• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN TEA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN TEA"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY PROGRAM STUDI KEAHLIAN TATA BOGA

DI SMK N 6 YOGYAKARTA

Oleh:

ELAN DIWANGKORO Nim: 17702251013

Tesis Ini Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN DIREKTORAT PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

ii LEMBAR PERSETUJUAN

EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY PROGRAM STUDI KEAHLIAN TATA BOGA

DI SMK N 6 YOGYAKARTA

ELAN DIWANGKORO Nim. 17702251013

Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Mendapatkan gelar magister pendidikan

Program studi pendidikan teknologi dan kejuruan program magister

Menyetujui Untuk Diajukan Pada Penelitian Tesis Pembimbing,

Prof. Soenarto, M.A., M.Sc., Ph.D. Nip. 19480804 197412 1 001

Mengetahui: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Direktur,

Prof. Dr. Marsigit, M. A Nip. 195707 19198303 1 004

Ketua Program Studi,

(3)

iii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt, atas limpahan rahmat, pertolongan dan kehendak-nya, penulis bisa menyelesaikan proposal tesis ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada nabi muhammad saw, beserta keluarganya, sahabat dan para umatnya yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya.

Tesis ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar magister pendidikan program studi pendidikan teknologi dan kejuruan. Adapun tema yang dilakukan dalam penelitian ini adalah “Evaluasi Model Pembelajaran Teaching Factory Program Studi Keahlian Tata Boga di SMK N 6 Yogyakarta”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak, yang telah memberikan bantuan berupa dorongan, dukungan, bimbingan, dan partisipasi dari berbagai pihak. Sehingga dengan penuh hormat, kerendahan hati, rasa syukur, dan penghargaan yang tinggi penulis ucapakan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan Direktur Program Pascasarjana beserta staf atas bantuannya yang sangat berharga dalam memberikan pelayanan dan ijin penelitian sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

2. Prof. Soenarto, M.A., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing tesis juga selaku kepala program studi pendidikan teknologi dan kejuruan program magister uny yang penuh dengan bijaksana dan keikhlasan telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis. tanpa jasa beliau rasanya penulis tidak akan mampu menyelesaikan tesis ini.

(4)

iv 4. Bapak dan Ibu tercinta atas kasih sayang dan jasa yang tak akan pernah bisa terbalaskan, serta dorongan berupa ketulusan do’a dan ikhtiar yang sungguh -sungguh.

5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Program Magister, khususnya angkatan 2017 atas motivasi, kebersamaan, dan kerjasamanya selama perkuliahan, semoga persaudaraan kita tetap terjaga baik

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak saya bisa sebutkan satu per satu.

Teriring harapan dan doa semoga alloh swt membalas semua amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut. Penulis menyadari bahwa proposal tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak selalu penulis harapkan, dan semoga proposal tesis ini dapat memberi manfaat dan senantiasa mendapat ridho allah swt. Amin.

Yogyakarta, September 2018

(5)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

2. Komponen – komponen Utama Implementasi Teaching Factory ... 12

3. Kondisi Ideal Teaching Factory ... 15

4. Aspek – Aspek Penting dalam Konsep Teaching Factory ... 16

5. Evaluasi ... 20

6. Model Evaluasi CIPP ... 21

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

C. Kerangka Berfikir ... 26

D. Pertanyaan Evaluasi ... BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Dan Desain Evaluasi ... 27

B. Model Evaluasi Yang Digunakan ...27

C. Tempat Dan Waktu Evaluasi ... 29

D. Populasi Dan Sampel ... 30

1. Populasi ... 30

2. Sampel ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 30

1. Teknik Pengumpulan Data ... 30

2. Instrumen Penelitian ... 31

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 31

G. Teknik Analisis Data ... 33

H. Kriteria Keberhasilan ... 34

(6)
(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (Smk) merupakan lanjutan pendidikan menengah pertama yang mempunyai tujuan utama menyiapkan tenaga kerja yang terampil, profesional, dan berdisiplin tinggi sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Tujuan tersebut tercan-tum dalam uu sisdiknas pasal 15 dimana me-nyebutkan tujuan khusus smk adalah menyi-apkan siswa agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat mene-ngah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya. Salah satu usaha untuk mewujudkannya adalah mening-katkan kualitas pembelajaran.

