• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zakat Tanaman dan Buah Buahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Zakat Tanaman dan Buah Buahan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bumi diciptakan oleh Allah, diciptakannya tumbuh-tumbuhan tanaman dan ditanami, dan diberlakukan hukum-hukumnya yang paling besar oleh karena itu bumi menjadi sumber utama kehidupan dan kesejahteraan jasmaniah manusia.

Firman Allah SWT, manusia hendaknya melihat makananya sungguh kami curahkan hujan berlimpah-limpah kemudian kami belah bercelah lalu kami tumbuhkan di dianya biji-bijian, Anggur, Sayur-sayuran, Zaitun dan Kurma, kebun-ebun yang penuh pepohonan, buah-buahan, serta rumput-rumputan, yang memganndung zat makan, obat-obatan, sari buah dan mengenal hal ini Allah mengomentari khusus di dalam satu surat Al-quran an-nahl “lebah” yang oleh sebahagian ulama menyebutkan surat an-na`am. Dan barang tentang yang di letakkan dalam tanah dan manusia di ajarkan berbagai macam car untuk mengeluarkannya, sehingga manusia dapat membuat dan membedakan emas, perak, tembaga, besi, timah. Belerang, minyak bumi, ter, dan garam. Yang mencakup barang tambang cair atau padat tidak di pungkiri lagi bahwa benda-benda ini berharga. Dan dibutukkan manusia dalam kehidupannya, terutama di abad modern ini. Dan penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalahg apa yang di peroleh dari pekerjaan dan propetinya supaya setiap orang mengetahui kewajiban dan hak-haknya.

Betul-betul semua yang ditimbulkan dan dikeluarkan dari dalam bumi itu merupakan karunia dan hasil karya AllahSWT. Bukan hasil tangan manusia yang pendek ini Dialah yang sesungguhnya menjadikan dan menumbuhkan bukan kita. Oleh karena itu pantaslah Allah meminta kita agar berterima kasih atas nikmat yang dikaruniakan.

(2)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kefardhuan zakat tanaman, buah-buahan, dan sebab ke fardhuannya? 2. Apa saja syarat zakat tanaman dan buah-buahan?

3. Apa saja tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya?

4. Bagaimana pengumpulan antara sebagian hasil panen dan bagian yang lainnya? 5. Bagaimana hukum zakat buah-buahan dari tanah wakaf?

6. Bagaimana hukum zakat pada tanah sewaan?

7. Bagaimana hukum zakat atas tanah berpajak (Al-kharajiyyah)? 8. Bagaimanakah Al-Asyir dan kewajiban membayar pajak sedekah?

9. Bagaimanakah tentang hal-hal yang mengenai pembayaran dan pengguguran zakat?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui kefardhuan zakat tanaman, buah-buahan, dan sebab ke fardhuannya

2. Untuk mengetahui syarat zakat tanaman dan buah-buahan 3. Untuk mengetahui tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya

4. Untuk mengetahui pengumpulan antara sebagian hasil panen dan bagian yang lainnya

5. Untuk mengetahui hukum zakat buah-buahan dari tanah wakaf 6. Untuk mengetahui hukum zakat pada tanah sewaan

7. Untuk mengetahui hukum zakat atas tanah berpajak (Al-kharajiyyah) 8. Untuk mengetahui Al-Asyir dan kewajiban membayar pajak sedekah

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Kefarduan Zakat Tanaman, Buah-buahan, dan Sebab Kefarduannya

Zakat tanaman hukumnya wajib berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan akal. Dalil yang diambil dari Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam QS, Al-Baqarah: (2): 267:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”

Dalam ayat tersebut, zakat dinamakan juga dengan nafkah. Dan berfirman Allah SWT dalam surat Al-An’am (6): 141

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya..”

Ibnu Abbas mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan “haknya” ialah zakat yang diwajibkan. Katanya lagi: “Sepersepuluh atau seper-duapuluh.”1

Adapun dalil yang diambil dari sunnah ialah sabda Nabi Muhammad SAW:

َاممممييففوم ُ,ررممش

ي عمليا َاممييرفثمعم نمَاممكم ويأم نرويمميرعرلياوم ءرَاممس

س لَاتفقمس

م َاممييفف

رفش

ي عرليا ف

ر س

ي نف حفض

ي نسلا َابف ي

م قفس

ر

“Dalam tanaman yang diairi (oleh air hujan) dari langit dan sumber air, atau tanaman al-atsary terdapat kewajiban sepersepuluh.”

Al-Atsariy ialah tanaman yang disiram oleh air hujan, atau tanaman yang akarnya menghisap mata air dari sumber air yang dekat dengannya sehingga tak perlu lagi disiram.Adapun dalam tanaman yang diairi melalui pematangan (dengan usaha dan biaya sendiri) terdapat kewajiban seperduapuluh.

ةفيمنفَاس

س لَابف ي

م قفس

ر َاممييففوم ُ,ررويش

ر عرليا ُ:مرييغملياوم رفَاهمنيلي

م ا ت

ف قسس

م َاممييفف

رفويش

ر عرليا ف

ر ص

ي نف

“Dalam tanaman yang diari oleh sungai atau hujan terdapat kewajiban sepersepuluh. Sedangkan dalam tanaman yang diari melalui saniyah terdapat kewajiban seperduapuluh”

Al-Saniyah yaitu unta yang dipakai untuk mengamngkut air dari sebuah sumur.Mengenai dalil dari ijma’ adalah bahwa umat telah sepakat atas kefardhuan

(4)

sepersepuluh. Adapun dalil ‘aqli-nya adalah; mengeluarkan kewajiban sepersepulh kepada kaum fakir merupakan salah satu upaya mensyukuri nikmat, menguatkan orang yang lemah, membuatnya mampu menunaikan kewajiban, dan merupakan salah satu upaya penyucian dan pembersihan diri dari dosa. Hal-hal diatas, baik secara akal maupun secara syari’at, merupakan sebuah keharusan.

