• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FASE BULAN TERHADAP WAKTU TEBAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH FASE BULAN TERHADAP WAKTU TEBAR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

p-ISSN 0853 - 5884

Volume 22 Nomor 4 Desember 2016

Nomor Akreditasi: 653/AU3/P2MI/LIPI/07/2015

(Periode: Agustus 2015 - Agustus 2018)

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia adalah wadah informasi perikanan,

baik laut maupun perairan umum daratan. Jurnal ini menyajikan hasil penelitian sumber daya,

penangkapan, oseanografi, lingkungan, rehabilitasi lingkungan

dan pengkayaan stok ikan.

Terbit pertama kali tahun 1994. Tahun 2006, frekuensi penerbitan

Jurnal ini tiga kali dalam setahun pada

bulan April, Agustus, dan Desember.

Tahun 2008, frekuensi penerbitan menjadi empat kali yaitu pada

bulan MARET, JUNI, SEPTEMBER, dan DESEMBER.

Ketua Penyunting:

Prof. Dr. Ir. Wudianto, M.Sc. (Teknologi Penangkapan Ikan-Puslitbangkan)

Anggota Penyunting:

Dr. Wijopriono (Hidro Akustik Perikanan-Puslitbangkan)

Dewan Penyunting:

Prof. Dr. Ir. Ngurah Nyoman Wiadnyana, DEA. (Ekologi Perairan-Puslitbangkan)

Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA. (Iktiologi, Ekologi Ikan, Konservasi Sumber Daya Hayati Perairan-IPB)

Prof. Dr. Ali Suman (Biologi Perikanan Udang-BPPL)

Dr. Eko Sriwiyono, S.Pi, M.Si. (Teknologi Kapasitas Penangkapan Ikan-IPB)

Dr. Ir. Syahroma Husni Nasution, M.Si. (Limnologi-LIPI)

Editing Bahasa:

Ir. Badrudin, M.Sc. (Dinamika Populasi Ikan-BPPL)

Penyunting Pelaksana:

Dra. Endang Sriyati

Darwanto, S.Sos.

Amalia Setiasari, A.Md.

Administrasi:

Ofan Bosman, S.Pi.

Alamat Redaksi/Penerbit:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan

Gedung Balitbang KP II, Jl. Pasir Putih II Ancol Timur Jakarta Utara 14430

Telp. (021) 64700928, Fax. (021) 64700929

Website : http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/

jppi

e-mail: jppi.puslitbangkan@gmail.com

(3)

LEMBAR INDEKSASI

FOKUS DAN RUANG LINGKUP JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jppi) memiliki p-ISSN 0853-5884; e-ISSN 2502-6542 dengan Nomor Akreditasi: 653/AU3/P2MI-LIPI/07/2015 (Periode Agustus 2015-Agustus 2018). Terbit pertama kali tahun 1994. Tahun 2006, frekuensi penerbitan tiga kali dalam setahun pada bulan April, Agustus dan Desember. Tahun 2008, frekuensi penerbitan menjadi empat kali yaitu pada bulan Maret, Juni, September dan Desember.

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia adalah wadah informasi perikanan, baik laut maupun perairan umum daratan. Jurnal ini menyajikan hasil penelitian sumber daya, penangkapan, oseanografi, lingkungan, rehabilitasi lingkungan dan pengkayaan stok ikan.

Naskah yang diterbitkan di Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia telah melalui pemeriksaan pedoman penulisan oleh Administrasi Jurnal, naskah yang sudah mengikuti pedoman penulisan direview oleh 2 (dua) orang Dewan Penyunting dan 1 (satu) orang Bebestari (Peer-Reviewer) berdasarkan penunjukan dari Ketua Dewan Penyunting. Keputusan diterima atau tidaknya suatu naskah menjadi hak dari Ketua Dewan Penyunting berdasarkan atas rekomendasi dari Dewan Penyunting dan Bebestari.

INFORMASI INDEKSASI JURNAL

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jppi) memiliki p-ISSN 0853-5884; e-ISSN 2502-6542 yang sudah terindeks di beberapa pengindeks bereputasi, antara lain: World Cat, Cross Ref, Indonesian Scientific Journal Database (ISJD), SCILIT, Sherpa/Romeo, Google Scholar dan Directory Open Access Journals (DOAJ).

Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jppi e-mail:jppi.puslitbangkan@gmail.com

JURNAL PENELITIANPERIKANAN INDONESIA Volume 22 Nomor 4 Desember 2016

p-ISSN: 0853-5884 e-ISSN: 2502-6542

Nomor Akreditasi: 653/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

(4)

BEBESTARI PADA

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

1. Prof. Dr. Ir. Husnah, M. Phil. (Toksikologi-Puslitbangkan)

2. Ir. Badrudin, M.Sc. (Dinamika Populasi Ikan-Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan)

3. Prof. Dr. Sam Wouthuyzen (Oseanografi Perikanan-LIPI)

4. Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M. Sc. (Pengelolaan Perikanan PUD-Puslitbangkan)

5. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M. Si. (Metode Penangkapan Ikan-IPB)

6. Prof. Dr. Ir. Indra Jaya (Hidro Akustik Perikanan-IPB)

7. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M. Sc. (Sistem Informasi Perikanan-IPB)

8. Prof. Dr. Ali Suman (Biologi Perikanan Udang-BPPL)

9. Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo (Iktiologi, Ekologi Ikan, Konservasi Sumber Daya Hayati Perairan-IPB)

10. Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. (Penginderaan Jauh-IPB)

11. Prof. Dr. Ir. Gadis Sri Haryani (Limnologi-LIPI)

12. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. (Matematika dan Statistika Terapan-IPB)

13. Dr. Ir. Mochammad Riyanto, M.Si. (Teknologi Penangkapan Ikan-IPB)

14. Dr. Ir. Purwito Martosubroto (Dinamika Populasi Ikan-Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan)

15. Ir. Sasanti R. Suharti M.Sc. (Biologi Kelautan-LIPI)

16. Dr. Ir. Sudarto, M.Si. (Genetika Populasi-BP2BIH)

17. Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M. Sc. (Iktiologi, Rekruitmen Ikan, Fisiologi Respirasi, dan Biologi Konservasi Perairan-IPB)

18. Dr. Estu Nugroho (Sumber Daya Genetik Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan)

19. Dr. Ir. Zairion, M. Sc. (Pengelolaan Sumber Daya Perikanan-IPB)

20. Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc. (Kimia Oseanografi-LIPI)