(8)

2 keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan industri dan berbagai entitas bisnis yang relevan dalam bentuk teaching industry/ factory (tefa).

Program Teaching Factory saat ini menciptakan lulusan smk yang berkompetensi dan siap kerja sesuai tuntutan dunia kerja. Maka pembelajaran berbasis dunia kerja adalah salah satu solusinya. Kegiatan pembelajaran di smk selama ini baru sebatas praktik dengan media praktik atau laboratorium yang memproduksi barang yang tidak memiliki nilai jual. Kegiatan produksi yang bisa menghasilkan barang atau jasa yang memiliki nilai jual dapat mengembangkan potensi smk untuk mengolah sumber-sumber pembiayaan sekaligus merupakan sumber belajar.

Kenyataan di lapangan, di Yogyakarta, SMK dengan program studi tata boga yang mempunyai unit produksi tetapi tidak berjalan dengan baik atau bahkan hanya nama saja. Tentu hal ini menjadi permasalahan yang penting yang harus dicari solusinya. Di satu sisi, pelaksanaan unit produksi di smk sebagai sarana pembelajaran yang mengacu pada dunia kerja yang nyata, namun di sisi lain, proses pembelajaran itu diharapkan dapat dihasilkan suatu produk/jasa yang mempunyai nilai jual, memberikan nilai finansial, yang bertujuan agar bisa memberikan kontribusi bagi penyelenggara pendidikan. Hasil belajar yang dicapai siswa smk akan bernilai jika dapat diakui oleh masyarakat sebagai sesuatu yang bermanfaat dan laku dijual.

(9)

3 yang merupakan unit produksi di SMK N 6 Yogyakarta terdiri dari 2 jurusan yaitu unit produksi tata boga dan unit produksi busana. Dalam pelaksanaannya di unit produksi peserta didik yang dimagangkan kurang semangat/belum melaksanakan latihan praktek industri dengan baik, padahal sudah dibuatkan jadwal sesuai dengan jam mata pelajaran kejuruan, selain itu belum semua lulusan dapat memenuhi tuntutan lapangan kerja sesuai dengan spesialisasinya. Dengan ditingkatkannya pengawasan terhadap peserta didik yang melakukan praktek di unit produksi dan perlu adanya evaluasi di unit produksi untuk melatih peserta didik lebih giat dan semangat dalam melakukan praktek di unit produksi maupun di lingkungan kerja, sehingga peserta didik menjadi lulusan yang sesuai dengan bidangnya/ tuntutan lapangan kerja.

(10)

4 teaching factory di yogyakarta meliputi aspek context, input, process, dan product.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dikatakan pelaksanaan Teaching Factory (Tefa) di smk belum berjalan dengan baik. Oleh sebab itu perlu diadakan penelitian tentang evaluasi model pembelajaran teaching factory smk program studi keahlian tata boga di Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalaha yang telah dikemukanan, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kompetensi lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan masih jauh dari standar kompetensi yang ditetapkan oleh industri.

2. Pelaksanaan teaching factory smk yang berupa unit produksi belum berjalan dengan baik.

3. Kurangnya semangat peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran teaching factory di unit produksi smk n 6 yogyakarta.

4. Belum diadakan penelitian tentang evaluasi efektivitas pelaksanaan teaching factory program keahlian tata boga di smk n 6 yogyakarta ditinjau dari segi context, input, process, product.

C. Batasan Masalah

(11)

5 masalah yang diteliti. Maka penelitian ini dibatasi pada evaluasi pelaksanaan pembelajaran teaching factory yang di tinjau dari segi context, input, process, producti di SMK N 6 Yogyakarata.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Konteks (Context)

a. Apakah tujuan yang ingin dicapai dalam program teaching factory sesuai dengan kebutuhan peserta didik, industry dan lingkungan masyarakat?

b. Apakah pelaksanaan program pembelajaran teaching factory sesuai dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh sekolah?

2. Masukan (Input)

a. Seberapa tingkat kesiapan kompetensi guru dalam pelaksanaan program pembelajaran teaching factory?

b. Seberapa tingkat kesiapan kompetensi peserta didik dalam pelaksanaan program pembelajaran teaching factory?

c. Seberapa tingkat kesiapan pengelolaan program pembelajaran teaching factory oleh sekolah?

