36 BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab IV ini Berisi hasil dan analisa masing-masing pengujian pedoman.
4.1. Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA
pada topik ini dibagi menjadi 4 sub topik yaitu:
Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin) pengukuran nilai transimpedansi
Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum (Vomax) Pengukuran Slew rate op-amp Current feedback (SR)
4.1.1. Pengukuran Hambatan Masukan Kaki Inverting dan Non-inverting Opamp (Rin)
(a) (b)
Gambar 4.1. (a) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki non inverting
Gambar 4.1. (b) untai untuk mencari hambatan masukan pada kaki inverting
Pengukuran tegangan pada titik a pada gambar 4.1.a, dimana tegangan pada titik a digunakan untuk mencari hambatan dalam pada kaki non-inverting adalah sebagai berikut.
37
Dari tabel diatas diambil ketika outputnya 1,75Vpp untuk dicari nilai Rin-nya dengan menggunakan persamaan berikut:
||
100 + || × 2 = 1,75 (4.1)
Sehingga diadapatkan || = 700kΩ, kemudian dengan menggunakan rumus parallel dan R osciloscope = 1MΩ
× 1
+ 1 = 700 Ω (4.2)
Didapatkan nilai Rin = 2,33MΩ. Nilai Rin pada datasheet disebutkan nilainya adalah minimum 1,5MΩ dan typical 14MΩ. Sehingga dengan nilai hambatan masukan yang diperoleh pada percobaan, dapat disimpulkan bahwa percobaan berhasil. Dari tabel juga disimpulkan bahwa nilai Rin berpengaruh pada perubahan frekuensi masukan dimana semakin besar frekuensi masukan nilai Rin akan menurun.
Selanjutnya dilakukan pengukuran pada titik b sesuai dengan gambar 4.1.b dan didapatkan tegangan sebesar 1,5vpp, dengan nilai tegangan tersebut dan anggapan nilai output buffer sama dengan input maka nilai Rin dapat di hitung dengan menggunakan
sehingga didapatkan nilai Rin sebesar 20Ω dimana nilai ini adalah nilai dari Zb
38
sangat besar, hambatan dalam kaki non-inverting ini merupakan hambatan dalam dari
buffer pada op-amp current feedback, sehingga nilainya besar sedangkan hambatan dalam kaki inverting nilainya kecil dimana nilai hambatan ini adalah nilai Zb dengan asumsi tegangan keluaran buffer input op-amp current feedback sama persis dengan nilai tegangan input. [4]
4.1.2. Pengukuran Nilai Transimpedansi
Gambar 4.2. Untai penguat tak membalik untuk mencari nilai transimpedansi
Berikut hasil praktikum yang diperoleh dengan mengubah2 nilai R1 dan R2, dengan mengasumsikan nilai penguatan yang diinginkan sebesar 2 kali:
Tabel 4.2. tegangan keluaran berdasarkan perngubahan R1dan R2 dalam mencari nilai Transimpedansi
R1 dan R2 (Ω) 1k 10K 100K 200K
Vo (Vpp) 2 2 1,8 1,6
Dilihat dari tabel diatas, nilai transimpedansi akan berpengaruh ketika nilai R1 ± 100kΩ, sehingga nilai penguatannya berkurang. Nilai transimpedansi ketika R1,R2=100KΩ adalah sebagai berikut.
= 1 + 12
39
1,8 = 1 + 100100
1 + 100
Sehingga nilai Z didapatkan sebesar 900KΩ, dengan cara yang sama dicari nilai transimpedansi pada saat R1,R2= 200KΩ dan didapatkan nilai Z sebesar 800KΩ sehingga disimpulkan pada input frekuensi yang sama nilai transimpedansinya sama, ada perbedaan pada percobaan dikarenakan kekurang telitian pada saat pembacaan oscilloscope, ketelitian pada pembacaan oscilloscope sangat penting karena sangat berpengaruh pada perhitungan nilai transimpedansi.
Untuk membuktikan ketergantungan nilai transimpedansi terhadap perubahan Frekuensi dilakukan percobaan menggunakan rangkaian penguat non-inverting dengan mengubah-ubah nilai frekuensi masukan, dan hasil percobaannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. transimpedansi saat R1 dan R2 =1kΩ
40
Tabel 4.4. transimpedansi saat R1 dan R2 =10kΩ
Frek
Tabel 4.5. transimpedansi saat R1 dan R2 =100kΩ
Frek
Tabel 4.6. transimpedansi saat R1 dan R2 =200kΩ
41
Berikut grafik Transimpedansi (Z) terhadap perubahan Frekuensi
Gambar 4.3. Grafik frekuensi terhadap transimpedansi
Dilihat dari grafik dan tabel hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai transimpedansi akan semakin kecil jika frekuensi masukan diperbesar. Nilai transimpedansi yang semakin kecil menyebabkan nilai penguatan akan menurun dari nilai penguatan yang di harapkan, karena nilai transimpedansi yang semakin mendekati nilai hambatan umpan balik.
