• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBACA DENGAN TELINGA BUKU SEKOLAH AUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEMBACA DENGAN TELINGA BUKU SEKOLAH AUDI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBACA DENGAN TELINGA: BUKU SEKOLAH AUDIO (BSA)

Sunarto

Pengembang Teknologi Pembelajaran Madya

Dipaparkan dalam Simposium Pengembang Teknologi Pembelajaran

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PENGEMBANGAN MEDIA RADIO PENDIDIKAN

(2)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 2

Buku adalah jendela dunia, dengan membaca sebagai kuncinya. Di era digital ini, buku mengalami metamorfosis yang menghadirkan keragamannya. Hal ini sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia moderen pada cara-cara alternatif dalam mengakses informasi.

Buku audio (audiobook)lahir sebagai salah satu bentuk metamorfosis buku. Buku dimaksud didefinisikan sebagai “buku berbicara” yang berbentuk rekaman audio digital dari buku cetak konvensional.

Pada tahun 2013 Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) mengembangkan sebuah model buku audio untuk sekolah yang dinamakan buku sekolah audio (BSA). BSA didedikasikan sebagai solusi alternatif terhadap kelangkaan buku pelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik tunanetra. Pada awalnya BSA dikembangkan sebagai bentuk alih media dari buku sekolah elektronik (BSE) yang direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tulisan ini merupakan kajian deskriptif tentang BSA sebagai sebuah “buku

berbicara” yang menawarkan cara “membaca dengan telinga” bagi peserta didik tunanetra.

Kata kunci: buku sekolah audio.

Abstract

The book is a window to the world, with reading as a key. In this digital era, metamorphosed of book presents its’ diversities. This is in line with the demands of modern people on alternative ways to access the information.

(3)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 3

In 2013 the Media Radio Development Center for Education (BPMRP) develop a model of audiobooks for schools, called school audiobooks (BSA). BSA is dedicated as an alternative solution of the lack of school books for students with visual impairments. BSA was originally developed as school audiobooks from the electronic schoolbooks (BSE) recommended by the Ministry of Education and Culture.

This paper is a descriptive study of the BSA as a "talking book" that offers a way to "read by ear" for students with visual impairments.

Keywords: school audiobooks.

Pendahuluan

Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan mendapatkan pendidikan yang layak, maka warga negara dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal 28 C ayat (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(4)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 4

Kurangnya sumber belajar menjadi salah satu sebab peserta didik tunanetra menjadi subjek marginal dalam pendidikan. Sumber belajar yang dirancang dan tersedia di dunia pendidikan lebih banyak yang bersifat visual, sehingga lebih banyak menguntungkan bagi peserta didik normal. Sebagai contoh, di kebanyakan sekolah akan lebih mudah dijumpai sumber belajar seperti buku pelajaran konvensional.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua peserta didik memiliki kemampuan untuk mengakses informasi pelajaran dari sumber belajar visual. Di samping itu, secara teoritik tidak semua materi pelajaran efektif disampaikan dengan menggunakan sumber belajar visual. Bahkan dari perspektif ilmu pendidikan, gaya belajar (learning style)--yang mengklasifikasikan peserta didik menjadi kelompok bergaya belajar auditori, visual, dan kinestetik--juga turut mempengaruhi efektif tidaknya penyerapan informasi pelajaran.

Peserta didik tunanetra yang hanya mengandalkan indera pendengaran dan perabaan untuk menyerap informasi dan ilmu pengetahuan justru kurang mendapatkan perhatian. Sehingga dalam kesehariannya mereka lebih banyak dipaksa menggunakan sumber belajar khususnya buku konvensional yang dirancang untuk peserta didik berpenglihatan normal.

(5)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 5

Tidak dipungkiri ada beberapa sekolah luar biasa untuk peserta didik tunanetra yang telah memiliki dan memanfaatkan buku Braille. Namun demikian pada kenyataannya sekolah dengan kemampuan seperti itu tidaklah banyak. Masih banyak sekolah luar bisa yang tidak mampu menyediakan buku pelajaran Braille. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan kemampuan sekolah untuk menyiapkan buku pelajaran Braille.

Sekedar sebagai informasi, bahwa penyediaan buku Braille memerlukan biaya yang relatif lebih besar dibandingkan buku konvensional. Sebagai gambaran, satu halaman buku pelajaran konvensional (buku cetak) akan menjadi sekitar empat halaman buku Braille.

Dengan kondisi riil sebagaimana digambarkan di atas menyebabkan guru yang mengajar peserta didik tunanetra mengalami kelelahan karena terus-menerus harus membacakan buku pelajaran. Bahkan bila guru tidak hadir mengajar, maka peserta didik tunanetra yang bersangkutan tidak dapat menerima materi pelajaran. Ketergantungan peserta didik tunanetra terhadap peran guru sebagai pembaca buku pelajaran di banyak sekolah luar bisa masih sangat dominan.