3. Proses (Process)

(12)

6 b. Apakah orang yang terlibat dalam pelaksanaan program pembelajran teaching factory sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung?

c. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?

d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program?

4. Produk (product)

a. Apakah tujuan dalam program teaching factory yang dirumuskan sudah tercapai?

b. Apakah manfaat yang diperoleh dengan adanya peogram pembelajaran teaching factory?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Konteks (context)

a. Tujuan yang ingin dicapai dalam program teaching factory sesuai dengan kebutuhan peserta didik, industry dan lingkungan masyarakat.

(13)

7 2. Masukan (input)

a. Tingkat kesiapan kompetensi guru dalam pelaksanaan program pembelajaran teaching factory.

b. Tingkat.kesiapan kompetensi peserta didik dalam pelaksanaan program pembelajaran teaching factory.

c. Tingkat.kesiapan pengelolaan program pembelajaran teaching factory oleh sekolah.

3. Proses (process)

a. Pelaksanaan program sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. b. Orang yang terlibat dalam pelaksanaan program pembelajran

teaching factory sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung.

c. Pelaksanaan program sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. d. Hambatan-hambatan yang dijumpai selama pelaksanaan program. 4. Produk (product)

a. Tujuan dalam program teaching factory yang dirumuskan sudah tercapai.

(14)

8 F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Secara teoritis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam pengembangan ilmu boga khususnya pada bidang hospitality. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi kajian teoritis.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dalam melakukan penelitian di bidang boga.

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

sebagai sarana untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti serta salah satu prasyarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar magister.

b. Bagi smk

Sebagai sumbangan informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam usaha pengoptimalan pelaksanaan teaching factory di smk. c. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

(15)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Teaching Factory (Tefa)

Pembelajaran Teaching Factory adalah suatu konsep pembelajaran di smk berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan prosedur yang berlaku di industri, dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Hal ini sesuai karakteristik pendidikan kejuruan seperti yang disebutkan (Sofyan Herminarto, 2012:14) yaitu: (1) mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja; (2) didasarkan kebutuhan dunia kerja “demand-market-driven”; (3) penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja; (4) kesuksesan siswa pada “hands on” atau performa dunia kerja; (5) hubungan erat

dengan dunia kerja; (6) responsive dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi; (7) learning by doing dan hands on experience; (8) memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dari pendidikan umum.

(16)

10 Lamancusa, Zayas, Soyster, Morell, Dan Jorgensen (2008: 7), mengungkapkan bahwa konsep teaching factory ditemukan karena tiga hal, yaitu: (1) pembelajaran yang biasa saja tidak cukup, (2) keuntungan peserta didik diperoleh dari pengalaman praktik secara langsung, dan (3) pengalaman pembelajaran berbasis team yang melibatkan siswa, staff pengajar dan partisifasi industri memperkaya proses pendidikan dan memberikan manfaat yang nyata bagi semua pihak. Paradigma pembelajaran teaching factory didasarkan pada tujuannya yang secara efektif mengintegrasikan kegiatan pendidikan, penelitian dan inovasi ke dalam satu konsep tunggal, yang melibatkan industri dan akademik. Pembelajaran teaching factory berfokus pada integrasi industri dan akademik melalui pendekatan terhadap kurikulum, pengajaran/pelatihan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Segitiga Pengetahuan dalam Industri

(17)

11 Penyerapan tenaga kerja oleh institusi secara kualitatif masih terpaut jauh dari kapasitas daya tampung industri setiap tahunnya, meskipun celah angka jumlah lulusan (supply) dengan angka jumlah permintaan (demand) tidak terlalu lebar. Permasalahan yang dihadapi oleh salah satunya yaitu kesenjangan capaian kompetensi para lulusan institusi pendidikan dan pelatihan kejuruan.

Teaching factory mengintegrasikan proses pembelajaran untuk menghasilkan produk maupun jasa yang layak jual untuk menghasilkan nilai tambah untuk sekolah (Direktorat Pembinaan SMK, 2008). Artinya, proses teaching factory dapat menanamkan jiwa kewirausahaan bagi siswa. Melalui proses teaching factory menghasilkan produk barang dan jasa yang memiliki nilai tambah dengan kualitas yang bisa diserap dan diterima oleh masyarakat. Menurut Moerdiyanto (2009), yang perlu diperhatikan dalam produksi barang dan jasa antara lain: (1) produk apa yang dibutuhkan di pasar, (2) mengapa produk tersebut dibeli, (3) siapa pembeli, (4) bagaimana proses pembelian, (5) bagaimana mutu dan penampilan produk, (6) bagaimana modelnya, (7) bagaimana merk-nya, bagaimana palayanan dan garansinya.