Hal ini sesuai dengan teori dimana transimpedansi dari CFA merupakan komponen kapasitor dan resistor yang diparallelkan dengan persamaan sebagai berikut:
| | = 1
1 + (2 ) (4.6)
dimana dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai frekuensi masukan nilai transimpedansi (Z) semakin kecil.
42 4.1.3. Pengukuran tegangan keluaran maksimum
Gambar 4.4. Untai penguat membalik untuk mencari Vomax
Pada gambar 4.4 merupakan penguat membalik dengan persamaan penguatan sesuai dengan persamaan 2.15.
Dimana nilai Z adalah nilai transimpedansi dan dapat diabaikan karena nilainya terlalu besar, nilai ini akan berpengaruh jika nilai R1 yang digunakan juga besar nilainya. Sehingga pada rangkaian gambar 2 nilai penguatannya adalah -10 kali. Vo akan terjadi clipping ketika nilainya lebih besar dari 24 vpp karena nilai Vcc-nya 12 Volt dan nilai Veenya -12volt.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yaitu ketika diberi inputan 2,8Vpp output seharusnya bernilai -28Vpp namun terpotong pada -24vpp. Berikut gambar sinyal keluaran.
43
Gambar 4.6. Untai penguat non-inverting untuk mencari Vomax
Sedangkan pada gambar 4.6. Merupakan penguat non inverting dengan persamaan penguatan, dengan nilai penguatan sesuai dengan persamaan 2.9.
Selama nilai R1 tidak terlalu besar maka nilai penguatannya sama dengan voltage feedback op-amp. Yaitu sebesar 11 kali, namun jika tegangan output lebih besar dari 24Vpp maka akan terpotong pada +12 dan -12 sehingga ketika diberi inputan 2,4Vpp seharusnya keluarannya sebesar 26,4vpp, namun terpotong di 24Vpp berikut gambar sinyal keluarannya.
44 4.1.4. Pengukuran slew rate
Gambar 4.8. untai untuk mencari nilai slew rate
Pada percobaan mengenai nilai slew rate op-amp dibutuhkan function generator yang mampu membuat signal kotak sempurna, pada percobaan ini function generator yang digunakan kurang baik dimana output function generator itu sendiri memiliki nilai slew rate sebesar 160V/us, sehingga nilai slew rate amp tidak dapat diamati, karena op-amp masih mop-ampu mengikuti. Jika pada datasheet disebutkan nilai slew rate sebesar 1100V/us, maka dibutuhkan function generator dengan slew rate ±2000V/us. Berikut hasil percobaan.
45
4.2. Karakteristik rangkaian dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak membalik dan penguat penjumlah)
4.2.1. Penguat tak membalik (non-inverting amplifier)
Gambar 4.11. rangkaian penguat non-inverting
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.12 Output non inverting ketika R2=2kΩ, R1=1kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.7. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ Frek
(Hz)
1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M 40M 50M 60M
Av 3 3 3 3 3 3,1 3,3 3,3 3,2 3 2,9 2,5
46
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=3Vpp, berikut gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.13. Output non-inverting ketika R2=20KΩ , R1=10kΩ(volt/div=0,5volt)
Tabel 4.8. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek (Hz) 1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M
Av 3 3 3 3 3 3,3 2 1,6 1,4
Av(dB) 9.54 9.54 9.54 9.54 9.54 10.37 6.02 4.08 2,92
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=2,5Vpp, berikut gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu
47
Tabel 4.9. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=1,5Vpp, berikut gambar sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.15. Output non inverting ketika R2=1MΩ , R1=500kΩ (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.10. Respon frekuensi penguat non-inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz) 1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M
Av 1,5 1,5 1,5 1,6 1,4 1,1 0,8 0,3
Av(dB) 3.52 3.52 3.52 4.08 2.92 0.83 -1,93 -10,45
dilihat dari hasil praktikum dimana nilai resistansi dibuat agar op-amp memiliki penguatan sebesar 3 kali namun nilai penguatannya akan turun jika nilai hambatan pada
feedback negatif diperbesar, terbukti ketika nilai R2=200kΩ dan R1=100KΩ Vo menjadi 2,5Vpp. Hal ini terjadi karena adanya transimpedansi (Z) sehingga penggunaan nilai R2 harus diperhatikan. Sesuai dengan penurunan rumus dibawah ini.
49
Karena nilai transimpedansi yang sangat besar (Z) maka pada perhitungan dapat dihilangkan sehingga rumus akhirnya adalah.
50
- Perkiraan nilai transimpedansi
Ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200kΩ, nilai penguatanya berkurang, dimana hal in disebabkan oleh pengaruh transimpedansi Z, hal ini sesuai dengan persamaan (2.9) Sehingga setelah diketahui nilai Vout , dapat dicari nilai transimpedansinya yaitu sebagai berikut.
Sedangkan ketika nilai R2= 1MΩ dan R1= 500kΩ
51
Dilihat dari kedua perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai transimpedansi yang berpengaruh pada current feedback op-amp ini adalah sebesar ±1MΩ.
