• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Coping Resources pada Ibu Asuh SOS Children's Village Lembang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Coping Resources pada Ibu Asuh SOS Children's Village Lembang."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena mengenai situasi stressful yang dihadapi ibu asuh dan penghayatan akan coping resources-nya yang terbatas, terutama jenis coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill. Maksud penelitian ini adalah menguji modul pelatihanCoping Resources Pada Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang, Tujuannya untuk memperoleh modul pelatihan coping resources yang teruji dan dapat meningkatkan derajat coping resources, yang diukur melalui evaluasi level reaksi dan level learning.

Desain peneltian yang digunakan adalah Single group evaluation design, observe before and after the program Sampel penelitian adalah 10 orang Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner coping resources, disusun berdasarkan teori coping resources, Lazarus& Folkman (1984). Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan teknik content validity.

(2)

The intention of the research is to test the Coping Resources training module at SOS Children’s Village Lembang’s foster mothers. The purpose is to get the tested coping resources module training and to increase the degree of coping resources which is measured through evaluation towards reaction level and learning level. The design used Single group evaluation design, observe before and after the program. The population in the research is 10 SOS Children’s Village Lembang’s foster mothers. The measuring instrument used is coping resources questionnaire which is arranged based on coping resources theory by Lazarus & Folkman (1984). Measuring instrument validity test is done with content validity technique.

The research result shows that coping resources training given can increase the degree of foster mothers’ coping resources. It can be seen from the increase of three type of coping resources which become the focus of this research, positive belief, problem solving skill and social skill. The increase in social skill endures the highest increase. And positive belief endures the least increase.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN i

ii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI ………...……… viii

DAFTAR TABEL ……….…… xi

DAFTAR BAGAN ………..……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………..……….… xiii

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah ……….……….…… 1

1.2 Identifikasi Masalah ……….… 14

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………...… 15

1.3.1 Maksud Penelitian ………...… 15

1.3.2 Tujuan Penelitian ………..………….… 16

1.4 Kegunaan Penelitian ………..……….……… 16

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ………….……….………… 15

1.4.2 Kegunaan Praktis ………..……… 16

1.5 17 18 2.1 Stres……… 18

2.1.1 Pengertian Stres……….………..………... 18

2.1.2 Penilaian Kognitif……… 22 Metode Peneltian………

BAB II LANDASAN TEORI ABSTRAK

viii

(4)

2.1.4.2 Fungsi Coping……… 31

2.1.4.3 Fungsi-fungsi Cognitive Appraisal………. 32

2.1.4.4 Coping Resources 35 2.1.5 39 2.2 42 2.3 52 2.3.1 Defenisi Evaluasi Program……… 52

2.3.2 Alasan Dilakukannya Evaluasi Program……… 52

2.3.3 Tipe Evaluasi Program……… 53

2.3.4 Evaluasi Program Pelatihan Menurut Kirkpatric 53 2.3.5 Instruktur/Pemberi Materi……… 55

2.4 Masa Dewasa Madya……… 56

2.5 61 2.6 72 BAB III METODE PENELITIAN ……….…………..…… 73

3.1 Rancangan Penelitian ……….…………..… 73

3.2 Variabel Penelitian ……….…………..……… 74

3.2.1 Variabel Dependen……….…………. 74

3.2.2 Variabel Independen………..……….…… 76

3.3 Alat Ukur Coping Resources ……… 77

3.3.1 Prosedur Penelitian……… 78 Penelitian Tentang Coping Resources………

Evaluasi Program……… Experential Learning

Kerangka Pikir………

(5)

3.4. Populasi Penelitian……… 80

3.5 80

3.5.1 80

3.5.2 82

3.5 Teknik Analisis Data ………..……… 82

85

4.1 85

4.1.1 85

4.1.2 87

4.1.2.1 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Reaksi…… 87

4.1.2.2 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Learning… 96

4.2 100 4.2.1 100 4.2.1 108 4.2.3 111 5.1 120 5.2 121 5.2.1 121 5.2.2 122

DAFTAR PUSTAKA 123

Modul Pelatihan………

Tujuan Pelatihan………

Rancangan Modul Pelatihan……….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil Penelitian……… Saran………. Saran Teoritis……… Gambaran Responden………. Hasil Penelitian……… Pembahasan………

Evaluasi Pelatihan Level Reaksi………

Evaluasi Pelatihan Level Learning………

Saran Praktis……… Kaitan Antara Evaluasi Level Reaksi dan Level Learning…

Kesimpulan………

x

(6)
(7)

1

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Umumnya seorang anak tumbuh dalam sebuah keluarga yang terdiri dari

ayah, ibu dan saudara-saudaranya. Pada kenyataannya, di masyarakat sering

ditemukan anak-anak yang terlantar karena tidak memiliki orangtua lagi, sehingga

kehilangan kasih sayang dari orangtuanya. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Komisi Nasional Perlindungan Anak, saat ini jumlah anak-anak korban penelantaran

semakin meningkat. Dirjen Yanresos Depsos RI tahun 2009, melaporkan ditemukan

17.694.000 anak balita terlantar dan hampir terlantar. Sementara itu anak yang baru

mendapatkan pelayanan sosial baru mencapai 1.18886.941 jiwa atau baru 6,71 persen

saja, sementara itu 5,4 juta anak-anak dalam kondisi terlantar dan membutuhkan

perlindungan

(http://komnaspa.wordpress.com/2011/2012/catatan-akhir-tahun2011-Komisi- Nasional-Perlindungan-Anak).

