• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adab Murid terhadap Guru. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Adab Murid terhadap Guru. docx"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Adab Murid Terhadap Guru

Keberhasilan dan kemudahan dalam proses menuntut ilmu terletak pada kelakuan baik (adab) si penuntut ilmu, terutama adab kepada guru. Sayyidina Ali rodhiallu’anhu berkata, "aku ibarat budak dari orang yang mengajarkanku walaupun hanya satu huruf ". Perkataan Ali ini merupakan ungkapan bahwa begitu besar penghormatan beliau kepada guru.

Khalifah Harun Ar Rasyid pernah mengirimkan putranya untuk belajar kepada syekh burhanuddin. Suatu saat, ketika khalifah berkunjung untuk menemui putranya yang sedang belajar, khalifah melihat putranya itu sedang menuangkan air wudhu untuk syekh. Lalu khalifah berkata kepada putranya, "Wahai anakku, kenapa engkau menggunakan tangan kananmu untuk menuangkan air sementara tangan kirimu kau biarkan diam. Gunakanlah kedua tanganmu, yang satu untuk menuangkan air dan yang satu lagi untuk membasuh kaki gurumu." Subhanallah... begitu tegas khalifah mendidik anaknya agar hormat kepada guru.

Contoh Akhlak murid terhadap Guru..

 menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya dengan tulus dan ikhlas  tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan nasihat guru

 jujur dan setia bersama guru

 bersikap rendah hati, lembut dan santun kepada guru

 hendaknya memaafkan guru ketika beliau melakukan suatu kesalahan  tidak menjelek-jelekan dan tidak memfitnah guru

 tidak menghianati dan tidak menyakiti hati guru  berusaha melayani guru dengan sebaik-baiknya  selalu berusaha menyenangkan hati guru

 memanggil guru dengan panggilan yang disukainya  berusaha menyukai apa yang disukai oleh guru

 membiasakan diri memberikan hadiah kepada guru dan keluarganya sebagai tanda penghormatan kepada mereka

 tidak berjalan di depan guru ketika berjalan bersamanya  tidak terbahak-bahak di depan guru

(2)

 selalu duduk dalam sikap sopan

 berusaha keras ( jihad ) dan tekad membuat kemajuan bersama guru

Dan Menurut Imam al-Ghazali seseorang murid hendaklah:

Menurut Imam al-Ghazali seseorang murid hendaklah: • Memberikan sepenuh perhatian kepada gurunya.

• Mendiamkan diri sewaktu guru sedang menyampaikan pelajaran. • Menunjukkan minat terhadap apa yang disampaikan oleh guru.

• Tidak meninggikan suara terhadap guru, sebaliknya memadailah berkata dengan suara yang didengari.

• Sekiranya perlu bertanya, pastikan guru bersedia memberikan jawapan. • Menghormati guru di hadapan dan belakangnya.

• Menutup kelemahan guru agar tidak didedahkan tanpa keperluan. • Mendoakan kebaikan baginya.

Adab Guru Terhadap Murid

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hak-hak penganutnya, sangat toleran terhadap keozoran, disiplin terhadap keluasan dan tegas terhadap pelanggaran. Itulah kenapa Islam disebut Rahmatan lil’alamin. Islam merupakan agama dengan penganut paling banyak di seluruh penjuru bumi, oleh karena itu islam perlu mengatur bagaimana cara hambanya menjalani kehidupan di antara sesamanya. Di saat bergaul dan menjalani kehidupan di antara sesama, ada satu keharusan yang disebut Adab, dengannya seorang manusia bisa menjaga sikap, setidaknya untuk tidak menyakiti.

(3)

sebuah pendidikan. Oleh karenanya, Guru harus sangat benar-benar memperhatikan kelakuannya, terutama dengan muridnya, diantara adab dan kelakuan yang harus di punyai seorang guru diantaranya,adalah :

1. Menerima masalah yang dibawa oleh murid dan sabar dengannya.

2. Mempunya rasa kasih sayang yang tinggi, pada segala urusan, terutama yang menyangkut dengan muridnya.

3. Di saat mau duduk, maka harus memuliakan orang yang telah duduk duluan, duduk dengan sifat lemah-lembut beserta menundukkan kepala.

4. Tidak takabur dengan semua orang, bukan hanya dengan muridnya saja, kecuali bagi orang yang suka melakukan aniaya, maksiat dan bangga dengan hal tersebut, boleh takabur dengan mereka untuk menolak kedhaliman atau kemaksiatan orang tersebut, karena takabur kepada orang yang takabur adalah sedekah, sebagaimana tawadhu’ dengan orang yang tawaddu’, karena sebagaimana dimaklumi bahwa orang yang berbuat aniaya itu adalah orang yang takabur.