21. Dr. Ir. Mas Tri Djoko Sunarno, MS. (Nutrisi-BPPBAT)

22. Dr. Ir. Abdul Ghofar, M. Sc. (Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan-UNDIP)

23. Drs. Suwarso, M.Si. (Sumber Daya Lingkungan-BPPL)

24. Drs. Bambang Sumiono, M. Si. (Biologi Perikanan-Puslitbangkan)

25. Ir. Duto Nugroho, M.Si. (Teknologi Penangkapan Ikan-Puslitbangkan)

26. Dr. Ir. Andin Taryoto, M.Si. (Sosiologi Perikanan-Sekolah Tinggi Perikanan)

27. Dr. Priyanto Rahardjo, M.Sc. (Biologi Konservasi-Sekolah Tinggi Perikanan)

28. Dr. Ario Damar, M.Si. (Ekologi Perairan Pesisir, Phytoplankton Ekologi-IPB)

29. Dr. Ir. Dewa Gede Raka Wiadnya, M.Sc, (Lingkungan dan Sumberdaya Ikan-Universitas Brawijaya)

(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Ketua Penyunting Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) mengucapkan terima kasih kepada para Bebestari yang telah berpartisipasi dalam menelaah naskah yang diterbitkan di jurnal ilmiah ini, sehingga jurnal ini dapat terbit tepat pada waktunya. Bebestari yang berpartisipasi dalam terbitan Volume 22 Nomor 4 Desember 2016 adalah:

1. Ir. Badrudin, M.Sc. (Dinamika Populasi Ikan-Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan)

2. Prof. Dr. Sam Wouthuyzen (Oseanografi Perikanan-LIPI)

3. Dr. Ir. Dewa Gede Raka Wiadnya, M.Sc, (Lingkungan dan Sumberdaya Ikan-Universitas Brawijaya)

4. Dr. Priyanto Rahardjo, M.Sc. (Biologi Konservasi-Sekolah Tinggi Perikanan)

5. Ir. Duto Nugroho, M.Si. (Teknologi Penangkapan Ikan-Puslitbangkan)

6. Dr. Ario Damar, M.Si. (Ekologi Perairan Pesisir, Phytoplankton Ekologi-IPB)

(6)

KATA PENGANTAR

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) di tahun 2016 memasuki Volume ke-22. Proses penerbitan jurnal ini dibiayai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan tahun anggaran 2016. Semua naskah yang terbit telah melalui proses evaluasi oleh Dewan Penyunting dan Bebestari serta editing oleh Penyunting Pelaksana.

Pengelolaan Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) di tahun 2016 mulai mengacu padaOpen Journal System(OJS). Dalam segi tampilan ada sedikit perubahan, yaitu:

1. Pencantuman p-ISSN dan e-ISSN di pojok kanan atas pada halaman kulit muka, halaman judul dan halaman daftar isi terbitan, tanpa titik dua

2. Pencantuman nomor daftar atau barcode ISSN di pojok kanan bawah pada halaman sampul belakang 3. Lembar khusus Bebestari

4. Lembar ucapan terima kasih untuk Bebestari yang terlibat dalam penelaahan pada tiap nomornya 5. Setiap lembar judul ada tambahan informasi mengenai website, alamat email dan informasi mengenai

jurnal JPPI, serta logo dan cover pada sebelah kiri dan kanannya

Informasi perubahan ini akan ditampilkan pada setiap kata pengantar selama 4 (empat) terbitan.

Penerbitan keempat di Volume 22 Nomor 4 tahun 2016 menampilkan tujuh artikel hasil penelitian perikanan di perairan Indonesia. Ketujuh artikel tersebut mengulas tentang: Pengaruh fase bulan terhadap waktu tebar pancing dan laju tangkap madidihang (Thunnus albacaresBonnaterre, 1788) pada armada rawai tuna; Karakteristik penangkapan dan produksi ikan di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah; Sumber daya ikan karang di Taman Wisata Alam Gili Matra, Lombok Barat; Laju tangkap, komposisi, sebaran, kepadatan stok dan biomasa udang di Laut Jawa; Parameter populasi hiu martil (Sphyrna lewiniGriffith & Smith, 1834) di Perairan Selatan Nusa Tenggara; Dinamika spasial ikan mesopelagis(Ceratoscopelus warmingii LÜTKEN, 1892)di Samudera Hindia; Efektifkah daerah perlindungan laut (DPL) mengkonservasi ikan karang? studi kasus di Kabupaten Biak-Numfor Dan Supiori, Papua.

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi para pengambil kebijakan dan pengelola sumber daya perikanan di Indonesia. Ketua Penyunting mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para peneliti dari lingkup dan luar Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

(7)

e-ISSN 2502 - 6542

p-ISSN 0853 - 5884

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

Volume 22 Nomor 4 Desember 2016

DAFTAR ISI

Halaman

i

ii

iii

iv

v-vii DAFTAR BEBESTARI...

UCAPAN TERIMA KASIH...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI .. ..

KUMPULAN ABSTRAK ...

Pengaruh Fase Bulan terhadap Waktu Tebar Pancing dan Laju Tangkap Madidihang (Thunnus albacaresBonnaterre, 1788) pada Armada Rawai Tuna

Oleh: Irwan Jatmiko, Bram Setyadji dan Arief Wujdi……….

Karakteristik Penangkapan dan Produksi Ikan di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah

Oleh: Rupawan dan Aroef Hukmanan Rais………

Sumber Daya Ikan Karang di Taman Wisata Alam Gili Matra, Lombok Barat

Oleh: Isa Nagib Edrus dan Sasanti R. Suharti………

Laju Tangkap, Komposisi, Sebaran, Kepadatan Stok dan Biomasa Udang di Laut Jawa

Oleh: Tirtadanu, Suprapto dan Tri Ernawati………...

Parameter Populasi Hiu Martil (Sphyrna lewiniGriffith & Smith, 1834) di Perairan Selatan Nusa Tenggara

Oleh: Agus Arifin Sentosa, Dharmadi, dan Didik Wahju Hendro Tjahjo……….

Dinamika Spasial Ikan Mesopelagis(Seratoscopelus warmingiiLÜTKEN, 1892)di Samudera Hindia

Oleh: Andria Ansri Utama dan Wudianto………

Efektifkah Daerah Perlindungan Laut (DPL) Mengkonservasi Ikan Karang? Studi Kasus di Kabupaten Biak-Numfor Dan Supiori, Papua

Oleh: Sam Wouthuyzen, Jonas Lorwens dan Femmy D. Hukom………

INDEKS PENULIS...

SERTIFIKATAKREDITASI...

PEDOMAN PENULISAN...

271-284 263-270 253-262 243-252 225-242 215-224 207-214

App. 285

App. 286

(8)

JURNAL PENELITIAN PERIKANAN INDONESIA

Vol. 22 No.4 Desember 2016

KUMPULAN ABSTRAK

Lembar Abstrak

PENGARUH FASE BULAN TERHADAP WAKTU TEBAR PANCING DAN LAJU TANGKAP MADIDIHANG (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) PADA ARMADA RAWAI TUNA

Irwan Jatmiko

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 207-214

ABSTRAK

Madidihang/yellowfin tuna merupakan salah satu jenis ikan tuna ekonomis penting bagi industri perikanan di Indonesia dengan kontribusi hasil tangkapan yang terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing dan laju tangkap madidihang pada armada rawai tuna. Pengumpulan data dilakukan oleh pemantau ilmiah pada armada rawai tuna yang sebagian besar berbasis di Pelabuhan Benoa, Bali mulai Agustus 2005 hingga Juni 2014. Daerah penangkapan ikan dari armada rawai tuna yang diambil datanya berada di lokasi (lintang dan bujur) 9°-16° LS hingga 109°-120° BT. Analisisanovasatu arah dan tes

Tukeydilakukan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing dan laju tangkap madidihang. Total sebanyak 60 trip dan 1.467 hari operasi penangkapan armada rawai tuna dilakukan dalam penelitian ini. Analisis statistik anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata pada fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing (p<0,05). Selanjutnya, tes Tukey menunjukkan bahwa waktu mulai tebar pancing pada saat bulan purnama dimulai pada pukul 9:00 pagi hari. Waktu ini lebih lambat sekitar 2 jam dari pada waktu mulai tebar pancing pada ketiga fase bulan lainnya (perbani awal, perbani akhir dan bulan baru) yang dilakukan sekitar pukul 7:00 pagi hari. Analisis statistik anova satu arah juga menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar fase bulan terhadap laju tangkap madidihang (p<0,05). Selanjutnya, tes Tukey menunjukkan bahwa laju tangkap pada saat bulan baru dan perbani awal sebesar 0,13 ekor/100 mata pancing atau lebih besar dibandingkan nilai laju tangkap pada saat purnama dan perbani akhir yang hanya sebesar 0,09 ekor/100 mata pancing.

Kata KunciI: Waktu tebar pancing; hasil tangkapan; fase bulan; madidihang; rawai tuna

KARAKTERISTIK PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN DI KABUPATEN BARITO SELATAN, KALIMANTAN TENGAH

Rupawan

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 215-224

ABSTRAK

Kabupaten Barito Selatan di Provinsi Kalimantan Tengah memiliki potensi dan produksi perikanan yang besar dari perairan umum daratan. W ilayah rawa banjiran yang luas, jumlah alat tangkap yang bervariasi dan kegiatan penangkapan yang tinggi menjadi salah satu sumber potensi dan penopang perekonomian di wilayah ini. Tulisan ini menguraikan sebaran penggunaan alat tangkap berdasarkan lokasi dan musim penangkapan dan menganalisis pengaruh curah hujan terhadap laju tangkap dan komposisi hasil tangkapan pada beberapa alat tangkap di wilayah perairan Kabupaten Barito Selatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan bantuan 12 orang nelayan enumerator di empat lokasi berbeda. Lokasi tersebut yaitu Danau Palui, Danau Pamait, Desa Jelapat, dan Danau Ganting. Terdapat tujuh jenis alat tangkap yaitu rawai (long line), tampirai (stage trap), lunta (cash net), banjur (stake line), rengge (gill net), lukah (pot trap) dan selambau (seine net). Data curah hujan diperoleh dari stasiun BMKG Kabupaten Barito Selatan. Data dikumpulkan selama sembilan bulan dari Februari hingga Oktober 2015. Nilai produksi dan laju tangkap dikorelasikan dengan curah hujan menggunakan uji-t, sedangkan hasil tangkapan di tabulasi sesuai jenis alat tangkap dan waktu penangkapan. Diperoleh nilai korelasi signifikan antara produksi, laju tangkap terhadap curah hujan. Sebaran alat tangkap banyak diperoleh bervariasi pada wilayah rawa banjiran yang dangkal. Sebanyak 43 spesies ikan yang tertangkap menggunakan tujuh jenis alat tangkap. Alat tangkap selambau (seine net) memiliki variasi hasil tangkapan tertinggi.

(9)

Lembar Abstrak

SUMBER DAYA IKAN KARANG DI TAMAN WISATA ALAM GILI MATRA, LOMBOK BARAT

Isa Nagib Edrus

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 215-224

ABSTRAK

Keanekaragaman dan kelimpahan ikan karang adalah indikator yang baik untuk menilai secara dini adanya dampak pada ekosistem terumbu karang dari sebab kegiatan manusia yang tinggal di sekitar Taman Wisata Alam Laut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi sumber daya ikan karang yang ditinjau dari sisi keanekaragaman jenis, kepadatan individu, komposisi dan biomassa ikan karang dari kelompok fungsional ikan karang. Penelitian dilakukan pada September 2014 dengan metode sensus visual bawah air. Berat ikan didapat dengan cara mensubsitusikan panjang ikan ke rumus panjang berat (W= aXb). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sedikitnya 27 spesies ikan indikator dan 84 spesies ikan target dari 16 famili. Kelompok ikan herbivora dijumpai 36 spesies dari 3 famili, ikan karnivora dijumpai 43 spesies dari 10 famili dan ikan planktivora 5 spesies dari 3 famili. Urutan dari 10 terbesar ikan karang yang dijumpai terdiri dari

Ctenochaetus striatus (13 ekor/350m2), Mulloidichthys

flavolineatus(10,25 ekor/350m2), Acanthurus olivaceus

(8,4 ekor/350m2), Parupeneus multifasciatus (6,5 ekor/

350m2), Myripristis kuntee (5,5 ekor/350m2), Kyphosus

cinerascens(5,25 ekor/350m2), Lutjanus kasmira(5,13

ekor/350m2), Acanthurus leucocheilus(4,9 ekor/350m2),

Scarus ghobban (4,6 ekor/350m2), Parupeneus

bifasciatus(4,6 ekor/350m2).Rata-rata kelimpahan ikan

karang tertinggi 0,46 individu/m2 dan terendah 0,06

individu/m2. Rata-rata biomassa ikan karang 81,2 kg/

350m2dan terendah 4,69 kg/350m2. Ikan karang target

tersedia 1.126 kg per hektar.

Kata Kunci: Keragaman; potensi; ikan karang; terumbu karang; Lombok

LAJU TANGKAP, KOM POSISI, SEBARAN, KEPADATAN STOK DAN BIOMASA UDANG DI LAUT JAWA

Tirtadanu

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 243-252

ABSTRAK

Penangkapan udang di Laut Jawa telah dilakukan sejak lama dan aktivitasnya berpengaruh besar terhadap perubahan stok dan ekologi perairan. Data dan informasi terbaru terkait laju tangkap, komposisi,

untuk mengetahui laju tangkap, komposisi, sebaran dan kepadatan stok udang di Laut Jawa. Penelitian dilakukan pada Oktober dan November 2015 dengan menggunakan armada Kapal Riset Madidihang 02 di Laut Jawa. Kepadatan stok diestimasi dengan metode sapuan. Enam belas spesies dari 6 genera udang ditemukan di Laut Jawa dengan lima spesies dominan adalah Metapenaeopsis palmensis (53,33%),

Metapenaeus ensis(14,98%),Trachypenaeus malaiana

(12,89%), Penaeus semisulcatus (6,16%) dan

Metapenaeopsis stridulans (5,21%). Rerata panjang karapas udang yang dominan yaitu udang krosok (M. palmensis) adalah 14 mm untuk udang jantan dan 16 mm untuk udang betina. Secara horisontal, penyebaran udang tertinggi ditemukan di perairan selatan Kalimantan Tengah, perairan utara Sumenep, perairan sekitar Pulau Bawean dan utara Tegal. Berdasarkan pengalaman, penyebaran udang tertinggi ditemukan pada kedalaman 40-50 m. Rerata kepadatan stok udang di Laut Jawa sebesar 21,34 ± 16,81 kg/km2 dan laju

tangkap sebesar 1 ± 0,5 kg/jam. Estimasi biomasa udang di Laut Jawa sebesar 9.938 ton.

Kata Kunci: Kepadatan stok; komposisi; Laut Jawa; sebaran; udang

PARAMETER POPULASI HIU MARTIL (Sphyrna lewini Griffith & Smith, 1834) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA

Agus Arifin Sentosa

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 253-262

ABSTRAK

Hiu martil (Sphyrna lewini Griffith & Smith, 1834) merupakan salah satu target tangkapan bagi perikanan artisanal di Indonesia. Dengan status konservasi masuk dalam Appendix II CITES, pengelolaan terhadap hiu martil telah menjadi perhatian khusus di bidang perikanan tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek parameter populasi hiu martil yang tertangkap di perairan selatan Nusa Tenggara pada periode Januari – Desember 2015. Data ukuran panjang dan jenis kelamin diperoleh di Tempat Pendaratan Ikan Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Analisis dilakukan secara deskriptif menggunakan perangkat lunak FiSAT II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 634 ekor hiu martil yang tertangkap didominasi oleh jenis kelamin betina dengan sebaran ukuran panjang total berkisar antara 81 – 320 cm (rerata 211,2 cm) dan jenis kelamin jantan berkisar antara 91 – 310 cm (rerata 176,9 cm). Dominasi kelompok hiu muda yang belum matang kelamin berpotensi terjadinya

(10)

Lembar Abstrak

tangkap lebih sehingga perlu adanya regulasi dan pengelolaan agar pemanfaatannya tetap lestari.

Kata Kunci: Hiu martil; Sphyrna lewini; parameter populasi; eksploitasi; Tanjung Luar

DINAMIKA SPASIAL IKAN M ESOPELAGIS (Ceratoscopelus warmingii LÜTKEN, 1892) DI SAMUDERA HINDIA

Andria Ansri Utama

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 263-270

ABSTRAK

Kajian mengenai ikan mesopelagis di perairan Samudera Hindia masih sangat terbatas, sehingga informasi terkait kelimpahan jenis ikan mesopelagis di Samudera Hindia sangat penting. Survei trawl lapisan pertengahan dilakukan pada tanggal 26 Juni-16 Juli 2015 di perairan laut lepas (high seas) Samudera Hindia untuk memperoleh data dan informasi tersebut dengan menggunakan kapal penelitian R.V. Dr. Fridtjof Nansen. Hasil penelitian menunjukkan distribusi kedalaman vertikal di malam hari jenis yang dominan C.warmingii

sesuai dengan kedalaman operasi trawl yaitu 86,9 ± 38,6 m. Namun pada siang hari tidak ditemukan spesies

C. warmingii saat operasi trawl pada kedalaman rata-rata 444,3 ± 45,96 m. Diperkirakan ketika siang hari distribusi C. warmingii terkonsentrasi pada lapisan perairan lebih dalam sehingga tidak terjangkau oleh jaring trawl tersebut. Distribusi spasial secara horizontal pada malam hari menunjukkan pola konsentrasi tertinggi berada pada areagyreyang diindikasikan dengan pola

geostrophic circulation. Sementara, prosentase C. warmingii yang merupakan hasil tangkapan seluruh stasiun trawl selama penelitian terdiri dari 2,58% fase larva, 27,21% juvenile, dan 60,21% dalam keadaan dewasa.

Kata Kunci: Ikan mesopelagis; distribusi spasial; Samudera Hindia; trawl pertengahan

EFEKTIFKAH DAERAH PERLINDUNGAN LAUT (DPL) MENGKONSERVASI IKAN KARANG? STUDI KASUS DI KABUPATEN BIAK-NUMFOR DAN SUPIORI, PAPUA

Sam Wouthuyzen

JPPI Desember 2016, Vol 22 No. 4, Hal. 271-284

ABSTRAK

Sumber daya ikan karang (SDIK) dari salah satu ekosistem tropika wilayah pesisir yang sangat produktif, namun hingga kini belum diketahui stoknya, sehingga menyebabkan pengelolaan berkelanjutan sulit dilakukan,meskipun kawasan konservasi perikanan (Daerah Perlindungan Laut, DPL)sudah banyak didirikan. Tujuan kajian ini adalah mengetahui keefektifan DPL dalam konservasi SDIK di Kabupaten Biak-Numfor, dan Supiori melalui pembandingan stok SDIK dalam bentuk densitas ikan (ekor/m2) di DPL dan di luar DPL.

Hasil kajian menunjukkan bahwa SDIK (ikan Target, Indikator dan Mayor) menurun drastis hampir di semua lokasi kajian, akibat pemanfaatan yang tidak ramah

lingkungan pada 1995, 2001 dan

2010-2012.Perbandingan densitas SDIK di luar DPL pada 2010-2012 dan di 20 lokasi DPL tradisonal yang didirikan masyarakat di wilayah kerja Coremap LIPI pada 2008 menunjukkan bahwa densitas SDIK ikan Target, Indikator dan Mayor di DPL masing-masing lebih tinggi 3-4 kali, 3-5 kali dan 2-3 kali. DPL tradisional terbukti efektif mengkonservasi SDIK, oleh karenanya pendirian DPL perlu terus dilanjutkan di banyak lokasi, seperti target pemerintah yang akan mendirikan 20 juta ha DPL hingg 2020. DPL yang telah ada juga perlu dipantau dan dirawat secara periodik agar efektif mengkonservasi SDIK.

