PENGEMBANGAN KURIKULUM BERDASARKAN
KOMPETENSI PADA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PEJABAT FUNGSIONAL PEKERJA SOSIAL TINGKAT II
DI BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Pada Program Studi Pengembangan Kurikulum
&i
Oleh : Eddy Yusup Nim.979677
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing
"*£_\
Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA
Pembimbing II
Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, MSc
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
MENGETAHUI
KETUA PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Prof. Dr. R. Ibrahim, MA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ABSTRAK
Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi oleh setiap sistem pendidikan dan pelatihan
adalah tidak terkaitnya antara program (kurikulum) yang d.gunakan dengan kebutuhan pengguna
(user). Persoalan tersebut sampai saat ini masing-masing berkembang dan kurang disadari oleh
sebag.an besar otontas sistem pendidikan dan pelatihan. Imphkasi dar. hal tersebut terbentuk suatu
sikap skeptis (keraguan) terhadap sistem pendidikan dan pelatihan. Outcome sistem pendidikan dan
pelatihan harus memben pengaruh positif kepada kinerja individu dan organisasi penoguna
Bedasarkan hal tersebut di atas, peneliti berupaya untuk melakukan penelitfan dengan judul
Pengembangan Kurikulum berdasarkan Kompetensi pada Pendidikan dan Pelatihan Pejabat
vU^?TLPotZ?aJ°fl l1"^1 " dl BaM BeSar Pendidik™ dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) Bandung"
Karena kurikulum merupakan konsep yang luas, maka penekanan
penehtian memfokuskan pada isi/materi kurikulum. Dengan fokus tersebut, maka dirumuskan
rumusan masalah penehtian,
"Bagaimana mengembangkan isi/materi kurikulum berbasis
kompetensi pada Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di Balai
Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Bandung".
Dan rumusan
masalah tersebut disusun pertanyaan-pertanyaan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi kompetensi-kompetensi pekerjaan sosial Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II?
2. Apa saja unsur-unsur yang melandasi pengembangan isi kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II ?
3. Bagaimana langkah-langkah pengembangan kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II ?
4. Faktor-faktor apa yang menghambat pengembangan kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II ?
B
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan masalah penehtian tersebut di atas, maka metode
pendekatan yang digunakan dalam penehtian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Alasan untuk menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui gambaran yang sesungguhnya
tentang fokus penehtian, adapun teknik pengumpulan data adalah dengan teknik wawancara,
observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan secara simultan. Alat pengumpulan data adalah
penehti sendin (human instrumen). Model anahsis data yang dilakukan dengan langkah-langkah :(a)
Reduksi Data, (b). Display Data dan (c) Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi.
Dalam pengujian keakraban data digunakan teknik pemeriksaan data, yaitu derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependebility) dan kepastian
(confirmability).
Berdasarkan hasil penehtian, maka peneliti menemukan, isi kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II kurang relevan dengan kompetensi-kompetensi pekerjaan sosial
Sedangkan Model Pengembangan Kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Tingkat II cenderung
menggunakan model adminsitratif. Hal mi dapat dilihat langkah-langkah yang dilakukan oleh
pengembang, sebagai berikut, 1. Tahap munculnya gagasan, 2. Pembentukan Tim Pengembang, 3.
Tahap Operasional, 4. Tahap Penerapan, dan 5. Tahap Evaluasi. Agar tujuan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II sesuai dengan harapan, maka isi/materi kurikulumnya harus
kurikulum berbasis kompetensi. Imphkasi dan hal tersebut, maka Pengembangan kurikulum Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II seyogianya menggunakan langkah-langkah 1.Tujuan
program diklat, 2. Merumuskan kompetensi, 3. Merumuskan isi/materi Diklat, 4. Waktu dan 5.
Menentukan struktur kurikulum. kompetensi Rekomendasi yang disampaikan oleh penulis
diantaranya ditujukkan kepada manajemen dari institusi Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial Bandung, bila merancang suatu Program Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR j,
UCAPAN TERIMAKASIH vl
DAFTAR ISI vni
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penehtian ]
B. Pembatasan Masalah Penehtian 1]
C. Rumusan dan Pertanyaan Penehtian 12
D. Definisi Operasional 13
E. Tujuan Penehtian 15
F. Manfaat Penehtian 16
G. Paradigma Penehtian 16
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II Dari PerspektifKompetensi Pekerjaan Sosial
20
B. PengembanganKurikulum BerdasarkanKompetensi 25
C. Pengembangan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Berdasarkan
Kompetensi 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penehtian 49
B. Deskriptif Latar (Lokasi) Penehtian 51
C. Metode Penehtian 52
D. Penentuan Sumber Data 52
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen 56
F. Tahapan Penehtian
59
G. Pengujian Keabsahan Data
62
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS, DAN VERIFIKASI DATA
A. Deskripsi Data
66
1. Deskripsi Kompetensi Pekerjaan Sosial Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tinhkat II 66
2. Deskripsi Data tentang unsur-unsur yang Melandasi
Pengembangan Isi/Materi Kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional
pekerja Sosial Tingkat II
77
3. Deskripsi Data tentang Prosedur Pengembangan Isi/Materi
Kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II
80
4. Deskripsi Data tentang faktor-faktor
yang menghambat
Pengembangan Isi/Materi Kurikulum Pelatihan
Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
83
B. Analisis Data 85
1. Analisis Kompetensi Pekerjaan Sosial Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II 86
2. Analisis Data tentang unsur-unsur yang melandasi
Pengembangan Isi/Materi Kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II 91
3. Analisis Data tentang Prosedur Pengembangan Isi/Materi
Kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II (PPFPS) 93
4. Analisis Data tentang faktor-faktor yang Menghambat
Pengembangan Isi/materi Kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II 95
C. Verifikasi Data 97
1. Verifikasi Data Kompetensi-kompetensi Pekerja Sosial 97
2. Verifikasi Data tentang Unsur-unsur yang Melandasi
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 104
3. Verifikasi Data tentang Prosedur Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi 105
4. Verifikasi faktor-faktor yang Menghambat Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi 107
5. Proses Pengembangan Kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Berbasis Kompetensi 108
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
113
B. Imphkasi
121
C. Rekomendasi 125
DAFTAR PUSTAKA 130
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
A. KISI-KISI PENGUMPULAN DATA 133
DAFTAR GAMBAR
1.1 Paradigma Penehtian 19
1.2 Poses Pengembangan Model William E. Blank 46
1.3 Disain Penehtian 65
1.4 Unsur-unsur yang melandasi Pengembangan Isi/Materi Kurikulum
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II 92
1.5 Langkah-langkah Pengembangan Isi Kurikulum di BBPPKS Bandung ... 94
1.6 Pola Penghambat Pengembangan Isi/Materi Kurikulum PPFPS tingkat IITerhadap Hasil Pengembangan 96
1.7 AnalisisJob/pekerjaan Ill
DAFTAR TABEL
2.1 Daftar Isi/Materi kurikulum Diklat Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II
9
2.2 Kompetensi-kompetensi Pekerjaan Sosial Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial tingkatll
89
2.3 JenjangJabatan Pekerja Sosial
99
2.4 Kompetensi Pekerja Sosial
102
2.5 Struktur Isi/materi Kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II
113
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Penelitian
Perkembangan ilmu pengetaliuan dan teknologi telah mepengaruhi dan
mengubah seluruh tatanan kehidupan manusia, tidak kecuali pada sistem pendidikan
dan pelatihan. Pada satu sisi, pendidikan dan pelatilian dapat memberi konstribusi pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan di sisi lain, ilmu
pengetaliuan dan teknologi dapat mempengaruhi efektivitas dan efesiensi pendidikan
dan pelatihan. Hal ini sangat beralasan, dari perspektif sosiologi pendidikan dan
pelatihan merupakan pranata sosial, sekaligus sebagai sub sistem sistem sosial, maka
sangat wajar apabila pendidikan dan pelatihan disatu pihak, ilmu pengetahuan dan
teknologi dipihak lain memiliki korelasi yang signifikan. Selain itu kedua hal tersebut
dapat memberi konstribusi yang sangat berarti terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi di masyarakat secara keseluruhan. Di samping itu juga, pendidikan danpelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki peranan dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan sosial di masyarakat.