(18)

12 pendidikan yang diharapkan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atas produk dan jasa sesuai dengan kelompok smk.

2. Komponen-Komponen Utama Implementasi Teaching Factory

Komponen - komponen utama ekosistem dalam mengimplementasikan teaching factory adalah sebagai berikut :

a. Peserta didik

Unsur ini menjelaskan bahwa belajar merupakan fokus utama dari penyelenggaraan kegiatan sekolah dan fokus dari kegiatan belajar adalah membangun sikap/perilaku (yang merupakan bagian terpenting dari karakter). Bagi peserta didik, sikap dan perilaku merupakan elemen yang penting dalam mempersiapkan diri memasuki dunia industri. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan pembelajaran yang mencakup hardskill dan softskill.

1) Motorik (skill)

(19)

13 melakukan praktik. Dengan demikian, melalui kemampuan motorik yang baik, peserta didik akan menghasilkan produk yang memiliki kualitas/mutu (cekatan, sigap, rapi, cepat, dan presisi).

2) Kognitif (knowledge)

Kemampuan ini berkaitan dengan pengembangan pemikiran yang membangun kreativitas yang dapat menciptakan inovasi. Dengan kemampuan kognitif yang baik, peserta didik akan mampu melakukan proses evaluasi dan menumbuhkan pemikiran yang penuh dengan inovasi atau hal-hal baru. Oleh karena itu, ranah kognitif akan memperkuat tumbuhnya pemikiran yang rasional, logis, dan teliti.

3) Afektif (attitude)

Kemampuan afektif merupakan hasil yang dicapai apabila kemampuan motorik dan kemampuan kognitif telah berhasil ditanamkan pada peserta didik. Kemampuan ini menumbuhkan karakter integritas pada peserta didik yang mencakup sikap disiplin, handal, terbuka, empati, kehati-hatian, mandiri, rajin, tumbuh jiwa sosial, jiwa kepemimpinan, dan kewirausahaan. b. Guru

(20)

14 mengimplementasikan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Keteladanan guru cenderung akan ditiru oleh peserta didik dan hal ini mempengaruhi afeksi peserta didik. Dengan kata lain, peserta didik menjadi imitator guru atau instruktur dalam kegiatan pembelajaran praktik. Oleh karena itu, dalam melaksanakan Fungsinya, guru atau instruktur mempunyai peranan dan berkemampuan sebagai: (1) pengajar, pendidik dan pembimbing; (2) operator, mentor dan inspector; (3) fasilitator, inisiator dan inspirator; serta (4) role model.

c. Manajemen sekolah

Manajemen sekolah merupakan unsur yang penting dalam implementasi teaching factory. Manajemen berperan sebagai stimulator atau penggerak kinerja institusi. Program evaluasi kerja sekolah mencakup beberapa aspek sebagai berikut:

1) Implementasi kurikuler disesuaikan, bahkan diupayakan melebihi kebutuhan pembelajaran.

2) Implementasi bisnis harus bersifat operasional, mengarah pada kesejahteraan dan re-investasi.

(21)

15 termuat dalam kurikulum nasional. Namun demikian, pelaksanaan dari kurikulum nasional tersebut memerlukan keselarasan dengan tuntutan perkembangan teknologi di masyarakat dan di lingkungan industri.

3. Kondisi Ideal Teaching Factory

Kondisi ideal implementasi teaching factory di smk, meliputi aspek-aspek dan sub aspek sebagai berikut:

a. Aspek pembelajaran, bahan ajar mempunyai tujuan untuk mencapai kompetensi tertentu dan merupakan sesuatu yang multiguna (marketable), khusus untuk program kompetensi yang tidak menghasilkan produk/jasa dapat diarahkan pada simulasi dari situasi kerja riil di lapangan, system penilaian yang digunakan sudah berbasis teaching factory dan system pembelajaran menggunakan jadwal blok dan kontinyu.

b. Sumber daya manusia mempunyai kemampuan design engineering dan dapat menerapkan sense of quality, sense of efficiency dan sense of innovation. Untuk proses kegiatan belajar harus memperhatikan rasio jumlah guru dan jumlah peserta didik.