5. Mendahulukan sifat tawadhu’ di saat berkumpul dengan orang banyak, supaya diikuti oleh mereka.

6. Meninggalkan bermain-main, bercanda dan bersendau-gurau dengan orang banyak dan terutama dengan muridnya, karena dapat meruntuhkan martabatnya dan penghormatan murid terhadapnya.

7. Lemah-lembut saat mengajar, terhadap murid yang kurang IQ-nya, murid yang tidak bagus saat mengajukan pertanyaan, murid yang kurang memahami pelajaran, dan sebagainya, maksudnya membaguskan perkataan atau tingkah laku, karena itu akan membantu dan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan murid.

8. Memberi perhatian lebih kepada murid yang bodoh di saat mengajar.

9. Jangan sekali-kali menyindir apalagi sampai marah terhadap murid yang bodoh tadi, karena kebodohannya.

10. Tidak boleh malu dan takut mengatakan “ saya tidak tahu” atau “ Wallahu ‘alam” apabila ada satu-satu masalah yang tidak diketahuinya atau kurang jelas maksudnya, karena tersebut dalam satu riwayat hadis, bahwasannya nabi SAW. Pernah ditanyai oleh seorang laki-laki, tentang negeri yang paling buruk, kemudian nabi menjawab, “ saya tidak tahu, saya akan tanyakan kepada jibril ”, kemudian nabi menanyakan hal tersebut kepada jibril As, jibril menjawab “ saya tidak tahu, saya akan tanyakan kepada Allah SWT”.

11. Ikhlas dan sungguh memperhatikan pertanyaan dari murid, memahami dengan sebenar-benarnya agar bisa dijawab dengan benar dan tepat.

12. Menerima kebenaran di saat berdiskusi atau berdebat, walau itu datang dari lawannya, karena mengikut yang benar hukumnya wajib.

13. Jangan takut mencabut pernyataan atau i’tikad yang nyata salah pada kemudian hari, sekalipun kebenaran itu datang dari orang yang derajatnya lebih rendah.

14. Menegah murid yang mempelajari ilmu yang dapat memudharatkan agama murid itu, atau lainnya, seperti ilmu sihir, ilmu nujum (perbintangan), peramalan dan lain sebagainya.

(4)

16. Menegah murid mempelajari ilmu yang bersifat fardhu kifayah sebelum selesai dari ilmu yang bersifat fardhu ‘ain. Fardhu ‘ain yang untuk kemashlahatan dhahir dan bathin si murid, maksudnya, dengan fardhu ‘ain tersebut murid bisa mengerjakan seluruh amalan yang diperintahkan kepadanya dan menjahui segala larangannya.

17. Segala sesuatu yang diajarkan oleh guru, harus dikerjakan oleh dirinya sendiri terlebih dahulu, sebelum diajarkan kepada orang lain, supaya orang lain tersebut bisa

mengetahuinya dari perbuatan guru itu terlebih dahulu, sebelum mendengar langsung dari mulut gurunya, karena pengetahuan yang timbul dari perbuatan lebih kuat pengaruhnya dari pengetahuan yang timbul dari perkataan.

Demikianlah beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru, sebagaimana yang disebutkan oleh imam Al-Ghazali dalam kitab beliau, Muraqi ‘Ubudiyyah. Apabila pada seorang guru belum mampu mengamalkannya, maka belum pantas disebut sebagai seorang guru, atau syara’ tidak menganggapnya sebagai seorang guru, dan segala sesuatu yang diajarkannya, tidak akan menemui keberkahan, sepanjang hidupnya.wallahu ‘alam.

Adab Kepada Orang Tua

Berikut ini beberapa adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:

1. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam atau tidak menyenangkan

2. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua

Dalil kedua ada di atas adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu mengenai bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, disebutkan di dalamnya:

هل امميظعت ؛ررظنلا هيلإ نودددححيد امو ، هدرنع مهتراوصأ اوضدفرخر مرلدركرت اذإو

jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” (HR. Al Bukhari 2731).

Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan: “setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.