Diwajibkannya zakat ini adalah, karena tanah yang ditanami merupakan tanah yang bisa berkembang, yakni dengan tanaman yang tumbuh darinya. Ada kewajiban yang harus dikeluarkan darinya, baik kewajiban sepersepuluh maupun kewajiban pajak. Seandainya tanaman diserang oleh hama sehingga rusak, maka tidak ada kewajiban sepersepuluh (bagi tanah usyriyyah) atau kewajiban pajak (bagi tanah kharajiyyah), karena tanah tersebut tidak berkembang dan tanamannya rusak.

Apabila suatu tanah ‘ushriyyah yang bisa ditanami tidak ditanami, didalamnya tidak ada kewajiban sepersepuluh, sebab darinya tidak ada tanaman yang tumbuh. Tetapi, apabila tanah yang tidak ditanami tersebut merupakan tanah kharajiyyah (berpajak), didalamnya tetap ada kewajiban pajak karena diperkirakan (taqdiri) ada tanaman yang tumbuh darinya.2

B. Syarat-Syarat Zakat Tanaman, Buah-buahan dan Biji-bijian

Dalam setiap zakat, terdapat beberapa syarat yang umum, diantara syarat yang umum itu misalnya baligh dan berakal. Dengan demikian menurut Madzhab Hanafi, zakat tidak diwajibkan terhadap harta anak kecil dan orang gila, kecuali zakat tanaman yang tumbuh dari dalam tanah. Syarat yang lain ialah Islam. Atas dasar ini, zakat tidak diwajibkan atas orang kafir, sebab dalam zakat terkandung makna ibadah. Sedangkan orang kafir tidak termasuk orang yang mendapatkan taklif ibadah.

Selain itu, ada beberapa syarat khusus yang akan diperinci tiap-tiap madzhabnya.

Madzhab Hanafi berpendapat, selain beberapa syarat yang umum itu, masih ada beberapa persyaratan yang lainnya, diantaranya:

1. Tanah yang ditanami merupakan tanah ‘usyriyyah. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas tanah yang tumbuh di tanah kharajiyyah (tanah berpajak) karena menurut madzhab ini, tanah ‘usyriyyah dan tanah kharajiyyah tidak terjadi secara bersamaan.

2. Adanya tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut. Dengan demikian, jika tanah yang ditanami tidak menumbuhkan tanaman, didalamnya tidak ada kewajiban

(5)

sepersepuluh, sebab yang wajib dikeluarkan adalah tanaman yang tumbuh dari dalam tanah.

3. Yang tumbuh dari tanah tersebut adalah tanaman yang sengaja ditanam oleh pemiliknya, dan dikehendaki pembuahannya. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas tanaman yang hanya menghasilkan kayu bakar, rerumputan dan sejenisnya. Alasannya karena, kedua tumbuhan tersebut tidak membuat tanah berkembang, justru malah merusaknya.

Abu Hanifah berpendapat bahwa nisab tidak menjadi syarat wajib zakat sepersepuluh. Oleh sebab itu, zakat sepersepuluh tetap diwajibkan, baik dalam tanaman yang banyak maupun tanaman yang sedikit.

Madzhab Maliki mengajukan dua persyaratan tambahan, yaitu:

1. Yang tumbuh dari tanah tersebut adalah biji-bijian dan tsamrah (seperti; kurma, anggur, zaitun). Zakat tidak diwajibkan atas fakihah (seperti: buah apel dan delima); begitu pula sayur mayur, baik tanaman itu ditanam ditanah kharajiyyah maupun selainnya. Contoh tanah kharajiyyah adalah tanah mesir dan Syiria yang ditakhlukkan denga kekerasan, sedangkan contoh tanah selain kharajiyyah adalah tanah perdamaian yang penduduknya masuk Islam, atau tanah yang mati. Pajak yang diambil dari tanah kharajiyyah tidak menggugurkan kewajiban zakat.

2. Tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut mencapai satu nisab, yakni 5 wasaq (653 kg). Satu wasaq sama dengan 60 sha’, sedangkan satu sha’ sama dengan 4 mudd dengan ukuran mudd Rasulullah SAW, yakni 12 qinthar Andalusia.

Madzhab Syafi’i yang merupakan madzhab yang dianut oleh mayoritas masyarakat di indonesia menambahkan tiga syarat tambahan, yaitu:

1. Tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut merupakan tanaman yang menjadi makanan yang mengenyangkan, bisa disimpan, dan ditanam oleh manusia, misalnya (dari kelompok biji-bijian); biji gandum (hinthah), gandum, tembakau, jagung, beras, dan yang semacamnya. Dari kelompok buah-buahan, contohnya ialah kurma dan anggur. Zakat tidak diwajibkan dalam sayur mayur dan fakihah, seperti mentimun, semangka, buah delima, dan rebung.3

Adapun dalil yang menunjukkan kewajiban mengeluarkan zakat kurma dan anggur adalah :