Salah satu persoalan yang dihadapi oleh pendidikan dan pelatihan di Indonesia,
adalah sudah sejauhmana sistem pendidikan dan pelatihan telah memberikan
sumbangan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan
kebutuhan atau harapan masyarakat pengguna. Fenomena meningkatnya pendirian
berbagai asosiasi pendidikan dan pelatihan, baik yang didirikan pemerintah dan
swasta belum cukup dapat memberikan peningkatan kualitas performan sumber daya
Sedangkan tujuan dari suatu pendidikan dan pelatihan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1994 pasal 2 yakni:
a. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintali Republik Indonesia.
b. Menanamkan kesamaan pola fikir yang dinamis dan bernalar agar
memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintali dan pembangunan
c. Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat. d. Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan /atau keterampilan serta
pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil.
Mencermati tujuan pendidikan dan pelatihan tersebut di atas pada esensinya
bahwa akuntabihtas unit pendidikan dan pelatihan yang ada di bawah otoritas instansi
pemerintah (departemen) bukan hanya dituntut mempertanggungjawabkan kuantitas
dana yang dikeluarkan untuk membiayai operasional pendidikan dan pelatihan, tetapi
juga akuntabihtas kualitas produk yang dihasilkan. Dalam arti, pertanggungjawaban
fungsional yang lebih menekankan kualitas outcomes, sebagaimana tujuan pendidikan
dan pelatihan yang di rumuskan dalam Peraturan Pemerintah di atas. Jika unit
pendidikan dan pelatihan diminta pertanggungjawabannya yang berkaitan tentang
masalah kualitas outcomes, maka banyak unit pendidikan dan pelatihan yang tidak
mampu mempertanggungjawabkannya secara objektif.
pengelola pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum pendidikan umum. Hal ini
merupakan suatu kekeliruan mendasar yang harus disadari oleh suatu sistem dan
pengelola pendidikan dan pelatihan. Kurikulum Pendidikan dan pelatihan memiliki
karekateristik yang berbeda dengan kurikulum pendidikan umum. Menurut
Subandijah (1996 : 228), karakteristik kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah :
Orientasi; Justifikasi; Fokus; Standar Keberhasilan di sekolah; Standar
keberhasilan di luar sekolah; Hubungan sekolah dengan masyarakat; keterlibatan di luar sekolah; keterlibatan pemerintah daerah; responsif,
Logistik dan Dana.
Menurut Subandijah, bahwa kurikulum pendidikan pelatihan memiliki
karakteristik orientasi yaitu product atau lulusan. Artinya keberhasilan pendidikan dan
pelatihan tidak melulu diukur dari prestasi peserta didik di dalam kelas tetapi melalui
hasil dan prestasi yang ditampilkan oleh peserta didik dalam dunia kerja. Selanjutnya,
karakteristik kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah justifikasi, artinya memilikidasar pertimbangan kebutuhan pekerjaan (occupation). Kebutuhan itu harus dijabarkan
secara jelas. Dengan demikian, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan
kemanfaatan untuk peserta didik dalam melaksanakan pekerjaannnya.. KarakteristikFokus, artinya fokus pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan tidak terbatas
pada pengembangan pengetahuan tentang suatu bidang tertentu, tetapi secaralangsung
membantu peserta didik untuk mengembangkan lebih luas lagi tentang pengetahuan,
keterampilan sikap dan nilai. Lingkungan belajar harus dipersiapkan sehingga pesertadidik mengembangkan pengetahuan, keterampilan manipulatif, sikap dan nilai
sebaik-baiknya untuk mengintregitaskan bidan tersebut dengan aplikasinya untuk merangsang
dalam melakukan kerja yang sesuangguhnya.
Di samping itu, kurikulum pendidikan dan pelatihan memiliki karakteristik
berhubungan erat dengan penampilan yang diharapkan dari peserta didik dengan suatu
pekerjaan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pengajar atau instruktur. Yang
sering digunakan untuk standar pekerjaan. Peserta didik dapat melengkapi penampilan
tugas-tugas dan fungsi tertentu dalam waktu yang diberikan dengan prosedur yang
telah dijelaskan dan standar kemampuan ini harus disesuaikan dengan permintaan
dalam dunia kerja.
Karkateristik lain kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah standar
keberhasilan di luar sekolah. Parameter lain yang dapat menentukan keberhasilan
lembaga pendidikan dan pelatihan adalah keberhasilan peserta didik di luar sekolah.
Yaitu peserta didik yang telah lulus harus dinilai dari keberhasilan dan prestasi dalam
dunia pekerjaan. Kemudian kurikulum Pendidikan dan pelatihan harus memiliki
hubungan dengan masyarakat. Hubungan ini bukan sebatas hubungan karena sekolah
ada di lingkungan masyarakat tetapi lebih dari itu hubungan dengan masyakat dunia
kerja. Sehingga pendidikan dan pelatihan dapat memenuhi akan kebutuhan tenaga
kerja yang diperlukan oleh dunia kerja.
Selanjutnya kurikulum pendidikan dan pelatihan memiliki karakteristik adanya
keterlibatan pemerintahan daerah. Artinya pemerintahan daerah dapat menyediakan
fasilitas pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. Kurikulum pendidikan dan
pelatilian juga harus tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika hal ini
dicemati oleh unit pendidikan dan pelatihan maka akan berdampak pada efektivitas
dan efisiensi pencapai tujuan. Dan karakteristik yang terahkir adalah adanya logistik
dan dana. Penyediaan sarana dan prasarana, fasiltas sumber pengajaran yang terlibat
dalam penerapan kurikulum perlu diatur sedemikian rupa, termasuk di dalamnya
berhubungan erat dengan penampilan yang diharapkan dari peserta didik dengan suatu
pekerjaan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pengajar atau instruktur. Yang
sering digunakan untuk standar pekerjaan. Peserta didik dapat melengkapi penampilan
tugas-tugas dan fungsi tertentu dalam waktu yang diberikan dengan prosedur yang
telah dijelaskan dan standar kemampuan ini harus disesuaikan dengan permintaan
dalam dunia kerja.
Karkateristik lain kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah standar
keberhasilan di luar sekolah. Parameter lain yang dapat menentukan keberhasilan
lembaga pendidikan dan pelatihan adalah keberhasilan peserta didik di luar sekolah.
Yaitu peserta didik yang telah lulus harus dinilai dari keberhasilan dan prestasi dalam
dunia pekerjaan. Kemudian kurikulum Pendidikan dan pelatilian harus memilikihubungan dengan masyarakat. Hubungan ini bukan sebatas hubungan karena sekolah
ada di lingkungan masyarakat tetapi lebih dari itu hubungan dengan masyakat dunia
kerja. Sehingga pendidikan dan pelatihan dapat memenuhi akan kebutuhan tenaga
kerja yang diperlukan oleh dunia kerja.Selanjutnya kurikulum pendidikan dan pelatihan memiliki karakteristik adanya
keterlibatan pemerintahan daerah. Artinya pemerintahan daerah dapat menyediakan
fasilitas pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. Kurikulum pendidikan dan
pelatilian juga harus tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika hal ini
dicemati oleh unit pendidikan dan pelatihan maka akan berdampak pada efektivitas
dan efisiensi pencapai tujuan. Dan karakteristik yang terahkir adalah adanya logistik
dan dana. Penyediaan sarana dan prasarana, fasiltas sumber pengajaran yang terlibat
dana, dalam arti penggunaan biaya ini harus seefektif dan efisien mungkin. Biaya
dimaksud adalah biaya bidang pengajaran khusus yang ditekankan. Umumnya biaya
untuk opersional keseluharan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Jikakaraktaristik kurikulum ini dipahami oleh pengelola pendidikan dan pelatihan maka,
harapam masyarakat pengguna terhadap pendidikan dan pelatihan akan terwujud.