(5)

3. Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata

Diantara adab yang mulia kepada orang tua adalah tidak mendahului mereka dalam berkata-kata dan mempersilakan serta membiarkan mereka berkata-kata terlebih dahulu hingga selesai. Lihatlah bagaimana Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu menerapkan adab ini. Beliau berkata:

:لروقأ نأ تددرأف ، محلحسملا لحثمرك اهلدثم ،ةمرجرش ةحرجشدرلا نرم ندرإ لراقف ،ررامدرجدبح يرتأف مرلدرسو هحييلع هدللا ىلدرص يدحبندرلا درنع اندرك :

:

ةدلخندرلا يره مرلدرسو هحييلع هدللا ىلدرص يددبندرلا لراقف ،تددكسرف ،محوقلا ردغصأ انأ اذإف ،ةدلخندرلا يره

kami pernah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda: ‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata: ‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma’” (HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811).

Ibnu Umar radhiallahu’anhuma melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.

4. Tidak duduk di depan orang tua sedangkan mereka berdiri

Dalilnya hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:

, ,

اممايق انآرف انيلإ ترفتلاف هرريبكت سرانلا عدمحسييد رركب وبأو ددعاق وهو هءرارو انيلصف ملسو هيلع هللا ىلص هحللا لدوسر ىكتشا

, : . ,

مهو مهكحولم ىلع نوموقي محورلاو سرراف لرعف نولعفتل افمنآ متددك نإ لاق مرلدرس املف ادموعق هتحلصب انيلصف اندعقف انيلإ راشأف

. . .

ادموعق اولصف ادمعاق ىلص نإو اممايق اولصف اممئاق ىلص نإ مكتحمدرئأب اومتئا اولعفت لف ددوعق

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaduh (karena sakit), ketika itu kami shalat bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika beliau mengucapkan salam, maka beliau bersabda, ‘kalian baru saja hampir melakukan perbuatan kaum Persia dan Romawi, mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya. Berimamlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk” (HR. Muslim, no. 413).

(6)

5. Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi

Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara lainnya. Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:

. . . !

Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang tua yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orang tuaku sebelum keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka. Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya“.

Adab Sesama Teman

Bagaimana ajaran Allah yang tertuang dalam firmannya di dalam Al Quran al-karim dan juga cara nabi yang menjadi kesunatan untuk dilaksanakan dalam bergaul dengan teman? Teman dalam hal ini adalah diartikan sebagai teman sebaya. Dalam hal adab dan tata cara bergaul dengan teman sebaya, ada etika-etika yang sebaiknya dan perlu diperhatikan.

Berikut ini adalah tuntunan dari firman Allah dalam alQuran dan juga sunnah Nabi dari Hadits-hadits nabi yang menerangkan tentang adab dan tata cara bergaul dengan teman sebaya. Etika yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Saling Mencintai dan menyukai teman

Dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw. yang berbunyi :

(7)

Artinya : tidak sempurna iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari)

Juga diterangkan dan dinyatakan dalam hadits yang lain yang bunyinya :

يوخلا امهادحا لسغن نيديلا لثم نيوخلا لثم

Artinya : perumpamaan dua orang bersaudara adalah seperti kedua belah tangan, yang satu membasuh yang lain. (HR. Abu Naim)

2. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa

Adab dan cara bergaul dengan teman sebaya adalah saling tolong menolong antara teman dalam hal kebaikan dan taqwa. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya pada Al-Quran :

نحوروددعددلٱور محدثإحدلٱ ىلرعر ايوندوراعرتر الرور ى وىوردقتدرلٱور ردحبحدلٱ ىلرعر ايوندوراعرترور

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Ayat di atas juga mengandung makna anjuran dan larangan untuk tidak memberikan bantuan dan tolong menolong dalam hal keburukan, berbuat dosa, kejelekan, maksiat dan pelanggaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Juga diterangkan dalam dalil hadits Nabi tentang perintah tolong menolong yang artinya :

"Jadilah kamu orang-orang yang mensyafaati orang lain terhadap dirimu, agar kamu mendapat pahala. (HR. Abu Dawud)

3. Dilarang atau jangan mencari-cari kesalahan, keburukan atau aib orang lain

Dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, dan belum masuk iman itu dalam hatinya, jangan kamu mengumpat orang lain, dan jangan kamu mencari-cari aib orang lain, karena orang suka mencari-cari aib saudaranya sesama muslim itu, maka Allah akan mencari-cari aibnya. Dan orang yang aibnya ditampakkan oleh Allah, maka akan diketahui oleh umum, sekalipun ia bersembunyi di dalam rumah." (HR. Ahmad, Bukhari-Muslim).