- Respon frekuensi penguat non inverting
Dari hasil percobaan diatas dibuat grafik perubahan nilai penguatan sebagai berikut:
Gambar 4.16. Tanggapan frekuensi penguat non-inverting berbasis CFA
52 4.2.2. Penguat inverting
Gambar 4.17. rangkaian penguat membalik
Dengan menggunakan R2=2KΩ dan R1=1KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu
Gambar 4.18. Output inverting ketika R2=2k dan R1=1k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.11. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=2kΩ, R1=1kΩ
Frek
(Hz) 1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M 40M 50M 60M
Av -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2,3 -2,8 -3,2 -2,9 -1,1 -0,5
53
Dengan menggunakan R2=20KΩ dan R1=10KΩ didapatkan Vo=-2Vpp, berikut gambar sinyal
Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.19. Output inverting ketika R2=20k, R1=10k (volt/div=0,5volt)
Tabel 4.12. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=20kΩ, R1=10kΩ
Frek
(Hz) 1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M
Av -2 -2 -2 -2 -2 -0,9 -0,8 -0,6 -0,3
Av(dB) 6.02 6.02 6.02 6.02 6.02 -0.91 -1.9 -4.43 -10.45
Dengan menggunakan R2=200KΩ dan R1=100KΩ didapatkan Vo=-1,5Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.20. Output inverting ketika R2=200k, R1=100k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.13. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=200kΩ, R1=100kΩ
Frek
(Hz) 1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M
Av -1,5 -1,5 -1,5 -0,9 -0,5 0,2 -0,1 - -
54
Dengan menggunakan R2=1MΩ dan R1=500KΩ didapatkan Vo=-0,75Vpp, berikut gambar
sinyal Vo dan Vin dalam 1 sumbu.
Gambar 4.21. Output inverting ketika R2=1M, R1=500k (volt/div = 0,5)
Tabel 4.14. Respon frekuensi penguat inverting saat R2=1MΩ, R1=500kΩ
Frek (Hz) 1k 10k 100k 500k 1M 5M 10M 20M 30M
Av -0,75 -0,75 -0,75 -0,5 -0,4 0,25 -0,1 - -
Av(db) -2.5 -2.5 -2.5 -6.02 -7.95 -12.04 -20
Pada percobaan penguat membalik juga dipilih nilai resistor penyusunnya agar op-amp memilik penguatan sebesar -2kali, nilai penguatannya juga akan turun ketika nilai R2 diperbesar, hal ini disebabkan adanya transimpedansi pada current feedback opamp, berikut penurunan rumus yang berlaku pada penguat membalik dengan current feedback op-amp.
Dengan menggabungkan persamaan (2.11), (2.12), (2.13) untuk mencari sehingga didapatkan penurunan rumus sebagai berikut
+ − = −
+ + = − −
56
Karena nilai mendekati nol maka persamaan diatas dapat di sederhanakan menjadi:
= − 1
1 + 1 (2.15)
Karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar sehingga dapat diabaikan dan persamaannya menjadi
= − (2.16)
- Perkiraan nilai transimpedansi
pada percobaan penguat membalik, ketika nilai R2 diperbesar menjadi 200KΩ juga mengalami penurunan nilai penguatan, penguatan yang seharusnya bernilai -2kali turun menjadi -1,5kali. Hal ini disebabkan adanya pengaruh nilai transimpedansi yang dicari dengan menggunakan persamaan (2.15) sebagai berikut
− 1,5
57
58
Sama seperti penguat non-inverting, semakin besar nilai hambatan umpan balik (R2) nilai penguatannya semakin rentan terhadap perubahan frekuensi masukan, sehingga pemilihan nilai hambatan umpan balik pada penggunaan op-amp current feedback sangat perlu diperhatikan.
4.2.3. Penguat Penjumlah (summing amplifier)
Pada subtopik ini akan dibuat sebuah penguat penjumlah yang rangkaiannya sesuai dengan gambar 4.23.
Gambar 4.23 rangakaian penguat penjumlah
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=1k, maka Vo yang didapatkan sebesar 4Vpp.
Gambar 4.24. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=1k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.15. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=1k
Frekuensi(Hz) 1k 1M 10M
59
Dengan menggunakan R1=1k, R2=1k,R3=2k, maka Vo yang didapatkan sebesar 8Vpp
Gambar 4.25. Output summing R1=1k, R2=1k,R3=2k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.16. respon frekuensi penguat penjumlah R1=1k, R2=1k,R3=2k
Frekuensi(Hz) 1k 1M 10M
Vo(Vpp) 8 8 7,8
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=100k, maka Vo yang didapatkan sebesar 3,8Vpp
Gambar 4.26. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=100k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.17. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=100k
Frekuensi(Hz) 1k 1M 10M
60
Dengan menggunakan R1=100k, R2=100k,R3=200k, maka Vo yang didapatkan sebesar 6,4Vpp
Gambar 4.27. Output summing R1=100k, R2=100k,R3=200k (volt/div = 1volt)
Tabel 4.18. respon frekuensi penguat penjumlah R1=100k, R2=100k,R3=200k
Frekuensi(Hz) 1k 1M 10M
Vo(Vpp) 6,4 3,8 2
Dengan menggunakan R1=R2=R3=1kΩ diinginkan inputan sebesar 2Vpp ditambahkan dengan 2vpp dengan penguatan -1kali sehingga hasil yang didapat menurut persamaan = −( + ) adalah 4Vpp hal ini sesuai dengan hasil praktikum, ketika R3 diubah menjadi 2kΩ diharapkan nilai Vo dikuatkan 2kali sehingga Vo=8Vpp.