(11)

Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jppi e-mail:jppi.puslitbangkan@gmail.com

JURNAL PENELITIANPERIKANAN INDONESIA Volume 22 Nomor 4 Desember 2016

p-ISSN: 0853-5884 e-ISSN: 2502-6542

Nomor Akreditasi: 653/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

Pengaruh Fase Bulan terhadap Waktu Tebar Pancing dan .………pada Armada Rawai Tuna (Jatmiko, I., et al)

PENGARUH FASE BULAN TERHADAP WAKTU TEBAR PANCING DAN LAJU

TANGKAP MADIDIHANG (

Thunnus albacares

Bonnaterre, 1788)

PADA ARMADA RAWAI TUNA

THE EFFECTS OF MOON PHASE TO SET TIME AND CATCH OF YELLOWFIN

TUNA (Thunnus albacares

Bonnaterre, 1788

)

ON TUNA LONGLINE VESSEL

Irwan Jatmiko*1, Bram Setyadji dan Arief Wujdi1

1Loka Penelitian Perikanan Tuna, Jl. Mertasari, No.140, Sidakarya, Denpasar, Bali 80224, Indonesia

Teregistrasi I tanggal: 28 November 2016; Diterima setelah perbaikan tanggal: 15 Desember 2016; Disetujui terbit tanggal: 16 Desember 2016

ABSTRAK

Madidihang merupakan salah satu jenis ikan tuna ekonomis penting bagi industri perikanan di Indonesia dengan kontribusi hasil tangkapan yang terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing dan laju tangkap madidihang pada armada rawai tuna. Pengumpulan data dilakukan oleh pemantau ilmiah pada armada rawai tuna yang sebagian besar berbasis di Pelabuhan Benoa, Bali mulai Agustus 2005 hingga Juni 2014. Daerah penangkapan ikan dari armada rawai tuna yang diambil datanya berada di lokasi (lintang dan bujur) 9°-16° LS hingga 109°-120° BT. Analisisanovasatu arah dan tesTukeydilakukan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing dan laju tangkap madidihang. Total sebanyak 60 trip dan 1.467 hari operasi penangkapan armada rawai tuna dilakukan dalam penelitian ini. Analisis statistik anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata pada fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing (p<0,05). Selanjutnya, tes Tukey menunjukkan bahwa waktu mulai tebar pancing pada saat bulan purnama dimulai pada pukul 9:00 pagi hari. Waktu ini lebih lambat sekitar 2 jam dari pada waktu mulai tebar pancing pada ketiga fase bulan lainnya (perbani awal, perbani akhir dan bulan baru) yang dilakukan sekitar pukul 7:00 pagi hari. Analisis statistik anova satu arah juga menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar fase bulan terhadap laju tangkap madidihang (p<0,05). Selanjutnya, tesTukey

menunjukkan bahwa laju tangkap pada saat bulan baru dan perbani awal sebesar 0,13 ekor/100 mata pancing atau lebih besar dibandingkan nilai laju tangkap pada saat purnama dan perbani akhir yang hanya sebesar 0,09 ekor/100 mata pancing.

Kata Kunci: Waktu tebar pancing; hasil tangkapan; fase bulan; madidihang; rawai tuna

ABSTRACT

(12)

J.Lit.Perikan.Ind. Vol.22 No.4 Desember 2016:207-214

PENDAHULUAN

Rawai tuna merupakan alat tangkap dominan untuk menangkap tuna yang didaratkan di Pelabuhan Benoa, Bali (Nugraha & Setyadji, 2013). Agar operasi penangkapan rawai tuna berjalan efektif dan efisien diperlukan teknik penangkapan yang tepat (Hamilton

et al., 2011; Soepriyono, 2009). Hal ini diperlukan agar operasi pengkapan dapat berjalan efektif dan efisien, serta memperoleh hasil tangkapan secara optimal (FAO, 2012). Salah satu teknik yang digunakan adalah menentukan waktu mulai tebar pancing untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimal. Salah satu ikan target armada rawai tuna adalah madidihang

(Thunnus albacares) yang mempunyai nilai ekonomis

yang tinggi (Sadiyah & Prisantoso, 2011).

Pada kurun waktu 2005-2012, produksi madidihang merupakan hasil tangkapan dominan yaitu sebesar 72% dari total tangkapan kelompok tuna besar yang mencapai 1,3 juta ton (DJPT, 2014). Ikan ini merupakan salah satu spesies tuna yang menjelajah lintas Samudra. Penyebaran spesies ini mulai dari perairan tropis hingga perairan subtropis. Spesies madidihang ini dapat ditemukan di tiga Samudra besar dunia yaitu Samudera Atlantik, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik (Lehodey, 2001; Collette & Nauen, 1983). Di Indonesia, penyebaran madidihang berada di perairan Samudra Hindia barat Sumatera dan selatan Jawa, Selat Makasar, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tomini, Laut Seram, Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik utara Papua (Wudianto & Nikijuluw, 2004).

Fase bulan diketahui mempengaruhi tingkah laku ikan dalam mencari makan, melakukan migrasi dan periode pemijahan (Das et al., 2015; King, 2010). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan ikan beberapa tahun terakhir. Akyol (2013) menyebutkan bahwa fase bulan mempengaruhi hasil tangkapan ikan pelagis di Laut Aegean, Turki. Selain itu, fase bulan juga mempengaruhi hasil tangkapan tuna pada perikanan huhate di Perairan Barat Daya India (Mohan & Kunjikoya, 1987).

Secara umum, operasi penangkapan rawai tuna di Indonesia dimulai dengan tebar pancing (setting) yang umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari. Kemudian dilanjutkan dengan waktu perendaman (soaking time) pada sore hari dan diakhiri dengan tarik

pancing (hauling) yang biasa dilakukan sepanjang malam hingga dini hari (Jatmiko et al., 2015). Jadi meskipun waktu tebar pancing dilakukan pada pagi dan siang hari, namun proses ikan memakan umpan dapat terjadi sepanjang hari hingga malam hari. Oleh karena itu, dalam beberapa penelitian, fase bulan diindikasikan mempunyai pengaruh terhadap hasil tangkapan ikan pada operasi penangkapan rawai tuna (Poissonet al., 2010; Sajeevan & Rajashree, 2012)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing dan laju tangkap madidihang (T. albacares) pada armada rawai tuna di Samudra Hindia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang operasi penangkapan rawai tuna, terutama waktu mulai tebar pancing, dan perolehan hasil tangkapan madidihang di Samudra Hindia.

BAHAN DAN METODE Pengumpulan Data

Pemantau ilmiah melakukan pengumpulan dara dari Agustus 2005 hingga Juni 2014 di atas kapal rawai tuna Indonesia yang menangkap ikan di Samudra Hindia. Pemantau ilmiah mencatat waktu mulai tebar pancing, hasil tangkapan madidihang, total pancing yang digunakan dan lokasi yang diperoleh

dari Global Positioning System (GPS) setiap hari

selama trip penangkapan. Lokasi armada rawai tuna yang disampling berada antara 9°-16° LS hingga 109°-120° BT (Gambar 1). Waktu tebar pancing (setting) dikelompokkan setiap satu jam. Nilai laju tangkap diperoleh dengan menghitung proporsi antara hasil tangkapan madidihang pada satu operasi tangkapan dengan total mata pancing yang digunakan pada saat operasi penangkapan tersebut dikalikan 100.

Data fase bulan pada saat operasi penangkapan diperoleh dari National Aeronautics and Space

Administration(NASA) (Espenak, 2015). Waktu pada

saat operasi penangkapan kemudian dikelompokkan berdasarkan fase bulan perbani awal, purnama, perbani akhir dan bulan baru. Jumlah hari pada saat purnama dan bulan baru dihitung pada saat puncak purnama dan bulan baru ± 3 hari. Sedangkan hari diantara kedua fase bulan tersebut dikelompokkan ke dalam fase bulan perbani awal dan perbani akhir. Kemudian waktu mulai tebar pancing dan nilai laju tangkap madidihang disortir dan dikelompokkan pada masing-masing fase bulan.

difference of lunar phase to catch rate of yellowfin tuna (p<0.05). Furthermore, Tukey test confirmed that hook rate on new moon and first quarter was 0.13/100 hooks or 0.4 bigger than hook rate on full moon and last quarter with only 0.09/100 hooks.

(13)

Gambar 1. Daerah penangkapan ikan dari armada rawai tuna dalam penelitian ini.

Figure 1. Fishing ground of tuna longline vessels in this study.

Analisis Data

Analisis data menggunakan Anova satu arah untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing dan laju tangkap madidihang. Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing adalah:

H0: Tidak ada pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing.

Ha: Ada pengaruh fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing.

Sedangkan hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap laju tangkap madidihang adalah:

H0: Tidak ada pengaruh fase bulan terhadap laju tangkap madidihang.

Ha: Ada pengaruh fase bulan terhadap laju tangkap madidihang.

Jika analisis anova satu arah menunjukkan perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan ujiTukey

untuk m engetahui letak perbedaan tersebut (McDonald, 2014). Seluruh analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakanSPSS Statistics20.

HASIL DAN BAHASAN Hasil

penelitian ini. Selama operasi penangkapan tersebut, sebanyak 370 kali dilakukan pada saat perbani awal, 350 kali saat purnama, 393 kali saat perbani akhir dan 354 kali saat bulan baru. Secara umum, waktu mulai tebar pancing armada rawai tuna di Samudra Hindia dilakukan pada pagi hari. Sebanyak 1.269 hari operasi (86,5%) armada rawai tuna melakukan tebar pancing mulai pukul 5:00 – 9:00 pagi hari dan yang tertinggi terjadi pada pukul 6:00 dengan 575 kali. Sedangkan waktu mulai tebar pancing yang dilakukan pada malam hingga dini hari (18:00 – 3:00) hanya dilakukan 53 kali atau kurang dari 1% dari total operasi penangkapan (Gambar 2).

Analisis statistik anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata pada fase bulan terhadap waktu mulai tebar pancing (p<0,05). Selanjutnya, uji Tukeymenunjukkan bahwa waktu mulai tebar pancing pada saat purnama pada pukul 9:00 pagi hari dan ini lebih lambat sekitar 2 jam dari pada waktu mulai tebar pancing pada ketiga fase bulan lainnya yaitu pada pukul 7:00 pagi hari, yang tidak berbeda nyata (p>0,05) (Gambar 3).

Sebanyak 1.912 ikan madidihang tertangkap selama operasi penangkapan dengan mata pancing berjumlah 1.797.061 buah. Hal ini berarti rata-rata nilai laju tangkap madidihang sebesar 0,11 ekor /100 mata pancing atau dinyatakan dengan hook rate

(14)

J.Lit.Perikan.Ind. Vol.22 No.4 Desember 2016:

Selanjutnya, dengan ujiTukeymenunjukkan bahwa laju tangkap pada saat bulan baru dan perbani awal sebanyak 0,13 ekor/100 mata pancing. Nilai laju tangkap ini lebih besar 0,04 ekor/100 mata pancing

dibandingkan nilai laju tangkap pada saat purnama dan perbani akhir yang hanya mendapatkan 0,09 ekor/ 100 mata pancing (Gambar 4).

Gambar 2. Waktu mulai tebar pancing armada rawai tuna di Samudra Hindia berbasis di Benoa Bali.

Figure 2. Setting time start for tuna longline in Indian Ocean base in Benoa Bali.

Gambar 3. Waktu mulai tebar pancing armada rawai tuna pada tiap-tiap fase bulan. Huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata secara statistik.

Figure 3. Setting time of tuna longline for each lunar phase. Different letters show significantly different statistically.

Gambar 4. Laju tangkap madidihang (T. albacares) tertangkap rawai tuna pada tiap-tiap fase bulan. Huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata secara statistik.

Figure 4. Hook rate of yellowfin tuna (T. albacares) caught by tuna long line for each lunar phase. Different letters show significantly different statistically.

(15)

Bahasan

Secara umum, waktu mulai tebar pancing armada rawai tuna di Samudera Hindia yang berasal dari Benoa, Bali dilakukan pada pagi hari antara pukul 5:00 – 9:00 dan terbanyak dilakukan pada pukul 6:00. Waktu mulai tebar pancing ini hampir sama dengan yang dilakukan armada rawai tuna di perairan Samudra Pasifik. Di lokasi tersebut armada rawai tuna juga melakukan tebar pancing pada pagi hari antara pukul 4:00 – 8:00. Menurut Beverly et al. (2003), aktivitas tebar pancing dilakukan pada pagi hari untuk menghindari umpan dimakan oleh cumi-cumi dan spesies ikan lain yang melakukan perburuan makanan pada malam hari (night feeders). Hal ini juga terkait dengan kebiasaan ikan madidihang cenderung mencari makan pada pagi hari. Dengan tebar pancing pada pagi hari memungkinkan umpan dapat terlihat pada siang hari pada saat madidihang melakukan migrasi vertical (Barataet al., 2011; Brillet al., 1999). Pola migrasi ini memperbesar peluang madidihang untuk memakan umpan yang dipasang pada rawaituna (Block,et al., 1997; Cayre & Marsac, 1993).

Fase bulan diketahui telah mempengaruhi operasi penangkapan armada rawai tuna untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimal (Poissonet al., 2010; Sajeevan & Rajashree et al., 2012). Hasil analisis m enunjukkan bahwa fase bulan dijadikan pertimbangan waktu mulai tebar pancing armada rawai tuna. Pada saat purnama, waktu tebar pancing dimulai pada pukul 9:00 atau 2 jam lebih lambat dari ketiga fase bulan lainnya yaitu dilakukan pukul 7:00. Berdasarkan wawancara dengan kapten kapal, waktu tebar pancing lebih lambat pada saat purnama dikarenakan pada malam hari umpan ikan seperti lemuru masih terlihat kilauannya karena pancaran sinar dari bulan, sehingga tidak mengurangi performa umpan dalam menarik perhatian ikan tuna.

Hasil analisis Barata (2011) menyatakan bahwa pada saat purnama, aktivitas tebar pancing dimulai pada sore hingga malam hari dan pada saat bulan baru aktivitas tebar pancing dilakukan pada pagi hingga siang hari. Hal ini berbeda dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa mayoritas aktivitas tebar pancing dimulai pada pagi hari dari pukul 5:00 – 9:00. Meskipun secara statistik terdapat perbedaan pada saat fase bulan purnama, aktivitas tebar pancing pada fase bulan tersebut masih dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 9:00. Waktu tebar ini hanya lebih lambat 2 jam dari ketiga fase bulan lainnya yang melakukan aktivitas tebar pancing pada pukul 7:00.

Samudra Hindia. Laju tangkap madidihang pada saat fase bulan baru dan perbani awal tercatat 0,13 ekor/ 100 mata pancing. Nilai ini lebih besar 0,04 ekor/100 mata pancing dibandingkan dengan laju tangkap rawai tuna ditebar pada saat fase bulan purnama dan perbani akhir yang hanya sebesar 0,09 ekor/100 mata pancing. Berdasarkan wawancara dengan nakhoda, laju tangkap yang tinggi pada saat bulan baru dikarenakan umpan lebih terlihat karena adanya cahaya dari bulan, sehingga peluang umpan untuk dimakan ikan target menjadi lebih besar. Hal ini sama dengan yang terjadi pada hasil tangkapan ikan pedang (Xiphias gladius) (Akyol, 2013) dan albakor (Thunnus alalunga) (Akyol & Ceyhan, 2012) di Samudra Atlantik. Hasil tangkapan kedua spesies tersebut juga lebih banyak saat operasi penangkapan dilakukan pada saat fase bulan baru.

KESIMPULAN

Armada rawai tuna yang berbasis di Benoa Bali yang melakukan operasi penangkapan di Samudra Hindia Bagian Timur melakukan tebar pancing pada pagi hari antara pukul 5:00 – 9:00. Pada saat purnama tebar pancing dilakukan pada pukul 9:00 atau 2 jam lebih lambat daripada saat fase bulan lainnya. Besaran nilai laju tangkap ikan madidihang tertangkap rawai tuna ditebar pada saat fase bulan baru lebih tinggi dibandingkan pada saat purnama dan perbani. Dengan dem ikian, untuk kapten kapal tetap disarankan untuk melakukan waktu mulai tebar pancing pada pagi hari pukul 7:00. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal karena madidihang aktif mencari makan dan melakukan migrasi vertikal pada pagi hari.

PERSANTUNAN

Penelitian ini dibiayai dari kerjasama Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan (P4KSI) denganAustralian Centre

for International Agricultural Research(ACIAR) pada

tahun 2005-2009, DIPA kegiatan riset Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada tahun 2010-2011 dan DIPA kegiatan riset Loka Penelitian Perikanan Tuna (LP2T) pada tahun 2012-2014. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada para pemantau ilmiah di Loka Penelitian Perikanan Tuna (LP2T) Benoa yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akyol, O. (2013). The influence of the moon phase on

(16)

J.Lit.Perikan.Ind. Vol.22 No.4 Desember 2016:

and Aquatic Sciences. 13, 355-358. DOI: 10.4194/

1303-2712-v13_2_18.

Akyol, O., & Ceyhan, T. (2012). Moon phase’s influence on CPUE of Turkish albacore gillnet fishery.Collect. Vol. Sci. Pap. ICCAT. 68(2), 499-502.

Barata, A., Bahtiar, A., & Novianto, D. (2011). Sebaran ikan tuna berdasarkan suhu dan kedalaman di Samudera Hindia.J. Ilmu. Kel. 16(3), 165-170.

Barata, A., Bahtiar, A., & Hartaty, H. (2011). Pengaruh perbedaan umpan dan waktusettingrawai tuna terhadap hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia.

J. Lit. Perik. Ind. 17(2), 133-138.

Beverly, S., Chapman, L., & Sokimi, W. 2003.

Horizontal longline fishing methods and

techniques: A manual for fishermen (p. 130).

Noumea, New Caledonia: Secretariat of the Pacific Community.

Block, B.A., Keen, J.E., Castillo, B., Dewar, H., Freund, E.V., Marcinek, D.J., Brill, R.W., & Farwell, C. (1997). Environmental preferences of yellowfin tuna (Thunnus albacares) at the northern extent of its range.Marine Biology. 130, 119-132.

Brill, R.W., Block, B.A., Boggs, C.H., Bigelow, K.A., Freund, E.V., & Marcinek, D.J. (1999). Horizontal movements and depth distribution of large adult yellowfin tuna (Thunnus albacares) near the Hawaiian Islands, recorded using ultrasonic telemetry: Implications for the physiological ecology of pelagic fishes.Mar. Biol. 133, 395-408.

Cayre, P., & Marsac, F. (1993). Modelling the yellowfin tuna (Thunnus albacares) vertical distribution using sonic tagging results and local environmental parameters.Aquatic Living Resources. 6, 1-14.

Colette, H.B. & Nauen, C.E. (1983). FAO species catalogue. Vol. 2. Scombrids of the world. An Annonated and illustrated catalogue of tunas, mackerels, bonitos, and related species known

to date(p. 137). Rome, Italy: FAO Press.

Das, D., Pal, S., Bhaumik, U., Paria, T., Mazumdar, D., & Pal, S. (2015). The optimum fishing day is based on moon.International Journal of Fisheries

and Aquatic Studies, 2(4), 304-309.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). (2014).

Rencana Aksi Nasional; Rencana pengelolaan

perikanan tuna, cakalang dan tongkol (p. 126).

Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Espenak, F. (2015). NASA Eclipse Web Site. [http:/

/eclipse.gsfc.nasa.gov/ SKYCAL/

SKYCAL.html?cal=2015#skycal]. Accessed 10 August 2015.

Food and Agricultural Organization (FAO). (2012).The State of World Fisheries and Aquaculture 2012

(p. 230). Rom e, Italy: FAO Fisheries and Aquaculture Department.

Hamilton, A., Lewis, A., McCoy, M.A., Havice, E. & Campling, L. (2011).Market and industry dynamics

in the global tuna supply chain(p. 396). Honiara,

Solomon Islands: The Pacific Islands Forum Fisheries Agency.

Jatmiko, I., Nugraha, B., & Satria, F. (2015). Capaian perkembangan program pemantau pada perikanan rawai tuna di Indonesia.Marine Fisheries. 6(1), 1-9.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. (2011).

Kepmen KP No. KEP. 45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia(p. 12). Jakarta: Kementerian Kelautan

dan Perikanan.

Lehodey, P. (2001). The pelagic ecosystem of the tropical Pacific Ocean: dynamic spatial modelling and biological consequences of ENSO. Progr.

Oceanogr., 49, 439-468

King, M. (2010).Fisheries biology, assessment and

management, Second Edition (p. 381). Oxford,

England: Blackwell Publising Ltd.

McDonald, J.H. (2014) Handbook of biological statistics, Third Edition (p. 299). Maryland, USA: Sparky House Publishing.

Mohan, M., & Kunhikoya, K.K. (1987). Baitfish and tuna catches at Minicoy Island (Lakashadweep) in relation to lunar cycle during 1983–1984 seasons.Indian Journal Fisheries. 34, 355–358.

Nugraha, B., & Setyadji, B. (2013). Kebijakan pengelolaan hasil tangkapan sampingan tuna longline di Samudera Hindia. J. Kebijak. Perik. Ind.5(2), 67-71.

(17)

Poisson, F., Gaertner, J.C., Taquet, M., Durbec, J.P., & Bigelow, K. (2010). Effects of lunar cycle and fishing operations on longline-caught pelagic fish: fishing performance, capture time, and survival of fish.Fishery Bulletin. 108, 268-281.

Sadiyah, L., & Prisantoso, B.I. (2011). Fishing strategy of the Indonesian tuna longliners in Indian Ocean.Indonesian Fisheries Research Journal. 17(1), 29-35.

Sajeevan, M.K., & Rajashree, B.S. (2012). Diversity, distribution and abundance of oceanic resources around Andaman and Nicobar Islands.Indian J. Fish. 59(2), 63-67.

Soepriyono, Y. (2009). Teknik dan manajemen

penangkapan tuna melalui metode longline(p. 78).

Denpasar, Bali: Penerbit Bilas Utama.

Wudianto & Nikijuluw, V.P.H. (2004).Guide to invest

on fisheries in Indonesia (p. 17). Jakarta,

Indonesia: Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(18)

J.Lit.Perikan.Ind. Vol.22 No.4 Desember 2016:

Lampiran 1. Uji statistik Anovasatu arah dan tesTukeywaktu mulai tebar pancing pada beberapa fase bulan.

Appendix 1. One-way Anova statistics and Tukey test of set time start at different lunar phases.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: WaktuSet

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 790.243a 3 263.414 29.881 .000

Intercept 93305.034 1 93305.034 10584.264 .000

Phase 790.243 3 263.414 29.881 .000

Error 12897.001 1463 8.815

Total 106860.754 1467

Corrected Total 13687.243 1466

WaktuSet

Tukey HSDa,b,c

Phase N

Subset

1 2

Bulan_baru

354 7.2559698682 2 Perbani_akhi

r 393

7.6804502403 3 Perbani_awal

370 7.7614256756 1 Purnama

350 9.2357182539

1

Sig. .098 1.000

Lampiran 2. Uji statistikAnovasatu arah dan tesTukeylaju tangkap madidihang pada beberapa fase bulan.

Appendix 2. One-way Anova statistics and Tukey test of set time start at different lunar phases.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: hr_yft

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .577a 3 .192 4.200 .006

Intercept 17.955 1 17.955 392.332 .000

Phase .577 3 .192 4.200 .006

Error 66.954 1463 .046

Total 85.435 1467

Corrected Total 67.531 1466

hr_yft

Tukey HSDa,b,c

Phase N

Subset

1 2

Purnama 350 .0905

Perbani_akhi

r 393 .0914

Perbani_awa

l 370 .1277 .1277

Bulan_baru 354 .1333

Sig. .087 .985

Gambar

Gambar 1.Daerah penangkapan ikan dari armada rawai tuna dalam penelitian ini.Figure 1.Fishing ground of tuna longline vessels in this study.
Gambar 4.Laju tangkap madidihang (T. albacaresFigure 4.) tertangkap rawai tuna pada tiap-tiap fase bulan

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, dengan subjek penelitian 1 (satu) orang guru bidang kesiswaan Palangka Raya. Data penelitian yang diperoleh melalui

Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp..

Jika seseorang individu itu terutamanya pensyarah dapat bertindak secara asertif, maka pensyarah akan dapat berkomunikasi dengan rakan sekerja yang lain dengan baik dan sentiasa

3.8 2010: “ Ta s aww u r Pembangunan Dalam al-Qur’an: Satu Pemikiran Awal”, kertas kerja yang dibentangkan dalam The 5 th ISDEV International Graduate Workshop (INGRAW

Ekstrak Sabut Kelapa (Cocos nucifera) Sebagai Biomordan pada Bahan Tekstil Dengan Pewarna Alami Daun Jati (Tectona grandis L.f).. Ruli Aji Priambudi*, Kendi Timothy Tarigan, dan

Berdasarkan pembahasan di atas maka, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu filtrat kulit nanas berpengaruh terhadap mortalitas cacing Ascaridia

Ibadat yang paling utama dalam ajaran ini dikenali sebagai Sembahyang Sufi Sejagat ( Universal Sufi Prayers atau Confraternity prayers ). Kebiasaannya, ia

Lembaran berhias bagi al-Qur’an alam Melayu terbahagi kepada tiga bahagian, pertama adalah lembaran berhias bahagian hadapan iaitu pada awal surah al- Fatihah dan al-Baqarah ayat