Melihat kondisi ini banyak berdiri lembaga-lembaga pemerintah maupun

swasta yang berusaha untuk memberikan bantuan dan pemeliharaan bagi anak-anak

yang telah kehilangan pengasuhan dari orangtuanya. Lembaga-lembaga tersebut

bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mengasuh,

mendidik, membimbing, mengarahkan, memberikan kasih sayang serta

(8)

anak-anak tersebut. Salah satunya adalah SOS Children’s Village di kota Lembang.

Lembaga ini berusaha memberikan pengasuhan bagi anak-anak yang terlantar. Misi

lembaga ini adalah mengasuh setiap anak dalam keluarga dengan kasih sayang, rasa

dihargai, dan rasa aman (www.soschildrensvillage_indonesia.org). Di tempat ini,

setiap anak akan ditempatkan di sebuah rumah dengan beberapa anak lainnya dan

dibimbing oleh seorang ibu asuh. Dalam setiap rumah terdiri dari seorang ibu dengan

7-10 orang anak asuh, dengan usia yang berbeda dan latar belakang yang

berbeda-beda pula. Anak-anak ditempatkan dengan ibu yang memiliki agama yang sama

dengan anak asuhnya, sehingga ibu asuh bisa memberikan bimbingan dan teladan

agama bagi anak-anak asuhnya.

Disetiap rumah semua anak diarahkan untuk memosisikan diri sebagai kakak

adik dan menghargai ibu asuh sebagai ibunya sendiri. Bagi anak laki-laki yang sudah

remaja (SMP) akan ditempatkan di asrama putra, sedangkan anak wanita tetap

diijinkan tingal di rumah dan diharapkan dapat membantu ibu asuh dalam

mengerjakan pekerjaan rumah. Anak wanita akan mulai tinggal di asrama putri atau

melanjutkan sekolah ke luar kota setelah ia lulus SMA. Jika seorang anak telah

meninggalkan rumah maka ibu asuh akan diberikan anak asuh baru, baik itu anak

yang masih usia bayi atau anak yang usianya lebih tua. Setiap kali ada anak asuh baru

yang masuk ke rumahnya, seorang ibu asuh harus kembali beradaptasi dan membantu

(9)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha terus dialami seorang ibu asuh di SOS children’s village hingga akhirnya mereka

pensiun pada usia 60 tahun.

Salah satu persyaratan untuk menjadi ibu asuh di SOS Children’s Village

adalah wanita yang belum menikah atau pernah menikah tapi tidak memiliki

tanggungan anak atau orangtua. Dan selama bekerja ia bersedia untuk tidak menikah,

Hal ini dimaksudkan agar para ibu asuh bisa fokus untuk mengurus anak-anak

asuhnya nantinya.Sebagai tenaga pengasuh profesional, pihak yayasan juga tetap

memperhatikan kesejahteraan para ibu asuh dengan memberikan gaji tiap bulan dan

juga fasilitas lainnya oleh pihak yayasan.

Ibu asuh merupakan titik sentral dari sistem asuhan di SOS Children’s

Village’s. Mereka merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan anak-anak

asuh di SOS Children’s Village. Sebagai pengasuh, seorang ibu asuh diharapkan

dapat mencurahkan segala kasih sayangnya, sebagaimana yang dilakukan oleh

seorang ibu alami. Sebagai seorang pengasuh anak yang profesional, ia tinggal

bersama anak-anak, mengetahui dan menghormati latar belakang keluarga, akar

budaya dan agama setiap anak asuhnya, membimbing perkembangan mereka, dan

menjalankan segala urusan rumah tangga secara mandiri. Ibu asuh di SOS Children’s

Village bertugas mengurus rumah dan anak selama 24 jam setiap harinya. Mereka

berperan sebagai pembina bagi anak-anak, guru bagi anak-anaknya, perawat jika ada

anak yang sakit, mengarahkan pendidikan anak-anak sesuai dengan bakatnya,

(10)

Perbedaannya dengan ibu rumah tangga pada umumnya, ibu asuh di SOS

Children’sVillage mengasuh anak dengan jumlah yang banyak (7-10 anak) dengan

usia dan latar belakang kebudayaan yang berbeda yang tanda didampingi oleh

seorang ayah/suami.