(6)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 6

Perkembangan teknologi digital dewasa ini memberikan pilihan untuk menjawab kebutuhan buku yang dapat dibaca oleh peserta didik tunanetra dengan menggunakan telinganya secara mandiri. Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BPMRP Kemendikbud) telah mengembangkan sebuah model bernama Buku Sekolah Audio (BSA).

Tulisan ini mengkaji secara deskriptif tentang BSA sebagai salah satu bentuk buku yang menawarkan cara membaca dengan telinga yang sesuai dengan karakteristik peserta didik tunanetra dan/atau peserta didik yang bergaya belajar auditori.

Teori dan Metode

Ada sejumlah penelitian yang menyimpulkan bahwa secara akademik peserta didik tunanetra mendapatkan nilai yang hampir sama dengan peserta didik normal dalam hal berhitung, informasi dan kosakata. Namun demikian peserta didik tunanetra cenderung memiliki kemampuan yang kurang dalam hal pemahaman (comprehension) dan persamaan. Terkait dengan penguasaan kosakata, peserta didik tunanetra cenderung pada kata-kata yang sifatnya definitif (Subagya, 2013).

(7)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 7

Secara etimologis, kata audiobook terdiri dari dua kata gabungan bahasa Inggris yaitu kata audio yang berarti “suara”, dan kata book yang artinya “buku”. Dari dua kata yang digabungkan tersebut, audiobook diterjemahkan secara bebas sebagai “buku audio”, “buku bersuara”, atau “buku berbicara.”

Pada prinsipnya, audiobook hadir sebagai bentuk lain dari sebuah buku konvensional. Selama ini, buku konvensional yang dikenal luas di masyarakat adalah buku cetak yang diterbitkan untuk keperluan tertentu. Buku cetak sendiri sifatnya visual, sehingga hanya dapat dibaca oleh orang berpenglihatan normal. Buku pelajaran cetak merupakan bentuk paling umum dari buku konvensional untuk pendidikan yang dikenal luas. Sedangkan audiobook adalah buku yang dibaca dengan cara mendengar atau dibaca dengan telinga. Audiobook nyaman dimanfaatkan oleh penyandang tunanetra dan orang yang bergaya belajar auditori.

Dengan adanya buku audio, peserta didik tunanetra yang selama ini hanya bergantung pada pembacaan buku oleh orang lain—yaitu guru di sekolah dan/atau orang tua di rumah)--dan buku Braille, kini mereka dapat secara lebih mandiri

“membaca buku pelajaran dengan telinganya menggunakan buku audio.

(8)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 8

Penyajian buku audio dapat juga diimprovisasikan sehingga tidak akan

membosankan bagi “pembacanya”. Pengolahan kata menjadi bahasa verbal dapat

menjadikan buku audio lebih menarik jika dilakukan secara inovatif dan kreatif. Dengan demikian, maka buku audio tidak hanya dapat diakses oleh peserta didik tunanetra semata, namun bagi orang yang tidak memiliki masalah penglihatan pun, buku audio dapat menjadi alternatif dalam menikmati isi sebuah buku. Kebanyakan buku audio yang didengarkan oleh orang berpenglihatan normal antara lain berupa novel, buku cerita maupun buku-buku yang laris di pasaran.

Sebagai buku elektronik berteknologi digital, pembuatan buku audio

membutuhkan perangkat perekaman audio digital. Sedangkan untuk “membaca

dengan telinga” sebuah buku audio, diperlukan perangkat seperti digital talking

book player (DTB player), komputer, atau smartphone.

Pembacaan BSA menggunakan DTB player memang ideal, karena perangkat dimaksud dirancang untuk menjalankan buku berbicara digital.

Komputer Smartphone

(9)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 9

Sedangkan untuk alat pemutar BSA berupa komputer perlu adanya instalasi screen reader seperti AMIS, TAB player, dan lain-lain).

Demikian juga halnya dengan perangkat pemutar BSA berupa smartphone memerlukan instalasi screen reader seperti (1) Darwin Reader format Android, Go Read, dan Daisy 2.02 untuk sistem operasi Android, (2) Daisy2Go untuk sistem operasi Symbian, (3) Read2Go, Daisyworm, InDaisy Reader, Voice Dream Reader, Daisylezer on iTunes, Learning Ally Audio app, Voice of Daisy Light, dan Voice of Daisy untuk sistem operasi IOS. Beberapa di antara aplikasi mobile tersebut dapat diunduh dan digunakan secara gratis.

Hasil/Pembahasan

Beberapa hal yang ada dalam buku cetak yang dialihmediakan menjadi buku audio perlu memperhatikan beberapa hal menyangkut teknik pembacaan buku sumber dan produksi buku berbicaranya.

Pembacaan buku sumber pada saat rekaman perlu memperhatikan beberapa ketentuan berikut ini.