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung sebagai
unit pelaksana teknis pengembangan sumber daya manusia Departemen Sosial, yang
tugas pokok dan fungsinya menyelengarakan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai
di lingkungan Departemen Sosial. Selama kiprahnya dalam menyelenggarakanpendidikan dan pelatihan, BBPPKS Bandung telah menyelengarakan berbagai jenis
diklat. Salah satu jenis diklat adalah Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial. Diklat ini diselenggarakan atas pertimbangan tuntutan pelayanan sosial
yang lebih efektif dan efisien. Salah satu unsur yang memiliki tugas dan fungsi
pelayanan soaial ini adalah Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II. Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial sebagai ujung tombak pembangunan kesejahteraan sosial,sudah seyogianya memiliki kompetensi atau kemampuan untuk melaksanakan tugas
dan fungsinya. Oleh karena itu diadakan atau diselenggarakan Pendidikan danPelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
Harapan yang diinginkan dari Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial ini adalah terciptanya pekerja sosial yang profesional. Sebagai salah
satu profesi yang masih relatif baru dan barangkali belum dikenal oleh masyarakat
luas, tentunya pekerja sosial fungsional ini dapat disejajarkan dan diakui oleh
masyarakat sebagai unsur penting dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Untuk
diakui sebagai profesi yang profesional pekerja sosial fungsional ini harus memiliki
Abin, SM. (1996 : 105), baliwa suatu pekerjaan atau profesi dapat disebut profesional
apabila memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Unique, definitive, and essential service;
2. An emphasis upon intellectual techniques in performing its service; 3. A long period of specialiazes training;
4. A broad range of autonomy for both the individual practitioners and accupational group as a whole;
5. An acceptance practitional of broad personal responsibility for judgment made acts perfonned within the scope of professional
autonomy;
6. An emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the practitioners as the basic for the organization and performance of the social service delegated to the occupational
group;
7. A comprehensive self governing organization of practitioners;
8. A code ethics which has been clarified and interpreted an ambiguous and doubtful point by concrete cases.
Imphkasi dengan pekerja sosial, khususnya pejabat fungsional pekerja sosial,
belum sampai tarap sebagai profesional mapan. Karena pejabat fungsional pekerja
sosial belum memenuhi karakteristik-karakteristik di atas.. Namun embrio ke arah itu
sudah tampak. Salah satunya adalah memiliki kerangka keilmuan yang menjadi
landasan penting dalam praktik pekerjaan sosial.
Untuk mewujudkan profesional mapan dalam bidang pekerjaan sosial, maka
harus dilakukan upaya-upaya konkrit, dalah satunya dengan pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu metode untuk meningkatkan
kompetensi pekerja sosial fungsional. Oleh karena itu kurikulum pendidikan dan
pelatihan pejabat fungsional pekerja sosial tingkat II harus dirancang sedemikian rupa
sehingga merefleksikan standar kompetensi pekerjaan sosial.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap kinerja alumni
pendidikan dan pelatihan pejabat fungsional pekerja sosial, maka hasil kerja alumni
pendidikan dan pelatihan belum memuaskan. Kondisi ini tentunya menarik untuk
diikutinya di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan S<Jteia|
Asumsinya adalah dengan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan nral^j^Sl^a ^
V^^fST^*'
//
kinerja pekerja sosial fungsional meningkat.
~*
Mencermati beberapa pandangan dari alumni bahwa kurikulum pendidikan dan
pelatihan pejabat fungsional pekerja sosial tingkat II dapat disimpulkan bahwa
kurikulum diklat dimaksud kurang relevan dengan praktik pekerjaan sosial, sehingga
apa yang telah diperoleh tidak memberi dampak positif terhadap kinerja alumni.
Selajutnya peneliti melakukan studi terhadap kurikulum Diklat Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial. Dari ke 5 (lima) kali penyenggaraan diklat, di ketahuai isi/materi
kurikulum yang diajarkan, seperti dalam tabel 1 (satu) pada halaman berikut ini.
Deskripsi isi/materi kurikulum Diklat Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II di atas, maka secara jelas isi/materinya tidak relevan dengan praktik
pekerjaan sosial, sedangkan menurut Central Council For Education and Training for
Social Worker (1975 : 27), isi/materi pendidikan dan pelatihan pekerjaan sosial
mencakup unsur-unsur pekerjaan, sebagai, berikut:
1. Observation and Collecting Infonnation.
2. Assessing Client needs and resources with a view to intervention 3. Formulating objectives and planning intervention
4. Creating a structure for intervention.
5. Intervention.
6. Recording, reporting, and disseminating material. 7. Monitoring and evaluating outcome of intervention.
TABEL 1: DAFTAR ISI/MATERI KURIKULUM DIKLAT PEJABAT
FUNGSIONAL PEKERJA SOSIAL TINGKAT II.
No MATERIPELAJARAN JAMLAT
l Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kesejahteraan
Sosial
6
2 Kebijakan dan Program Pembangunan Kesejahteraan Sosial 6 3 Sistem dan Mekanisme Pelayanan Kesejahteraan Sosial
6
4 Masyarakat dan Tingkah Laku Manusia 6
5 Pekerjaan Sosial dengan Individu 10
6 Pekerjaan Sosial dengan Kelompok 10
7 Pekerjaan Sosial dengan Masyarakat 10
8 Teknik Assesmen 8
9 Teknik Pecatatan dan Pelaporan 8
10 Teknik Konsultasi 8
11 Teknik Pembardayaan Individu dan kelompok 8
12 Teknik Penggalian dan Pendayagunaan Sumber
8
13 Teknik Wawancara dan observasi 8
14 Teknik Penyembuhan Sosial 10
15 Teknik Motivasi 8
16 Teknik supervisi dan evaluasi 8
17 Moral dan Etos Kerja 8
18 Pengembangan Potensi Diri
8 i
19 Jabatan Pekerja Sosial
8 !
20 Tata Cara Pengusulan dan Penetapan Angka Kredit 6 !
21 Kiat-kiat Pengumpulan Angka Kredit 8
22 Tata Cara Penulisan Karya Ilmiah 8
23 Bina Wira Usaha 8 1
24 Pembinaan Usaha Ekonomi Produktif 8
25 Teknologi Tepat Guna 10
26 Dinamika Kelompok 8 I
27 Motivasi Berprestasi 8 |
28 Pembinaan mental, fisik dan disiplin 20
29 Praktik Kerja Lapangan 180 1
Sumber : BBPPKS Bandung
Perbandingan antara isi/materi kurikulum Diklat Pejabat Fungasional Pekerja
Sosial Tingkat II BBPPKS Bandung dengan isi/materi kurikulum Central Council For
Education and Training In Sosial Worker, maka isi/materi kurikulum yang pertama
dengan hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap kompetensf
fungsional.
"\
10% *we * •<
Dicermati dari proses pengembangan kurikulum yang dilaksanakan ^^B$)m
/,'
Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung maka para pengembang
kurikulum tidak memiliki pengetahuan dan kerampilan tentang prinsip-prinsip, dan
teori dan praktik pengembangan kurikulum. Atas dasar itu, isi/materi kurikulum Diklat
Pejabat Fungsional Pekerjaan Sosial dilakukan secara apriori. Bahkan, kalau
mencermati isi/materi kurikulum Diklat di atas, maka secara esensial sumber bahan
isi/materi kuriklum tidak bersumber dari kerangka ilmu dan praktik pekerjaan sosial.
Konsep isi/materi adalah harus menjabarkan ketiga unsur, yaitu pengetahuan,
keterampilan, proses dan nilai suatu pekerjaan, sebagaimana konsep isi/materi
kurikulum, sebagai berikut:
Knowledge (i.e, facts, explanations, principles, definitions), skill, and
processes (i.e, reading, writing, calculating, dancing, critical, thinking,
decision, communicating), and values (i.e, the belief about matters
conserted with good and bad, right and wrong, beautiful and ugly).