4. Adab Berbicara

(8)

قيلطلا لهسدلا بدحي هللا ندا

Artinya : "Sesungguhnya Allah menyukai kepada orang yang suka memberi kemudahan (kepada orang lain) dan selalu jernih mukanya". (HR. Baihaqi).

5. Suka mengucapkan salam kepada teman

Dalam Islam memberi dan mengucapkan salam adalah salah satu kewajiban manusia di antara sesama muslim. Memberi salam kepada orang lain, merupakan adab pergaulan yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah saw. : Sebagaimana sabda Nabi yang artinya :

"Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, kamu tidak akan masuk surga sehingga kamu beriman, dan kamu tidak (dianggap) beriman sehingga kamu saling cinta-mencintai. Maukah kamu kutunjukkan sesuatu yang apabila kamu mengerjakan dengan sungguh-sungguh, maka kamu akan berkasih-kasihan? Maka mereka menjawab: mau, ya Rasulullah. Sabda beliau : ucapkan salam di antara sesama kamu". (HR. Muslim).

Setia kawan dan berbuat dengan segala keikhlasan, termasuk di dalamnya memelihara

kehormatan saudara, menyelamatkan jiwanya, dan juga melindungi harta miliknya dari kejahatan orang lain.

Dalil sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya :

"Barangsiapa yang menolak untuk mengaibkan kehormatan saudaranya, maka penolakannya itu menjadi pelindung dari api neraka. (HR. Turmidi).

Hal-hal yang sebagaimana tersebut di atas adalah merupakan tata cara atau adab dalam pergaulan dengan teman sebaya. Untuk memelihara, menjaga dan mempererat dengan sesama teman sebaya, maka hendaknya kita perlu berpegang pada petunjuk-petunjuk Allah yang tersirat dalam firmannya dan juga petunjuk dari Rasul Allah dalam hadits-hadits di atas tentang adab dan tata cara pergaulan. Dengan demikian dapat tercipta pergaulan hidup sesama teman yang serasi dan penuh kasih sayang sesuai dengan ajaran Islam.

Adab Orang Tua Kepada Anak

Banyak juga orang yang salah kaprah, menyangka putra-putrinya adalah miliknya, sehingga bebas diperlakukan sesuka hati. Padahal sebenarnya anak hanyalah titipan Allah yang sewaktu-waktu akan kembali pada Allah. Dan sebagai titipan, tentu saja kita yang diberi amanah memiliki kewajiban dalam menjaganya.

(9)

kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya… [HR Bukhari juz 1, hal. 215]

Inilah 6 kewajiban orangtua pada anak yang perlu kita tanyakan ke diri sendiri sebagai bahan introspeksi, sudahkah kita melakukannya:

1. Memilihkan ayah dan ibu yang baik untuk anak (sebelum menikah)

Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, “Anakku ini sangat bandel.” tuturnya kesal.

Amirul Mukminin berkata, “Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?”

Anak yang pintar ini menyela. “Hai Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?”

Umar ra menjawab, “Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-Qur’an.”

Dari kisah Umar bin Khaththab tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ketika hendak menikah, jangan hanya memilih calon suami atau istri, tapi juga memilih calon ayah dan calon ibu yang baik untuk anak kita kelak.

Jika kita tidak bersungguh-sungguh dalam mencarikan calon orangtua terbaik untuk anak kita kelak, sama saja kita telah melanggar hak anak untuk dilahirkan dari rahim seorang ibu yang baik, dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik dari sang ayah.

2. Memberinya nama yang bagus dan berarti baik

“Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kamu sekalian, maka perbaguslah nama kalian.” (HR.Abu Dawud)

Pemberian nama yang baik untuk anak bisa dilakukan sambil melaksanakan aqiqah.

Dari Samurah bin Jundab, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Anak itu tergadai dengan aqiqahnya, disembelih sebagai tebusannya pada hari ketujuh dan diberi nama pada hari itu serta dicukur kepalanya". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 38]

“Rasulullah Saw. Diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar terhadap masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah macam-macam nama laki-laki dan perempuan.Seperti dalam hadis yang disampaikan oleh aisyah ra.bahwa Rasulullah Saw. Biasa merubah nama-nama yang tidak baik.” (HR Tirmidzi)

(10)

3. Memberi anak air susu ibu

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan.” (al-baqarah: 233)

Banyak penelitian ilmiah dan penelitian medis yang membuktikan bahwa masa dua tahun pertama sangat penting bagi pertumbuhan anak secara alami dan sehat, baik dari sisi kesehatan maupun kejiwaaan.