Uraian diatas menunjukkan seorang ibu asuh memiliki peran yang sangat

penting bagi pengasuhan anak-anak asuh di SOS Children’s Village. Mengasuh anak

bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan tanggung jawab yang besar yaitu

memberikan wadah tumbuh kembang yang positif bagi anak-anak asuh. Menyadari

hal itu pihak yayasan cukup selektif dalam memilih calon para ibu asuh, selain dari

segi pendidikan (minmal SMA), ketertarikan untuk bekerja dengan anak-anak dan

kesehatan fisik, kesehatan mental calon ibu asuh adalah hal yang cukup penting

dalam memilih calon ibu asuh. Seorang ibu asuh yang sehat secara mental

diharapkan dapat membangun hubungan yang positif bagi tumbuh kembang anak

asuhnya kelak. Selain itu ibu asuh yang sehat mental diharapkan akan lebih mampu

menghadapi situasi yang menekan (stressful) dengan lebih rasional dan efektif.

Worh (2010 dalam http//www.mindtalk.com) menyebutkan bahwa terdapat

beberapa jenis pekerjaan yang rentan mengalami stres kerja, yaitu perawat pribadi,

pekerja kesehatan, guru dan pekerja sosial. International Association of School of

Social Work menyebutkan profesi pekerja sosial bertujuan untuk meningkatkan

perubahan sosial, kemampuan penyelesaian masalah dalam hubungan manusia, dan

(11)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha membantu klien yang mengalami masalah seperti penyakit yang mengancam

kesehatan ataupun individu yang kehilangan orangtua. Meskipun memiliki tugas yang

cukup berat salah satu isu yang terlupakan adalah kesehatan para pekerja sosial itu

sendiri (Sidabutar, Dharmawan Poerwandari & Nurhasa, 2003). Hal ini sering kali tak

disadari kemunculannya karena pekerja sosial terlalu sibuk dengan pekerjaannya

memberikan pendampingan dan memikirkan kesejahteraan orang lain. Menurut

Christopher Willard, psikolog klinis dari Tufts University dan penulis buku Child’s

Mind pekerjaan sebagai seorang pengasuh adalah satu profesi yang dinyatakan

memiliki tingkat stres yang tinggi.Pekerjaan mereka meliputi menyuapi, memandikan

dan mengawasi anak, yang seringkali sulit mengekspresikan rasa terimakasih dan

apresiasi, karena mereka terlalu muda. Ini sangat memicu stres karena mereka tak

banyak mendapat masukan positif (Nugrahen, 2011).

Pada keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu tanggung jawab ini akan terasa

lebih ringan ketika ada ayah dan ibu saling bekerjasama dan berbagi dalam

menghadapi setiap masalah yang ada dalam pengasuhan anak. Baik itu masalah

ekonomi, emosi, ataupun pendidikan anak-anaknya. Beban yang dipikul akan terasa

lebih berat ketika tanggung jawab pengasuhan anak ditanggung sendirian. Hal ini lah

yang dialami oleh para orang ibu asuh di SOS Children’s Village Lembang. Para ibu

asuh tersebut, harus bisa berperan ganda, baik jadi ayah ataupun ibu bagi

anak-anaknya dan tidak ada rekan kerja yang bisa saling berbagi tugas dan perasaan.

(12)

ibu asuh menjadi stres. Dari hasil kuesioner survei awal yang dilakukan pada ibu asuh

SOS Children’s Village Lembang, 38% diantara mereka menghayati sering berada

pada taraf stres yang tinggi,sedangkan 62% lainnya menghayati stres yang cenderung

tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu-ibu asuh di SOS

Children’s Village Lembang yang berjumlah 14 orang, selama menjadi ibu asuh

mereka tidak selalu mengalami hal yang menyenangkan tapi terkadang merasa

kesulitan dan tertekan. Seringkali merekabertemu dengan anak-anak yang sulit untuk

ditangani, seperti anak-anak remaja yang sedang berada pada masa puber, anak yang

suka melawan, anak-anak yang membuat masalah di sekolah, anak-anak yang kurang

akur satu-sama lain. Demikan juga dengan anak yang tidak diasuh dari bayi tapi

mulai usia SD, sering kali lebih sulit ditangani karena mereka sudah menyadari

bahwa ibu asuh tersebut bukanlah ibu kandungnya, sehingga sulit bagi ibu asuh untuk

membangun hubungan yang dekat dengan anak tersebut. Anak-anak yang demikian

seringkali melawan dan menentang permintaan ibu asuhnya, karena merasa ibu

asuhnya tidak berhak mengaturnya. Anak-anak yang sudah mulai dewasa dan

menyadari keberadannya sebagai anak yang tidak berada dibawah pengasuhan

keluarga kandungnya sering kali membawa luka-luka batin dalam dirinya, dan hal ini

akhirnya menimbulkan rasa marah dan rendah diri pada diri anak-anak tersebut yang

akhirnya berdampak juga pada sikapnya terhadap ibu asuhnya. Kondisi anak seperti

(13)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha melakukan pendekatan pada anak asuhnya. Kesulitannya dalam menghadapi

anak-anak seperti itu tidak jarang membuat mereka merasa stres.