(Hyman, 1973 :4)
Dalam proses penyusunannya isi/materi kurikulum harus memperhatikan
kriteria-kriteria tertentu, begitu juga dengan isi/materi kurikulum Diklat Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial. Menurut Zais, R (1976 : 343-346) mengemukakan empat
kriteria isi/materi kurikulum, yaitu "1) Significance; 2) Unility; 3) Interest; 4) Human
Development". Kriteria-kriteria tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam
pengembangan kurikulum, khususnya dalam pengembangan isi/materi kurikulum
Diklat Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
Berkenaan dengan uraian di atas mendorong minat penulis untuk melakukan
penehtian proses penngembangan kurikulum Diklat Pejabat Fungasional Pekerja
Sosial Tingkat II. Kenyataan ini menjadi pertimbangan pokok penulis untuk
10
menelusuri kondisi objektif, serta melakukan studi kualitatif isi/materi kurikulum
dikalat di maksud. Fokus penehtian yang menjadi perhatian penulis, yakni
"Pengembangan Kurikulum berdasarkan Kompetensi pada Diklat Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II". Penehtian ini ingin mengungkapkan masalah yangberkaitan antara isi/materi kurikulum Diklat Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat
II dengan kompetensi pekerjaan sosial.. Masalah dimaksud diartikan sebagai
kesenjangan antara isi/materi kurikulum dengan kompetensi-kompetensi pekerjaansosial. Masalah tersebut digolongkan kedalam tiga katagori, pertama diskripsi
kompetensi pekerjaan sosial, kedua unsur yang melandasi pengembangan isi/materi
kurikulum Diklat PFPS Tingkat II,ketigalangkah-langkah pengembanagan isi/materi
kurikulum, keempat faktor-faktor yang menghambat pengembangan isi/materi
kurikulum.
B. Pembatasan Masalah Penehtian
Pengembangan kurikulum merupakan konsep yang luas, yaitu proses
perencanaan seluruh komponen kurikulum. Kurikulum itu sendiri memliki empat
dimensi antara lain:
1. Kurikulum sebagai ide atau konsepsi, 2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, 3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, 4. Kurikulum sebagai hasil belajar,
( Hasan, S. H, 1988 : 28)
Mengacu pada empat dimensi kurikulum di atas, maka peneliti akan membatasi
masala penehtian, yaitu pengembangan pada dimensi kurikulum sebagai rencana
tertulis. Karena dimensi kurikulum sebagai rencana tertulis cukup luas juga mencakup
berbagai komponen kurikulum, maka lebih fokusnya lagi masalah penehtian ini
diarahkan kepada pengembangan komponen isi/materi kurikulum.
Alasan pembatasan ini adalah isi/materi kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II merupakan isi/materi kurikulum yang
unik, artinya isi/mareti kurikulum bukan berasal dari kajian teoritis, tetapi lebih
bersumber dari para praktisi pekerjaan sosial, ahli pekerjaan sosial. Hal ini sangat
jelas, bahwa isi/materi kurikulum pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II memiliki karakteristik yang berbeda dengan isi/materi kurikulum
jenis pendidikan dan pelatihan lainnya.
C. Rumusan dan Pertanyaan Penelitian
Berkenaan dengan batasan masalah penelitian di atas, yaitu membatasi masalah
penelitian pengertian kurikulum sebagai rencana tertulis, maka peneliti merumuskan
masalah peneltian sebagai berikut:
"Bagaimana pengembangan isi/materi kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II berdasarkan kompetensi pekerjaan sosial di BalaiBesar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung ?"
Imphkasi dengan rumusan masalah penelitian tesebut, maka disusun
pertanyaan-pertanyaan penelitian, antara lain :
1. Apa deskripsi kompetensi-kompetensi Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat
II?
2. Apa unsur-unsur yang melandasi pengembangan kurikulum Pendidikan dan
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II ?
3. Bagaimana langkah-langkah pengembangan isi/materi kurikulum berdasarkan
kompetensi Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat
II ?
4. Faktor-faktor apa yang mengliambat pengembangan isi/materi kurikulum
Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II ?
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik-karakteristik
nyata atau yang dapat diamati dari apa yang didefinisikan. Tuckman (1978:79)
menyatakan, bahwa definisi opersional "An operational definition is adefinition
based on the observable characteristics ofthat which is being defined". Selanjutnya
Tuckman menggunakan tiga pendekatan untuk membuat definisi operasional yaitu
tipe A, tipe B, dan tipe C. Berkenaan dengan hal tersebut, dan untuk mengkaji
masalah penelitian yang telah dirumuskan serta berdasarkan pembatasan penelitian
maka definisi operasional yang dirumuskan bertolak pada tipe Byaitu " operational
definition can be constructed in terms ofhow the particular object or thing being
defined operates, that is, what it does or what constitutes its dynamic properties"
(Tukman, 1978:81) yaitu definisi operasional yang dapat dibuat dalam kaitan dengan
bagaunana hal atau objek tertentu yang didefinisikan beroperasi. Alasan menggunakan
Definisi type Bini tampaknya tepat dalam kontek pendidikan untuk menggambarkan
tipe khusus dari objek yang diteliti berkaitan dengan perilaku konkrit orang.
Bertolak dari pengertian definisi operasional di atas, maka dalam penelitian ini
perlu membatasi atau mendefinisikan variable-variabel penelitian, ada pun variabel
yang didefinisikan dalam penelitian ini adalah :(1) Kompetensi-kompetensi pejabat
fungsional pekerja sosial tingkat II, (2) Unsur-unsur yang melandasi pengembangan
kurikulum Diklat pejabat fungsional pekerja sosial tingkat II, (3) Langkah-langkah
fungsional pekerja sosial tingkat II, (4) Faktor-faktor penghambat, yaitu sebagai
berikut :
1. Kompetensi-kompetenti Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II adalah
seperangkat pengetahun, keterampilan, dan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang
dilakukan secara terus menerus sebagai pejabat fungsional pekerja sosial. Data yang
diperoleh dari hasil studi dokumentasi, observasi dan wawancara secara mendalam
dilaksanakan di Panti Sosial. Kompetensi-kompetensi dalam jabatan Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II mencakup Hakekat jabatan fungsional Pekerjaan Sosial
tingkat II, Kewajiban-kewajiban, Tugas-tugas, serta Kompetensi-kompetensi yang
harus dikuasai oleh pejabat fungsional keperja sosial tingkat II, Prinsip-prinsip
pekerjaan sosial, Metoda-metoda pekerjaan sosial serta teknik-teknik yang
digunakan oleh pejabat Fungsional pekerja sosial tingkat II.
2 Unsur-unsur yang melandasi pengembangan kurikulum diklat Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II adalah semua elemen atau unsur-unsur
yang melatar belakangi dilakukannya pengembangan kurikulum diklat pejabat
fungsional tingkat II. Latar belakang ini meliputi unsur-unsur Peningkatan kualitas
kinerja pejabat fungsional pekerja sosial tingkat II, peningkatan kualitas
penyelenggaran, hasil evaluasi penyelenggaraan diklat. dan aspek-aspek standar
minimal kompetensi yang harus dikuasai Pejabat fungsional pekerja sosial tingkat
II.
3 Langkah-Langkah pengembangan Isi/Materi kurikulum Diklat Pejabat
Fungsional Tingkat II adalah tahapan dalam mengembangkan kuikulum yang
meluputi perumusan tujuan diklat, identifikasi job atau pekerjaan, analisis job atau
pekerjaan, dan penyusunan struktur isi/materi kurikulum Diklat Pejabat Fungsional
Tingkat II.
4
Faktor-faktor
penghambat,
yaitu
segala sesuatu yang mengakibatkan
pengembangan kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
tidak sesuai dengan proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Data
yang diperoleh untuk mengukur variabel ini bersumber dari para pakar kurikulum
dengan menggunakan teknik wawancara. Faktor-faktor penghambat ini mencakup
Hambatan kualitas sumber daya manusia, hambatan birokrasi, dan alokasi dana(biaya).
E. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan suatu hal yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan, begitu
juga dengan kegiatan penelitian. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini dilakukan,
antara lain:
1. Mengidentifikasi kompetensi-kompetensi dalam praktik pekerjaan sosial sebagai
landasan pengembangan isi/materi kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di BBPPKS Bandung.