Ibnu sina, seorang dokter kenamaan, menegaskan urgensi penyusuan alami dalam

pernyataannya, “Bahwasanya seorang bayi sebisa mungkin harus menyusu dari air susu ibunya. Sebab, dalam tindakannya mengulum puting susu ibu terkandung manfaat sangat besar dalam menolak segala sesuatu yang rentan membahayakan dirinya.”

Jika memang air susu ibu tidak keluar, maka carikanlah ibu susu dengan akhlak yang baik sebagaimana ibunda nabi Muhammad shalallaahu alaihi wassalaam melakukannya.

4. Mengajarkan Al Quran

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari kakek Ayub Bin Musa Al Quraisy dari Nabi saw bersabda, “Tiada satu pemberian yang lebih utama yang diberikan ayah kepada anaknya selain pengajaran yang baik.”

Thabrani meriwayatkan dari Jabir Bin Samurah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Bahwa salah seorang di antara kalian mendidik anaknya, itu lebih baik baginya dari pada menyedekahkan setengah sha’ setiap hari kepada orang-orang miskin.”

Mengajarkan anak ayat dan juga akhlak alquran ini adalah kewajiban ibu dan bapak.

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ali ra, “ Ajarkanlah tiga hal kepada anak-anak kalian, yakni mencintai nabi kalian, mencintai keluarganya dan membaca al-qur’an. Sebab, para

pengusung al-qur’an berada di bawah naungan arsy Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganNya, bersama para nabi dan orang-orang pilihanNya. Dan, kedua orang tua yang memperhatikan pengajaran al-qur’an kepada anak-anak mereka, keduanya mendapatkan pahala yang besar.”

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam

mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS. 20:132)

Membiasakan berakhlak Islami dalam bersikap,berbicara, dan bertingkah laku, sehingga semua kelakuannya menjadi terpuji menurut Islam (H.R Turmuzy dari Jaabir bin Samrah)

Selain itu, orangtua juga perlu mengajarkan rasa malu sedini mungkin pada anak-anak. Menanamkan etika malu pada tempatnya dan membiasakan minta izin keluar/masuk rumah, terutama ke kamar orang tuanya, teristimewa lagi saat-saat zhaiirah dan selepas shalat isya’.(Al-qur’an surat Annuur ayat 56)

(11)

pukullah agar mereka menunaikannya ketika berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.”

5. Memberi nafkah dan makanan halal

Memberi nafkah hanya dengan harta yang baik dan dari mata pencaharian yang halal adalah kewajiban seorang bapak. Berdasarkan sabda Rasul saw: “Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya apa yang ia kerjakan dengannnya, tentang hartanya dari mana ia mendapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.” (H.R. Turmudzi)

Dan makanan yang diberikan kepada anak -anak hendaknya Makanan yang halal. Ini

berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada Sa’ad Bin Abi Waqhas, “Baguskanlah makananmu, niscaya doamu akan dikabulkan.” Karenanya, anak dibiasakan untuk mengkonsumsi makanan yang halal, mencari penghasilan yang halal dan membelanjakan kepada yang halal, sehingga ia tumbuh dalam sikap sederhana dan pertengahan, terjauh dari sikap boros dan pelit.

Rasulullah Saw. Pernah mengajarkan sejumlah anak untuk berpesan kepada orang tuanya di kala keluar mencari nafkah “Selamat jalan ayah! Jangan sekali-kali engkau membawa pulang kecuali yang halal dan thayyib saja! Kami mampu bersabar dari kelaparan,tetapi tidak mampu menahan azab Allah Swt. (H.R Thabraani dalam Al-Ausaath)

6. Menikahkan anak dengan calon suami/istri yang baik

Bila anak telah memasuki usia siap nikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja.

Bila muncul rasa khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat kelurga, Allah berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya,

sebagaimana firman-Nya, “Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerah-Nya.” (QS. An-Nur:32)

Adab Manusia Kepada Binatang

Kaum muslimin telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk berakhlak mulia kepada siapa saja. Tak terkecuali terhadap hewan. Sebab, hewan juga merupakan salah satu makhluk Allah yang memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik. Kecuali beberapa jenis hewan yang memang sangat bermadharat bagi manusia.