ل

ر ويممس

ر رم رمممأ

م ُ:لَاق هنع هللا يضر ْدييسمأر نفبيبفَاتسعم نيعم

َاممممكم ب

ر ممنمعملاي ص

م

رمخيير نسأم مملسس

م وم هفييلمع

م هللا َّىلسص

م هفلل

(6)

ةرقمْدمممص

م ذرخمؤيتر َاممممك

م َاببييبفزم هرترَامكمز ذرخمؤيتروم لرخينمليا ص

م

رمخيير

(دواد وبا هاور) اربميتم لفخينسلاي

“Dari Attab bin Usaid RA ia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan agar menaksir (memperkirakan jumlah) buah anggur sepert menaksir buah kurma, kemudian zakatnya dikeluarkan dalam wujud anggur kering, seperti zakat kurma yang juga diambilkan dari kurma kering.” (HR. Abu Dawud)4

2. Tanaman tersebut telah mencapai nisab yang sempurna, yakni 5 wasaq, sekitar 1.600 rithl Baghdad, atau menurut ukuran Damaskus yang paling shahih 342,6/ 7 rithl, sekitar 653 kg.

3. Tanah tersebut merupakan tanah yang dimiliki oleh orang tertentu. Dengan demikian, menurut pendapat yang shahih, zakat sepersepuluh tidak wajib atas tanah yang diwaqafkan untuk masjid-masjid, sebab tanah tersebut tidak dimiliki oleh orang tertentu. Pohon kurma yang tumbuh di padang pasir tidak wajib dizakati, karena pohon tersebut tidak dimiliki oleh orang yang tertentu.

Madzhab Hambali menambahkan tiga syarat, diantaranya yaitu:

1. Tanaman tersebut tidak disimpan, bertahan lama, bisa ditakar, bisa dikeringkan (dua hal terakhir adalah untu buah-buahan dan biji-bijian), dan ditanami oleh manusia. Tanaman tersebut boleh jadi berupa makanan yang mengenyangkan, misalnya biji-bijian, berupa tanaman sebangsa kapas seperti, kacang adas, kacang kedelai, dan kacang tanah, semacam jintan putih dan biji mentimun atau semacam biji sayur mayur, seperti biji lobak, biji buah yang pahit, dan semua jenis biji-bijian.

Zakat juga diwajibkan dalam buah-buahan yang memiliki sifat-sifat diatas, misalnya kurma, gandum, buah badam, buah bunduk. Adapun fakihah tidak wajib dikeluarkan zakatnya, misalnya buah kayu, buah alpukat, dan buah apel. Begitu juga, zakat tidak diwajibkan dalam sayur-mayur, misalnya mentimun, terung, bengkuang, dan wortel.

2. Tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut mencapai nisab, yakni 5 wasaq. Untuk biji-bijian, zakatnya dikeluarkan setelah ia dibersihkan. Dan untuk buah-buahan zakatnya dikeluarkan setelah ia di keringkan. Lima wasaq sama dengan 1438,4 / 7 rithl Mesir, sama dengan 50 kaylah atau sama dengan 4 ardab. 1 ardab Mesir sama dengan 128 liter air atau 96 qadh (mangkuk besar).

3. Tanaman yang telah mencapai nisab itu dimiliki oleh seorang yang merdeka dan Muslim pada waktu zakat diwajibkan, yakni pada waktu biji-bijian telah padat

(7)

dan buah-buahan telah layak dimakan. Dengan demikian, zakat diwajibkan dalam tanaman yang tumbuh dengan sendirinya, tetapi ia merupakan tanaman yang biasa ditanam manusia. Contohnya biji yang jatuh ketanah, kemudian tumbuh dengan sendirinya. Alasan pewajiban zakat dalam tanaman ini adalah, karena ia telah dimiliki ketika zakat diwajibkan. Kegiatan penanaman tidak termasuk syarat. Tanaman hasil temuan tidak diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya. Zakat juga tidak diwajibkan atas orang yang diberi atau membeli buah-buahan yang sudah layah makan, orang yang sudah memperolehnya sebagai upah penuaian, atau penginjakan, dan pembersihan buah-buahan.

Orang yang memiliki tanaman atau buah-buahan yang layak makan yang diperoleh dari pembelian, warisan, mahar khulu’, penyewaan, atau upah “damai”, tidak wajib mengeluarkan zakatnya, sebab, dia tidak memiliki harta tersebut ketika zakat diwajibkan.

Buah-buahan yang di petik dari tanah yang mubah tidak wajib dikeluarkan zakatnya, baik tanaman tersebut tumbuh dari tanah yang dimiliki oleh diri sendiri, maupun benihnya diambil dari tanah yang mati sebab buah-buahan tersebut tidak bisa dimiliki kecuali setelah diambil pada waktu zakat diwajibkan, buah-buahan tersebut belum dimiliki.5

Tidak diambil zakat dari tanam-tanaman yang bukan ‘alas, sehingga dibuang kulitnya dan disukat kemudian diambil padanya zakat apabila 5 wasaq maka diambil zakat itu dari sya’ir tidak dikumpulkan sya’ir pada gandum tidak dikumpulkan sult pada gandum dan tidak sya’ir dan padi kepada dukhun dan jagung.6

C. Tanaman yang Wajib Dikeluarakan Zakatnya

Pertama, para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat macam, yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis (anggur kering).