2. Menghasilkan isi/materi kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II berlandaskan standar kompetensi pekerjaan sosial.
3. Mengemukakan faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi pada diklat pejabat fungsional pekerja sosial
tingkat II.
F. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan tentunya memiliki manfaat atau kegunaan,
sesuai dengan rumusan dan tujuan penelitian. Berkenaan dengan hal tersebut, makamanfaat penelitian, sebagai berikut:
1. Sebagai landasan praktis pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pada
Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II di Balai Besar Pendidikan
dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung
2. Sebagai landasan penyusunan program Pendidikan dan Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Iainnya di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial Bandung.
3. Untuk meningkatkan mutu atau kualitas Pendidikan dan Pelatihan Pejabat
Fungsional Tingkat II di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial Bandung.
G. Paradigma Penelitian
Penelitian kualitatif memerlukan pedoman yang disebut paradigma penelitian.
Convey dan Stephen, (1989 : 23) merijelaskan, bahwa paradigma adalah cara
"melihat" dunia, bukan tindakan melihat, sedangkan makna secara harfiah yaitu
dengan mempersepsikan, mengerti, menafsirkan. Lincoln dan Guba (1985 : 15)
mengartikan paradigma, adalah:
Paradigms represent a distillation of what we think about the world (but cannot prove). Our actions in the world, including antion that we take inguirers, cannot occur without reference to those paradigm. "As we
think, so do we act".
Pernyatakan dapat diartikan baliwa paradigma merupakan distilasi atau
penyaringan dari apa yang kita pikirkan tentang dunia. Tindakan di dunia ini, seperti
tindakan kami mencari taliu, tindak akan terjadi tanpa melalui referensi paradigma
tersebut. Begitu kami memikirkan, begitu juga kami dapat melakukan tindakan
tersebut.
Lincoln dan Guba yang mengutip pendapat Patton juga menyatakan, bahwa
paradigma itu memberikan informasi apa yang penting., yang sah, dan yang menjadi
masalah. Paradigma juga bersifat normatif, meberikan kepada praktisi apa yang harus
dikerjakan tanpa harus mengetahui secara rinci eksistensi atau epistimologinya.Selanjutnya Bogdan dan Binklen, (1982 : 30) menjelaskan bahwa"A paradigm
is a loose colection of logically held-together assumtions, concepts, or propositions
that orient thingking and research". Paradima adalah alat bantu bagi peneliti dalamdalam merumuskan segala sesuatu yang dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab,
bagaimana menjawabnya serta aturan apa yang harus diikuti dalammenginterpretasikan informasi yang diperoleh. Sedangkan Nasution, S. (1992 :
31-32) menyatakan bahwaparadigma adalah seperangkat keyakinan, asumsi, konsep, atau
preposisi, nilai atau pola pandangan mendasar tentang sesuatu pokok permasalahanyang akan mengarahkan penelitian.
Beberapa pengertian tersebut di atas menjelaskan bahwa paradigma adalah
seperangkat pandangan, nilai-nilai, kepercayaan, tentang dunia sekitarnya yang dapat
digunakan sebagai alat bantu bagi keilmuan dalam merumuskan sesuatu yang harus
dipelajari, permasalahan yang harus diatasi, bagaimana cara mengkajinya, serta aturan
yang harus, serta aturan yang harus diikuti dalam meninterpretasikan apa yang telah
diperoleh. Dengan demikian paradigma merupakan panduan bagi peneliti dalam
menyelesaikan tugasnya.
Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, maka fokus penelitian
adalah isi/materi kurikulum kaitannya dengan variabel kompetensi pekerjaan sosial.
Diyakini bahwa isi/materi kurikulum pendidikan dan pelatihan secara substansial
sangat dipengaruhi oleh kondisi suatu pekerjaan, di mana pekerjaan tersebut dalam
penyelesaiannya memerlukan kecakapan atau kompetensi. Oleh karena itu,
sejauhmana isi/materi kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II dapat mengakomodasi kompetensi yang ada dalam praktik pekerjaan
sosial dan menjadi sumber infonnasi isi/materi kurikulum. Untuk itu diperlukan suatu
pengkajian yang mendalam tentang kompetensi pekerjaan sosial. Selanjutnya
Gambar 1: Paradigma Penelitian.
Standar
Pekerjaan Sosial Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
r
JL
Penampilan Kerja Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
Kompetensi Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
Pengembangan isi / materi
kurikulum
Diklat Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
Berdasarkan Kompetensi Di BBPPKS Bandung
Kemampuan Profesional Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu "suatu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati". (Bondan dan Taylor, 1975 : 5).
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, karena data yang
diinginkan merupakan deskripsi tetang proses pengembangan kurikulum serta perilaku
Pejabat Fungsional Pekerja Sosial dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, yang
secara substansial di dalamnya terdiri dari beberapa kompetensi yang menjadi dasar
penyusunan kurikulum.
Di samping itu alasan memilih pendekatan penelitian kualitatif, karena
pendekatan kualitatif memiliki karakteristik: (1) tatanan yang alami (natural setting)
merupakan sumber langsung data dan peneliti sebagai instrumen kunci, (2) bersifat
deskriptif, (3) lebih mempedulikan proses dari pada hasil, (4) cenderung menganalisis
data secara induktif, dan (5) "makna" merupakan kepedulian utama pada pendekatan
kualitatif. Ada beberapa istilah lain tentang pendekatan kualitatif, yaitu penelitian
atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksional simbolik, perspektif ke
dalam, etnometodologi, fenomenologis, studi kasus, dan deskriptif. Beberapa hal yang
menjadi pertimbangan Peneliti dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, antara lain:
Pertama, Kelebihan dalam penyelidikan. Kadang-kadang sangat sedikit
peneliti dalam suatu penelitian dengan pendekatan penelitian lain antara subjek atau
objek yang diteliti dengan peneliti memiliki kedekatan. Dengan menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif antara peneliti dengan subjek atau objek yang diteliti
memiliki kedekatan baik secara fisik maupun emsosional. Keterlibatan langsung
peneliti dalam aktivitas subjek yang diteliti, maka peneliti dapat mengetahui secara
mendalam fenomena-fenomena yang terjadi. Hal ini disebabkan peneliti merupakan
kunci penelitian yang dapat pengetahuan secara langsung apa yang terjadi tentang
situasi yang diteliti.
Kedua, kelebihan kemungkinan mendekati subjek. Lazimnya dalam
penelitian kuantitatif antara peneliti dan subjek yang diteliti relatif kurang memiliki
kedekatan baik secara fisik maupun emosional, babkan peneliti dan subjek yang diteliti
tidak saling mengenal, namun dalam pendekatan kualitatif antara peneliti dan subjek
yang diteliti memiliki kedekatan., karena lazimnya dalam penelitian ini data yang
diperoleh dengan cara observasi partisipan.
Ketiga yang menjadi alasan peneliti memiliki pendekatan kualitatif adalah
adanya kekayaan data yang diperoleh. Dalam situasi yang alami segala sesuatu
berlangsung dalam siatuasi penelitian yang potensial. Lewat pengamatan langsung
dapat dilihat, didengar, dan dicermati, serta pengukuran yang kemungkinan tidak
terlewatkan. Dalam lingkungan yang dikenal oleh subjek, maka mereka akan
bertingkah laku secara spontan tidak dibuat-buat. Dengan demikian data dapat diamati
secara maksimal. Berkenaan dengan hal itu, maka peneliti membuat disain (rancangan)
penelitian, sebagai mana dapat dilihat pada gambar yang terlampiran pada akhir Bab
III ini.
B. Deskriptif Latar (Lokasi) Penelitian
Sebagai mana telah disebutkan dalamjudul dan Bab I dalam laporan penelitian
ini, bahwa penelitian mengambil lokasi di Balai Besar Pendidikan dan PelatihanKesejahteraan Sosial Bandung. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial Bandung adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang berada di bawah wewenang
Departemen Sosial RI. Tugas pokok dan fungsi Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial Bandung adalah menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan
bagi tenaga-tenaga sosial, baik tenaga sosial (pegawai) di lingkungan Departemen
Sosial, dan tenaga sosial sukarela masyarakat.
Sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan milik Pemerintah Pusat setiap
kegiatannya sangat ditentukan kebijakan pusat terutama dari aspek anggaran. Imphkasi
dengan hal tersebut, maka setiap penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung
selalu mengalami kendala terutama kendala teknis. Dalam hal ini kendala dalam
mengembangkan setiap program pendidikan.
Program-program pendidikan dan pelatihan yang telah diselenggarakan
BBPPKS terdiri dari beberapa jenis , yaitu Pendidikan dan Pelatihan keprofesian
Pekerjaan Sosial, antara lain :
1. Pelatihan Keahlian Pekerjaan Sosial (PKPS) yang telah terselenggara sebanyak 24
angakatan.
2. Pelatihan Manajemen Usaha Kesejahteraan Sosial (PMUKS), telah terselenggara
sebanyak 22 angkatan.
3. Pelatihan Pembinaan dan Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial (P5S),
terlenggara 16 angkatan.
4. Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial tingkat II yang telah terselenggara
sebanyak 7 angkatan.
5. Pelatihan Satuan Bakti Pekerjaan Sosial. Telah terselenggara sebanyak 16
angkatan.
Beberapa jenis pendidikan dan pelatihan teknis, meliputi:
1. Pelatihan Administrasi Dasar Umum (ADUM) yang telah terselenggara sebanyak 7
angkatan.
2. Pelatihan Tenaga Sosial Masyarakat (TKSM).
C. Metode Penelitian
Sesuai dengan pendekatan penehtian yang telah disebutkan di atas, yaitu
pendekatan kualitatif, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode survey, yaitu salah satu rumpun pendekatan penelitian kualitatifyang betujuan menggambarkan karakteristik tertentu dari suatu proses keguatan dan
tingkah laku manusia yang diteliti.
Metode survey adalah untuk mengamati prosedur dan mekanisme perilaku
individu dalam lingkungannya sendiri, b'erinteraksi, dan berusaha memakai bahasanya
dan menafsirkan terhadap dunia sekitarnya. Dalam prosedur dan mekanisme aktivitas
kerja Pejabat Fungsional Pekerja Sosial.
D. Penentuan Sumber Data
Sebelum melakukan penelitian kelapangan peneliti terlebih dahulu menentukan
sumber data yang diperlukan. Bagian ini akan menguraikan secara rinci
sumber-sumber data. Hasil dari suatu penelitian akan sangat tergantung dari kelengkapan dan
ketepatan data atau informasi yang diperoleh dan digunakan untuk mengambil
kesimpulan. Oleh karena itu, sumber data merupakan faktor pi
memperoleh data yang tepat, akurat, dan lengkap. Sumber data dapat dii
menurut teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data. ApaBfla^frta-^-'
dikumpuikan dengan menggunakan wawancara, maka sumber datanya adalah
manusia, yang disebut responden. Apabila teknik pengumpulan datanya observasi,
maka sumber datanya adalah adalah proses dan tingkah laku manusia dengan berbagai
latar yang ada disekitamya. Apabila teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik
dokumentasi, maka yang menjadi sumber datanya adalah literatur-literatur dari subjek
dan objek yang diteliti.
1. Aspek-aspek yang Diteliti
Responden dalam penelitian ini, terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu:
a. Alumni Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
Kelompok responden alumni Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial dimaksudkan untuk memperoleh data tentang pandangan mereka
terhadap pekerjaan atau tugas yang dilakukannya, yang meliputi , kebutuhan
kompetensi-kompetensi dalam melakukan pekerjaan sosial, faktor-faktor apa
yang yang menghambat prosedur dan mekanisme pekerjaan sosial.
a. Widyaiswara di BBPPKS
Kelompok Widyaiswara adalah responden lainnya yang akan dijadikan
sumber data. Widyaiswara merupakan komponen penting dalam sistem
pendidikan dan pelatihan, khusunya dalam proses pengembangan kurikulum.
Bahkan widyaiswara merupakan unsur yang tidak bisa diabaikan dalam proses
pengembangan kurikulum. Karena diharapkan widyaiswara akan dapat
memberikan informasi penting baik dalam proses pengembangan kurikulum itu
sendiri juga dalam isi materi kurikulum yangdikembangkan.
b. Ahli Pekerjaan Sosial
Kelompok Ahli (master/doktor) pekerjaan sosial, diperlukan atau
dibutuhkan informasinya dalam hal konsep dan dalil, metode dan teknik,prosedur dan mekanisme pekerjaan sosial yang nantinya menjadi sumber data
untuk dijadikan bahan atau materi kurikulum. Ahli Pekerjaan Sosial, sangatmengetahui tentang kompetensi-kompetensi dan batas minimal serta standar
suatu performan yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam melaksanakan
pekerjaan atau tugasnya.
c. Ahli Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan, peranan
ahli kurikulum merupakan sosok yang tidak bisa diabaikan. Karena ahli
kurikulum merupaka ahli yang sangat kompeten dalam bidang pengembangan
kurikulum. Dalam penelitian ini diharapkan ahli kurikulum dapat memberikan
informasi tentang prosedur dan mekanisme serta karakteristik pengembangan
kurikulum suatu pendidikan dan pelatihan, dalam hal ini pengembangan
pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
1. Sumber Data
Proses dan kegiatan adalah hal lain yang dapat dijadikan sumber data dan
informasi dalam penelitian ini. Sumber data proses dan kegiatan, dibagi
kedalam dua kelompok.
a. Proses dan Kegiatan Alumni Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat II
Keluruhan aktivitas atau kegiatan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial
merupakan sumber informasi yang penting untuk mengetahui
kompetensi-kompetensi, prosedur dan mekanisme pekerjaan sosial yang sedang
dipraktikan oleh Pejabat Fungsional Pekerja Sosial, yang nantinya sebagai
bahan masukan untuk isi/materi kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II. Dalam kegiatan ini diamati pola tingkah laku
pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya dengan berbagai latar atau
lingkungannya.
b. Proses dan Kegiatan Pengembangan kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II
Proses dan kegiatan pengembangan kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II yang dilakukan oleh pengembangan di
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Lembang
Bandung. Dalam hal ini ingin diketahui bagaimana prosedur, mekanisme,
dan langkah-langkah pengembangan kurikulum Pelatihan Pejabat
Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II. Siapa saja unsur-unsur yang terlibat
dalam pengembangan kurikulum. Faktor-faktor apa yang menghambat
pengembangan kurikulum Pejabat Fungsional Pekerja Sosial TingkatII.
2. Studi Dokumentasi
Dokumen adalah sumber data yang tidak bisa diabaikan dalam
penelitian kualitatif. Dari dokumen dokumen ini diharapkan dapat diperoleh
data yang relevan dengan subjek dan objek penelitian. Dokumen yang
dibutuhkan adalah tentang proses pengembangan kurikulum, baik dari berbagai
literatur, atau dokumen kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekarja sosial
Tingkat II, serta dari berbagai hasil rekaman penelitian yang lainnya. Sumber
data dokumentasi ini berisikan tentang dua hal, sebagai berikut.
a. Dokumen yang kaitannya dengan pekerjaan sosial
b. Dokumen yang kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perlu dijelaskan, sumber data, baik dari reponden, proses dan kegiatan, dan
dokementasi dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditetapkan sampel sebelumnya,
karena sampel ditetapkan berdasarkan teknik berkembang terus (snow ball) secara
bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan
(redudancy).
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
Perbedaan karakteristik metodologi penehtian kualitatif dengan metodologi
penelitian lainnya adalah instrumen yang digunakan. Dalam penelitian kaulitatif
insrrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri, jadi merupakan kunci instrumen (key
instrumen) yang terjun langsung dalam kelapangan, serta berusaha sendiri dalam
mengumpulkan data atau informasi.
