• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Doppler Pergeseran Merah Pergeseran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efek Doppler Pergeseran Merah Pergeseran"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

keyakinan ini akan mengobok-obok akal sehat kita karena apa yang selama ini menjadi bagian alami dari pan-caindera dan nalar kita yakni ruang dan waktu berubah: urutan waktu dapat dibalik dan ruang tidaklah mutlak seperti apa yang kita dapati. Tapi hal ini belum finis, karena sampai detik inipun eksperimen yang serupa dengan eksperimen Michelson-Morley pada awal abad 20 masih dilakukan dengan menggunakan ketelitian alat yang lebih tinggi lagi[2]. Dan bisa jadi hasilnya mendobrak keyakinan yang ditanamkan ke kita selama ini tentang alam semesta.

19.

Efek Doppler, Pergeseran Merah, Pergeseran Biru, Radiasi CMB,

Pengembangan Alam Semesta, Big Bang, Mungkinkah?

Cahaya sebagai gelombang tentu memiliki beberapa karakteristik yang dimiliki oleh gelombang secara umum, misalnya interferensi, difraksi, polarisasi, refraksi (pembiasan), dan penghaburan (scattering). Di samp-ing itu dikenal kasus di mana cahaya itu mengalami perubahan frekuensi akibat pergerakan relatif antara sumber dan pengamat. Secara klasik fenomena ini dikenal sebagai Efek Doppler yang kemudian diistilahkan sebagai pergeseran Doppler (Doppler Shift). Ketika sumber cahaya bergerak ke arah kita maka frekuensi cahaya yang datang itu akan mengalami peningkatan demikian pula sebaliknya ketika sumber cahaya menjauhi kita maka frekuensi cahaya itu akan mengalami penurunan.

Secara klasik efek Doppler ini diturunkan pada kasus gelombang suara begitupun namanya diambil ber-dasarkan studi yang dilakukan oleh ilmuan terhadap perubahan frekuensi suara akibat pergerakan objek baik itu sumber suara maupun penerima. Dalam kasus ini terdapat perbedaan tinjauan dengan kasus gelombang cahaya. Pertama cahaya sebagai sebuah gelombang tidak membutuhkan medium perambatan. Gelombang ca-haya caca-haya mampu merambat begitu saja dalam ruang hampa. Secara klasik persamaan Maxwell memang menganggap bahwa medan elektromagnetik itu tersebar dari sumber nya jauh ke ruang di luarnya sampai tak terhingga. Dan gelombang elektromagnetik itu merupakan gangguan pada medan elektromagnetik itu sendiri. Namun yang menjadi masalah ternyata cahaya (yang sebelumnya dipelajari pada studi optik yang terpisah dari studi kelistrikan) adalah gelombang elektromagnetik. Hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran kecepatan ca-haya yang sama dengan kecepatan gelombang elektromagnetik hasil penurunan Maxwell.

Kita sendiri tentu pernah belajar bagaimana medan listrik yang ditimbulkan oleh sebuah distribusi mu-atan (misalnya ketika distribusinya berbentuk bola atau silinder) yang nilainya berbanding lurus dengan besar muatan dan berbanding terbalik dengan jarak. Jadi makin jauh dari muatannya makin kecil medannya dan bernilai nol pada titik tak berhingga. Jadi kendatipun semakin jauh dari muatan, medan listrik itu tetap dia-sumsikan eksis. Dan gelombang elektromagnetik itu merupakan gangguan pada medan ini. Analog dengan ombak (gelombang di air) yang merupakan gangguan yang merambat pada permukaan air. Namun bagaimana halnya dengan cahaya? Ketika kita menyalakan lampu senter maka seketika itu pula cahaya merambat dengan kecepatancmenuju ke jarak tak berhingga tanpa didahului oleh adanya medan elektromagnetik yang menyebar ke mana-mana. Tentu ini hal yang menarik yang sama sekali tidak dipikirkan oleh Maxwell dalam penurunan rumusnya. Jadi kemudian ilmuan memperkenalkan konsep eter yang merupakan media perambatan gelom-bang elektromagnetik. Jadi awalnya Maxwell menganggap bahwa gelomgelom-bang elektromagnetik ini merupakan gangguan yang merambat pada medan elektromagnetik, namun kemudian dianulirnya karena adanya kasus ca-haya tersebut. Gelombang elektromagnetik merambat pada eter yang diasumsikan mengisi segala titik pada ruang. Eter dipandang memiliki sifat-sifat yang memungkinkan ia menjadi media perambatan gelombang den-gan kecepatan yang sangat tinggi ini, misalnya eter itu tidak termampatkan (incompressible), kemudian eter itu tidak berinteraksi dengan materi pada kecepatan tinggi namun berinteraksi pada kecepatan rendah dan berbagai sifat-sifat lainnya.