Kondisi lain yang dianggap menekan bagi para ibu asuh adalah kecemburuan

atar anak asuh juga sering kali dihadapi para ibu asuh terutama ketika ibu asuh

menerima anak baru yang biasanya usianya lebih muda dari anak-anak asuhnya yang

sebelumnya. Anak asuh yang sudah lebih dewasa sering kali cemburu dan marah

ketika ibu asuhnya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus anak asuhnya

yang lebih muda. Mereka seringkali merasa bahwa mereka telah kehilangan kasih

sayang ibu asuhnya, mereka kecewa dan marah terhadap ibu asuhnya. Dalam kondisi

ini ibu asuh harus bisa memberikan pengertian agar anak asuhnya dapat menerima

dan memperlakukan setiap anak di rumah tersebut sebagai anggota keluarganya. Di

dalam setiap rumah anak-anak asuh diharapkan saling berbagi dan memperhatikan

saudara-saudaranya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada ibu-ibu asuh, hal

itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena sering kali anak-anak bersikap

tidak peduli, egois dan mau menang sendiri.

Selain itu di setiap rumah ibu asuh diberikan kemandirian untuk mengelola

rumahnya masing-masing, termasuk didalam nya mengatur uang yang diberikan oleh

lembaga bagi setiap rumah. Dengan dana yang tidak terlalu banyak, ibu asuh harus

bisa memenuhi kebutuhan anak-anak asuhnya, untuk itu mereka harus membuat

prioritas sebelum membelanjakan uang yang dipercayakan padanya. Berdasarkan

(14)

karena mereka harus bisa mengakomodir kebutuhan anak yang tidak sedikit dan

beragam dengan dana yang terbatas. Seringkali ibu asuh merasa tidak tega ketika ia

harus menolak permintaan salah satu anak asuhnya untuk membeli sesuatu karena

keterbatasan dan yang mereka miliki.

Sama halnya dengan ibu pada umumnya, setiap ibu asuh SOS Children’s

Village Lembang juga memiliki harapan besar terhadap anak-anak asuhnya.

Mereka berharap anak asuhnya bisa menjadi anak yang sukses, berprestasi di sekolah,

dapat menjalin hubungan akrab dengan saudara asuhnya, dan bisa mencapai

cita-citanya. Pada kenyataannya harapan mereka tersebut tidak selalu dapat terwujud

meskipun mereka selalu berusaha sebaik dan sekeras mungkin. Dan tidak jarang

para ibu asuh tersebut merasa kelelahan baik secara fisik maupun psikis. Mereka

merasa stres dan tertekan saat semua usaha yang mereka lakukan untuk membantu

anak-anak asuhnya tidak memberikan dampak positif bagi anak asuhnya.

Keadaan tertekan dan stres yang dialami para ibu asuh tersebut seringkali

membuat para ibu asuh tersebut tidak dapat berpikir dengan jernih dan tidak bisa lagi

mengontrol emosinya sehingga seringkali usahanya untuk mengatasi suatu situasi

stressful tidak efektif. Menurut salah satu ibu asuh, terkadang saat iastres menghadapi

satu orang anak dapat berdampak pada sikapnya pada anak-anak asuhnya yang lain.

Para ibu asuh seringkali tidak dapat lagi fokus melakukan tugasnya, bahkan

terkadang mereka bisa tiba-tiba marah hanya karena anak asuhnya melakukan

(15)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha dengan anak asuhnya. Stres mempengaruhi perilaku manusia, dan stres yang dialami

pengasuh mempengaruhi perhatian pengasuh terhadap anak-anak yang diasuhnya.

Stres yang dialami pengasuh akan membuat ia berperilaku tidak sehat dan tidak

positif seperti mengabaikan anak bahkan dapat berlaku kasar pada anaknya. Dampak

stres pengasuhan atas masalah perkembangan anak dikemukakan oleh Brannan,

Heflinger, da Foster (2003). Mereka melakukan penelitian atas 574 anak berusia 5-17

tahun yang memperoleh layanan kesehatan mental serta pengasuh anak-anak tersebut

yang berusia 20-39 tahun. Dari penelitian yang mereka lakukan diperoleh gambaran

bahwa stres yang dialami pengasuh memberikan dampak tertentu bagi anak-anak dan

pada kondisi-kondisi tertentu dampak stres pengasuh menimbulkan gangguan

psikologis pada anak.

