempat penulis
melaksanakan PPL (Program Pengalaman Lapangan). Kelas VII (tujuh)
merupakan peralihan dari Sekolah Dasar menuju jenjang menengah. Seharusnya
siswa kelas VII masih mengingat pengetahuan mengenai tarian tradisional yang
telah dipelajari di Sekolah Dasar, namun nyatanya tidak.
Penulis mengajukan pertanyaan langsung mengenai tarian tradisional di
Indonesia beserta provinsinya kepada siswa: “Sebutkan salah satu tarian di Indonesia beserta provinsinya!”, lalu kemudian sekitar empat orang siswa menjawab namun mereka tidak begitu yakin akan jawabannya masing-masing,
jawaban mereka diantaranya: tari Jaipong dari Jawa Barat, Kecak dari Bali, dan
tari Saman dari Aceh. Suasana kelas cenderung pasif dan siswa terlihat takut
menjawab pertanyaan tersebut karena pertanyaan yang diajukan dianggap
pertanyaan yang sulit bagi siswa. Tidak hanya itu, penulis juga menanyakan hal
yang sama kepada enam siswa Sekolah Dasar di sekitar rumah penulis yang
kebetulan memiliki ikatan saudara, dan mendapatkan respon yang sama. Lain
halnya saat penulis menanyakan mengenai tarian dari Korea Selatan yang
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
gerakannya!”. Anak-anak antusias menarikannya sambil tertawa dan cenderung lebih aktif.
Gambar 3.2 Gangnam Style (Sumber: style.mtv.com )
Gangnam style adalah salah satu musik K-pop tahun 2012 yang dinyanyikan oleh rapper Korea Selatan, Park Jae Sang, atau yang lebih dikenal dengan nama PSY. "Gangnam Style" merupakan istilah yang digunakan oleh
warga Korea Selatan untuk menggambarkan gaya hidup mewah (Fekadu, Mesfin
(8/27/2012). "Wild, Crazy Style". The Express Associated Press). Musik dan tarian dari Korea Selatan ini digemari seluruh dunia, begitu juga Indonesia.
Namun yang menjadi masalah adalah ketika kebudayaan luar lebih digemari
dibandingkan kebudayaan Indonesia sendiri. Siswa di kelas lebih antusias saat
ditanyakan bagaimana gerakan gangnam style dibandingkan bagaimana gerakan tari jaipong. Dari situlah penulis kemudian mendapat ide untuk membuat cerita
bergambar tarian tradisional Indonesia yang diharapkan dapat menarik bagi
siswa Sekolah Dasar khususnya.
b. Studi Pustaka
Dengan melakukan studi pustaka mngenai masalah yang diambil dalam
karya skripsi ini, penulis dapat mendapatkan informasi dan masukan lebih
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap
buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.
Secara Metodelogis (Ilmiah) terdapat tiga tahapan yaitu tahap eksplorasi,
tahap perancangan dan tahap perwujudan (SP.Gustami: 2009) dengan uraian
sebagai berikut:
1) Penggalian sumber referensi dan informasi, untuk menemukan tema atau berbagai persoalan yang memerlukan pemecahan.
2) Usaha ini untuk memperoleh data material, alat, teknik, konstruksi, bentuk dan unsur estetis, aspek filosofi dan fungsi social cultural serta estimasi keunggulan pemecahan masalah yang ditawarkan.
3) Perancangan untuk menuangkan ide atau gagasan dari deskripsi verbal hasil analisis ke dalam bentuk visual dalam batas rancangan dua dimensional. Hal yang menjadi pertimbangan dalam hal ini meliputi aspek material, teknik, proses, metode, pesan makna, nilai ekonomi.