Ketika R1,R2,R3 diubah menjadi 100kΩ nilai Vo mulai mengalami penurunan menjadi 3,8Vpp hal ini disebabkan adanya pengaruh transimpedansi pada Current feedback op-amp sesuai dengan penjabaran persamaan dibawah.
+ − + − = − (4.9)
62
Karena nilai sangat kecil maka persamaan diatas dapat di sederhanakan menjadi persamaan (3.1), sedangan karena nilai transimpedansi Z yang sangat besar sehingga nilainya dapat diabaikan dan persamaannya menjadi persamaan (3.2).
- perkiraan nilai transimpedansi
Pada saat nilai R3=200KΩ dan R1,R2=100KΩ nilai penguatannya menurun cukup drastis dimana Vo menjadi 6,4Vpp, nilai transimpedansinya adalah sebagai berikut.
6,4 = −(2 + 2 )
4.3.Pembatasan lebar pita pada Op-amp CFA
Pada topik praktikum yang ke-3 ini akan dicari nilai bandwidth/ lebar pita dari current feedback op-amp dengan menyusun sebuah untai penguat tak membalik seperti pada gambar 4.28.
63
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.29. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini didapatkan nilai bandwidth sebesar 28MHz nilai input yang pada awalnya diatur sebesar 1Vpp turun menjadi 96mVpp dan outputnya 660mVpp hal ini dikarenakan function generator yang digunakan dapat menghasilnya sinyal hingga Frekuensi 150MHz namun amplitudo-nya turun pada frekuensi tinggi.
Nilai GBP-nya
= ×
64
- Ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Gambar 4.30. Bandwidth ketika Rf=1kΩ, Rg= 100Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Pada percobaan kedua dengan input 98mvpp didapat output sebesar 660mVpp pada frekuensi 27,52MHz sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai BW-nya menurun ketika vcc/vee diturunkan.
Nilai Gbp-nya
= ×
= 10 × 27,52 ≈ 275,2
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+15/-15
65
Pada percobaan ketiga didapat nilai bandwidth sebesar 21,35MHz dengan input 96mvPP didapatkan output sebesar 720mVpp.
Nilai Gbp-nya
= ×
= 10 × 21,35 ≈ 213,5
- Ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Gambar 4.32. Bandwidth ketika Rf=2kΩ, Rg= 200Ω, Vcc/Vee=+7/-7
Dengan input 114mVpp didapatkan output sebesar 720mVpp pada frekuensi 19,8MHz Nilai Gbp-nya.
= ×
66
- Ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Gambar 4.33. Bandwidth ketika Rf=10kΩ, Rg= 1kΩ, Vcc/Vee=+15/-15
Pada percobaan ini nilai bandwidth yang didapat adalah 7MHz, dengan input 1,08Vpp dan output 7,2Vpp.
Nilai Gbp-nya
= ×
= 10 × 7,2 ≈ 70
67 4.4. Integrator berbasis CFA
4.4.1. Integrator berbasis CFA
Gambar 4.34. Rangkaian integrator berbasis CFA
- Ketika R1=10kΩ dan C1=10nF dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, outputnya berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,36Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.35. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=10kΩ dan C1=10nF
dengan nilai masukan sinus 1kHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1
10000 × 10 × 10 0,5 sin 2000πt
68
Dilihat dari hasil praktikum yang didapat yaitu didapatkan sinyal keluaran cosinus dengan amplitude 1,36Vpp/2 yaitu 0,7Volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan berhasil.
- Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, outputnya berupa sinyal cosinus dengan amplitude 1,54Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.36. Sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Dengan nilai masukan sinus 1MHz 1Vpp, berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan (3.3) integrator analisa matematisnya adalah sebagai berikut.
= −1000 × 100 × 101 0,5 sin 20 00000πt
= 0,7961 cos2000000
Dari hasil praktikum didapatkan sinyal keluaran cosinus dengan amplitude 1,54Vpp/2 yaitu 0,77volt. Sehingga dapat disimpulkan percobaan sesuai dengan analisa
69
- Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, outputnya berupa sinyal cosinus dengan amplitude 2,86Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.37. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=100Ω dan C1=100pF
Ketika R1=100Ω dan C1=100pF dengan nilai masukan sinus 5MHz 1Vpp, berarti nilai Vin-nya adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan (4.28) analisa matematisnya adalah sebagai berikut.
= −100 × 100 × 101 0,5 sin 10000000πt
= 1,5923 cos10000000
70 4.4.2. Differensiator berbasis CFA
Gambar 4.38. Rangkaian diferensiator berbasis CFA
- Ketika R1=1kΩ dan C1=100nF, dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp didapatkan output sinyal –cosinus dengan amplitude 0,74Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.39. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100nF
dengan masukan sinyal sinus 1kHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan diferensiator (3.4) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10 (0,5 sin 20 00πt)
71
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar -0,74Vpp/2 yaitu 0,37volt sehingga antara percobaan dan analisa matematis dapat dikatakan sesuai.