Menurut Lazarus & Folkman (1984) stres terjadi jika terdapat

ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dengan tuntutan dalam diri dengan

sumber daya (resources) yang dimiliki individu. Ketika seseorang mengalami stres

maka ia akan berusaha untuk menanggulangi stresnya tersebut, hal ini disebut

Lazarus sebagai coping stress atau strategi penaggulangan masalah. Coping stress

didefenisikan sebagai perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung

terus-menerus, untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban

atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaannya atau

(16)

sumber daya (coping resources) yang dimilikinya (Lazarus & Folkman, 1974, Stres

Appraisal & Coping, New York).

Dengan memiliki sumber daya coping yang memadai, maka seseorang akan

memperluas pilihan strategi coping-nya saat untuk menanggulangi situasi stressful.

Selain itu coping resources yang terbatas membuat strategi coping yang dilakukan

oleh seseorang menjadi kurang atau tidak efektif dalam menanggulangi situasi yang

stressful. Uraian tersebut menggambarkan bahwa keberhasilan strategi coping stress

yang ditentukan oleh individu sangat ditentukan apakah ia memiliki sumber daya

(coping resources) mencukupi untuk melakukan coping. Lazarus menyatakan ada

beberapa bentuk coping resources yang dapat membantu seseorang melakukan

coping yaitu kesehatan dan energi (sumber daya fisik), keterampilan untuk

memecahkan masalah (sumber daya psikologis), keyakinan yang positif,

keterampilan sosial yang adekuat dan efektif (kompetensi), dukungan sosial dan

sumber-sumber material (berasal dari lingkungan). Seorang ibu asuh akan dikatakan

dalam keadaan resourceful, jika ia memiliki sumber daya yang banyak dan/atau

mampu menggunakannya untuk mengatasi masalah. Jadi sumber daya adalah

sesuatu yang dimiliki seseorang (seperti uang, alat, orang untuk membantu, skill

yang sesuai) atau merupakan kompetensi untuk mendapatkan sumber daya yang

dibutuhkan.

Hampir semua ibu asuh (13 orang) merasa memiliki keterbatasan coping

(17)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha untuk diatasi mereka sering kali merasa bingung bersikap ketika usaha yang

mereka lakukan untuk menghadapi satu anak tidak efektif. Meskipun sudah

memiliki pengalaman yang banyak dalam hal pengasuhan anak, namun tidak jarang

mereka menghadapi kesulitan untuk mencari informasi mengenai cara pendekatan

yang tepat terhadap anak bermasalah yang dihadapinya. Masalah yang sering

dihadapi para ibu asuh adalah anak asuh yang rendah diri, anak remaja yang sudah

mulai menyukai lawan jenis, anak remaja yang suka melawan, sikap iri diantara anak

asuh, masalah kedisiplinan anak asuh. Selama menjadi ibu asuh mereka sudah

sering menghadapi anak-anak seperti itu, namun seringkali pendekatan yang mereka

gunakan untuk menghadapi anak dengan masalah yang sama tidak efektif. Hal

tersebut membuat mereka cenderung mencoba-coba berbagai cara.

Berdasarkan kuesioner yang dibagikan, 78% ibu asuh menyatakan mereka

jarang terbuka pada ibu asuh lainnya mengenai apa yang mereka rasakan. Hal ini

tidak hanya dikarenakan karena kesibukan mereka tapi juga karena tidak ingin orang

lain mencampuri masalah yang dihadapinya. Seorang ibu asuh bahkan menyatakan

bahwa ia memiliki masalah dalam menjalin relasi dengan seorang ibu asuh lainnya

di SOS Children’s village. Dan hal itu membuat ia cenderung menarik diri dan

memilih untuk tidak banyak terlibat aktif dalam kegiatan bersama seluruh ibu asuh.

Menurut 41% ibu asuh menyatakan mereka cenderung memilih untuk diam ketika

diminta untuk mengungkapkan pendapat, karena bingung mengenai cara yang tepat

(18)

dengan anak asuh, 66% ibu asuh merasa kesulitan dalam memahami respon yang

ditampilkan anaknya saat meminta mereka melakukan sesuatu. Terkadang anak-anak

asuh meresponnya dengan positif terkadang mereka meresponnya dengan negatif,

meskipun ibu menyampaikan dengan cara yang sama. Selain itu ibu asuh merasa

kesulitan juga untuk menjalin relasi dengan anak asuh yang baru, terutama jika anak

asuh tersebut usianya diatas 9 tahun atau sudah remaja. Demikian juga dengan anak

asuh yang sudah mulai remaja, seringkali ibu asuh merasa kesulitan untuk menjlain

komunikasi dengan mereka. Hal ini menggambarkan coping resources social skill

ibu asuh yang terbatas, baik dalam berelasi dengan sesama orang dewasa maupun

dengan anak asuh. Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa kemampuan ini

dapat membantu individu untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan

dengan orang lain.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan 21,4% ibu asuh SOS Children’s

Village Lembang merasa mereka banyak mendapatkan dukungan sosial. Sedangkan

78,6% ibu asuh lainnya menyatakan cukup mendapatkan dukungan dari orang-orang

disekitarnya. Dukungan sosial yang mereka terima berupa pendapat, nasehat,

dorongan, wejangan dan bimbingan baik dari pembina, sesama rekan kerja ataupun

orang-orang disekitarnya.