َّى

م ممض

ف رم ذذَاعممروم ى

ى رفعمش

ي ل

م ا َّىسمومر َّىبفأم نيعم َةدمريبر َّىبفأم نيعم

-ملممسو همميلع هللا َّىلص– هللا ل

م وس

ر رم ن

س أم ُ: َاممهرنيعم هرلسلا

لم ن

ي أم م

ي هررمممأ

م ممفم َ،س

م

َاممنسلا نفَامممملىعمير نفمممميمليا َّىمملمإف َاممممهرثمعمبم

ب

ف يبفزسلاوم رفميتسلاوم رفيعفش

س لاوم ةفط

م نيحفليا نممفلسإف اوذرخرأييم

5Ibid, hal. 183-186

(8)

“Dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabalb radhiallahu ‘anhuma pernah diutus ke Yaman untuk mengajarkan perkara agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib (kismis).”(HR. Hakim dan Baihaqi)

Dari Al Harits dari Ali, beliau mengatakan:

ن

ي إفممفم رمممتمفم رسبف ن

ي ك

ر يم ميلم نيإففم رىبفليا نممف عذبمريأم نيعم ةرقمْدمص

س لا

ريعشف بيبز ن

ي ك

ر يم ميلم نيإففم بيبزف رمت نيكريم ميلم

“Zakat (pertanian) hanya untuk empat komoditi: Burr (gandum halus), jika tidak ada maka kurma, jika tidak ada kurma maka zabib (kismis), jika tidak ada zabib maka sya’ir (gandum kasar).”(HR. Ibn Abi Syaibah)

Dari Thalhah bin Yahya, beliau mengatakan: Saya bertanya kepada Abdul Hamid dan Musa bin Thalhah tentang zakat pertanian. Keduanya menjawab,

بيبزلاو رمتلاو ةطنحلا يف ةفقمْدمص

س لا َاممنسإف

“Zakat hanya ditarik dari hinthah (gandum halus), kurma, dan zabib(kismis).” (HR. Mushannaf Ibn Abi Syaibah)

Kedua, Jumhur (mayoritas) ulama meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman lain yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Jumhur ulama berselisih pandangan mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran.

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.

(9)

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan.7

Tiga pendapat terakhir ini dinilai lebih kuat. Sedangkan pendapat Abu Hanifah adalah pendapat yang lemah dengan alasan beberapa dalil berikut,

-ملممسو هيلع هللا َّىلص- َّى

ى بفنسلا َّىلمإف ب

م تمك

م هرنسأم ذذَاعممر نيعم

س

م

ممييلم » ل

م َاممقمفم ل

ر وممقربرليا َّى

م ممهفوم ت

ف اومرمممض

ي خ

ر ليا ن

ف ع

م هرلرأ

م س

ي يم

ءْءَّى

ي ش

م َاهميفف

Dari Mu’adz, ia menulis surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya mengenai sayur-sayuran (apakah dikenai zakat). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sayur-sayuran tidaklah dikenai zakat.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan bahwa sayuran tidak dikenai kewajiban zakat.

ذفَاعممروم َّىس

م ومر َّىبفأ

م نيعم َةمدمريبر َّىبفأم نيعم َّىيمحييم نفبي ةمحمليطم نيعم

– هفلسلا ل

م وس

ر رم ن

س أم ُ: ل

ذ بمجم ن

ف بي

ن

ي أم َاممممهررمممأ

م فم نفمممميمليا َّىمملمإف َاممممهرثمعمبم -ملممسوهيلع هممللا َّىلص

ُ: ل

م َاقمومْ.ميهفنميدف رمميأم س

م

َانسلا َامملىعمير

رفيعفش

س لا ةفعمبمريل

م ا ف

ف َانمص

ي ل

م ا هفذفهمنيمف لسإف ةفقمْدمصسلا َّىفف اذمخرأيتم لم »

ْ.« رفميتسلاوم ب

ف يبفزسلاوم ةفط

م نيحفلياوم

"Dari Tholhah bin Yahya, dari Abu Burdah, dari Abu Musa dan Mu’adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus keduanya ke Yaman dan memerintahkan kepada mereka untuk mengajarkan agama. Lalu beliau bersabda, “Janganlah menarik zakat selain pada empat komoditi: gandum kasar, gandum halus, kismis dan kurma.”(HR. Al Baihaqi)

Hadits ini menunjukkan bahwa zakat hasil pertanian bukanlah untuk seluruh tanaman. Sedangkan pendapat ulama Zhohiriyah yang menyatakan bahwa zakat hasil

(10)

pertanian hanya terbatas pada empat komoditi tadi, maka dapat disanggah dengan dua alasan berikut:

1. Kita bisa beralasan dengan hadits Mu’adz di atas bahwa tidak ada zakat pada sayur-sayuran. Ini menunjukkan bahwa zakat hasil pertanian diambil dari tanaman yang bisa disimpan dalam waktu yang lama dan tidak mudah rusak. Sedangkan sayur-sayuran tidaklah memiliki sifat demikian.