- Ketika R1=1kΩ dan C1=1nF, dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp didapatkan output sinyal -cosinus dengan amplitude 7,2Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.40. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=1nF
dengan masukan sinyal sinus 1MHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 2000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan (3.9) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 1 × 10 (0,5 sin 2000000 πt) = − 3,14 cos20 00000
72
- Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp didapatkan output sinyal -cosinus dengan amplitude 5,36Vpp sesuai dengan gambar dibawah:
Gambar 4.41. sinyal Vo dan Vi integrator dengan R1=1kΩ dan C1=100pF
Ketika R1=1kΩ dan C1=100pF, dengan masukan sinyal sinus 5MHz 1Vpp berarti nilai Vin adalah 0,5 sin 10000000πt, sehingga dengan menggunakan persamaan (4.29) analisa matematisnya adalah sbb:
= − 1000 × 100 × 10 (0,5 sin 10 000000πt)
= − 1,57 cos10000000
Sedangkan pada hasil praktikum didapatkan sinyal cosinus dengan amplitude sebesar -5,36Vpp/2 yaitu 2,68volt. Adanya perbedaan nilai amplitudo ini dimungkinkan karena ketidakstabilan op-amp.
73 4.5. Respon Transien pada Op-amp CFA
Gambar 4.42. Untai penguat tak membalik untuk mencari stabilitas CFA
- Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=1kΩ
Didapatkan nilai = × 100% = 46,6667% ,tp=20ns ,Td=50ns. Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.43. stabilitas saat R1dan R2=1kΩ
- Dengan input kotak 15Vpp, R1dan R2=10kΩ
Hasilnya menyerupai kondisi rangkaian RLC overdamped sehingga dapat dikatakan lebih stabil. Berikut gambar sinyalnya:
74
- Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=5kΩ
Didapatkan nilai = × 100% = 13.3333% ,tp=10ns ,Td=60ns. Dengan gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.45. stabilitas saat R1dan R2=5kΩ
- Dengan input kotak 15Vpp , R1dan R2=500Ω
Didapatkan nilai = × 100% = 53.3333% ,tp=20ns ,Td=50ns. Dengan gambar grafik sebagai berikut:
75
- Dari percobaan pertama dicari persamaan orde dua yang berlaku pada op-amp current feedback sebagai berikut:
= (3.5)
46,6666 =
46,666 = −
1 −
14,76 = 1 − Sehingga didapatkan:
= 0,59
Kemudian dengan menggunakan persamaan waktu puncak:
=
⍵ 1 − (3.6)
20 × 10 = 3.14
⍵ 1 − 0,59
20 × 10 = 3.14
⍵ × 0,63
Sehingga didapatkan:
76
Kemudian dengan menggunakan persamaan frekuensi alamiah teredam:
2 = ⍵ − (3.8)
2
50 × 10 = (247,15 × 10 ) −
Sehingga didapatkan :
= 214,5 × 10
Dari hasil yang didapatkan, bisa dilihat bahwa nilai α<⍵o sehingga system dalam kondisi underdamped, dari nilai α dan⍵o dicari nilai R L C-nya dengan menggunakan persamaan damping factor dan frekuensi alamiah teredam serta memisalkan nilai L=1µH, berikut perhitungannya:
= (3.9)
214,5 × 10 = 1µH Sehingga didapat R=214,5Ω
⍵ = 1
√ (3.10)
247,15 × 10 = 1
1µH ×
77
Dengan nilai R,Ldan C yang diperoleh sehingga dapat dicari persamaan orde dua-nya sebagai berikut:
= (1µH × 16,371pF) + 1µH × 214,5Ω1 + 1 (4.13)
= (16,371 × 10 ) + (214,5 × 10 + 1) (4.14)1
Dengan nilai R L dan C yang didapat, kemudian dilakukan percobaan pada circuit maker sebagai berikut
Gambar 4.47. Rangkaian RLC seri ada circuit maker
Gambar 4.48. hasil simulasi rangkaian RLC pada circuit maker
78
Dari hasil praktikum ketika nilai resistor diubah2 dapat diambil kesimpulan semakin besar nilai Resistor umpan balik maka performa current feedback op-amp
semakin stabil. Namun harus diingat bahwa penggunaan nilai resistor umpan balik yang besar akan memperkecil nilai bandwidth. [4]
4.6. Penguat selisih dan penguat instrumentasi berbasis op-amp CFA 4.6.1. Penguat selisih (differential amplifier)
Rangkaian penguat selisih (differential amplifier) yang disusun pada percobaan ini dapat dilihat pada gambar 4.49.
Gambar 4.49. rangkaian penguat selisih (differential amp)
Pada percobaan pertama ini di susun sebuah rangkaian penguat selisih dengan tegangan input V1 berupa sinyal sinus 1Vpp 1KHz kemudian dilakukan pembagi tegangan oleh R5 dan R6 untuk mendapatkan nilai sebesar 0,5Vpp sebagai Vi2.