Jika dilihat dari segi coping resources materi, SOS Children’s village yang

banyak tergantung pada dukungan dana dari pihak luar membuat mereka harus

(19)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan ibu asuh saja, seperti sandang, pangan, papan, dan pendidikan serta kesehatan.

Setiap ibu asuh dituntut untuk bisa mengatur keuangannya dengan efektif dan

mereka juga diminta untuk membuat laporan bulanan. Di setiap rumah para ibu asuh

diberikan dana yang terbatas dan menurut 64,2% ibu asuh merasa sebenarnya sangat

pas-pasan, namun masih dapat mereka kelola dengan baik untuk memenuhi

kebutuhan rumah dan anak asuhnya. Sedangkan 35,8% lainnya menyatakan dana

yang diberikan untuk mengelola rumah cukup untuk membiayai kebutuhan rumah

dan anak asuhnya.

Menurut Lazarus (1984), coping resources Health and energy juga berperan

dalam memfasilitasi aktivitas coping, berkaitan dengan mobilitas yang dilakukan para

ibu asuh dalam mencari informasi serta mengerjakan tugas-tugas rumah dan

membimbing anak-anak asuhnya. Dari hasil wawancara yang diperoleh hasil bahwa

sebagain besar ibu asuh (85%) menyatakan bahwa ia memiliki kondisi fisik yang

baik, dan hanya 15% yang menyatakan menderita penyakit yang telah cukup lama

dan terkadang menggangu mereka dalam menjalankan perannya sebagai ibu asuh.

Salah seorang diantaranya menyatakan bahwa kondisi kesehatan fisiknya mulai

menurun, dengan usia mereka yang sudah menjelang pensiun (mendekati usia 60

tahun) membuat ia lebih cepat lelah dan rentan terhadap penyakit.

Berdasarkan uraian diatas peneliti melihat bahwa para ibu asuh SOS

Children’s Village Lembang menghayati berbagai situasi yang stressful bagi mereka.

(20)

terbatas, terutama dalam jenis coping resources positive belief, problem solving skill

dan social skill, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan intervensi yang

bertujuan untuk meningkatkan ketigajenis coping resources tersebut. Selain itu

coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill merupakan

coping resources yang berada dalam diri individu dan sifatnya psikolologis yang

cenderung lebih mudah untuk ditingkatkan/diubah dengan intervensi psikologis.

Coping resources social support dan material adalah resources yang berada di luar

diri para ibu asuh, dan sangat bergantung pada situasi lingkungannya sehingga

cenderung sulit untuk diubah. Sedangkan coping resources health and energy, tidak

dapat diubah hanya dengan intervensi psikologis, tapi juga harus disertai oleh

intervensi yang sifatnya fisiologis. Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti

membatasi penelitian ini pada usaha peningkatan coping resources positive belief,

problem solving skill dan social skill.

Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa intervensi terhadap individu

yang mengalami stres tidak hanya dapat dilakukan secara individual, namun juga

dapat dilakukan pada kelompok individu (group). Khususnya pada individu yang

memiliki keterbatasan pengetahuan, kemampuan ataupun pengalaman, dimana proses

terapeutik yang dilakukan adalah bertujuan untuk mengatasi adanya gap dalam

keterbatasan yang dimiliki individu.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, intervensi yang diberikan berupa uji

(21)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha learning merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan mendapatkan

pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu pemikiran, diskusi, analisis dan

evaluasi dari pengalaman tersebut (Weight, Albert, Participative Education and The

Inevitable Revolution in journal of Creative Behavior, Vol 4, Fall 1970, pp 234-282).

Melalui pemberian intervensi ini diharapkan para ibu asuh SOS Children’s

Village Lembang dapat memanfaatkan proses pembelajaran yang diperolehnya

sebagai bekal baginya dalam mengatasi tekanan dan stres yang mereka hadapi dalam

menjalankan perannya sebagai seorang ibu asuh.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti menguji coba rancangan modul pelatihan

coping resources pada ibu asuh SOS Children’s Village Lembang. Hal ini ditujukan

untuk mengetahui apakah rancangan modul pelatihan coping resources yang disusun

tersebut dapat meningkatkan derajat coping resources positive belief, problem solving

skill dan social skill ibu asuh SOS Children’s Village Lembang?

1.3 Maksuddan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah melakukan uji coba serta evaluasi terhadap

(22)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menyusun dan melakukan uji coba

terhadap rancangan modul pelatihan coping resources sehingga diperoleh modul

pelatihan yang dapat meningkatkan derajat coping resources positive belief, problem

solving skill dan social skill.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1Kegunaan Ilmiah

a. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Psikologi Klinis mengenai suatu program

pelatihan coping resources bagi ibu asuh, terutama pada ibu asuh yang

mengalami stres.

b. Sebagai landasan informatif bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan suatu program pelatihan coping resources pada ibu asuh.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagi :

a. Memberikan masukan bagi pihak yayasan SOS Children’s Village,

khususnya bidang pembinaan ibu asuhuntuk mengembangkan pelatihan

coping resources dalam rangka meningkatkan derajat coping resources ibu

asuh. Sehingga dapat membantu ibu asuh dalam mengatasi situasi yang

(23)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha b. Memberikan informasi bagi para ibu asuh mengenai berbagai jenis coping

resources utama yang dapat mereka manfaatkan dalam melakukan coping.

c. Menghasilkan modul pelatian coping resources yang dapat diterapkan pada

ibu asuh di yayasan lain yang bergerak dibidang pengasuhan anak-anak yang

kurang beruntung, sebagai bekal bagi para ibu asuh tersebut dalam mengatasi

situasi stressful yang mungkin mereka temui.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha menghasilkan modul pelatihan coping resources dan

melihat pengaruhnya pada perubahan derajat coping resources positive belief,

problem solving skill dan social skill ibu asuh SOS sesudah dan sebelum pelatihan.

Desain yang digunakan adalah Single group evaluation design, observe before and

after the program. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner derajat coping

resources yang disusun peneliti berdasarkan teori mengenai coping resources

(Lazarus and Folkman,1984). Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan

metode experiential learning. Untuk menganalisa hasil digunakan Wilcoxon Signed

Rank Test. Subjek penelitian ini adalah ibu asuh SOS Children’s Village Lembang.

Rancangan Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Derajat Coping

resourcespositive belief, problem solving skill dan social skillIbu Asuh SOS Children’s Village Lembang

Modul Pelatihan Coping Resources

Derajat Coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang

(24)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan

Coping Resources pada Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Modul Pelatihan Coping resources dapat digunakan untuk meningkatkan

derajat coping resources positive belief, problem solving skill, dan social skill

Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang

2. Secara keseluruhan peserta memberikan penilaian yang positif terhadap

seluruh rangkaian pelatihan baik dari sisi materi, metode, ruangan pelaksaaan

pelatihan, pemberi materi dan fasilitator. Metode yang digunakan dalam

pelatihan ini adalah metode audiovisual, diskusi kasus, role playing, simulasi

dan tugas tertulis. Kasus-kasus yang dibahas dalam pelatihan adalah situasi

yang dihadapi peserta sehari-hari.

3. Metode dan materi yang dinilai paling menarik dan paling bermanfaat selama pelatihan adalah materi social skill (ibu-anak) yang menggunakan

metode role playing, karena pada sesi ini peserta dapat mempraktekkan

(25)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran Penelitian

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :

5.2.1 Saran Teoritis

Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :

1. Untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk meningkatkan coping

resource spositive belief disarankan untuk menggunakan treatment yang

sifatnya berulang-ulang atau menggunakan metode time series untuk

memberikan kesempatan bagi para peserta memvalidasi dan mengadopsi

suatu pemahaman baru menjadi belief.

2. Untuk penelitian selanjutnya, perlu memperhatikan kondisi kesehatan peserta.

Diharapkan semua peserta berada dalam kondisi yang sehat dan bugar saat

mengikuti pelatihan agar lebih fokus mengikuti pelatihan. Selain itu situasi

yang kondusif dan jauh dari gangguan juga perlu diperhatikan dalam

pelaksaan pelatihan agar peserta lebih fokus dalam mengikuti pelatihan.

Pemilihan waktu pelatihan juga agar lebih disesuaikan dengan kesibukan

ataupun pekerjaan peserta.

3. Untuk penelitian selanjutnya, materi yang disampaikan diharapkan

menggunakan istilah-istilah yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan

(26)

4. Untuk praktisi pendidikan dan trainer dapat melakukan revisi dan uji coba

kembali modul pelatihan coping resources di lokasi penelitian lain.

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk pihak yayasan SOS Children’s Village, modul pelatihan coping

resources ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada

ibu asuh agar dapat membantunya menganggulangi berbagai daily hasless

yang dihadapinya.

2. Untuk Ibu asuh SOS Children’s village di kota lainnya lainnya diharapkan

mengikuti pelatihan coping resources dan menerapkan hal-hal yang

diperoleh selama mengikuti pelatihan coping resources dalam

mendukungnya menjalankan peran sebagai ibu asuh.

3. Bagi para ibu asuh SOS Children’s Village Lembang dapat melakukan

pertemuan untuk saling berbagi pengalaman antara sesama ibu asuh

berkaitan dengan positive belief yang mereka miliki, untuk memberikan

(27)

123

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Anne, Anastasi. (1976). Psychological Testing. New York. Macmillan Publishing Co.,Inc

Azwar, Saifuddin M.A.(2005). Metode Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Cathrine A.Heaney, Richard H.Price and Jane Rafferty.(1995). Increasing coping resources at work : a field experiment to increase social support, improve work team functioning, and enhance employee mental health. Source: Journal of Organizational Behavior,Vol 16 No.4 pp.335-352. John Wiley & Sons,Ltd. United States of America

Golberger,Leo&Breznitz,Shlomo.(1982). Handbook Of Stress-Theoretical and Clinical Aspects.The Free Press. New York

Hurlock Elizabeth B.(1980). Developmental Psychological-A Life Span Approach5thedition, McGraw-Hill,Inc. New York.

Johnson,David.W& Johnson,Frank.P.(2003). Joining Together 8th Edition. Pearson Education,Inc. United States of America.

Kirkpatrick, Donald L.(1998). Evaluating Training Program 2nd Edition. Berrete-Koehler Publisher. Inc. Boston.

Lazarus, Richard S & Folkman Susan.(1984). Stress,Appraisal, and Coping. Springer Publishing Compani,Inc. New York.

Posavac,Emil J & Carey,Raymond G.(2003). Program Evaluation-Methods and Case Studies 6th Edition. Pearson Education,Inc. New Jersey.

Silberman,Mel.(1990). Active Training.Lexintong Books. Sandiego,California.

Stella Hartanto.(2011). Tesis : Uji Coba Pelatihan Educational Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal Dari Luar Kota Bandung Di SMA “X” Bandung : Universitas Kristen Maranatha Bandung

Sin-Ying Wu, Huang-Yuan Li, Shu-Juan Yang, Wei Zhu & Xiao-Rong Wang. (2011). The Mediating and Moderating role of personal strain and coping resources in the relationship between work stressor and quality of life among Chinese nurse.Springer

Walter GA, Marks SE.(1981).Experiential Learning and Change: theory, design and practice. New York. John Wiley & Sons

(28)

Christine P. Martin (2012). Foster Parenting and Stress. Melalui :https://www.achievesolutions.net/achievesolutions/en/[ 23 Oktober 2012]

Group Activities, Games, Exercises & Initiatives.Melalui: http://www.wilderdom.com/games/[18 April 2013]

Komisi Nasional Perlindungan Anak (2011). Catatan Akhir Tahun 2011. Melalui :http://komnaspa.wordpress.com[23 Oktober 2012]

M.Susan Marting,Allen L.Hammer(2005).Coping Resources Inventory.Melalui: http://www.mindgarden.com/products/wayss.htm[03 Oktober 2012]

M.SusanMarting, AllenL.Hammer(2011). Coping Resources Inventory. Melalui: https://www.cpp.com/pdfs/CopingResourcesInventory.pdf[03 Oktober 2012]

Megasari, Astri dan Tanto,Daeng(2005). Pengasuh Panti Asuhan Pengganti Figur Ibu. Melalui : http://news.liputan6.com[23 Oktober 2012]

Nugrahen, Mutia (2011). Lima Profesi dengan tingakat stres paling tinggi. Melalui : http://life.viva.co.id/news/read/264699-5[03 Oktober 2012]

Pangaribuan,Melki (2010). Seratus Permainan untuk Training. Melalui :

http://melkipangaribuan.blogspot.com/2010/07/100-permainan-untuk-training.html[18 April 2013]

Richowenas (2010). Psikologi Perkembangan : Mewaspadai Stres Pengasuh. Melalui : http://richowenas.blogspot.com/2010/08/psikologi-perkembangan-mewaspadai-stres.html[28 February 2013]

Visi, Misi, Nilai-Nilai SOS Chilsdren’s Village Indonesia (2011). Melaluiwww.soschildrensvillage_indonesia.org[31 Oktober 2011]

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa good corporate governance yang dilaksanakan oleh perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap hubungan antara sustainability

Oleh karena itu pada tahun anggaran 2018, Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada akan menyelenggarakan Program Hibah Pengabdian kepada

Dalam membahas masalah sistem operasional prosedur dan pengendalian internal atas penggunaan Letter of Credit pada PT Arwana Citramulia Tbk, maka masalah yang akan

Teori yang dikemukakan oleh Wallace at al (1994) dalam Ikka (2006) yang menyatakan bahwa rasio likuiditas merupakan ukuran kinerja manajemen dalam mengelola

Dari tabel yang dipaparkan di atas kita bisa melihat bahwa pada kondisi awal tanpa penggunaan media computer, proses pembelajaran masih bersifat konvensional

Berdasarkan latar belakang dan banyaknya penggunaan obat-obatan antikoagulan heparin atau fondaparinux di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, maka penelitian ini diharapkan

Peserta didik mendapat kesempatan untuk bertanya tentang isi teks permasalahan apa yang muncul berhubungan dengan organ gerak pada manusia.. (critical thingking

Pengangguran konjungtur ( cyclical unemployment ) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan- perubahan dalam kegiatan perekonomian. Pada waktu kondisi perekonomian