1. Judul pada halaman sampul buku dibacakan. Sedangkan nama penulis buku pada halaman sampul buku dan nama-nama asing dieja. Pembacaan gelar dibacakan secara lengkap, bukan sebagai suatu akronim.

Contoh:

(10)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 10

2. Jika gelar seseorang itu berkaitan dengan materi yang disampaikan, gelar perlu dibaca ulang dengan cara dieja.

Contoh:

Prof. Dr. Ir. Sugiyono P., M.Si dibaca: Profesor Doktor Insinyur Sugiyono P., M.Si dieja P besar r-o-f kecil titik d besar r kecil titik I besar r kecil titik Sugiyono P besar titik koma M besar titik S besar i kecil titik.

3. Kata pengantar buku dibacakan. 4. Daftar isi buku dibacakan.

5. Kata-kata yang pengucapannya berbeda dengan tulisannya (asing, istilah asing, serapan, dan lain-lain) perlu dieja.

6. Penarasian gambar:

a. Gambar yang mendukung isi buku harus dinarasikan (misalnya peta konsep, grafik, denah, tabel, dan sebagainya) sesuai keterangan gambar yang ada.

Pada halaman yang bergambar:

1) Ketika ada kalimat yang menunjuk gambar, penarasiannya dilakukan setelah teks yang mengarah ke gambar.

Adapun urutannya adalah sebagai berikut:  teks

 kalimat mengarah ke gambar

 judul/keterangan gambar

(11)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 11

 setelah penarasian gambar, ada kata penghubung “lanjutan teks”

(jika ada teks lanjutannya).

2) Jika tidak ada kalimat yang menunjuk pada gambar, penarasian dilakukan setelah selesai satu materi/subbab yang terkait gambar, dengan langsung menyebut:

 gambar, nomor gambar, judul/keterangan gambar, dan sumber

gambar (jika ada).

 setelah penarasian gambar, ada kata penghubung “lanjutan teks”

(jika ada teks lanjutannya).

b. Gambar yang tidak mendukung materi, cukup diberi keterangan sesuai dengan keterangan gambar yang ada di buku sumber dengan tujuan untuk memudahkan merunut gambar. Sedangkan gambar yang tidak mendukung materi dan tidak bernomor dapat dihilangkan.

7. Halaman dibacakan setiap kali pergantian halaman.

8. Bagi materi-materi berupa gambar yang sulit dinarasikan, perlu adanya media taktual untuk memperjelas gambar, dengan ukuran minimal A4 dan maksimal 1 depa.

(12)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 12

pindah ke (frase, halaman, bagian, bahkan halaman) sebelumnya atau berikutnya, menuju halaman yang dikehendaki, mempercepat atau memperlambat pembacaan, serta melanjutkan dan/atau menghentikan pembacaan buku.

Simpulan dan Saran Simpulan

Dari kajian deskriptif ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya peserta didik tunanetra dapat membaca sebuah buku dengan menggunakan indera pendengarannya. Prasyarat yang harus dipenuhi adalah dengan mengalihmediakan buku cetak menjadi buku audio. Dengan menggunakan teknologi buku berbicara digital, maka BSA dengan mudah dapat dibaca oleh peserta didik tunanetra menggunakan indera pendengarannya, semudah orang berpenglihatan normal membaca buku konvensional.

Saran

(13)

Membaca Dengan Telinga-Buku Sekolah Audio-Sunarto Halaman 13

Daftar Pustaka

Subagya. 2013. Strategi Media Audio Tunanetra. Makalah paparan disampaikan dalam Lokakarya Pengembangan Buku Sekolah Audio (BSA) untuk Tunanetra. Yogyakarta: Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (BPMRP Kemendikbud).

Sunarto. 2013. Rancangan Model Buku Sekolah Audio untuk Tunanetra. Makalah paparan disampaikan dalam Lokakarya Pengembangan Buku Sekolah Audio (BSA) untuk Tunanetra. Yogyakarta: Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (BPMRP Kemendikbud).

Referensi

Dokumen terkait

Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

Peralatan yang digunakan adalah GPS ( Global Positioning System ), kuesioner, alat tulis dan Kamera Digital. Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer

Dengan beberapa konsep diatas kemudian disusun sebuah konsep perencanaan yakni desain interior Toko Buku Medikal Sagung Seto dengan konsep natural urban agar Toko

NGADINEM DULLAH SAYUTI SLEMAN 08-12-1935 Perempuan Janda/Duda (C.Mati) Kepala Keluarga... NARNO SLEMAN 16-08-1965 Laki-laki Nikah Anak

Secara keseluruhannya, dapatan kajian menunjukkan bahawa responden secara keseluruhannya mempunyai persepsi yang positif terhadap pengetahuan mereka tentang konsep

Secara mikroskopik kelompok dengan pemberian air rebusan daun sendok tampak memiliki banyak sel-sel yang mengalami regenerasi dengan lobulus-lobulus hati yang hampir

Hal ini dikarenakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dikatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan termasuk