(12)

1. Bersikap rahmah (kasih sayang) kepada mereka

Rahmah dalam pergaulan mutlak diperlukan dalam kehidupan kita. Sampai pun terhadap hewan-hewan di sekitar kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,

“Pada setiap yang mempunyai hati yang basah (hidup) itu terdapat pahala (dalam berbuat baik kepadanya).” (HR. Al-Bukhari)

Lebih tegas lagi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,

“Barangsiapa yang tidak berbelas kasih niscaya tidak dibelaskasihi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dengan lafazh perintah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,

“Sayangilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh Yang ada di langit.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash Shahihah)

Demikianlah keutamaan kasih sayang kepada makhluk lainnya. Suatu perkara yang akan menyebabkan pemiliknya diberi pahala, dan kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Memberikan hak-hak binatang peliharaan

Termasuk dari hak binatang peliharaan adalah mendapatkan makan dan minum. Apalagi bila hewan-hewan tersebut dikurung, diikat, dan semisalnya, yang tidak bisa mencari makan dan minum sendiri. Maka, tidak menunaikan hak binatang atau mengurangi porsi yang semestinya ditunaikan dalam hal ini merupakan bentuk kemaksiatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Seorang wanita masuk neraka dengan sebab kucing yang ia ikat. Ia tidak memberinya makan, tidak pula melepaskannya agar ia dapat memakan hewan-hewan di tanah.” (HR. Al-Bukhari dari shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma)

3. Tidak menjadikan hewan sebagai sasaran tembak/memanah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika melihat sebagian shahabat menjadikan burung sebagai sasaran memanah, (artinya):

(13)

Dalam hadits lain:

“Janganlah kalian jadikan sesuatu yang memiliki ruh (makhluk bernyawa) sebagai sasaran bidik.” (HR. Muslim dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Menjadikan hewan sebagai sasaran memanah, menembak, dan semisalnya, tanpa tujuan yang hak merupakan bentuk kezaliman. Oleh karenanya, Allah Subhanallahu wa Ta’ala melaknat pelakunya. Adapun dengan tujuan berburu, semisal memanah hewan yang masih liar, yang tidak mungkin mendapatkannya kecuali dengan memanah, maka hal ini bukanlah termasuk larangan dalam hadits ini.

4. Berbuat baik dalam menyembelih atau membunuhnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, hendaklah berlaku ihsan dalam pembunuhan, dan apabila kalian

menyembelih, hendaklah berlaku baik di dalam penyembelihan. Hendaklah salah seorang kalian membuat tenang sembelihannya, dan hendaklah ia mempertajam mata pisaunya.” (HR. Muslim)

Termasuk perbuatan baik ketika menyembelih adalah tidak mengasah pisau di depan hewan tersebut. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang yang meletakkan kakinya di atas perut kambing sambil mengasah pisau, sedang kambing itu melihatnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,

“Mengapa engkau tidak melakukannya sebelum ini? Apakah engkau hendak membuatnya mati dua kali?” (HR. Ath-Thabarani dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan dihasankan oleh Al Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah)

Demikian pula kita dilarang membunuh hewan dengan cara menyiksa. Seperti menusuk dengan besi panas sampai mati, membenamkan ke dalam air, membakar, meracuni dengan gas beracun, mencekik, dan segala perkara yang keluar dari makna ihsan dalam membunuh.

5. Tidak menyiksanya dengan cara apapun

Seperti memukuli, membebani dengan sesuatu yang ia tidak mampu, menyiksa atau membakarnya.

(14)

“Sesungguhnya tidak semestinya menyiksa dengan api selain Rabb pemilik api.” (HR. Abu Dawud dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah)

Dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Dawud disebutkan, suatu saat Rasulullag shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki sebuah kebun milik seorang shahabat Anshar. Di kebun itu terdapat seekor unta, yang tiba-tiba mengeluarkan air mata ketika melihat Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Akhirnya beliau bertanya, “Siapa pemilik unta ini?” Saat itu seorang pemuda datang dengan mengatakan, “Saya, wahai Rasulullah.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun

menyampaikan,

“Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini? Sesungguhnya ia mengadu kepadaku, bahwa engkau membiarkannya lapar dan terus-menerus memaksanya bekerja.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah)

6. Boleh membunuh hewan yang mengganggu

Ada beberapa hewan yang diperbolehkan syariat untuk dibunuh. Hewan-hewan itu seperti anjing buas, ular, kalajengking, tikus, gagak, rajawali, cicak/tokek, dan sebagainya. Hewan-hewan ini adalah hewan yang bermudharat bagi manusia, atau karena suatu hikmah Allah yang tidak kita ketahui. Oleh karenanya, demi kemaslahatan, diperbolehkan bahkan diperintahkan membunuh hewan-hewan tersebut.

Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait