• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Beton High Strength Berbasis M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembuatan Beton High Strength Berbasis M"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

15

Pembuatan Beton

High-Strength

Berbasis Mikrosilika dari Abu

Vulkanik Gunung Merapi

CANDRA KU RNIAWAN,PERDAMEAN SEBAYANG, DAN MU LJAD I

Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang, Indonesia

Email : candra.kurniawan@lipi.go.id

ANTON KU SWOYO

Departemen Fisika-FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Indonesia

INTISARI :Telah dilakukan penelitian berupa pembuatan beton high-strength berbasis mikrosilika dari abu vulkanik Gunung Merapi. Ada dua treatmen yang dilakukan, yaitu: beton-semen dan beton-polimer. Bahan baku pembuatan beton berupa semen portland, resin epoxy (cair), abu vulkanik, agregat halus dan agregat kasar. Sampel beton dicetak dengan menggunakan pipa paralon dengan diameter dalam 2,75 cm dengan panjang cetakan adalah dua kali diameternya. Beton-semen dibuat dengan kandungan 40% pasta (Beton-semen-air), aggregate 60% dan nilai FAS 0,6. Ada tiga komposisi beton,: beton normal (beton A), beton abu vulkanik 100 mesh (beton B), dan beton abu vulkanik mikro size (beton C). Beton polimer (resin epoxy) dibuat menggunakan abu vulkanik mikro size dengan perbandingan resin terhadap kompositnya 1 : 5 (beton D) dan 1 : 3 (beton E). Parameter pengujian sampel meliputi uji densitas, porositas dan mekanik (kuat tekan). Hasil karakteristik beton menunjukkan bahwa beton dengan kualitas terbaik dihasilkan oleh Beton E (rasio resin-komposit 1 : 3) dengan karakteristik densitas = 2,09 gr/cm3, porositas = 1,58 %, dan kuat tekan sebesar 850,50 kgf/cm2. Tampak bahwa penambahan abu vulkanik sebagai campuran pada beton baik yang berukuran 100 mesh maupun mikro size dapat menghasilkan beton mutu tinggi yang ringan dengan kepadatan tinggi.

KATA KUNCI : beton high-strength, resin epoxy, abu vulkanik, mikrosilika, semen portland

ABSTRACT :Has done research on the topic of making high-strength concrete based mikrosilika from volcanic ash of Mount Merapi. There are two treatments created, cement-concrete and polymer-concrete. The raw materials use for making this concrete is portland cement, epoxy resin (liquid), volcanic ash, fine aggregate and coarse aggregate. Concrete samples were formed using paralon pipe with a diameter of 2.75 cm and mold length is twice the diameter. Cement-concrete containing 40% pastes (cement-water) and FAS value of 0.6, has three kinds of composition: normal concrete (concrete A), volcanic ash concrete 100 mesh (concrete B),and volcanic ash concrete microstructure (concrete C). Polymer concrete (epoxy)created using micro volcanic ash with resin-concrete ratio of 1 : 5 composite (concrete D) and 1 : 3 (concrete E). Test parameters used for sample are measurement for density, porosity and mechanical (compressive strength). The results showed that the concrete characteristics of concrete with the highest quality produced by Concrete E (ratio of composite resin-1: 3) with the characteristic density gr/cm3 = 2.09, porosity = 1.58%, and compressive strength of 850.50 kgf/cm2 . It shows that the addition of volcanic ash as concrete mix in both the size of micro and 100 mesh can produce lightweight high-strength concrete with high density.

KEYWORDS : high strength concrete, epoxy resin, volcanic ash, microsilica, portland cement

1 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh rangkaian pegunungan berapi paling aktif di dunia. Pada akhir tahun 2010 yang lalu diperlihatkan peristiwa meletusnya gunung Merapi di Magelang, Jawa Tengah. Dalam letusan tersebut Merapi juga mengeluarkan material abu vulkanik dan awan panas. Awan panas yang terdiri atas material abu vulkanik dan gas ini memiliki temperatur 200 – 700 0C yang disebut Wedhus Gembel karena bentuknya saat meluncur turbulen mirip dengan bulu Kambing/Domba dengan laju luncur mencapai 200 km/jam dan jarak tempuh bisa mencapai 15 km dari puncak Merapi.

(2)

16

Tabel 1. Karakteristik Abu Vulkanik Merapi

Abu Vulkanik sebagai material alami yang dikeluarkan dari Merapi selain dapat menutupi lahan dan mengakibatkan rusaknya sebagian besar tanaman sekitarnya, namun juga memiliki kemungkinan pemanfaatan lain yang lebih menguntungkan. Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa. Komposisi yang dominan pada abu vulkanik Merapi seperti yang ditunjukkan pada Tb.1 adalah silika, alumina, besi, dan kalsium [1], sehingga merupakan material yang dapat digunakan sebagai bahan campuran atau dimanfaatkan sebagai material subtitusi semen jika ditambahkan kapur (CaCO3).

Ukuran (Size) partikel campuran sebagai komponen beton mempengaruhi sifat fisikanya adalah densitas, porositas dan kuat tekan. Hal ini dapat dipahami karena semakin kecil ukuran partikel campuran maka celah-celah udara (rongga) yang ada pada beton akan semakin sedikit sehingga pengecilan ukuran partikel campuran akan meningkatkan densitas dan mengecilkan nilai porositas pada beton, sehingga secara teori jika beton memiliki kepadatan yang lebih tinggi maka kuat tekannya juga akan meningkat. Kandungan Silika (SiO2) yang terdapat dalam abu vulkanik yang dihaluskan ukurannya menjadi berorde mikrometer

(µm) disebut mikrosilika. Penggunaan mikrosilika dalam pembuatan beton sebagai material tambahan diharapkan dapat mampu meningkatkan kualitas beton menjadi beton mutu tinggi (high strength). Suatu beton bisa disebut sebagai beton mutu tinggi (high strength) jika memiliki kuat tekan minimal sekitar 490,3 kgf/cm2 [2].

Pada penelitian ini dibuat beberapa jenis beton dengan menggunakan bahan campuran dari abu vulkanik gunung Merapi. Beton-semen adalah beton yang menggunakan perekat semen dengan variasi ukuran partikel campuran abu gunung Merapi menggunakan ayakan 100 mesh dan ukuran mikro. Beton polimer (epoxy) menggunakan variasi komposisi resin : komposit sebesar 1 : 3 dan 1 : 5. Dari hasil pembuatan beton ini kemudian akan diuji sifat-sifat fisiknya seperti densitas, porositas dan kuat tekannya.

2. METODOLOGI

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland, agregat kasar (kerikil kecil), agregat halus (Pasir), abu vulkanik Merapi, aquades, dan resin epoxy (cair) sebagai bahan polimer. Eksperimen dilakukan dengan membuat dua jenis beton: beton-semen (semen portland + agregat + air) dan beton polimer (resin epoxy cair + agregat).

Adapun tahapan preparasi mulai dari pencucian abu vulkanik Merapi dari unsur pengotor dengan menggunakan air bersih. Abu yang telah bersih kemudian dikeringkan dalam oven selama 8 jam pada suhu 100oC, kemudian disaring hingga lolos ayakan 100 mesh sehingga diperoleh abu vulkanik dengan diameter maksimal 0,15 mm. Ada dua perlakuan terhadap abu vulkanik. Pertama abu vulkanik yang diayak pada ayakan 100 mesh, dan yang kedua abu vulkanik dibuat dalam ukuran mikro. Pembuatan abu vulkanik dalam skala mikrometer dilakukan dengan menggunakan alat Planetary Ball Mill (PBM) dengan cara sampel digerus dalam PBM selama 30 jam, kemudian dianalisis ukuran partikelnya menggunakan Particle Size Analizer(PSA) sehingga didapatkan abu vulkanik dengan ukuran submikron (<10 µm).

(3)

17 kemudahan dalam pembuatan sampel beton-semen. Beton polimer dibuat dengan menggunakan resin epoxy (cair), agregat (kasar + halus), dan abu vulkanik mikro dengan variasi komposisi resin-komposit. Sebagai variabel kontrol dibuat beton-semen normal (tanpa tambahan abu vulkanik). Jenis beton uji yang dibuat adalah sebagai berikut :

a. Beton A : pasta semen + (agregat halus + agregat kasar)

b. Beton B : pasta semen + [abu vulkanik 100 mesh + (agregat halus + kasar)] c. Beton C : pasta semen + [abu vulkanik mikro + (agregat halus + kasar)]

d. Beton D : resin epoxy + [abu vulkanik mikro + (agregat halus + kasar)] dengan perbandingan 1:5. e. Beton E : resin epoxy + [abu vulkanik mikro + (agregat halus + kasar)] dengan perbandingan 1:3.

Dalam setiap beton sampel yang menggunakan abu vulkanik perbandingan antara abu vulkanik dan agregat adalah 1 : 1 dan sampel A – E dibuat masing-masing 5 sampel. Sampel beton dibuat dalam bentuk silinder dengan diameter rata-rata 2,75 cm menggunakan cetakan yang dibuat dari pipa paralon. Panjang pipa adalah dua kali diameternya.

Pada pembuatan beton semen, beton yang sudah jadi dikeringkan dengan menggunakan autoclave selama 2 jam pada suhu 1210C. Pengeringan dengan autoclave bertujuan untuk mempercepat proses penuaan umur beton. Selanjutnya beton dimasukkan dalam oven 1000C selama 24 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Sedangkan untuk jenis beton polimer, beton yang telah dimasukkan ke dalam cetakan kemudian dikeringkan selama 1 hari pada suhu ruangan. Tahap akhir ialah pengujian sifat fisik beton (densitas dan porositas) dan uji mekanik (kuat tekan) dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Diagram alir pembuatan beton uji ditunjukkan pada Gb. 1

Tahapan pengujian yang dilakukan antara lain adalah pengukuran massa jenis (densitas) sampel beton. Pengukuran densitas beton ini menggunakan prinsip Archimedes untuk benda tidak beraturan menggunakan persamaan,

dengan moadalah massa kering sampel, sedangkan mA adalah massa sampel + kawat yang ditimbang didalam

air dikurangi dengan massa kawat mk.

Pengujian kedua adalah pengukuran porositas dari sampel beton. Porositas (P) merupakan persentase perbandingan volume kosong (rongga) dengan volume total benda padat tersebut. Ada dua jenis porositas, yakni porosiatas terbuka (semu) dan porositas tertutup. Pada porositas tertutup, dihitung porsi rongga yang tidak dapat ditembus oleh air dan rongga terbuka yang dapat dimasuki air, sehingga pengukuran porositas tertutup sulit dilakukan, sedangkan porositas terbuka, rongga dapat dimasuki air dari luar meskipun rongga berada di tengah-tengah benda [3]. Sehingga yang biasanya diukur adalah porositas terbuka (semu) yang

dengan mb adalah massa basah sampel setelah direndam dalam air selama 24 jam.

Pengujian ketiga adalah pengujian kuat tekan (compressive strength) dari sampel beton. Kuat tekan beton menunjukkan kualitas dari sampel beton. Pengujian kuat tekan ini menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Pengukuran kuat tekan beton menggunakan persamaan,

A

F

P

(3)

(4)

18

Gambar 2. Sampel Beton yang dibuat terdiri atas beton-semen dan beton polimer (berwarna gelap)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pembuatan sampel beton-semen dan beton polimer ditunjukkan pada Gb.2. Beton abu-abu menunjukkan beton-semen sedangkan beton hitam (gelap) adalah beton polimer. Hasil pengukuran densitas (ρ) dan porositas (P) untuk kelima jenis beton diperlihatkan pada Gb. 3 (a,b). Dalam grafik terlihat bahwa dari kelima jenis beton yang dibuat, densitas terbesar dan terkecil berturut-turut ditunjukkan oleh beton C (semen) dan D (polimer) dengan besar masing-masing 2,47 gr/cm3 dan 2,06 gr/cm3. Beton yang dihasilkan

Pasta Semen Agregat (Halus+Kasar)

Abu Vulkanik (100 mesh/mikro)

Pencampuran Cetak

Autoclaved Dioven 100 0C

Beton Uji B,C

Karakterisasi

Resin Epoxy Agregat (Halus+Kasar)

Abu Vulkanik (mikro)

Pencampuran

(1 : 3 ; 1 : 5) Cetak

Pengeringan (Penuaan)

Beton Uji D, E

Karakterisasi

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Beton Uji yang dicampur abu vulkanik Merapi, a) Beton - semen dengan campuran abu vulkanik (100 mesh & mikro), b) Beton polimer dengan abu

vulkanik mikro dan variasi komposisi polimer-komposit. (a)

(5)

19 memiliki densitas yang sesuai dengan standar beton-semen/polimer pada umumnya. Beton-semen (Portland) secara umum memiliki densitas 1,9-2,5 g/cm3 sedangkan beton polimer (Epoxy) memiliki densitas dalam rentang 2,0-2,4 g/cm3 [4]. Hasil pengukuran porositas (P) terbesar dan terkecil berturut-turut ditunjukkan oleh beton A (normal) dan beton E (polimer) dengan nilai porositas 25,62 % dan 1,58 %. Tampak bahwa secara umum bahwa nilai densitas dan porositas dalam beton memiliki hubungan yang berbanding terbalik.

Densitas pada beton-semen menjadi lebih besar jika campuran partikel abu vulkanik dibuat dalam ukuran yang lebih kecil. Hal ini ditunjukkan pada Gb. 3.a pada beton A-C. Beton A sebagai beton normal tanpa campuran abu vulkanik memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan beton B dan C yang mengandung campuran abu vulkanik. Ukuran partikel abu vulkanik yang dibuat dalam dua jenis yaitu abu vulkanik yang lolos ayakan 100 mesh (< 0,15 mm) dan abu vulkanik mikro (± 5,6 µm) cukup mempengaruhi densitas beton yang terlihat pada peningkatan densitas yang terjadi pada beton B yang menggunakan campuran abu vulkanik 100 mesh dibandingkan dengan beton C yang menggunakan abu vulkanik mikro. Penambahan abu vulkanik mikro dengan variasi komposisi resin dibandingkan dengan kompositnya juga mempengaruhi densitas yang dihasilkan pada beton D dan E. Beton D yang memiliki komposisi resin yang lebih sedikit dengan perbandingan 1 : 5 memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan beton E dengan perbandingan resin-komposit 1 : 3. Sehingga terlihat bahwa densitas beton polimer dapat ditingkatkan jika komposisi resin yang dipakai semakin banyak.

(a) (b)

Gambar 3 : Grafik perbandingan densitas dan porositas masing-masing beton. a) Densitas beton uji terhadap jenis beton, beton semakin berat jika ukuran campuran abu vulkanik semakin kecil (beton B-C), beton juga

semakin berat jika komposisi epoxy diperbanyak (beton D-E), b) Porositas beton terhadap jenis beton, porositas semakin kecil jika ukuran campuran abu vulkanik semakin kecil (beton B-C), porositas juga

berkurang dengan bertambahnya epoxy yang digunakan pada beton polimer (beton D-E).

Pada Gambar 3.b ditunjukkan besar porositas yang dimiliki oleh beton uji. Porositas yang terdapat pada beton-semen memiliki persentase yang semakin kecil dengan penambahan campuran abu vulkanik ke dalam struktur betonnya. Hal ini terlihat dengan penurunan nilai porositas dari beton A (tanpa abu vulkanik) menjadi beton B yang ditambah abu vulkanik. Ukuran abu vulkanik yang ada pada campuran juga mempengaruhi karakteristik porositas tersebut. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, beton yang menggunakan campuran abu vulkanik berukuran mikro (beton C) memiliki porositas yang lebih kecil dibandingkan dengan beton yang menggunakan campuran abu vulkanik 100 mesh (beton B). Porositas pada beton polimer dipengaruhi juga oleh komposisi resin yang digunakan sebagai matriks. Beton yang menggunakan resin lebih banyak (beton E) menghasilkan porositas yang lebih kecil dibandingkan dengan beton D yang menggunakan resin lebih sedikit. Ukuran porositas yang dihasilkan dapat berdampak pada kualitas beton yang dihasilkan.

Ukuran partikel abu vulkanik yang diperkecil sampai berukuran mikro memungkinkannya untuk dapat mengisi rongga antar partikel sehingga distribusi partikel dalam beton uji menjadi semakin merata dan semakin padat. Distribusi partikel yang lebih padat inilah yang dapat meningkatkan densitas beton karena jumlah partikel yang dapat mengisi struktur beton menjadi lebih banyak dan porositas yang semakin mengecil karena rongga udara dalam beton yang berukuran mikro dapat diisi dengan abu vulkanik mikro tersebut. Struktur seperti ini yang memungkinkan beton tersebut untuk memiliki porositas yang sekecil mungkin.

(6)

20

besar ditunjukkan dengan nilai porositas yang lebih kecil rata-rata sebesar 89,34% terhadap beton-semen (A,B,C).

Uji kedua adalah pengujian kuat tekan (Compressive Strength) beton menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Nilai Uji kuat seperti yang terlihat dari pada Gb. 4. Penambahan abu vulkanik kedalam struktur beton berpengaruh juga pada kuat tekan yang dihasilkan. Pada beton-semen, penambahan abu vulkanik dapat meningkatkan kuat tekan beton terlihat pada beton B dan C dibandingkan dengan beton A (tanpa abu vulkanik). Beton A sebagai beton normal memiliki kuat tekan terkecil sebesar 36,72 kgf/cm2.

Pengaruh ukuran abu vulkanik juga terlihat pada beton B dan C. Beton C yang menggunakan abu vulkanik mikro size memiliki kuat tekan yang lebih baik dibandingkan dengan beton B yang menggunakan abu vulkanik 100 mesh. Peningkatan kuat tekan ini dihasilkan karena ukuran partikel abu vulkanik yang lebih kecil dapat menghasilkan distribusi partikel yang lebih padat sehingga dapat mengurangi porositas yang terdapat dalam beton. Peningkatan kuat tekan yang cukup siknifikan dihasilkan pada beton polimer. Variasi komposisi resin yang digunakan menghasilkan kuat tekan beton yang berbeda. Beton dengan komposisi resin 1 : 3 (beton E) memiliki kuat tekan yang lebih besar dibandingkan beton D yang memiliki perbandingan resin 1 : 5.

Gambar 4. Grafik kuat tekan beton dibandingkan porositasnya. Grafik menunjukkan semakin rendah porositas sampel maka kuat tekan sampel semakin tinggi, kuat tekan tertinggi dimiliki sampel E sebesar

850,50 kgf/cm2.

Resin yang digunakan sebagai matriks dalam beton polimer dapat mengikat masing-masing partikel struktur beton lebih baik jika jumlah yang digunakan lebih banyak. Penggunaan abu vulkanik mikro sebagai campuran (bahan tambah) juga berpengaruh pada peningkatan kuat tekan pada kedua jenis beton tersebut. Kandungan mikrosilika yang dicampurkan pada beton-semen maupun beton polimer membantu pengikatan yang dilakukan oleh semen dan resin. Selain itu ukuran mikro tersebut dapat berperan sebagai penambah agregat halus yang dapat mengisi rongga-rongga dalam struktur beton sehingga beton menjadi lebih keras setelah proses penuaan (hidrasi) terjadi.

Berdasarkan perbandingan dari Gb. 3.b dan Gb. 4, terlihat bahwa korelasi antara porositas dan kuat tekan adalah berbanding lurus yang artinya semakin rendahnya nilai porositas dari sampel beton maka kuat tekannya juga semakin besar. Besar kuat tekan standar beton normal yaitu antara 196,1 – 490,3 kgf/cm2 [5] sedangkan untuk beton mutu tinggi memiliki kuat tekan diatas 490,3 kgf/cm2. Beton D dan E termasuk ke dalam jenis beton kualitas tinggi (High-Strength Concrete) karena memiliki kuat tekan yang melebihi 490,3 kgf/cm2.

Dalam penelitian ini penggunaan Autoclave dalam proses penuaan beton-semen dengan suhu tinggi kurang baik karena penuaan beton-semen yang seharusnya membutuhkan waktu hidrasi ± 28 hari dipercepat dengan menguapkan kandungan air yang terdapat pada beton segar melalui pemanasan sehingga porositas menjadi tinggi dan mengurangi kekuatan yang dihasilkan beton tersebut. Sedangkan beton-polimer hanya membutuhkan waktu yang lebih cepat yaitu 1 hari saja untuk mendapatkan beton high strength.

(7)

21 4. KESIMPULAN DAN SARAN

Abu vulkanik Merapi sebagai material yang dikeluarkan saat terjadi erupsi memiliki komposisi Silika yang cukup besar yaitu sebesar 54 – 55% dan material lain seperti Alumina dan Besi. Oleh karena itu, abu vulkanik dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan bahan-bahan konstruksi seperti beton. Dalam penelitian ini telah dibuat beberapa sampel beton yang bahannya dicampur dengan abu vulkanik Merapi. Berdasarkan hasil yang didapat, maka dapat disimpulkan :

1. Abu vulkanik Merapi dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan beton karena memiliki komposisi Silika (54 %) , Alumina (18 %), besi (8,5 %), CaO (8,3 %), serta komposisi material lain yang sesuai dengan material konstruksi beton sehingga dapat meningkatkan kualitas struktur beton yang dibuat.

2. Ukuran Abu vulkanik sebagai bahan campuran menentukan karakteristik beton terutama pada nilai densitas dan porositas beton uji. Semakin kecil ukuran Abu Vulkanik maka densitas dari beton semakin besar sesuai jenis sampel (beton-semen / beton polimer) dan tingkat porositas yang semakin kecil. Dalam penelitian ini karakteristik beton uji yang paling padat dihasilkan oleh beton E yang menggunakan matriks resin epoxy.

3. Beton high strength dihasilkan pada beton polimer D dan E yang memiliki kuat tekan diatas 490,3 kgf/cm2. Hasil karakteristik beton menunjukkan bahwa beton dengan kualitas terbaik dihasilkan oleh Beton E (rasio resin-komposit 1 : 3) dengan karakteristik densitas = 2,09 gr/cm2, porositas = 1,58 %, dan kuat tekan sebesar 850,50 kgf/cm2.

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah diperlukannya penelitian lanjutan mengenai karakteristik beton yang menggunakan variasi komposisi campuran abu vulkanik berukuran mikro menggunakan matriks resin epoxy sehingga didapatkan variasi terbaik untuk beton high strength yang berbasis abu vulkanik Merapi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sudaryo, Sutjipto, Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 2009, hlm. 715-722. [2] T. Mulyono, Teknologi Beton (Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005).

[3] A. V. Vlack, Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam) Ed. 5 (Erlangga, Jakarta, 1995).

[4] A. Blaga, J. J. Beaudoin, Polimer Concrete, Cana. Buil. Dige, CBD-242 (1985).

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Abu Vulkanik Merapi
Gambar 2.  Sampel Beton yang dibuat terdiri atas beton-semen dan beton polimer (berwarna gelap)
Gambar 3 : Grafik perbandingan densitas dan porositas masing-masing beton. a) Densitas beton uji terhadap jenis beton, beton semakin berat jika ukuran campuran abu vulkanik semakin kecil (beton B-C), beton juga semakin berat jika komposisi epoxy diperbanya
Gambar 4. Grafik kuat tekan beton dibandingkan porositasnya. Grafik menunjukkan semakin rendah porositas sampel maka kuat tekan sampel semakin tinggi, kuat tekan tertinggi dimiliki sampel E sebesar 850,50  kgf/cm2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan representasi matematis

Vyas berfokus dalam lingkup pemanfaatan dan pemberdayaan diplomasi publiknya melalui soft power untuk menjaga hubungan antara Jepang dan Cina terus tumbuh,

Namun dalam penyerahan zakat kepada pihak lainya, ternyata GH menetapkan bahwa yang menerima zakat adalah pihak keluarga saja, yaitu adik, kakak, cucu, anak,

Dalam sistem informasi yang ada di Rumah Sakit belumlah sepenuhnya berjalan maksimal, ini dapat dilihat pada proses yang berjalan masih dilakukan secara manual yang

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

Dalam penelitian ini kemampuan bina diri adalah sebuah penilaian yang dapat dilakukan oleh siswa tunagrahita ringan melalui pembinaan dan pelatihan tentang

(Eublemminae): a Lepidopteran predator of Coccus viridis (Hemiptera: Coccidae) on coffee plants in Bandarlampung, Indonesia. The objectives of this study were 1) to identify

Selain jenis media, jenis isolat juga terlihat mempengaruhi jumlah spora yang dihasilkan (Tabel 2; Gambar 2). Walaupun sebagian besar isolat Aspergillus sp. yang ditumbuhkan