(2)

hal-hal yang sudah biasa kita cerna dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai percobaan sudah dilakukan untuk mendeteksi eksistensi eter khususnya bagaimana pergerakan relatifnya terhadap bumi namun hasilnya nihil. Dengan demikian saat ini sebagian besar ilmuan sepakat eter tidak eksis, sehingga terori Maxwell tentang gelombang elektromagnetik itu bermetamorfosa lagi dan menganggap bahwa gelombang cahaya merambat tanpa membutuhkan medium perambatan. Tentu sebuah hal yang ganjil dalam pikiran kita jika ada gelombang yang merambat tanpa medium.

Semua orang setuju dengan pernyataan bahwa cahaya itu adalah gelombang. Tinjau fenomena difraksi ketika gelombang dilewatkan pada celah sempit dan kemudian membentuk pola gelombang baru. Hal ini karena gangguan itu (perambatan energi dalam bahasa fisika) diteruskan ke bagian lain dari medium yang masih tenang sehingga membentuk pusat gelombang yang baru. Tapi kemudian bagaimana halnya dengan cahaya. Ketika ca-haya dilewatkan pada celah sempit apa yang membuatnya berdifraksi. Logikanya jika caca-haya itu adalah partikel foton yang merambat tanpa membutuhkan medium perambatan maka ketika cahaya melewati celah sempit yang terjadi adalah cahaya itu akan bergerak lurus saja, bagian-bagian muka gelombang yang mengenai penghalang akan terpantulkan sementara sisanya akan menjadi potongan paket cahaya yang merambat lurus tanpa medium. Namun yang teramati adalah adanya fenomena difraksi. Jadi secara klasik titik-titik pembentuk gelombang cahaya akan bertindak sebagai sumber bagi gelombang yang baru. Yang menjadi masalah adalah cahaya seba-gai gelombang elektromagnetik dihasilkan oleh percepatan muatan listrik. Kita membutuhkan rangkaian listrik tertentu yang terdiri atas induktansi, kapasitansi, dan konduktor untuk membentuk rangkaian LC. Dan dengan menyambungkan rangkaian ini ke antena akan dihasilkan medan elektromagnetik. Jadi yang menjadi sumber gelombang elektromagnetik itu adalah pergerakan muatan tadi. Sehingga ketika disangkut pautkan dengan fenomena difraksi akan timbul sebuah masalah baru, di manakah muatan yang dipercepat yang menjadi sumber gelombang baru dalam proses difraksi tersebut?

Hal berikutnya adalah gelombang elektromagnetik bergerak dengan kecepatan konstan, berbeda dengan gelombang suara yang kecepatannya ditentukan oleh kecepatan medium perambatannya. Dengan konstan nya kecepatan cahaya mengharuskan kita mencari alternatif baru dalam perumusan persamaan-persamaan tentang besaran-besaran di fisika, khususnya berkaitan dengan transformasi yang menghubungkan antara nilai nya di satu kerangka acuan dengan nilai besaran itu di kerangka acuan lain. Oleh karena itu dirumuskanlah transfor-masi Lorentz yang merupakan pengganti transfortransfor-masi Galileo untuk kasus kecepatan relativistik.

Selanjutnya cahaya juga mengenal Efek Doppler (yang diistilahkan sebagai pergeseran Doppler). Cahaya (atau gelombang elektromagnetik lain) dipancarkan pada sumberSkemudian diterima pada pengamatO. Ca-haya ini pasti memiliki frekuensi tertentu yang sudah diatur dalam pembangkit caCa-haya diS (oleh rangkaian LC tadi). Kemudian ketikaS bergerak dengan kecepatanvtertentu mendekati O, maka terjadi peningkatan frekuensi dari cahaya ini saat diterima diO. Perhitungan mengenai peningkatan frekuensi ini setara dengan rumus yang diberikan untuk fenomena yang sama untuk kasus gelombang lainnya, misalnya gelombang suara. Berbeda dengan gelombang suara, terdapat perbedaan tinjauan antara kasus ketikaOyang bergerak atauSyang bergerak.

Untuk kasus gelombang suara, ketikaObergerak danSdiam, maka kecepatan gelombang suara terhadap

Oakan mengalami peningkatan, yakni merupakan hasil penjumlahan anatara kecepatan Oterhadap medium (yang dalam hal ini udara) sebesarv, dengan kecepatan gelombang suara di dalam medium itu yakni sebesar

(3)

suara di udara, momen ketikaOmenjumpai muka gelombang kedua merupakan total penjumlahan jarak yang ditempuh keduanya dalam menempuh satu panjang gelombang yakni 350 meter sehingga yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah di titik mana dan pada waktu kapanObertemu muka gelombang yang kedua? Ketika waktu sudah berjalan 1 detik, muka gelombang kedua sudah melintasi jarak 350 meter sementaraOsudah berjalan sejauh 175 meter yang penjumlahannya lebih besar dari 350 meter. Jadi kasus di mana keduanya bertemu adalah ketika waktu berjalan selama 2/3 dari 1 detik. Pada saat ini muka gelombang kedua sudah berjalan sejauh 2/3 dari 350 meter yakni sejauh 234 meter danOberjalan sejauh setengahnya yakni sejauh 1/2×2/3=1/3 dari panjang gelombang yakni sejauh 116 meter sehingga total lintasan keduanya adalah 350 meter. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan olehOuntuk menerima muka gelombang yang kedua menjadi 0.6 detik, atau tiap 2 detik terdapat 3 muka gelombang yang diterima olehOyang artinya frekuensinya meningkat sebesar 2/3 dari frekuensi mula-mula yang dipancarkan diS.

Untuk kasus S yang bergerak dan Odiam lain lagi ceritanya. Pada kasus ini justru kecepatan gelom-bang suara terhadap medium harus dikurangi dengan kecepatan medium terhadapSsehingga kecepatan suara terhadapSmenjadicv. Dengan menganggap kecepatanSterhadap medium adalah setengah kecepatan gelom-bang suara di udara atau sebesar 175 m/s akan diperoleh kecepatan relatif gelomgelom-bang terhadapSadalah sebesar 350−175=175 m/s. Untuk kasusS diam, ketika muka gelombang pertama berjalan sejauh 350 meter baru muka gelombang kedua bisa dipancarkan. Sementara karenaSbergerak mendekatiO, ketika muka gelombang pertama baru berjarak sejauh 175 meter, sudah dipancarkan muka gelombang yang kedua. Akibatnya kedua muka gelombang ini hanya berjarak sejauh 175 meter alih-alih berjarak sejauh 350 meter. Namun kedua muka gelombang ini tetap berjalan dengan kecepatan 350 m/s di udara. Sehingga bagiOyang diam terhadap medium udara, ketika waktu satu detik sudah terlewati kedua muka gelombang ini sudah sampai diterimanya. Jadi bagi pengamatOterjadi peningkatan frekuensi sebesar dua kali frekuensi yang dipancarkan olehS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kasus gelombang suara terdapat perbedaan mendasar antara kasus ketikaSyang berg-erak atauOyang bergerak. Dan hal ini ditentukan oleh adanya kecepatan relatif keduanya terhadap medium perambatan gelombang suara. Yang perlu digarisbawahi adalah untuk kasus gelombang suara, panjang gelom-bang itu ditentukan oleh sumber (yakniS), jadi sekali gelombang suara tersebut dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh sumber, maka panjang gelombangnya tidak akan bisa dirubah lagi. Dan ini menjadi hal yang fundamental sangat berbeda ketika kita meninjau pergeseran Doppler yang dialami oleh pergerakan gelombang cahaya.

Fenomena pergeseran Doppler yang dialami oleh cahaya merupakan hal yang secara substansial sangat menentukan bagi perkembangan teori fisika di masa ini. Dengan meninjau besarnya pergeseran merah atau pergeseran biru pada gelombang cahaya yang diterima di bumi, kita bisa menentukan laju pergerakan bintang-bintang di kejauhan terhadap bumi. Jika yang dijumpai adalah pergeseran merah artinya bintang-bintang-bintang-bintang di kejauhan bergerak menjauh terhadap pengamat di bumi artinya terjadi penurunan frekuensi gelombang cahaya yang dipancarkan oleh bintang menjadi lebih rendah ketika sudah sampai di bumi. Demikian pula sebaliknya dengan melihat adanya pergeseran biru berarti bintang yang dimaksud bergerak mendekati pengamat yang ada di bumi. Rumus pergeseran Doppler analog dengan rumus Efek Doppler untuk kasus gelombang suara. Misal-nya kita meninjau sumberSyang memancarkan berkas cahaya tiap satu detik yang artinya frekuensinya sebesar 1 Hz. Untuk pengamatOyang dalam keadaan bergerak relatif terhadapS, frekuensi ini hanya ditentukan oleh adanya perbedaan waktu antara kedua kerangka akibat dilasi waktu. Jadi dengan periode gelombang sebesar 1 detik, ketikaObergerak dalam arah yang tegak lurus dengan arah datangnya cahaya, yang terjadi tidak lain adalah dilasi waktu yang mengakibatkan periode ini menjadi lebih lama dalam kerangkaO. Dengan demikian frekuensinya menjadi lebih rendah dari frekuensi sumber diS.

(4)

Oyang menjauh atauSmenjauh karena cahaya sama sekali tidak membutuhkan medium perambatan. Dengan demikian diperoleh total waktu tersebut dengan mensubstitusikan nilaitpada kerangka acuanOdengan nilainya yang dikalikan dengan faktor Lorentz di kerangka acuanSyaknit=t0/p

1−v2/c2. Sehingga diperoleh

Tapi bagaimana jika dalam persamaan 19.1 kita menggunakan satuan panjang sebagaixalih-alihvtuntuk meny-atakan jarak yang ditempuh olehSselama menjauh dariOtentu hal yang terjadi adalah sangat berbeda. Yang kita dapatkan adalah

Jadi penurunan yang diberikan oleh persamaan 19.2 sama sekali tidak setara dengan apa yang diberikan oleh persamaan 19.4. Namun kedua persamaan ini dinyatakan sah berdasarkan asumsi teori relativitas khusus. Sebe-narnya persamaan 19.2 sudah benar dan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Jika diibaratkan dengan akar persamaan kuadrat yang mana hanya satu saja yang diambil karena yang lain tidak memenuhi fakta di lapan-gan, maka bisa saja kita membuang apa yang diberikan oleh persamaan 19.4. Namun yang perlu dipahami adalah penurunan pergeseran Doppler dalam relativitas khusus mengabaikan cara yang elegan dalam mem-berikan penafsiran yang lugas ke pembaca tentang ketidakmutalakan ruang dan waktu. Penurunan persamaan ini mengikuti tema yang sama saja dengan yang diberikan untuk kasus klasik pada efek Doppler di mana ruang dan waktu adalah hal yang mutlak.

(5)

kecepatannya. Jadi ketikaOdanSsaling menjauh, adanya penurunan frekuensi akan memberikan kecepatan cahaya yang lebih lambat, sementara ketika keduanya saling mendekat akan memberikan kecepatan cahaya yang lebih cepat juga peningkatan frekuensi. Padahal ini tentu bertentangan dengan asumsi dasar dalam rel-ativitas khusus yang menyatakan bahwa kecepatan cahaya itu bersifat konstan. Tentu banyak fisikawan yang akan membantah klaim ini dengan mengatakan bahwa cahaya sama sekali tidak memiliki kerangka acuan diam (rest frame) sehingga kita tidak bisa menerapkan rumus kontraksi Lorenzt terhadapnya. Mereka berargumen bahwa dilasi waktu bisa diberlakukan karena yang kita hitung adalah frekuensi dan periode yang keduanya merupakan variabel yang diukur di kerangka acuan S atauO. Tapi sekali sekali lagi mereka lupa membe-dakan antara mana yang merupakan cara klasik dan mana yang identik dengan relativitas khusus. Fisikawan menggunakan cara klasik (kasus gelombang suara atau bola tenis) di mana periode di sini adalah jarak waktu antara berkas cahaya yang satu dengan berkas cahaya berikutnya (atau lemparan bola tenis yang satu dengan lemparan bola tenis berikutnya). Padahal dalam relativitas khusus, periode gelombang cahaya itu merupakan kebalikan dari frekuensi yang tentunya diatur dari percepatan muatan listrik oleh rangkaian LC yang sudah dibahas pada paragraf sebelumnya. Jadi sebuah partikel foton yang melintas sudah pasti memiliki frekuensi yang menjadi karakteristiknya dan ini berhubungan dengan rumus energi yang dinyatakan sebagaiE=h f¯ , se-mentara frekuensi yang diberikan untuk kasus penurunan pergeseran Doppler itu merupakan frekuensi antara berkas cahaya yang satu dengan berkas cahaya berikutnya, yakni berapa berkas cahaya yang dipancarkan dalam tiap detiknya. Kita bisa memancarkan 10 biji foton dalam satu detik yang artinya frekuensinya adalah 10 Hz (inilah yang dijadikan asumsi dalam penurunan pergeseran Doppler), sementara frekuensi sesungguhnya dari gelombang cahaya itu jauh lebih besar dari itu yakni di kisaran megahertz (MHz).

Jika asumsi ini digunakan harusnya hal yang sama bisa diterapkan untuk kasus panjang gelombang. Jika kita mengukur frekuensi dengan nilai tertentu diS, dengan memandang bahwa kecepatan merupakan penjum-lahan dari semua panjang gelombang yang mengalir tiap detik, atauc=λf, kita juga bisa mendapatkan nilai panjang gelombangnya di kerangka acuanS. Jadi adalah sangat tidak beralasan pernyataan para fisikawan yang memandang bahwa frekuensi merupakan hal yang bisa diukur pada kerangka acuanSdanOsementara panjang gelombang merupakan sifat bawaan dari cahaya yang membuat kita bisa menerapkan rumus dilasi waktu ter-hadap periode (dan juga frekuensi) namun tidak bisa menerapkan rumus kontraksi Lorentz terter-hadap kasus pan-jang gelombang cahaya, karena cahaya tidak memiliki kerangka acuan diam. Hal yang menarik adalah jika di-hubungkan dengan pernyataan sebelumnya tentang kasus gelombang suara yang panjang gelombangnya hanya bisa ditentukan pada sumber dan tidak dipengaruhi oleh pergerakan menjauh atau mendekat dariSterhadapO. Jadi sekali dipancarkan, panjang gelombang suara itu tetap terhadap medium. Pada kasus gelombang cahaya di samping kontraksi Lorentz akan membuat panjang gelombang menjadi berbeda (kendatipun ini tidak diter-apkan), ternyata pergerakan mendekat atau menjauh olehOjuga akan membuat gelombang cahaya berubah. Gerak relatif pengamat juga bisa membuat nilai panjang gelombang cahaya berubah. Hal ini karena ketika frekuensi berubah dan kecepatan cahaya konstan, maka yang ikutan berubah adalah panjang gelombangnya di

O. Pada kasus gelombang suara justru ketika frekuensi berubah, yang berubah diOadalah kecepatan suaranya. Pergeseran Doppler merupkan instrumen paling penting dalam setiap perkembangan yang terjadi di teori fisika dewasa ini. Jika kaum bumi datar menggunakan kamera P900 sebagai alat utamanya, fisikawan jus-tru menggunakan pergeseran Doppler. Yang menarik adalah fenomena pergeseran Doppler ini bisa juga kita prediksi dengan mengasumsikan kecepatan cahaya itu berubah. Jika kecepatan cahaya berubah tentu seperti kasus gelombang cahaya frekuensi juga akan berubah dan kita masih bisa melihat pergeseran merah atau perge-seran biru dengan alat ukur dengan landasan bahwa kecepatan cahaya bisa berubah.

20.

Peninjauan Kembali Tentang Hubungan Parabola dan Satelit

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian yang dilakukan berdasarkan kuesioner yang diisi oleh para responden yang menyatakan harga mobil bekas pada Showroom Yosi Motor secara keseluruhan dinilai cukup

Meningkatkan manajemen mutu terpadu (TQM) yang bisa dilakukan untuk kemajuan madrasah, diantaranya: 1) Perencanaan strategi mutu berkenaan dengan: a) Visi b)

Hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS dapat diketahui bahwa nilai t hitung sebesar - 0,041 dan angka probabilitas 0,967 lebih besar dibandingkan

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan strategi pembelajaran Learning Contract dapat meningkatkan minat belajardan hasil belajar siswa kelas IV pada tema

Pengolaan Leachate dengan Model Koagulasi – Biofilter Anaerobic dapat menurunkan BOD pada setiap variasi waktu tinggal. Rata-rata BOD terendah untuk spesimen kontrol sebesar

Jika dilihat dari permasalahan diatas, dibutuhkan suatu mobile application yang berbasis android, dengan berbagai konten tambahan yang menarik diharapkan aplikasi ini

Dan setelah sukses novel dan filmnya terbit Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra mulai melanjutkan dengan sekuel lanjutannya yaitu novel Faith And The

Dari hasil analisis akun instagram @dakwahquransunnah ini penulis menemukan bahwa, satu; dalam konten dakwah Persis masih lekat dan tidak bisa lepas dari kekhasannya