Agar data atau informasi dapat dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan, maka
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini, sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi adalah "Pengujian secara intensional atau bertujuan sesuatu
hal, khususnya untuk maksud pengumpulan data. Merupakan suatu verbalisasi
mengenai hal-hal yang diamati Kartono ( Chaplin, 1996 : 157)
Berkenaan dengan hal tersebut observasi dilakukan untuk mengamati
gejala-gejala yang ada dilapangan, peneliti dapat melihat secara obyektif
kekuranga-kekurangan data, dan peneliti dapat melengkapi hal-hal yang sedianya tidak dapat
diungkapkan oleh responden dalam wawancara. Agar data observasi akurat maka
dalam pelaksanaanya menggunakan alat bantu, berupa kamera video, tustel dan
pedoman obervasi.2. Wawancara
Pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara sangat ditentukan oleh
karakteristik responden dan data yang ingin diperoleh. Oleh karena itu, dalam
wawancara ini peneliti menyusun pedoman wawancara, yang setiap pedoman
wawancara disesuaikan dengan data yang akan diperoleh serta karakteristik
responden. Untuk itu, pertanyaan dalam pedoman wawancara yang diajukan
kepada alumni Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II, adalah
untuk memperroleh informasi tentang relevansi isi/materi kurikulum yang telah
diterima dalam pelatihan sesuai dengan praktik kerja Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II. Apa saja materi/isi kurikulum menurut alumni yang relevan
dengan praktik kerja Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II.
Kompetensi-kompetensi apa yang harus diajarkan dalam Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II
Sedangkan pertanyaan dalam pedoman wawancara dengan ahli pekerja
sosial adalah untuk memperoleh informasi tentang bagaimana teori dan praktik
pekerjaan sosial yang terstandarkan; informasi tentang parameter performan
seorang pekerjaan sosial yang sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan;
informasi tentang bagaimana prosedur dan mekanisme seorang pekerja sosial yang
l:VwWV ., ,,. :m * -^
sesuai dengan standar prosedur dan mekanisme yang diper:
kompetensi-kompetensi apa yang harus dikuasai oleh seorang pekerjk so&aWaJ$fr}:.'p ,.
melaksanakan tugasnya.
v~'-.-:.'./. "£ Ll..-/'7
Pertanyaan yang diajukan kepada widyaiswara, secara substansial berisikan
tentang pertanyaan yang akan menggali informasi tentang bahan apayang menjadi
isi/materi kurikulum Pejabat Fungsional Pekerja Sosial; memperoleh informasi
tentang pengorganisasin dan sekuen dari materi/isi kurikulum disusun; informasi
tentang langkah-langkah pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial, khusunya
langkah-langkah pengembangan isi/materi kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja
Sosial Tingkat II; dan informasi tentang relevansi antara isi/materi kurikulum
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial dengan praktik di lapangan.Pertanyaan yang diajukan kepada ahli kurikulum berkaitan tentang
pertanyaan yang diharapkan akan memperoleh data tentang prosedur dan
mekanisme pengembangan kurikulum berbasis kompetensi; model pengembanganyang digunakan dalam pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan
pekerjan sosial; dan isu-isu yang melatarbelakangi pengembangan kurikulumPendidikan dan Pelatihan kesejahteraan Sosial.
Agar data atau informasi yang akan dikumpulkan sesuai dengan harapan,
maka peneliti membuat pedoman pertanyaan secara terbuka dan tidak berstruktur.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk melengkapi kedua teknik
pengumpulan data tersebut di atas. Teknik ini untuk memperoleh data tentang
struktur isi/materi kurikulum pelatihan pejabat fungsional pekerja sosial, teknik
sekuen penyusunan isi/materi kurikulum. Untuk memperoleh informasi dengan
teknik dokumentasi, maka dipelajari berbagai literatur tentang pekerjaan sosial dan
pengembangan kurikulum.
F. Tahapan Penelitiaan
Ada perbedaan pandangan para ahli mengenai prosesur penelitian kualitatif,
untuk memudahkan proses penelitian, maka peneliti mengambil tahapan penelitian
yang dikemukakan Moleong (2001:85) yang menyajikan tiga tahapan, antara lain: (1)
Tahap Pralapangan, (2) Tahap pekerjaan lapangan, dan (3) Tahap Analisis Data.
1. Tahap Pralapangan.
Ada enam kegiatan yang dilakukan peneliti dalam tahap ini. Kegiatan dan
pertimbangan tersebut diuraikan sebagai berikut :(a) Penyusunan Rancangan
Penelitian; (b) Memilih Lapangan Penelitian; (c) Pengiimsan izin penelitian; (d)Menjajaki dan Menilai Keadaan Lapangan; (e) Memilih dan memenfaatkan
informan; (f) Menyiapkan kelengkapan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap kedua ini merupakan tahapan inti dalam proses penalitian kualitatif.
Tapan pekerjaan lapangan akan diperoleh data-data yang diinginkan oleh peneliti.
Dalam pekerjaan lapangan, meliputi tiga bagian, antara lain : (a) memahami latar
penelitian dan persiapan diri; (b) memasuki lapangan penelitian; dan (c)
berperanserta sambil pengumpulan data.
Memahami latar belakang dan persiapan diri merupakan bagian pertama
dalam tahap pekerjaan lapangan. Sebagaimana telah disebut di atas, bahwa
karakteristik penelitian kualitatif adalah tatanan yang alami, (natural setting).
Konsekuensi dengan hal tersebut, maka peneliti harus memahami secara mendalam
tentang kondisi lingkungan yang menjadi objek peneltian dengan berbagai
implikasinya, dan jika memahami latar penelitian, maka akan memberikan
kemudahan dalam proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneleti.
Peneliti sebagai seorang karyawan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial Bandung, maka peneliti memahami betul kondisi BBPPKS
Bandung sebagai latar penelitian, dan merupakan konsep yang utuh dengan orang
atau individu dalam penelitian kualitatif.
Setelah kegiatan pemahaman latar penehtian, selanjutnya peneliti memasuki
lapangan penelitian. Sebagaimana telah disebutkan bahwa peneliti merupakan
instrumen kunci, maka penanan peneliti sangat sentral, oleh karana itu peranan
peneliti sangat menentukan, khusunya dalam peroleh data. Agar data yang
diperoleh memiliki keakuratan dan ketepatan sesuai dengan yang dinginkan, makapeneliti berperan serta dalam kegiatan prakrik pekerjaan sosial yang dilakukan oleh
pejabat fungsional pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dilakukan
untuk mengamati tentang proses pekerjaan sosial, dan untuk memperoleh data
tentang unsur-unsur kompetensi yang ada dalam pekerjaan sosial yang dilakukan
pejabat funsional pekerja sosial, yang akan menjadi substansi atau bahan isi/materi
kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II, di samping itu
juga, peneliti berperan serta dalam proses pengembangan kurikulum yang
dilakukan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung,
kliususnya pengembangan isi/materi kurikulum Pelatihan Pejabat Fungsional
Pekerja Sosial Tingkat II.
3. Tahap Analisis Data
Tahap ketiga, adalah analisis Data. Analisis Data adalah "Proses pengaturan
urutan data, pengorganisasiannya ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian
dasar." (Patton, 1980 : 268). la membedakan dengan penafsiran, yaitu "
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan
mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Di dalam penelitian kualitatif data yang telah terkumpul, agar data jangan
sampai tertumpuk, maka setelah data terkumpul langsung di analisis. Proses
analisis ini dilakukan secara intensif, dalam arti analisis dilaksanakan setelah data
terkumpul dan data tidak ditumpuk kedalam tumpukan yang sulit untuk dianalisis.
Dalam tahap analisis data, dilakukan langkah-langkah, sebagai berikut: (a)
reduksi data; (b) display data; (c) mengambil kesimpulan dan verifikasi.
(a) Reduksi data
Reduksi data adalah proses pembuatan abstraksi dari sekumpulan data
yang terkumpul sesuai dengan focus penelitian, kemudian mencari tema dan
kode-kode pada aspek-aspek tertentu. Reduksi data dilakukan untuk
memberikan gambaran yang tajam tentang hasil pengumpulan data, serta
memudahkan peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu dikumpulkan.