Dengan menggunakan prinsip superposisi persamaan yang berlaku pada rangkaian diatas adalah sebagai berikut:
79
Diasumsikan V1=0 maka rangkaian berlaku sebagai penguat non-inverting
(2) = 2 3 + 44 1 + 21
Karena nilai transimpedansi (Z) yang besar maka
= − 1 2
Karena nilai R1=R3 dan R2=R4 maka
= 2 − 1 21 (4.20)
Berikut hasil percobaan ketika R1,R3= 1kΩ dan R2,R4 = 1KΩ
dengan input Vi1= 1Vpp dan Vi2=0,5Vpp Vo = -540Vpp, hal ini ditunjukan oleh gambar dibawah
80
Gambar 4.51 Vi2 dan Vo diff amp saat R1,R3= 1kΩ dan R2,R4 = 1KΩ
Secara perhitungan nilai vo seharusnya adalah sebagai berikut:
= 0,5 − 1 11 ≈ − 0,5
81
Berikut hasil praktikum Ketika R1,R3=100 dan R2,R4=1K
Dari percobaan kedua ini dengan Vi1=1,16Vpp dan Vi2=0,54Vpp diperoleh Vo = -6,08Vpp, hal ini sesuai dengan gambar dibawah ini:
Gambar 4.52 Vi1 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Gambar 4.53 Vi2 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Secara matematis nilai Vo seharusnya adalah sebagai berikut:
= 0,54 − 1,16 1001 ≈ − 6,2
82 Ketika R1,R3=10K dan R2,R4=100K
Dari percobaan ketiga dengan Vi1 1Vpp dan Vi2=0,5Vpp didapatkan Vo= 4,16 Vpp sesuai dengan gambar dibawah ini
Gambar 4.54 Vi1 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Gambar 4.55 Vi2 dan Vo diff amp saat R1,R3= 100Ω dan R2,R4 = 1KΩ
Secara matematis nilai Vo seharusnya adalah sebagai berikut:
= 0,5 − 1 10010 ≈ − 5
Pada percobaan kali ini ada perbedaan yang cukup jauh antara peritungan dengan hasil percobaan hal ini disebabkan nilai R1 yang cukup besar sehingga
83 4.6.2. Penguat instrumentasi berbasis CFA
Rangkaian penguat instrumentasi yang dilakukan pada percobaan ini dapat dilihat pada gambar 4.56
Gambar 4.56. Rangkaian Penguat Instrumentasi
Untuk penguat instrumentasi persamaan yang berlaku pada rangkaian tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mencari Vo1 dengan prinsip superposisi didapatkan persamaan:
1 = 1 + 78
1 + 7× 1 −
1 8
1 + 17 × 2 (4.21)
Karena nilai Z yang sangat besar , persamaan menjadi
1 = 1 + 78 × 1 − 78 × 2 (4.22)
84
2 = 1 + 78
1 + 7× 2 −
1 8
1 + 17 × 1 (4.23)
Karena nilai Z yang sangat besar, persamaan menjadi
2 = 1 + 78 × 2 − 78 × 1 (4.24)
Untuk nilai Vo menggunakan persamaan penguat selisih dengan Vo1 dan Vo2 sebagai tegangan inputnya
= 2 − 1 21 (4.25) Jadi rangkaian diatas jika diberi nilai Vi1=1Vpp dan Vi2=0,5Vpp maka nilai Vo1 Vo2 dan Vo-nya secara matematis adalah sebagai berikut:
1 = 1 +11 × 1 − 11 × 0,5 = 1,5
2 = 1 +11 × 0,5 − 11 × 1 = 0
= 0 − 1,5 11 = − 1,5
85
Gambar 4.57. Vo1 penguat instrumentasi (volt/div=0,5v)
86 4.7. Tapis-Tapis Aktif Berbasis Op-amp CFA
4.7.1. Low Pass Filter orde 1
Dalam melakukan percobaan mengenai LPF orde 1 disusun rangkaian seperti pada gambar 4.60
Gambar 4.60. Rangkaian low pass filter orde 1
Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Tabel 4.19 respon frekuensi Low Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Frek (Hz) 1k 10k 50k 100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M 3M 4M 5M
Av 2 2 2 2 1,92 1,86 1,8 1,68 1,46 1,26 0,9 0,8 0,6
Av(dB) 6.02 6.02 6.02 6.02 5.6 5.3 5.14 4.5 3.28 2 -0.91 -1.93 -4.43
Fc/frekuensi penggal pada percobaan ini adalah 1,6MHz dengan Vout 1,4Vpp
Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Tabel 4.20. respon frekuensi Low Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=100pF
Frek (Hz) 1k 10k 50k 100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M 3M 4M 5M
Av 1.76 1.76 1.76 1.76 1.74 1.72 1.64 1.56 1.3 1.08 0.7 0.5 0.3
Av(dB) 4.91 4.91 4.91 4.91 4.81 4.71 4.29 3.86 2.27 0.66 -3.1 -6.02 -10.45
Fc/frekuensi penggal pada percobaan ini adalah 1,6MHz dengan Vout 1,24Vpp
Analisa matematis
87
Sedangkan pada percobaan nilai frekuensi penggal yang didapatkan baik pada penggunaan Ra,Rb=1kΩ maupun Ra,Rb=100kΩ adalah 1,6MHz sehingga percobaan dikatakan sesuai dengan analisis matematis. Ketika penggunaan Ra,Rb=100kΩ terjadi penurunan nilai penguatan disebabkan oleh pengaruh transimpedansi (Z). berikut grafik lowpass filter orde 1.