4) Perwujudan rancangan kedalam karya nyata sampai tahap penyelesaian (finishing).
c. Penyediaan Bahan
Pembuatan cergam oleh penulis tidak seperti kebanyakan cergam yang
berada di pasaran. Penulis menggunakan teknik olah digital dari foto-foto yang
didokumentasikan oleh penulis sendiri. Background dan tokoh-tokoh didapatkan dari hasil dokumentasi penulis kemudian diolah dengan mengatur warna dengan
Adobe Photoshop CS5. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengerjaan
cergam ini adalah:
1) Tahap 1
Yang dibutuhkan pada pembuatan karya pada tahap ini antara lain:
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambat 3.3 Kertas HVS
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
b) Pinsil 2B untuk membuat goresan sketsa pada storyboard sebagai panduan untuk pengerjaan cergam
Gambat 3.4
Pensil 2B dan Penghapus Karet (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambat 3.5
Perangkat Laptop dengan Program Adobe Photoshop CS5 sebagai Penunjang Pengolahan Digital
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
d) Kamera digital Canon EOS 450D Kiss X2 untuk pemotretan model cergam
yang kemudian fotonya akan diolah dengan komputer
Gambar 3.6
Kamera Digital Canon EOS 450D Kiss X2 untuk Pengambilan Foto Model Cergam
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
e) Kertas Art Paper 260 gram untuk hasil cetak
f) Printer, di tempat percetakan akan mendukung hasil cetak yang lebih baik.
2) Tahap 2
Pada tahap ini dilakukan pengerjaan flap-book dan pull-up. Yang dibutuhkan pada tahap ini antara lain:
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.7
Pisau Cutter, Gunting, Penggaris (Sumber: Dokumentasi pribadi)
b) Selotip bening dan lem kayu berdaya perekat tinggikarena sangat
mempengaruhi pengerjaan cergam dengan teknik flap book dan pull up.
Gambar 3.8 Lem kayu dan Selotip (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
d. Proses Berkarya
Berikut adalah langkah- langkah perwujudan rancangan yang dilakukan
dalam pembuatan karya :
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Di dalam pembuatan naskah, penulis menentukan terlebih dahulu tema
yang akan diangkat, setelah itu dibuat kerangka karangan yang berisi unsur-unsur
seperti tokoh-tokoh, latar, alur cerita atau plot yang di dalamnya terdapat
pengantar cerita, penampilan masalah, ketegangan dan penyelesaian cerita. Isi
cergam sangat sederhana, namun dibuat berdasarkan karakteristik anak yang
antara lain dari teks cergam yang tidak terlalu berbelit-belit agar anak-anak tidak
jenuh saat membaca.
Lalu setelah itu dibuatlah storyboard sebagai pedoman dalam menyusun dan membuat karya. Storyboard merupakan kerangka sederhana yang dibuat dengan menggunakan media kertas dan pensil. Gambar yang dibuat diawali
dengan membuat panel-panel kecil kemudian membuat sketsa cergam secara
berurutan dari halaman awal hingga akhir. Secara sederhana ditentukan pula
setting tempat, sudut pandang, tata letak teks dan sebagainya. Pembuatan storyboard ini bertujuan agar pengerjaan cergam terstruktur dengan baik, jika sudah terencana dalam storyboard maka dengan mudah penulis dapat menyelesaikan cergam baik dengan manual maupun olah digital seperti yang
dibuat oleh penulis, dalam satu lembar kertas A4 meliputi tiga sampai empat
kotak gambar ukuran kecil sebagai patokan, mewakili halaman cerita bergambar
yang akan digarap.
2) Pengambilan Foto
Pengambilan foto dilakukan di berbagai tempat dan juga membutuhkan
beberapa model untuk melengkapi tokoh-tokoh didalam cergam yang dibuat
penulis. Penulis mengarahkan model untuk berekspresi sesuai dengan karakter
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.9
Proses Pengambilan Gambar (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Tokoh-tokoh yang ada dalam cergam antara lain empat orang anak
sekolah dasar dengan kisaran umur 7 hingga 12 tahun, kemudian untuk karakter
Nyi Iteung sendiri model yang diambil adalah rekan penulis mahasiswi Jurusan
Pendidikan Seni Tari di Universitas Pendidikan Indonesia, dan yang terakhir
untuk model Bu Euis adalah rekan penulis di Jurusan Pendidikan Seni Rupa.
Untuk setting tempat dilakukan di sekitar gunung Tangkuban Parahu, Bandung Barat.