2. Empat komoditi yang disebutkan dalam hadits adalah makanan pokok yang ada pada saat itu. Bagaimana mungkin ini hanya berlaku untuk makanan pokok seperti saat itu saja dan tidak berlaku untuk negeri lainnya? Karena syari’at tidaklah membuat ‘illah suatu hukum dengan nama semata namun dilihat dari sifat atau ciri-cirinya.8

Pendapat Imam Syafi’i lebih dicenderungi karena hadits-hadits yang telah disebutkan di atas memiliki ‘illah (sebab hukum) yang dapat ditarik di mana gandum, kurma dan kismis adalah makanan pokok di masa silam –karena menjadi suatu kebutuhan primer- dan makanan tersebut bisa disimpan. Sehingga hal ini dapat diqiyaskan atau dianalogikan pada padi, gandum, jagung, sagu dan singkong yang memiliki ‘illah yang sama.9

D. Pengumpulan antara Sebagian Hasil Panen dengan Bagian yang lain

Semua orang sepakat bahwa barang yang hendak dikeluarkan zakatnya, diluar biji-bijian dan buah-buahan tidak dapat dicampurkan antara satu jenis dengan jenis yang lainnya agar mencapai nisabnya. Mereka juga sepakat bahwa barang-barang dagangan boleh dicampurkan dan dihitung bersama uang atau sebaliknya. Hanya saja syafi’ berpendapat bahwa uang itu tidak dapat dicampurkan dengan barang dagangan kecuali dia telah dibelikan sesuatu yang sesuai harganya dengan barang dagangan itu karena nisabnya dikategorikan sebagai nisab barang tersebut.

Mazhab Hanafi dan Syafi’i mengatakan, “satu jenis barang tidak boleh digabungkan dengan jenis yang lain. Setiap jenis ada nisabnya masing-masing. Karena barang-barang tersebut memiliki berbagai jenis timbangan, setiap jenis barang

8Ibid, hal. 47

(11)

itu ada nisabnya sendir-sendiri, seperti buah-buahan dan binatang ternak. Akan tetapi, Abu Hanifah memberi catatan bahwa kewajiban zakat telah dikenakan atas segala yang dikeluarkan dari bumi, tanpa harus menunggu nisabnya, dan pada gilirannya tidak apa-apa bila kita menggabungkan antara yang satu jenis dengan jenis yang lain.

Mazhab Maliki dan Hanbali mengatakan, “Sesungguhnya hinthah (salah satu jenis gandum) adalah termasuk sya’ir (gandum) juga. Begitu pula halnya dengan kacang-kacangan, masing-masing dapat digabungkan dengan yang lain karena semuanya adalah bahan pokok makanan. Semuanya dapat digabungkan seperti yang berlaku di pelbagai jenis gandum (ada yang hinthah,qamh,sya’ir, dan burr). Mazhab Malikik mengatakan, “Yang termasuk kacang-kacangan tu ada tujuh macam: kacang polong, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kacang adas, al-turmus, al-julban dan al-basilah. Masing-masing dapat digabungkan antara yang satu dan yang lain karena masih sejenis dalam zakat.

Tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan minyak ada 4 macam yaitu: zaiitun, wijen, biji lobak merah, bunga tinta. Empat macam jenis tanaman yang menjadi bahan minyak ini tidak dapat digabungkan satu sama lain.

Mazhab Syafi’i mengatakan, “salah satu jenis tanaman tidak bisa disempurnakan oleh jenis tanaman yang lainnya. Setiap jenis mesti dikeluarkan zakatnya secara terpisah karena tidak akan ada kesulitan di dalam melakukan pengeluaran zakat dengan cara demikian. Berbeda dengan binatang ternak. Yang paling benar adalah setiap macam dan setiap jenis tanaman dikeluarkan zakatnya sendiri-sendiri, asal masih ada harga dan nilainya. Satu bagian jenis tanaman tidak bisa diambil untuk digabungkan dengan bagian jenis yang lain karena tidak ada kesulitan di dalam melakukannya. Jika misalnya tanaman itu banyak sekali dan masing-masing jenis hasilnya tidak besar sehingga menyulitkan pemiliknya untuk mengeluarkan zakat, hendaklah dia mnegeluarkan zakatnya dengan cara yang seimbang, tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit agar dapat menjangkau bagian yang atas dan bagian yang bawah.

(12)

perak. Pemilik tanaman juga diperbolehkan menggabungkan satu dengan lainnya antara hasil panen padi-padian dan buah-buahan yang berbeda masa panennya dalam satu tahun untuk menyempurnakan nishabnya, sebagaimana yang berlaku pada zakat binatang ternak, emas, perak.”

Sult bisa digabungkan dengan syar’i, isl dengan hinthah karena semuanya berasal dari satu jenis.

Tanaman yang berada dalam satu tahun yang sama atau buah-buahan yang dipanen dalam tahun yang sama boleh digabungkan antara yang satu bagian dengan bagian yang lain untuk menyempurnakan nishabnya, meskipun masa tanam, matang, dan masa panennya berbeda, atau bahkan waktu muncul buahnya kematangannya sama sekali berbeda.

Al-Bhuti didalam buku Al-Kasysyaf Al-Qanna’ mengatakan, “padi-padian dan buah-buahan yang dipetik hasilnya dalam satu tahun dapat digabungkan, tetapi tidak boleh menggabungkan berbagai macam jenis, misalnya menggabungkan burr dan sya’ir atau jagung atau kacang addas, dan sebagainya. Karena yang disebutkan hal-hla yang disebutkan trakhir itu merupakan berbagai macam jenis yang dapat dibedakan satu sama lain sehingga tidak dapat digabungkan antara satu dengan lainnya, seperti menggabungkan antara berbagai jenis buah-buahan dan berbagai jenis binatang ternak. Mengkiaskan penggabungan ‘Ils dengan hinthah juga tidak dibenarkan karena ‘Ils adalah salah satu termasuk bagian hinthah. Uang juga tidak dapat digabungkan dengan emas dan perak, begitu juga sebaliknya. Padi-padian tidak boleh dikumpulkan bersama buah-buahan atau binatang ternak karena pada dasarnya mereka adalah jenis-jenis yang berbeda, kecuali apabila semua jenis-jenis itu termasuk barang dagangan sehingga semua dapat dikalkulasikan berdasarkan nilai tukar daerah masing-masing (uang). Inilah hasil Ijtihad madzhab Hanbali yang disepakati oleh madzhab-madzhab lainnya.

E. Zakat Buah-buahan dari Tanah Wakaf

(13)

Madzhab Hanafi mengatakan, kepemilikan merupakan syarat diwajibkannya zakat tersebut. Oleh karena itu, tanah tanah yang tidak ada pemiliknya yakni tanah wakaf maka zakatnya adalah sepersepuluh berdasarkan cakupan firman Allah SWT :











































































 













 























“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu...” (QS. Al-Baqarah : 267)



















“...dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya...” (QS. Al-An’am : 141) Dan sabda Rasulullah SAW:

“Zakat tanaman yang disiram oleh tujuan adalah sepersepuluh, sedangkan yang disiram dengan timba atau kincir air zakatnya seperdua puluh”

Karena sepersepuluh dikenakan atas sesuatu yang menghasilakan, dan bukan atas tanah itu sendiri, kepemilikan tanah atau tidaknya berada pada satu kondisi dan tidak menjadi syarat atas kewajiban mengeluarkan zakat.

(14)

beranak, anak-anaknya mengikuti induknya, meskipun semuanya itu diwakafkan untuk mesjid, baik untuk orang fakir atau mukallaf, baik ditentukan atau tidak jumlahnya dengan syarat pemiliknya masih memerah susunya, dan memelihara sendiri. Jikalau pemelihara atau pemeiliknya tidak melakukan itu semuanya, dan telah mengalihkan tanggung jawabnya kepada penerima wakaf sehingga penerima wakaf itu menanami tanahnya atau memerah susu binatang ternak tersebut, penerima wakaf yang berkewajiban mengeluarkan zakat jika tidak sampai pada nishabnya. Jika tidak sampai pada nishabnya maka tidak wajib, selama dia tidak memiliki harta yang sejenis dan tidak dapat digabungkan sehingga dapat mencapai nishabnya. Madzhab Syafi’im mengatakan “Buah-buahan dan padi yang berasal dari tanah wakaf untuk masjid, jembatan atau panti-panti, fakir miskin tidak wajib di zakatkan.

Akan tetapi Madzhab Hanbali padi-padian dan tanaman yang diwakafkan untuk orang yang ditentukan wajib mengeluarkan zakatnya jika mencapai nishabnya dan tidak wajib zakat atas tanah wakaf penerimanya apabila tidak di butuhkan atau untuk masjid.

F. Zakat Tanah Sewaan

Ada dua pendapat fuqaha mengenai zakat tanah sewaan ini, apakah zakatnya dibebankan kepada pihak yang menyewakan atau pihak penyewa.

Abu Hanifah mengatakan, “Zakat tanah sewaan dibebankan kepada orang yang menyewakan karena dialah yang menanggung biaya atas tanah itu, misalnya biaya untuk buruh dan pajak. Karena dia memperoleh uang sewanya, dia dianggap menanam sendiri tanahnya.

Madzhab Maliki dab Syafi’i tidak sependapat dengan Abu Hanifah. Mereka mengatakan, “Kewajiban zakat atas tanah sewaan dibebankan kepada pihak penyewa karena tanah yang menghasilkan diwajibkan zakatnya sebesar sepersepuluh, dan yang menikmati hasil tanah itu adalah pihak penyewa. Oleh karena itu, pihak penyewa dibebani untuk membayar zakat sebesar sepersepuluh, dan dia dianggap sebagai peminjam (al-musta’ir). Akan tetapi, kita harus meminta fatwa imamdan melaksanakannya karena begitulah makna lahiriyah riwayat yang ada. Bila kewajiban atas penyewa itu akan membawa manfaat yang lebih bagi fakir miskin, pewajiban itu mesti dilaksanakan karena memang begitulah fatwa ulama mutakhir.

(15)

tanaman yang berbuah maka hasil tanah itu dikenakan zakat. Kewajiban mengeluarkan zakat sepersepuluh dibebankan kepada penyewa atau orang yang meminjamka tanah itu, bukan kepada pemiliknya karena sesungguhnya zakat sepersepuluh itu diwajibkan atas tanaman, yang sebelumnya diagarap oleh pemiliknya yang kini meminjamkan atau menyewakan.

G. Zakat atas Tanah Berpajak ( Al Khorojiyah )

Dalam ilmu fiqih tanah dapat di bedakan menjadi dua : 1. Al-usyriyah

2. Al-kharajiyah

Al-usyriyah adalah tanah yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar sepersepuluh, yang di dalamnya terkandung muatan makna ibadah. Tanah – tanah itu adalah sebagai:10

1. Tanah arab yang membentang di kawasan al-Udzayd sampai keperbatasan yaman dan aden. Karena Rasullulah SAW. Dan para sahabat setelahnya tidak pernah mengambil pajak di ( al kharaj ) atas tanah tersebut.

2. Tanah yang penduduknya masuk islam dengan penuh kesadaran. Oleh karna itu, tanah itu dianggap sebagai tanah islam.

3. Tanah yang di buka secara paksa dengan menundukan penduduknya dan di bagi-bagi sebgai tanah rampasan perang bagi-bagi kaum muslimin.

4. Tanah yang berada dalam kawasan kaum islam yang di pakai untuk kebun dan di sirami air yang mengharuskan zakat sepersepuluh. Jika tanah itu disirami air yang mengharuskan membayar zakat, tanah itu termasuk tanah pajak.

Adapun tanah mati yang di buka kaum musimin dengan izin imam, menurut imam Hanafi dan maiki, sebagaimana yang dituturkan oleh qadhi abu yusuf adalah “ jika tanah itu termasuk tanah usyriyyah, tanah itu dikategorikan sebagai tanah usyriyyah begitupun dengan tanah akharaj.

Adapun jumhur ulama mengatakan bahwa tanah berpajak itu ada tiga macam :

1. Tanah yang dibuka oleh pasukan kaum muslimin dan tidak dibagikan kepada mereka.

2. Tanah yang diberikan oleh pemiikinya karena takut kenapa pasukan muslim.

(16)

3. Tanah yang diberikan oleh pemiliknya kepada kaum musimin dan di kenakan pajak yang diwajibkan oleh imam.

Para fuqaha berseisih pendapat mengenai zakat tanah berpajak apabia dimiliki oleh orang muslim: apakah kewajibanya hanya mengeluarkan pajak saja,ataukah dia harus mengeluarkan secara bersamaan zakat dan pajak, ataukah pajaknya di gantikan dengan zakat sebesar sepersepuluh ?

1. Madzhab Hanafi mengatakan : “ tanah berpajak hanya diwajibkan membayar pajaknya saja tidak di wajibkan membayar zakat. pajak dan zakat sepersepuluh tidak dapat terjadi daam satu tanah.

2. Tiga imam fiqh lainya mengatakan : tanah berpajak harus membayar zakat sepersepuluh, di samping keharusan membayar pajaknya.

H. Al- ‘Asyir dan Kewajiban Membayar Pajak dan Sedekah

11Al-Asyir adalah seorang yang diangkat oleh imam yang berkeiling untung

mengambil zakat pada para pedagang. Jika terjadi perbedaan pendapat antara dia dan pedagang sehingga diantara mereka tidak mengakui bahwa harta kekayaan yang perlu di zakati sudah sampai setahun ( al- hawl ), Atau hutang belum lunas sehingga dia tidak berkewajibvan untuk zakat yang harus dijadikan pedoman yaitu pendirian pedaganmg itu dengan sumpahnya.

Kadar yang diambil oleh al- asyir dari kaum muslim yaitu seperempat puluh, dari al- dzimmiy seperdua puluh, sedangkan diri Al- Harbiyyun sepersepuluh. Hal ini di dasarkan oleh riwayat Muhammad bin al-hasan dari ziyad bir yang mengatakan : “Umar bin khattab mengutus kepada pemilik kurma untuk mengambil zakat, dia memerintahkan kepadaku untuk mengambil zakat dari kekayaan kaum muslim,apabila mereka berselisih pendapat mengenai harta itu dan bercampur dengan harta perdagangan yang lain, aku disiruh mengambil seperempat puluh dari mereka. Dan di perintahkan dari dzimmiy seperduapuluh , dan dari harbiyun sepersepuluh.

(17)

I. Pembayaran dan Penguguran Zakat

Dalam bab ini ada beberapasub pembahasan yang perlu kita kaji : 1. Rukun Mengeluarkan Zakat

Rukunya adalah kepemilikan, ini berdasarkan firman Alloh SWT:



















“ Dan tunaikanlah haknya dihari memtik hasilnya” [ QS.Al-An’am (6):141 ]











































































































“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Pelaksanaan pemberian zakat dimulai dengan kepemilikan yang memperbolehkan untuk dikosumsi. Akan tetapi, bukan milik masjid yang lain. Firman Alloh swt : “ ...dan tunaikanlah zakat “

2. Cara mengeluarkan zakat

(18)

tersebut, baik atau buruk karana hak fakir miskin harus dilaksanakan sebijak mungkin dan mereka harus kita anggap sebagai mitra kita.

Menurut Madzhab Hanbali dan Hanafi, kalau harta yang hendak dizakati itu bermacam-macam , zakatnya harus diambil dari barang yang paling istimewa. Sedangkan Syafi’i mengatakan semestinya zakat diambilkan dari semua jenis yang ada: apabila sulit, diambilkan dari yang pertengahan. Yang jelas semua madzab sepakat bahwasanya zakat tidak boleh diambilkan dari zenis yang paling jelek, berdasarkan firman AllAh SWT:



























 













 



“dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya” ( QS. Al-Baqarah (2): 267 )











































































 













 























“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

3. Waktu pengeluaran zakat

Zakat padian tidak dikeluarkan kecuali setelah ia di bersiakan dari padi-padian yang gagal dan tidak berisi:12 dan buah-buahan di keluarkan zakatnya setelah

(19)

iya kering. Begitulah kesepakatan para ulama’ karna memang pada saat-saat itulah semuanya sempurna dan layak untuk disimpan. Semua biaya itu menjadi tanggungan sang pemilik tidak boleh diambilkan dariperhitungan zakat karna sesungguhnya zakat buah-buahan sesungguhnya sama dengan zakat ternak.

4. Penentuan besar zakat buah-buahan dengan taksiran ( al kharsh )

Al- kharsh adalah taksiran, estimasi, penentuan berdasarkan dugaan orang yang dilakukan oleh seorang yang dianggap adil dan sangat ahli.madhab Hanafi tiadak sesuatuyang ghaib, masih bersifat dhanyy yangtidak mengandung hukum.13

Jumhur Ulama’ mengatakan “ Kita hanya disunnahkan menaksirkan buah-buahan ( anggur dan kurma ) dan tidak boleh menerapkan padaselain buah- buah-buahan itu misalnya zaitun.”

a. Keabsahan taksiran hanya seorang penaksir

Dengan seorang penaksir saja hasil taksiran sudah dianggap memnuhi syarat karna nabi SAW pernah mengutus Abdulloh bin Rawahah, yang pernah mentaksir pohon kurma tatkala buah kurma itu Nampak tua dan baik.

b. Syarat-syarat pentaksir 1. Adil dan dapat dipercaya 2. Medeka

3. Laki-laki 4. Profisional c. Sifat penaksiran

Sifat penaksiran bergantung menjadi buah dan yang betung sepenuhnya kepada jenis buah-buahan yang ditaksir. Jika yang ditaksir jika yang di taksir satu macam maka dia harus berkeliling kepada setiap pohon yang berbuah itu dan mentaksir semua buah itu yang sudah jadi buah dan yangb belum.

(20)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Zakat tanaman hukumnya wajib berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan akal. Diwajibkannya zakat ini adalah, karena tanah yang ditanami merupakan tanah yang bisa berkembang. Apabila suatu tanah ‘ushriyyah yang bisa ditanami tidak ditanami, didalamnya tidak ada kewajiban sepersepuluh.

Dalam setiap zakat, terdapat beberapa syarat yang umum, diantara syarat yang umum itu misalnya baligh dan berakal. Selain itu, ada beberapa syarat khusus yang akan diperinci tiap-tiap madzhabnya.

Madzhab Hanafi berpendapat, selain beberapa syarat yang umum itu, masih ada beberapa persyaratan yang lainnya, diantaranya: Tanah yang ditanami merupakan tanah ‘usyriyyah, adanya tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut, yang tumbuh dari tanah tersebut adalah tanaman yang sengaja ditanam oleh pemiliknya, dan dikehendaki pembuahannya.

Madzhab Maliki mengajukan dua persyaratan tambahan, yaitu: Yang tumbuh dari tanah tersebut adalah biji-bijian dan tsamrah (seperti; kurma, anggur, zaitun), tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut mencapai satu nisab, yakni 5 wasaq (653 kg).

(21)

Madzhab Hambali menambahkan tiga syarat, diantaranya yaitu: Tanaman tersebut tidak disimpan, bertahan lama, bisa ditakar, bisa dikeringkan (dua hal terakhir adalah untu buah-buahan dan biji-bijian), dan ditanami oleh manusia, tanaman tersebut boleh jadi berupa makanan yang mengenyangkan, misalnya biji-bijian, berupa tanaman sebangsa kapas seperti, kacang adas, kacang kedelai, dan kacang tanah, semacam jintan putih dan biji mentimun atau semacam biji sayur mayur, seperti biji lobak, biji buah yang pahit, dan semua jenis biji-bijian, tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut mencapai nisab, yakni 5 wasaq, tanaman yang telah mencapai nisab itu dimiliki oleh seorang yang merdeka dan Muslim pada waktu zakat diwajibkan.

Semua orang sepakat bahwa barang yang hendak dikeluarkan zakatnya, diluar biji-bijian dan buah-buahan tidak dapat dicampurkan antara satu jenis dengan jenis yang lainnya agar mencapai nisabnya. Mereka juga sepakat bahwa barang-barang dagangan boleh dicampurkan dan dihitung bersama uang atau sebaliknya. Hanya saja syafi’ berpendapat bahwa uang itu tidak dapat dicampurkan dengan barang dagangan kecuali dia telah dibelikan sesuatu yang sesuai harganya dengan barang dagangan itu karena nisabnya dikategorikan sebagai nisab barang tersebut.

Abu Hanifah mengatakan, “Zakat tanah sewaan dibebankan kepada orang yang menyewakan karena dialah yang menanggung biaya atas tanah itu, karena dia memperoleh uang sewanya, dia dianggap menanam sendiri tanahnya.

Madzhab Maliki dan Syafi’i tidak sependapat dengan Abu Hanifah. Mereka mengatakan, “Kewajiban zakat atas tanah sewaan dibebankan kepada pihak penyewa karena tanah yang menghasilkan diwajibkan zakatnya sebesar sepersepuluh, dan yang menikmati hasil tanah itu adalah pihak penyewa.

Referensi

Dokumen terkait

Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Malang, jika variabel bebas yang terdiri dari variabel keselamatan dan kesehatan kerja karyawan mempunyai nilai sama dengan

Untuk mengaktivasi masyarakat yang lebih luas, telah digelar Festival Gerakan Indonesia Mengajar di Econvention Ancol, pada 5-6 Oktober 2013 yang melibatkan lebih dari 6000

Berdasarkan hal tersebut penelitian eksperimen dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh intervensi kelompok teman sebaya (the support group method) terhadap

Ho : tidak ada perbedaan penilaian konsumen yang signifikan terhadap iklan Sampoerna A Mild jika ditinjau dari perbedaan respon Pelajar SMU dengan Mahasiswa S1 terhadap

Lakukan simulasi air yang terkontaminasi tinja, lalu ajak masyarakat utk meminumnya, berkumur, cuci muka atau kegiatan lain yang biasa dilakukan masyarakat dengan air tersebut,

Artikel ilmiah dipaparkan secara singkat, rinci, logis, sistematis, padat, dan komprehensif (namun tidak bertele-tele), dengan menggunakan bahasa Indonesia (asing)

Suasana ruang pada Hotel Resort di Pantai Lenggoksono Kabupaten Malang ini dianalisis dengan orientasi utama pada penerapan penggunaan energi alternatif dan