88 4.7.2. High Pass Filter orde 1
Dalam melakukan percobaan mengenai HPF orde 1 disusun rangkaian seperti pada gambar 4.62
Gambar 4.62. Rangkaian low pass filter orde 1
Dengan Ra dan Rb= 1kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF Fc/ frekuensi penggal didapatkan pada frekuensi 16KHz dengan Vout 1,6Vpp
Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF
Tabel 4.22. respon frekuensi High Pass Filter orde 1 Dengan Ra dan Rb= 100kΩ, R1=1kΩ, C1=10nF Frek
(Hz) 1k 10k 50k 100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M 3M 4M 5M
Av 0.2 1.1 1.84 1.84 1.84 1.84 1.8 1.68 1.68 1.6 1.5 1.4 1.3
Av(dB) -13.97 0.83 5.29 5.29 5.29 5.29 5.1 4.5 4.5 4.08 3.52 2.92 2.27
Fc/ frekuensi penggal didapatkan pada frekuensi 16KHz dengan Vout 1,6Vpp Analisa matematis
Pada percobaan highpass filter orde 1 ini digunakan nilai R1=1kΩ dan nilai C1=10nF, sehingga nilai frekuensi penggal (Fc) secara matematis adalah sebagai berikut:
89
=2 1 1 (4.30)1
=2 1000 × 10 × 10 1
= 15,923 (4.31)
Sedangkan pada percobaan nilai frekuensi penggal yang didapatkan baik pada penggunaan Ra,Rb=1kΩ maupun Ra,Rb=100kΩ adalah 16KHz sehingga percobaan dikatakan sesuai dengan analisis matematis. Ketika penggunaan Ra,Rb=100kΩ terjadi penurunan nilai penguatan disebabkan oleh pengaruh transimpedansi (Z). berikut grafik highpass filter orde 1.
90 4.7.3. Low pass filter orde 2
Dalam melakukan percobaan mengenai LPF orde 2 disusun rangkaian seperti pada gambar 4.64
Gambar 4.64. rangkaian low pass filter orde 2
Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Tabel 4.23. respon frekuensi low Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Frek (Hz) 1k 10k 50k 100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M 3M 4M 5M
Tabel 4.24. respon frekuensi low Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Frek (Hz) 1k 10k 50k 100k 500k 600k 800K 1M 1,5M 2M 3M 4M 5M
91
( ) =1 + ( + ) + (1 − ) + = ′
+⍵ + ⍵ (4.32)
Dari persamaan diatas, frekuensi penggalnya adalah sebagai berikut:
⍵ = 1 (4.33)
⍵ = 1 (4.34)
karena R1=R2 dan C3=C4 maka persamaannya menjadi:
2 = 1 (4.35)
Sehingga pada percobaan dengan nilai R1=1kΩ dan C1=100pF, frekuensi penggalnya:
1
2 × 1000 × 100 × 10 ≈ 1,5923
Dari hasil percobaaan didapatkan nilai frekuensi penggal pada 1,7MHz dan 1,65MHz sehingga hasilnya mendekati hasil perhitungan dan dapat dikatakan sesuai.
Sedangkan untuk mencari factor kualitas (Qp) persamaannya adalah sebagai berikut:
92
Pada praktikum nilai Ra=Rb yaitu 1k sehingga faktor kualtasnya adalah 0,5 dimana nilai ini kurang dari 0,707 sehingga grafik respon frekuensi yang diperoleh sebagai berikut:
93
Dilihat dari grafiknya, karena nilai faktor kualitas kurang dari 0,707 terjadi peningkatan nilai penguatan sebelum akirnya nilai penguatan turun drastis, peristiwa ini disebut dengan underdamped . hal ini sesuai dengan teori low pass filter orde 2 yang ditunjukan pada grafik dibawah [9]:
Gambar 4.66. factor kualitas Lpf orde 2
Pada penggunaan R1dan R2= 100K nilai penguatannya turun dari dua kali hal ini dikarenakan adanya pengaruh transimpedansi (Z).