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c d e
Gambar 3.10
a. Model Cergam Karakter Bu Euis
b. Model Cergam Karakter Nyi Iteung
c. Model Cergam Karakter Galuh
d. Model Cergam Karakter Gugum
e. Model Cergam Karakter Dudung
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
3) Pengolahan Digital ( Tahap 1)
Hal yang pertama dilakukan penulis dalam pengolahan digital adalah
membuka program Adobe Photoshop CS5 kemudian menentukan setting ukuran lembar cergam pada layer yaitu 14,85 cm x 21 cm, ukuran tersebut sesuai karena ukurannya sedang dan tidak sulit untuk dibawa anak kemanapun. Dalam
pengerjaan satu panel lembar kerja terdiri dari dua halaman, maka dari itu ukuran
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.11
Mengubah Ukuran Lembar Kerja (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Setelah itu penulis melakukan pemilihan foto yang sudah
didokumentasikan, menentukan model dengan gesture yang sesuai dengan halaman tersebut mengacu pada storyboard yang dibuat sebelumnya. Untuk memisahkan objek yang akan diambil dengan backgroundnya, penulis memilih Quick Selection Tool pada Toolbox kemudian menyeleksi objek, menyalinnya di lembar kerja.
a b
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu c
Gambar 3.12 Menyeleksi Objek
a. Tampilan Saat Menyeleksi Objek dengan Quick Selection Tool pada Toolbox b. Tampilan Setelah Menyeleksi Objek dengan Quick Selection Tool pada Toolbox
c. Tampilan Setelah Menduplikasi Objek untuk Dipindahkan ke Lembar Kerja (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Penulis melakukan hal tersebut ke setiap objek dan memindahkan ke
lembar kerja yang ukurannya sudah diatur sebelumnya, sehingga tampilannya
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.13
Hasil Seleksi Objek pada Lembar Kerja (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ada beberapa tahap yang dilakukan penulis agar objek-objek pada lembar
kerja menyerupai kartun sehingga lebih menarik untuk dinikmati. Pengaruhnya
mungkin tidak begitu banyak, namun dengan melakukan pengubahan dan
penambahan beberapa efek akan memberikan hasil yang lebih baik. Untuk lebih
jelas, penulis mengambil contoh karakter Gugum pada cergam yang sedang
menari gangnam style.
Gambar 3.14 Objek Gugum
(Sumber: Dokumentasi Penulis)
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Layer yang pertama menggunakan efek Sketch Photocopy yang dimaksudkan untuk membuat garis outline seperti kebanyakan gambar kartun. kemudian penulis mengganti layer menjadi multiply pada pilihan toolbox di sudut kanan bawah, sehingga gambar menjadi transparan.
Gambar 3.16 Efek Sketch / Photocopy (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.17 Efek Cutout
(Sumber: Dokumentasi Penulis)
Setelah kedua layer diatas diberi efek masing-masing kemudian digabungkan menjadi satu layer dengan cara memilih Merge Layers di Toolbox kanan bawah lembar kerja. Setelah itu diatur dengan adjustmenst pada pilihan Image di atas lembar kerja sehingga terang dan gelap, kontras juga pengaturan warna bisa disesuaikan, hasilnya terlihat perbedaan menjadi seperti di bawah ini:
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Langkah-langkah Editing Digital (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Penulis memberikan sedikit pengaturan warna pada pakaian Dudung,
menghapus warna yang kurang mendukung konsep, pada pengambilan foto
pemeran Dudung memakai pakaian biru dengan logo Persib dan gambaran
bendera Inggris, karena bendera Inggris tersebut sama sekali tidak mendukung,
maka penulis menghapusnya dengan menggunakan brush tool biru sehingga yang muncul adalah aksen logo Persib.
Setelah semua objek diubah sehingga mendekati kartun, kemudian diberi
efek dedaunan, tanah, rumput, awan-awan dan langit yang cerah, sehingga
step-step yang didapat adalah seperti di atas. Dengan menggunakan Brush tool penulis dapat memilih beragam pilihan kuas dan bisa digunakan untuk
mendesain lembar kerja, penggunaan Brush tool pada toolbox cukup mudah. Tampilannya antara lain seperti di bawah ini:
Gambar 3.20 Brush Tool
(Sumber: Dokumentasi Penulis)
Langkah terakhir dalam pengolahan digital adalah pemasukan teks,
caranya adalah dengan menggunakan Horizontal Type Tool pada Toolbox, berbagai macam huruf beserta ukurannya bisa dipilih dan disesuaikan. Agar rapi
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kerja, caranya dengan menarik Rulers (penggaris) di pinggiran lembar kerja, lalu kemudian menambahkan teks.
