• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE

BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN Adhitya Susilawan Widada1), Woro Busono2) and Hary Nugroho2)

1) Graduate Student at Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya, Malang.

2) Lecturer at Department of Animal Production, Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya, Malang.

ABSTRACT

This research was conducted at beef cattle farming in Dandang Gendis Nguling, Pasuruan, as low-land areas (2-8 m above sea level), and Belung II Poncokusumo, Malang as high-land areas (600-800 m above sea level) for 3 months were started at October until December, 2012. The aim of this research was to compare response of HTC in low-land area and in high-land area before and after concentrate given. Research material in low-land area was 10 heads Limpo cattle 10-16 month and in high-land area 10 Limpo cattle 10-16 month. Research method used was trial and direct observation. The value of HTC response calculated by Benezra Coefficient formula. The result shows that a HTC of Limpo beef cattle in high-land area and low-land area with before and after concentrate given are same. Concentrate given for Limpo Cattle is more optimal in the highland area.

Keywords : Heat Tolerance Coefficient, Altitude, Limpo Beef, Concentrate

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP NILAI HTC (Heat Tolerance

Coefficient) PADA SAPI PERANAKAN LIMOUSIN (LIMPO) BETINA DARA

SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI KONSENTRAT Adhitya Susilawan Widada1), Woro Busono2) and Hary Nugroho2)

1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. 2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat desa Dandan Gendis, kecamatan Nguling, kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran rendah (2-8 m dpl), dan desa Belung II, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran tinggi (600-800 m dpl), Provinsi Jawa Timur yang dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2012. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon cekaman di ketinggian tempat yang berbeda pada sapi peranakan limousin (Limpo) betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat di daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah sapi Limpo betina dara dengan umur 10-16 bulan sebanyak 10 ekor di dataran rendah dan 10 ekor di daerah dataran tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan disertai pengamatan secara langsung. Nilai HTC dihitung dengan menggunakan rumus Benezra Coefficient. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa nilai HTC sapi Limpo betina dara di daerah dataran rendah dan di daerah dataran tinggi baik sebelum maupun sesudah diberi konsentrat adalah sama. Pemberian konsentrat pada sapi Limpo lebih optimal dilakukan pada dataran tinggi.

(2)

PENDAHULUAN

Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan beragam topografi berupa pegunungan dan perbukitan, oleh karena itu daerah ini yang sebagian besar berada pada ketinggian antara 0-400 m di atas permukaan laut (dpl), dari ketinggian tempat tersebut terbagi menjadi dua dataran, yaitu dataran rendah seperti di daerah Nguling, kabupaten Pasuruan dan dataran tinggi seperti di daerah Poncokusumo, kabupaten Malang. Kedua daerah tersebut dipergunakan oleh masyarakat peternak untuk berternak sapi peranakan Limousin (Limpo) yang merupakan sapi persilangan antara Limousin (Bos taurus) yang berasal dari daerah di Perancis dengan sapi lokal yaitu sapi Peranakan Ongole (Bos indicus), dari dua daerah tersebut tentunya terdapat perbedaan suhu, kelembaban, dan ketersediaan pakan yang terdapat di daerah ini yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup dari ternak, diantaranya tingkah laku dan produktivitas ternak tersebut yang dipengaruhi oleh cekaman dan pakan.

Iklim makro maupun iklim mikro pada suatu tempat dapat berpengaruh langsung terhadap penampilan produktivitas ternak. Pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan hijauan pakan ternak yang cepat tua dan menyebabkan tingginya serat kasar, sedangkan pengaruh langsung misalnya terjadinya cekaman panas atau dingin, sehingga ternak menderita cekaman atau ternak merasa tidak nyaman yang berakibat terhadap penurunan konsumsi pakan, produksi (bobot badan) dan reproduksi ternak.

Sapi potong pada umumnya harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman (comfort zone), dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada

thermoneutral zone agar berproduksi dengan optimal. Di luar kondisi ini sapi potong akan mengalami stress. Sapi tergolong ternak berdarah panas (homeoterm) yang berusaha

mempertahankan suhu tubuhnya antara 38-39 °C (Purwanto, 2004). Prinsip keseimbangan panas yang dilakukan oleh ternak homeoterm

adalah panas yang diterima sama dengan panas yang hilang (Swenson, 1970).

Pemberian pakan konsentrat diharapkan dapat mengurangi cekaman akibat lingkungan yang ekstrim sehingga mempengaruhi cekaman pada sapi yang dipelihara pada dataran rendah yang tidak mengalami cekaman. Suhu tubuh dan frekuensi pernafasan merupakan parameter dasar yang dipakai untuk menduga daya adaptasi ternak terhadap cekaman.

MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat desa Dandan Gendis, kecamatan Nguling, kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran rendah (2-8 m dpl), dan desa Belung II, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang sebagai lokasi penelitian pada daerah dataran tinggi (600-800 m dpl), Provinsi Jawa Timur yang dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2012. Penelitian ini mengunakan sapi Limpo betina dara dengan umur 10-16 bulan sebanyak 10 ekor di dataran rendah dan 10 ekor di daerah dataran tinggi. Bahan pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrat sebanyak 1,5 kg/ekor/hari. Pakan hijauan yang diberikan disesuaikan dengan pakan sehari-hari. Pemberian pakan pada dataran rendah adalah jerami padi, sedangkan pada dataran tinggi adalah rumput gajah dan pemberian minum secara ad libitum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan disertai pengamatan secara langsung. Penelitian dilakukan selama 3 minggu di daerah dataran rendah dan 3 minggu di daerah dataran tinggi. Variabel yang diukur meliputi :

(3)

menggunakan termohigrometer, untuk mengetahui suhu dan kelembaban lingkungan minimum dan maksimum pada lokasi penelitian serta acuhan untuk pengambilan data suhu tubuh dan respirasi sapi.

b) Suhu tubuh sapi diukur melalui suhu rektal dengan menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalam rektum selama 30-60 detik. Suhu tubuh diukur pada saat sapi Limpo betina tidak beraktivitas.

c) Frekuensi pernafasan dihitung menggunakan hand tally counter

dengan cara melihat kembang kempis perut atau suara dari pernafasan yang timbul pada sapi Limpo selama 1 menit.

d) Heat Tolerance Coefficient (HTC) merupakan suatu penilaian untuk mengetahui apakah sapi Limpo betina mengalami cekaman. Frekuensi pernafasan dan suhu tubuh sapi Limpo merupakan parameter untuk perhitungan Heat Tolerance

Coefficient (HTC) dengan

menggunakan rumus Benezra (Benezra, 1954).

HTC =38,3 +Tb 23Fr

Keterangan :

HTC : Heat Tolerance Coefficient Tb : Rataan harian suhu tubuh sapi

(°C)

Fr : Rataan harian frekuensi pernafasan sapi selama 1 menit 38,3 : Angka standart suhu tubuh sapi

(°C)

23 : Angka standart frekuensi pernafasan sapi selama 1 menit

Data dari penelitian ditabulasi menggunakan program microsoft excel untuk mengetahui rata-rata nilai HTC sapi Peranakan Limousin bertina dara, dan analisis data lapang mengunakan analisis statistik student-t (uji t).

Rumus student-t (uji t) yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian di daerah dataran rendah berlokasi di kecamatan Nguling, yang terletak di bagian Utara kabupaten Pasuruan, terdiri dari dataran rendah pantai dengan tanah yang kurang subur dengan ketinggian antara 2-8 m dpl, kisaran suhu harian di kecamatan Nguling antara 24-32 °C dengan rata-rata 31 °C kelembaban 56% (Anonymous, 2010).

Gambar 1. Suhu dan Kelembaban Lingkungan di Daerah Dataran Rendah.

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa rata-rata suhu lingkungan di daerah Nguling mencapai 31,9 °C dengan suhu tertinggi pada pukul 12.00-13.00 WIB yang mencapai suhu 39 °C, sedangkan rata-rata kelembaban lingkungan yaitu 56,8%, hal tersebut merupakan suhu yang sangat ekstrim untuk memelihara ternak sapi khususnya sapi

29 28 28 27 27 28 29 3133 3537 36 38 39 37 35 34 3230 31 31 30 31 30

(4)

persilangan dari Bos taurus, menyebabkan sapi tercekam. sesuai dengan pernyataan oleh B menyatakan bahwa bangsa sapi

taurus) dapat berproduksi temperatur 4-24 °C. Kurihara (2003) menyatakan pada suhu kelembaban lingkungan 40–80% dan frekuensi pernafasan ma namun lebih dari itu akan terhadap konsumsi pakan, pro komposisi susu, produksi dan pel tubuh.

Penelitian selanjutnya dil daerah dataran rendah, yaitu d Poncokusumo, kabupaten Malan kawasan ini memiliki kondisi hamparan lahan yang cenderu bukit karena berada di sebelah gunung Semeru, berada pada keti 600 sampai dengan 1200 m dpl hujan rata-rata antara 2.300 dengan 2.500 mm/tahun dan s 21,7 °C serta berjarak tempuh se dari ibu kota kabupaten (Anonym

Gambar 2. Suhu dan Kelembaban di Daerah Dataran Tin

Berdasarkan Gambar bahwa suhu dan kelembaban li daerah Poncokusumo. Rata-rata lingkungan adalah 60,9%, sed lingkungan tertinggi 31 °C pada WIB, dengan rata-rata adalah 2 rata-rata suhu lingkungan terseb berkembang biak dan hidup se

Suhu ( C) Kelembaba

, yang dapat n berpengaruh produksi susu, pelepasan panas

dilakukan pada di kecamatan lang. Geografis i lahan berupa ata kelembaban edangkan suhu da pukul 13.00 27,5 °C, pada ebut sapi dapat secara normal.

Kusnadi, Sabrani, W Nuschati dan Sugandi bahwa kisaran suhu lin untuk pemeliharaan sapi 18–28 °C. Johnson (2005 tinggi rendahnya suhu d sangat dipengaruhi oleh Pada saat cuaca panas, sampai ke bumi jumlahn sehingga dapat menaikk sedangkan pada cua lingkungan akan cenderu Suhu di daerah rendah dibanding denga rendah dikarenakan ketinggian tempat yang suhu di daerah datara dapat mengoptimalkan Limpo betina yang pemberian pakan tambah

2. Suhu Tubuh Sapi L Daerah Dataran Re Tinggi Sebelum dibe

Hasil pengamata Limpo betina dara di d dan di daerah dataran t konsentrat dapat dilihat p

Gambar 3. Suhu Tubuh

29 29 29 28 2828,527 60 62 6265 65 65 68

Winugroho, Iskandar, di (1992) menyatakan lingkungan yang baik api di Indonesia antara 005) menyatakan bahwa dan kelembaban udara leh perubahan musim. s, sinar matahari yang hnya meningkat (panas) ikkan suhu lingkungan uaca hujan kondisi rung lebih lembab. h dataran tinggi lebih ngan di daerah dataran adanya perbedaan ng berbeda. Rendahnya aran tinggi diharapkan n pertumbuhan sapi g dipengaruhi oleh ahan.

i Limpo Betina Dara di Rendah dan Dataran

ambar 3 diatas diketahui tubuh sapi Limpo betina konsentrat pada daerah

L6 L7 L8 L9 L10 X

api Limpo betina dara

(5)

dataran rendah adalah 37,88 °C tertinggi menunjukkan angka 3 terendah menunjukkan angka sedangkan rata-rata suhu tubuh betina dara pada daerah dataran 38,2 °C, suhu tubuh tertinggi angka 38,6 °C, dan terendah angka 38,2 °C.

Hasil analisis student-t

bahwa suhu tubuh sapi Limpo sebelum diberi konsentrat di da tinggi lebih tinggi dibanding Limpo betina dara di daerah da Duke’s (1995) temperatur rektal dipengaruhi beberapa faktor yait lingkungan, aktifitas, pakan, m pencernaan produksi panas oleh tidak langsung tergantung pada m diperolehnya dan banyaknya makanan dalam saluran pencernaa

3. Suhu Tubuh Sapi Limpo Be Daerah Dataran Rendah d Tinggi Sesudah diberi Konse Hasil pengamatan suhu daerah dataran rendah dan da tinggi sesudah diberi konsentrat pada Gambar 4.

Gambar 4. Suhu Tubuh Sapi L Sesudah diberi Konse

Berdasarkan Gambar 3 dia bahwa rata-rata suhu tubuh sapi dara sesudah diberi konsentrat dataran rendah adalah 38,27 °C

Nomor sapi Limpo betin

Dataran Rendah Dataran Tin

°C, suhu tubuh 38,5 °C dan ka 37,2 °C, uh sapi Limpo an tinggi adalah i menunjukkan h menunjukkan

menunjukkan po betina dara daerah dataran g dengan sapi dataran rendah. tal pada ternak aitu temperatur minuman, dan eh tubuh secara a makanan yang ya persediaan naan.

Betina Dara di dan Dataran nsentrat

hu tubuh pada daerah dataran rat dapat dilihat

tertinggi menunjukkan terendah menunjukkan sedangkan rata-rata suh betina dara pada daerah 38,77 °C, suhu tubuh t angka 39 °C, dan ter angka 38,5 °C.

Hasil analisis stu

bahwa suhu tubuh sapi sesudah diberi konsentr tinggi lebih tinggi dib Limpo betina dara di da Frandson (1992), men tinggi level pakan yang d yang dikonsumsi sem berakibat pada mening diproduksi dari dalam tu proses metabolisme yan tubuh.

4. Frekuensi Pernafa Betina Dara di Daer dan Dataran Ting Konsentrat

Hasil pengukuran sapi Limpo betina d konsentrat di dataran rend dapat dilihat pada Gamba

Gambar 5. Frekuensi Pe Betina Dar Konsentrat.

Berdasarkan Gam bahwa rata-rata frekue Limpo betina dara sebel tertinggi menunjukkan terendah menunjukkan

student-t menunjukkan api Limpo betina dara ntrat di daerah dataran dibanding dengan sapi daerah dataran rendah. enambahakan semakin g diberikan, maka energi emakin tinggi, yang ingkatnya panas yang tubuh, akibat tingginya yang terjadi di dalam

afasan Sapi Limpo aerah Dataran Rendah inggi Sebelum diberi ran frekuensi pernafasan dara sebelum diberi endah dan dataran tinggi

bar 5.

Pernafasan Sapi Limpo ara Sebelum diberi

ambar 5 diatas diketahui uensi pernafasan sapi belum diberi konsentrat

L5 L6 L7 L8 L9 L10 X

api Limpo betina dara

(6)

pada daerah dataran rendah kali/menit, frekuensi pernafas sebanyak 29 kali/menit dan teren 26 kali/menit, sedangkan rata-r pernafasan sapi Limpo betina dara dataran tinggi adalah 27,5 frekuensi pernafasan tertinggi kali/menit, dan terendah se kali/menit.

Hasil analisis student-t

artinya frekuensi pernafasan sapi dara sebelum diberi konsentra dataran rendah dan sapi Limpo b daerah dataran tinggi adalah sam Ma’sum, Umiyasih, dan Yus menyatakan bahwa jumlah pernafasan dipengaruhi oleh ak pakan, ukuran tubuh dan lingkungan..

5. Frekuensi Pernafasan S Betina Dara di Daerah Data dan Dataran Tinggi Sesu Konsentrat

Hasil pengukuran frekuen sapi Limpo betina dara ses konsentrat di dataran rendah dan d dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Frekuensi Pernafasan Betina Dara Sesu Konsentrat.

Berdasarkan Gambar 6 dia bahwa rata-rata frekuensi per Limpo betina dara sesudah dibe

Nomor sapi Limpo betin

Dataran Rendah Dataran Tin

h adalah 27,4 fasan tertinggi endah sebanyak rata frekuensi ara pada daerah ,5 kali/menit, i sebanyak 30 sebanyak 26

menunjukkan pi Limpo betina trat di daerah o betina dara di ama. Mariyono, usran, (1993) lah frekuensi aktifitas, umur, an temperatur

Sapi Limpo ataran Rendah esudah diberi ensi pernafasan sesudah diberi n dataran tinggi

an Sapi Limpo esudah diberi

diatas diketahui ernafasan sapi iberi konsentrat

pada daerah dataran kali/menit, frekuensi sebanyak 30 kali/menit d 26 kali/menit, sedangka pernafasan sapi Limpo be dataran tinggi adalah frekuensi pernafasan te kali/menit, dan teren kali/menit.

Hasil analisis stu

bahwa frekuensi pernafas dara sesudah diberi k dataran rendah dan sapi daerah dataran tinggi ada Ma’sum, Umiyasih, d menyatakan bahwa pernafasan dipengaruhi pakan, ukuran tubuh lingkungan.

6. Nilai HTC Sapi Lim Daerah Dataran Re Tinggi Sebelum dibe

Hasil perhitungan Limpo betina dara sebel di daerah dataran rendah tinggi dapat dilihat pada

Gambar 7. Nilai HTC Dara Sebelum

Berdasarkan Ga diketahui bahwa rata-ra Limpo betina dara sebel pada daerah dataran rend HTC tertinggi adalah 2,2

L9 L10 X pernafasan tertinggi t dan terendah sebanyak kan rata-rata frekuensi betina dara pada daerah lah 28,6 kali/menit, tertinggi sebanyak 30 rendah sebanyak 26

student-t menunjukkan fasan sapi Limpo betina konsentrat di daerah pi Limpo betina dara di adalah sama. Mariyono, dan Yusran, (1993) jumlah frekuensi hi oleh aktifitas, umur, belum diberi konsentrat dah dan daerah dataran

Gambar 7.

Sapi Limpo Betina um diberi Konsentrat.

Gambar 7 diatas rata nilai HTC sapi belum diberi konsentrat endah adalah 2,18, nilai ,26 dan terendah adalah

5 L6 L7 L8 L9 L10 X

api Limpo betina dara

(7)

2,1, sedangkan rata-rata nilai HTC betina dara pada daerah dataran 2,20, nilai HTC tertinggi adala terendah adalah 2,14. Nilai HTC sebelum diberi konsentrat pada k menandakan bahwa ternak cekaman panas terhadap lingkung

Hasil analisis student-t

bahwa nilai HTC sapi Limpo sebelum diberi konsentrat di da rendah dan sapi Limpo betina d dataran tinggi adalah sama. Ama ho (1979) menyatakan bahwa ni kelompok umur ternak berbeda dipengaruhi oleh perbedaan adaptasi dari masing-masing in (1994) menyatakan bahwa pro metabolisme basal berkaitan erat permukaan tubuh, yang makin bertambah kecilnya ukuran t karena itu makin kecil ukuran makin besar beban panas dan ce yang diterima oleh tubuh ternak s dalam lingkungan yang panas. Se pakan juga mempengaruhi karen diberikan pada ternak de menyebabkan kondisi fisiologis tubuh (panas tubuh), denyut nadi nafas akan berbeda akibat perb fermentasi atau metabolisme dalam tubuh, perbedaan ter berpengaruh terhadap respon pr ternak (McDowell, 1972).

7. Nilai HTC Sapi Limpo Bet Daerah Dataran rendah d Tinggi Ternak Sesud Konsentrat

Hasil Perhitungan HTC Limpo betina dara sesudah diberi daerah dataran rendah dan da tinggi dapat dilihat pada Gambar

TC sapi Limpo makiri and Funs nilai HTC tiap da-beda, karena n kemampuan individu. Putra produksi panas rat dengan luas n besar dengan ternak. Oleh n tubuh ternak cekaman panas k selama berada Selain itu faktor ena pakan yang dengan akan is seperti suhu di dan frekuensi erbedaan proses e yang terjadi tersebut akan produksi suatu

Betina Dara di dan Dataran udah diberi TC pada sapi eri konsentrat di daerah dataran ar 8. dataran rendah adalah tertinggi adalah 2,3 dan sedangkan rata-rata nila betina dara pada daerah 2,26, nilai HTC terting terendah adalah 2,15. N dataran berkisar ant menandakan bahwa cekaman panas terhadap l

Hasil analisis m nilai HTC sapi Limpo diberi konsentrat di daera sapi Limpo betina dara di adalah sama. McDowell bahwa pakan yang dib dengan level yang berbed kondisi fisiologis sepert tubuh), denyut nadi dan berbeda akibat perbedaa atau metabolisme yang perbedaan tersebut akan respon produksi suatu ter menyatakan semakin tin diberikan, maka energ semakin tinggi, yan meningkatnya panas ya dalam tubuh, akibat metabolisme yang terjad ditambah lagi pengaruh p ini dapat menyebabk

2.00 ah diberi Konsentrat.

Gambar 8 diketahui HTC sapi Limpo betina konsentrat pada daerah lah 2,23, nilai HTC ternak mengalami p lingkungannya. menunjukkan bahwa

o betina dara sesudah erah dataran rendah dan di daerah dataran tinggi ell (1972) menyatakan diberikan pada ternak beda akan menyebabkan erti suhu tubuh (panas an frekuensi nafas akan daan proses fermentasi g terjadi dalam tubuh, n berpengaruh terhadap ternak. Frandson (1992) tinggi level pakan yang ergi yang dikonsumsi ang berakibat pada yang diproduksi dari at tingginya proses adi di dalam tubuh dan h panas lingkungan, hal bkan ternak mudah

L6 L7 L8 L9 L10 X

api Limpo betina dara

(8)

mengalami stres. Monstma (1984) menyatakan bahwa semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan maka Heat Tolerance Coeffisient (HTC) semakin tinggi. Ternak dengan peningkatan suhu tubuh rendah pada hari yang panas mempunyai keseimbangan panas yang terbaik dan akan memberikan produksi yang terbaik pula.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Ketinggian tempat mempengaruhi suhu tubuh sapi Limpo betina dara, akan tetapi tidak mempengaruhi frekuensi pernafasan dan nilai HTC. Pemeliharaan sapi Limpo betina dara lebih baik dipelihara pada daerah dataran tinggi dengan penambahan konsentrat sebagai tambahan nutrisi.

Saran

Manipulasi lingkungan dan peningkatan kualitas pakan masih perlu dilakukan agar ternak tidak mengalami cekaman panas yang lebih tinggi sehingga produktivitas ternak dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Amakiri, S.P and O.N Funsho. 1979. Studies

of Rectal Temperature, Respiratory Rates and Heat Tolerance in Cattle in Humit Tropics. Journal Animal Production.. Departement of Veterinary Anatomy. University of Ibadan.Vol 1. Nigeria.

Anonymous. 2010. Pemerintah Kabupaten Pasuruan Gambaran Umum.

http://www.scribd.com/doc/44727470/ profil-pasuruan.

Anonymous. 2013. Kecamatan Poncokusumo Situs Pemerintah Kabupaten Malang.

http://poncokusumo. malangkab.go.id.

Busono, W. 2007. Keseimbangan Fisiologis untuk Optimasi Produksi Ternak.

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Fisiologi Produksi Ternak. 3 Desember 2007. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Duke’s. 1995. Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing. New York University Collage. Amerika.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kurihara, M. and S. Shioya. 2003. Dairy Cattle Management In Hot Environment.

http//www.fffc.agent.org/library/abstra ct/eb529.html.

Kusnadi, U., M. Sabrani, M. Winugroho, S. Iskandar, U. Nuschati dan D. Sugandi, 1992. Usaha Penggemukan Sapi Potong di Dataran Tinggi Wonosobo.

Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak Ciawi.

Bogor. Hal: 24-28.

Johnson. H.D. 2005. The Lactating Cow In The Various Ecosystems: Environmental Effects On Its Productivity. Australian Journal of Agricultural Research. Australia.

24(5)775-782.

Mariyono, Ma’sum, Umiyasih dan Yusran. 1993. Eksistensi Sapi Perah Induk Berkemampuan Produksi Tinggi dalam Usaha Peternakan Rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Jurnal Balas Penelitian Ternak Grati. Pasuruan. Vol 3 Hal 2.

McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates.W.H. Freeman and Co. San Francisco. USA

Monstma, G. 1984. Tropical Animal Production I (Climats and Housing).

(9)

Purwanto, B. 2004. Biometeorologi Ternak.

http//www.gfm-ipb.net/kuliah/biomet/ Biometeorologi_ Ternak.htm.

Putra, H.I.D.K. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis (Alih bahasa dari Goat Production in the Tropic, 1983. Devendra and Burns). Penerbit ITB.

Gambar

Gambar 1. Suhu dan Kelembaban Lingkungan di Daerah Dataran Rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan mulai dilaporkan pada tahun 2005 dan setiap penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan tahunnya cenderung meningkat.. Pada

Fraksi ekstrak filtrat biakan dan massa miselium cendawan endofit CBR1D14 yang menunjukkan aktivitas penghambatan pada uji in vitro diuji secara in vivo pada buah

Berdasarkan pada Gambar 4 tahapan pelaksanaan audit sistem keamanan data pada Departemen Relation PT PT Astra Honda Motor (AHM) adalah Pertama, melakukan

Alhamdulillahi Rabbillalamin, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

トン大学では、人文科学・社会科学・自然科学を専攻して卒業すると、 Bachelor o fArts の学士号 が与えられる。ここでは、 Bachelor o

Namun pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan, dengan demikian pemegang saham institusional

Fakta yang ada dalam dunia nyata menunjukkan walaupun jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama sehingga harga barang sejenis relatif

Mahasiswa Fakultas Pertanian kurang puas atas fasilitas fisik (prasarana dan sarana) khususnya terkait dengan fasilitas perpustakaan fakultas yang kurang.. 2.49 3.31 0 0.5 1 1.5 2