(b) Display Data
Setelah dilakukan reduksi data, maka untuk memberikan gambaran
yang menyeluruh dilakukan display data, yaitu penyajian data dalam bentuk
grafik. Dengan demikian dapat memudahkan peneliti dalam membuat
kesimpulan.
(c) Pengambilan kesimpulan dan verifikasi.
Sejak awal penelitian, peneliti berusaha mencari makna dari data yang
diperoleh. Untuk maksud tersebut peneliti menggunakan pola, model, tema,
hubungan, persamaan, dan sebagainya, kemudian diambil kesimpulan akhir
sebagai hasil temuan-temuan penelitian. Jika data yang diperoleh kurang
representatif untuk bahan mengambil kesimpulan, maka dengan
kekurangan-kekurangan data tersebut melakukan verifikasi dengan mengadakan
pengumpulan data baru, sehingga kesimpulan dapat disempurnakan dan pada
gilirannya dapat ditetapkan suatu generalisasi.
G. Pengujian Keabsahan data
Keabsahan data mempakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (rehabilitas). Untuk menetapkan keabsahan data
diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan
(dependebility), dan kepastian (confirmability).
1. Derajat Kepercayaan (credibility)
Kredibilitas (kepercayaan) adalah kesesuaian antara konsep peneliti dengan
konsep responden. Agar kreidilitas terpenuhi, maka peneliti melakukan hal-hal
sebagau berikut:
a. Mengadakan pengamatan terus menerus terhadap interaksi yangdilakukan oleh
responden.
b. Mengadakan triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data, yang diperoleh
kepada pihak lain, dalam hal ini ahli pekerjaan sosial dan ahli kurikulum.
c. Menggunakan alat-alat dalam pengumpulan data seperti tape recorder, tustel,
dan Iain-lain.
d. Mendiskusikan dengan teman sejawat.
e. Mengadakan member check, yaitu memeriksa kembali data atau informasi
yang diperoleh kepada responden dengan mengumpulkan sejumlah responden
untuk meminta keterangan atau pendapat tentang data yang telah dikumpulkan.2. Keteralihan (transferability)
Keteralihan (transferbility) adalah upaya untuk menguji keajegan data.
Dalam hal ini melakukan pengkajian dengan menggunakan subjek dan situasi
lainnya. Agar apa yang dihasilkan dalam penelitian dapat digunakan atau
diterapkan dalam kasus dan situasi lainnya.
3. Kebergantungan (dependebility) dan kepastian (confirmability)
Kebergantungan (dependebility) adalah apa bila hasil penelitian yang sama
dengan penelitian yang dilakukan pihak lain. Dalam penelitian kualitatif sangat
sukar hasil penelitian dapa diulang oleh pihak lain, karena desainnya yang
emergen, lahir selama penelitan berlangsung. Untuk memenuhi dependebilitas,
maka perlu disatukan dengan konfinnabilitas dengan cara audit trail,w&li
dalam penelitian ini dilakukan oleh Dosen pembimbing. Dosen ^emDlp
berhak untuk memeriksa kebenaran data serta menafsirkannya. Agar pei
mudah melakukan audit trail, maka peneliti menyiapkan data mentah, hasil analisis
data, dan hasil sintesa data, yaitu taksiran, kesimpulan, tema, pola, dan laporan
akhir.
Gambar 3 : Disain Penelitian
Menentukan Focus Penelitian
Menentukan Paradigma penelitian
Menentukan sumber data
I
Menetapkan metode dan teknik pengumpulan data
z
Memasuki lapangan
Mengumpulkan data
I
Analisis dan verifikasi data
Laporan hasil penelitian
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Bab V esensinya mempakan proses pemberian makna hasil dari
deskripsi, analisis, verifikasi data dan pembahasan hasil penelitian
sebagaimana yang diuraikan pada Bab IV sehingga tersusun suatu kesimpulan
dan pada akhirnya terdapat generalisasi. Berkenaan hal tersebut, dapat
disimpulkan hasil penelitian, sebagai berikut:
1. Kompetensi Pekerja Sosial
Pekerjaan Sosial yang masih relatif belum dikenal secara luas.
Namun di lingkungan Departemen Sosial pekerjaan sosial mempakan
suatu profesi yang membutulikan keahlian dan didukung oleh seperangkat
ilmu. Implikasi dengan hal tersebut, maka esensi pekerjaan sosial adalah
proses kegiatan pemberian pertolongan kepada mereka, baik secara
individu, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah sosial,
sehingga mereka mampu mengatasi masalahnya sendiri. Istilah orang yang
mengeluti pekerjaan sosial disebut
pekerja sosial
dan istilah orang yang
diberi pertolongan, baik individu, kelompok, dan masyarakat disebut
klien.
Sebagai suatu jenis pekerjaan, maka dalam pekerjaan sosial
memiliki metode-metode, yaitu metode pokok yang terdiri dari metode
social case work (bimbingan sosial perorangan), social group work
(bimbingan sosial kelompok), dan community organization (bimbingan
sosial masyarakat).
Di samping itu, memiliki metode penunjang yang
terdiri dari administrasi pekerjaan sosial, penelitian sosial dan aksi sosial.
Sedangkan teknik-tenik yang digimakan dalam pekerjaan sosial adalah
teknik observasi, komunikasi, motivasi, penyuluhan dan pemberdayaan.
Selanjutnya Pekerjaan sosial memiliki prosedur. Prosedur ini sekaligus
mempakan kewajiban-kewajiban yang hams dilaksanakan oleh pekerja
sosial dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Prosedur pekerjaan sosial,
meliputi tahap pendekatan awal, assesmen, perencanaan intervensi
(pertolongan), intervensi (pertolongan), monitoring dan evaluasi. Dalam
setiap tahapan ini ada kompetensi-kompetensi pekerjaan sosial yang hams
dimiliki seorang pekerja sosial, kemampuan untuk melakukan observasi,
kemampuan berkomunikasi, kemampuan untuk memberi motivasi,
kemampuan memahami pembahan perilaku, kemampuan mengidentifikasi
permasalah sosial, kemampuan mengadakan relasi (menjalin hubungan)
baik dengan klien maupun dengan sistem sumber, kemampuan mengambil
keputusan,
2. Model Pengembangan Kurikulum Pelatihan Pejabat Fungional
Pekerja Sosial Tingkat II.
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II adalah
salah satu program pendidikan dan pelatihan di Balai Besar BesarPendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung, Sebagai suatu
program pendidikan dan pelatihan hams didukung oleh elemen
kurikulumnya. Program Pelatihan Pejabat Fungsional Tingkat II ini
dilandasi oleh adanya kepentingan untuk meningkatkan kinerja para
pejabat fungsional tingkat II yang bekerja di panti sosial.Berangkat dari hal tersebut, maka otoritas Balai Besar Pendidikan
dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung menganggap berkepentingan
untuk senantiasa mengadakan mengembangkan kurikulum program
pendidikan dan pelatihan, baik program diklat yang bam maupun program
diklat program diklat up to date yang akan dan telah dilaksanakan di Balai
Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Bandung. Sedangkan
model atau pendekatan pengembangan kurikulum yang digunakan
cendemng menggunakan model atau pendekatan adminsitratif. Ide atau
gagasan pengembangan kurikulum bemula dari pihak pejabat stmktural
BBPPKS, serta prosedur dari pengembangannya bercorak "top down".
Sedangkan langkah-langkah pengembangan meliputi, (1) Munculnya
ide/gagasan, (2) Pembentukan
tim pengembang, (3) Pengembangan
Kurikulum Pelatihan, (4) Implementasi kurikulum (5) evaluasi.
Pendekatan atau model serta prosedur pengembangan kurikulum
yang dikembangkan di atas dalam rangka pengembangan kurikulum
Pelatihan Pejabat Fungsional Pekerja Sosial Tingkat II mempakan suatu
yang tidak relevan, jika hasil yang ingin dicapai pelatihan dimaksud adalah
kompetensi pekerjaan sosial. Proses pengembangan kurikulum
menggunakan dasar kompetensi, maka yang menjadi sumber kurikulum
bukan sa