Gambar 3.21 Penambahan Teks (Sumber: Dokumentasi Penulis)
4) Pembuatan Pull-up dan Flap-book (Tahap 2) (a) Pull-up
Dalam satu pengerjaan pull-up, dibutuhkan tiga lapisan lembar kerja. Yang pertama adalah lapisan bingkai. Ukuran yang ditentukan penulis adalah 10
cm x 10 cm. Lapisan kedua adalah lapisan sebelum gambar berubah, sedangkan
lapisan yang ketiga adalah gambar yang sudah berubah. Lapisan pertama terdiri
dari dua halaman yang digabung, sedangkan lembar dua dan tiga hanya terdiri
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b c
Gambar 3.22
2) Lapisan Bingkai
3) Lapisan Sebelum Gambar Berubah
4) Lapisan Setelah Gambar Berubah
(Sumber : Dokumentasi Penulis)
Penulis memberikan garis yang ditambahkan pada lapisan dua dan tiga
untuk mempermudah pemotongan kertas dengan pisau cutter, sehingga tidak perlu kerepotan untuk mengukurnya secara manual. Adobe Photoshop membantu
mengakuratkan garis tersebut dengan penggunaan Grid, seperti di bawah ini:
Gambar 3.23
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a b
Gambar 3.24
a. Lapisan Satu Setelah Pemotongan
b. Lapisan Dua Setelah Pemotongan
Setelah melakukan proses pemotongan, penulis menyatukan lapisan satu
dan lapisan dua. Caranya dengan menyisipkan potongan lapisan satu ke lapisan
yang kedua secara teratur satu persatu.
Gambar 3.25
Proses Menyatukan Lapisan Satu dan Dua (Sumber: Dokumentasi penulis)
Lalu proses selanjutnya adalah pengeleman gabungan lapisan dua dan
tiga ke lapisan bingkai dengan lem kayu yang berdaya rekat baik. Untuk
penopang belakang, digunakan lembar kerja berikutnya, hasilnya adalah seperti
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.26
Tampilan Penarikan Pull-up Setelah Disusun (Sumber: Dokumentasi penulis)
(b) Flap-book
Lain halnya dengan pull-up, pengerjaan flap-book jauh lebih praktis. Dalam flap-book hanya dibutuhkan dua lapisan, lapisan yang pertama lapisan yang belum berubah, dan yang kedua setelah berubah. Bentuk flap atau buku berjendela yang dipakai penulis yaitu kotak atau persegi, dimaksudkan agar lebih
mudah dan tidak mudah robek saat dibuka.
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada lapisan yang pertama diberi garis berbentuk kotak atau persegi yang
nantinya akan dipotong di tiga sisi sedangkan sisi satunya sebagai penopang.
Pada bagian belakang sisi penopang penulis memberikan sedikit sayatan untuk
mempermudah saat dilipat. Setelah dipotong, hasilnya seperti di bawah ini:
Gambar 3.28 Proses Pemotongan Flap-book (Sumber: Dokumentasi penulis)
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setelah pemotongan pada lapisan satu, yang dilakukan penulis
selanjutnya adalah pengeleman lapisan satu dan lapisan dua dengan lem
kayu. Proses flap-book jauh lebih mudah, hasilnya seperti di bawah ini
Gambar 3.30
Penggabungan Dua Lapisan Flap-book
(Sumber : Dokumentasi penulis)
7) Penjilidan
Proses yang terakhir dalam pembuatan cergam ini adalah
penjilidan, setelah melakukan proses digital kemudian menyusunnya
dengan teknik pull-up dan flap-book, susunan karya tersebut direkatkan dengan jilid hardcover untuk memberikan kesan yang menarik dan eksklusif sehingga anak-anak kemudian tertarik untuk membaca dan
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Buku cerita bergambar “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!” dengan teknik pull-up dan flap-book ini merupakan karya ilustrasi yang berisi tentang pengenalan tari Jaipong, baik mengenai siapa penciptanya, pakaian yang
digunakan, dan juga gerakan-gerakan dasarnya, namun dikemas dengan narasi
yang sesuai untuk anak dengan kisaran umur 7 hingga 12 tahun. Berbeda
dengan karya cergam yang sudah ada sebelumnya, penulis membuat karya
ilustrasi ini dengan menggunakan teknik digital, yaitu dengan cara mengolah
foto.
Tahapan-tahapannya adalah seperti membuat storyboard yang berisi panel-panel sketsa cergam secara berurutan dari awal hingga akhir, kemudian
dengan pedoman storyboard tersebut penulis melakukan pengambilan foto dari beberapa model, dengan gestur dan ekspresi wajah yang berbeda-beda.
Kemudian dilakukan pengeditan di komputer dengan menggunakan program
Adobe Photoshop CS5.
Dengan berkiblat pada fotonovela, komik fotografi yang berasal dari
meksiko, hanya penulis membuatnya menjadi cerita bergambar, maka yang
dilakukan selanjutnya adalah menggabungkan foto-foto tersebut ke dalam
lembar kerja yang baru sehingga akan menghasilkan penggambaran suasana
yang baru dengan mengatur efek padang rumput, menyesuaikan warna,
pengaturan tata letak (layouting), penulisan teks (lettering), pencetakan (printing), pengolahan teknik pull-up dan flap-book secara manual, dan yang terakhir yaitu penjilidan (binding). Karya dibuat dengan ukuran 15,5 cm x 22 cm (setengah ukuran A4) , terdiri dari 20 halaman isi yang terdiri dari gambar
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
halaman pemilik buku, halaman pengenalan tokoh, dan halaman evaluasi di
bagian akhir cergam.
Pembuatan buku cerita bergambar menggunakan teknik pengolahan foto
dengan pengemasan pull-up dan flap-book ini diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat, khususnya tunas-tunas muda, untuk kemudian membaca
dan mengaplikasikannya guna melestarikan dan memelihara kebudayaan
Indonesia. Pengambilan judul cergam mengenai tari Jaipong ini berawal dari
antusiasme anak-anak terhadap tontonan televisi yang marak dengan tarian
modern dari negara luar, hal ini juga menjadi usaha penulis untuk melestarikan
budaya khususnya di Jawa Barat.
Dalam pembuatan narasi pada cergam ini, penulis menggunakan sudut
pandang orang ketiga tunggal atau memposisikan penulis di luar cerita dan juga
menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau dengan kata ganti “dia”. Background pada cergam ini banyak menggunakan warna-warna alam seperti pada penggambaran rerumputan dan pepohonan, suasana tersebut
merupakan suasana yang didambakan anak-anak yaitu lapangan bermain yang
asri, faktanya pada masa sekarang sulit ditemukan.
Pesan yang dapat diambil dari cergam ini adalah saling tolong menolong
dan membantu teman yang kesusahan, juga kebaikan berbagi ilmu dengan orang
lain. Penulis berharap buku ini dapat dinikmati masyarakat karena merupakan
hal baru mewujudkan cergam dengan teknik pengolahan digital dari gabungan
foto kemudian memadukan teknik pengemasan pull-up dan flap-book.
B. Saran
Kemajuan teknologi yang semakin melejit perlu ditanggapi dengan
mengarahkannya kepada hal yang lebih positif dan juga merangsang pola
pikir yang lebih kreatif. Tidak ada salahnya jika mencoba menggabungkan
teknologi dalam bidang fotografi dengan mengolahnya dalam komputer
sehingga menghasilkan suatu produk yang berbasis mendidik dan berisi
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penulis memiliki beberapa saran yang diharapkan dapat
menumbuhkan minat dalam pelestarian budaya yang ditujukan bagi beberapa
pihak di antaranya:
1. Bagi Jurusan Pendidikan Seni Rupa, penulis berharap karya skripsi
penciptaan ini dapat menjadi bahan kajian untuk mata kuliah yang
berhubungan dengan kebudayaan, ilustrasi dan desain, serta menjadi
bahan pembelajaran bahwa berpikir dan menciptakan sesuatu yang
kreatif atas masuknya teknologi yang kian berganti merupakan tugas
pelaku seni rupa.
2. Bagi mahasiswa seni rupa, tidak ada salahnya mencoba hal yang baru
dalam membuat suatu karya baik murni ataupun desain, menggunakan
teknologi yang kian berkembang, dan lebih baik lagi jika mengarah pada
pelestarian kebudayaan Indonesia, kemudian bagi mahasiswa yang
memiliki ketertarikan membuat cergam serupa dengan cergam yang
dibuat penulis, yaitu menggunakan teknik pull-up, upayakan untuk tidak menyerah saat mencoba membuatnya hingga berhasil, karena beberapa
kendala juga ditemukan penulis, dari keterbatasan tersedianya buku
sebagai contoh di pasaran, maupun penyusunan cergam yang rumit, yang
perlu diperhatikan adalah potongan lapisan dua dan lapisan tiga agar
dibuat tidak terlalu sempit sehingga tidak menyangkut saat ditarik.
3. Bagi para ilustrator penulis berharap untuk mengembangkan konsep agar
pengemasan dalam ilustrasi yang telah dibuat lebih menarik dan unik,
lalu mengembangkan karya ilustrasi yang mendidik dan tidak berkesan
monoton.
4. Bagi para penerbit, harapan penulis adalah dapat membantu para
ilustrator mengembangkan kreasinya dalam membuat cergam, kemudian
dapat menyeleksi cergam yang baik dan positif, tidak mengandung
unsur-unsur yang dapat mempengaruhi pembacanya ke arah yang negatif,
memajukan karya ilustrasi yang mengandung ajakan melestarikan
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Bagi masyarakat umum, penulis berharap masyarakat dapat menerima
produk karya anak bangsa yang mungkin masih asing karena dibuat
dengan teknik-teknik yang jarang ada sebelumnya, selagi mengarah
kepada hal yang positif, mengapa tidak untuk mengapresiasinya kepada
hal yang positif juga, yaitu untuk menjadikannya sebagai bahan
pertimbangan buku tambahan bagi anak-anak sebagai pengenalan dan
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Darmaprawira W.A. Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya. Bandung: ITB.
Howard, Simon. (1996). Techniques of Drawing. Semarang: Effhar & Dahara Prize.
Jefkin, Frank. (1997). Periklanan. Jakarta: Erlangga
Kurnia, G. dan Nalan, A.S. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD.
Loomis. Andrew. (1951). Succesfull Drawing. United Kingdom: Titan Books McCloud, Scott. (2001). Membuat Komik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Margono, T.E. dan Aziz, A. (2010). Mari Belajar Seni Rupa. Jakarta: Pusat
Sedyawati, E. (2007). Ilmu Seni Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima
Sanyoto, S.E. (2005). Dasar-Dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta: DGI Bookstore.
Tim Penyusun. (2003). Ensiklopedi Sunda (alam, manusia, dan budaya. Termasuk budaya Cirebon dan betawi). Bandung: Pustaka Jaya.
Tim Penyusun Kamus. (1992). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra
Anggiana Puspa Dewi, 2014
“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sumber Skripsi
Tardiyani, R. (2013). Cerita Bergambar Biografi Mini “Sang Ratu Keroncong” Waldjinah. Skripsi, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.
Purwanti, D.S.S. (2010). “PASOSORE” Cerita Bergambar sebagai Media Pembelajaran bagi Anak Sekolah Dasar. Skripsi, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia
Sumber Internet
Montanaro, Ann. dkk. (2011). Paper Engineering: Fold, Pull, Pop, and Turn. Washington DC: Smithsonian Institution Libraries. (pdf). Tersedia di: http://www.sil.si.edu [diakses 18 September 2013].
The RWHP Team. (1991). The Fotonovela. Florida: Rural Women`s Health Project. (pdf). Tersedia di: http://www.rwhp.com [diakses 9 Desember 2013]