4.7.4. High pass filter orde 2
Dalam melakukan percobaan mengenai HPF orde 2 disusun rangkaian seperti pada gambar 4.67
Gambar 4.67. rangkaian high pass filter orde 2
94
Tabel 4.25. respon frekuensi high Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=1kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF Frek (Hz) 100k 500k 1M 1.5M 2M 3M 4M 6M 7M 8M 9M 10M
Av 0.05 0.2 1 1.54 2.2 2.2 2.3 2.4 2 2 2 2
Av(dB) -26 -13.9 0 3.75 6.84 6.84 7.23 7.6 6.02 6.02 6.02 6.02
Vout maskimum adalah 2.4Vpp
Fc/ frekuensi penggal adalah 1.6MHz dengan output 1.7Vpp
Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Tabel 4.26. respon frekuensi high Pass Filter orde 2 Dengan Ra,Rb=100kΩ; R1,R2=1kΩ dan C1,C2=100pF
Frek (Hz) 100k 500k 1M 1.5M 2M 3M 4M 6M 7M 8M 9M 10M
Av 0.05 0.2 1 1.1 1.6 2 1.6 1.4 1.2 1.1 1.1 1.1
Av(dB) -26 -13.9 0 0.82 4.08 6.02 4.08 2.9 1.58 0.82 0.82 0.82
Vout maksimum adalah 1,6Vpp
Fc/Frekuensi penggalnya adalah 1.6MHz dengan output 1,12Vpp
Analisis matematis
Pada Highpass filter orde 2 persamaan yang berlaku adalah sebagai berikut:
( ) =
+ 1 + 1 + 1 (1 − ) + 1
= ′
+⍵ + ⍵ (4.40)
Dari persamaan (4.40) diatas, frekuensi penggalnya adalah sebagai berikut:
⍵ = 1 (4.41)
⍵ = 1 (4.42)
karena R1=R2 dan C1=C2 maka persamaannya menjadi:
95
Sehingga pada percobaan dengan nilai R1=1kΩ dan C1=100pF, frekuensi penggalnya:
1
2 × 1000 × 100 × 10 ≈ 1,5923
Dari hasil percobaaan didapatkan nilai frekuensi penggal pada 1,6MHz sehingga hasilnya mendekati hasil perhitungan dan dapat dikatakan sesuai.
Sedangkan untuk mencari factor kualitas (Qp) persamaannya adalah sebagai berikut:
96
Pada praktikum nilai Ra=Rb yaitu 1k sehingga factor kualtasnya adalah 0,5 dimana nilai ini kurang dari 0,707 sehingga grafik respon frekuensi yang diperoleh sebagai berikut:
Gambar 4.68. respon frekuensi Hpf orde 2
97 4.8. Penguat Photocurrent berbasis op-amp CFA
Untai penguat Photocurrent yang dilakukan pada percobaan ini dapat dilihat pada gambar 4.69
Gambar 4.69. rangkaian penguat photocurrent
- Pada saat nilai Cf= 100pF
Input = 1Vpp, dioffset sebesar 2,3V Output teroffset 6,3V
Tabel 4.27. respon frekuensi penguat photocurrent dengan cf=100pF
Freq(Hz) 1k 5k 10k 20k 30k 40k 50k 100k 200k 500k 1M 2M
Vout
(Vpp) 10,2 10,2 10,2 10,2 10 10 10 9 6,48 3 1,48 0,8
- Pada saat nilai Cf=50pF
Input=1Vpp,dioffset sebesar 2,6 Output teroffset 6,4V
Tabel 4.28. respon frekuensi penguat photocurrent dengan cf=50pF
Freq(Hz) 1k 5k 10k 20k 30k 40k 50k 100k 200k 500k 1M 2M
Vout
98
Persamaan yang berlaku pada penggunaan CFA sebagai penguat Photocurrent atau penguat transimpedansi adalah sebagai berikut
Gambar 4.70. untai internal penguat photocurrent
Ip adalah arus yang dihasilkan oleh photodiode, sehingga persamaan yang berlaku pada persamaan diatas adalah sebagai berikut:
+ = − (4.48)
= − (4.49)
= (4.50)
Jika ketiga persamaan diatas digabungkan untuk mencari nilai Vout maka penurunan rumusnya adalah sebagai berikut:
− = −
− = −
− = −
= − − + (4.51)
99
− = − 1+ 1 + 0 (4.52)
Karena nilai Z yang terlalu besar maka nilai 1/Z dapat dianggap 0 sehingga,
= × (4.53)
Dimana, =
sehingga:
= × 1 + (4.54)
Dipasangnya kapasitor Cf pada rangkaian membuat rangkaian menjadi sebuah Low pass filter, hal ini untuk menjaga dari terjadinya noise pada tegangan keluaran, sehingga nilai kapasitor Cf dipilih nilai yang kecil agar op-amp CFA dapat bekerja pada frekuensi yang tinggi.
Jika cari nilai frekuensi penggalnya ketika menggunakan nilai Cf=100pf, dengan rumus = didapatkan frekuensi penggal sebesar 3,2 MHz dan pada saat menggunakan Cf= 50pF frekuensi penggalnya adalah 6,4MHz.
100
Gambar 4.71 rangkaian penyusun photodioda
Sehingga penggantian nilai kapasitor Cf tidak begitu berpengaruh pada hasil praktikum, kecuali kapasitor nilainya diperbesar lagi.
Pada rangkaian nilai Vbias diberi nilai Vee/-15Volt, karena jika diberi +15 keluaran menjadi DC 15 Volt, hal ini disebabkan oleh peletakan photodiode yang terbalik, jika Vbias 15Volt nilai katoda lebih besar dari anoda, sehingga diode tidak dapat menghantarkan arus