(22)

16 d. Kegiatan praktik menerapkan budaya industri dengan adanya standar kualitas (quality control), target waktu, efisiensi proses produksi, rotasi kerja (shift), produk kerja yang jelas, hasil praktik dapat menjadi sumber pendapatan (generating income), fungsi dan tanggung jawab yang jelas untuk setiap penanggung jawab, lingkungan kerja dibuat dan dijaga sehingga jadi aman dan nyaman, kegiatan pembelajaran teratur dan lancar, kontrol dan pemantauan dilakukan secara terus menerus.

e. Jaringan kerjasama (network) sekolah mempunyai network dengan industri, baik untuk transfer teknologi maupun membangun budaya industri di sekolah.

f. Produk dan jasa produk dan jasa yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar industri.

g. Transparansi, pencatatan transaksi keuangan sudah sesuai dengan standar prosedur akuntansi (tata kelola keuangan).

h. Aspek legal berupa peraturan harus tersedia untuk penyelenggaraan teaching factory

4. Aspek-Aspek Penting Dalam Konsep Teaching Factory a. Kompetensi

1) Attitude: kehati-hatian, mandiri, jujur, rajin, tumbuhnya jiwa social dari kegiatan industri.

(23)

17 b. Didaktis

Proses belajar teaching factory mencakup 3 ranah yaitu:

1) Diklat (pendidikan dan latihan): pendidikan dan latihan berbasis “proses” yang dilakukan siswa dalam mempelajari materi

pelajaran sehingga mencapai kompetensi/kecakapan tertentu. 2) Produksi: ranah ini berbasis “hasil” yang menekankan pada

“bagaimana siswa mengimplementasikan kecakapan yang dimilikinya” sehingga siswa dapat mengetahui untuk apa

kecakapan yang dipelajarinya itu (mengetahui kegunaan).

3) Konsultansi: ranah ini berbasis “keberterimaan” yang menekankan pada “penjaminan standarisasi dan bagaimana memperdalam/ memperluas” untuk pengembangan kreativitas dan inovasi sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat.

c. Fasilitas/peralatan

1) Siswa mendapat kesempatan yang cukup untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan dengan ketersediaan 1 alat untuk 1 siswa. Kesesuaian antara fasilitas dengan kurikulum dan produksi yang dapat memenuhi kebutuhan du dan di.

2) Fasilitas selalu dalam kondisi siap pakai (ada maintenance and repair yang baik).

(24)

18 a) Kelas x: pembelajaran 70% maks. Bermuatan kurikuler dan

30% min. Bermuatan produksi.

b) Kelas xi: 50% bermuatan kurikuler dan 50% bermuatan produksi.

c) Kelas xii: 30% min. Bermuatan kurikuler dan 70% maks. Bermuatan produksi.

d. Sumber daya manusia (sdm)

Terjadi perubahan mindset dari pendekatan teori dan praktik simulasi ke pendekatan produksi. Ada perubahan proses dari pola ”belajar” menjadi pola ”aplikatif”. Pada pola belajar, penekanan

lebih diarahkan bagaimana proses berlangsung dengan benar, sehingga peserta didik dapat menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan persyaratan kompetensi yang diberikan baik teknis, fungsi, dan proses. Hasil dari proses adalah benda jadi yang ”sesuai” dengan kompetensi yang dipersyaratkan namun secara parsial kurang bermakna (tidak harus bisa digunakan/dimanfaatkan). Sedangkan pada pola pendekatan produksi, penekanan lebih diarahkan ke benda jadi yang nantinya ”berguna”, seperti hand-tools, spare part yang

ukuran dan kualitasnya sesuai kebutuhan, yang kemudian dipecah menjadi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan. Peran penting masing-masing sdm dijelaskan sebagai berikut.

(25)

19 b) dalam konteks produksi bertindak sebagai pelaksana (memberi contoh/demo), sebagai pendamping (mendampingi/mengawasi kerja siswa), sebagai penguji (menilai kesesuaian hasil kerja siswa dengan standar) dan sebagai konsumen (menilai kelayakan hasil kerja siswa).

2) Peran murid: a) dalam konteks pendidikan bertindak sebagai peserta belajar, mitra didik, peserta bimbingan dan peserta uji kompetensi. b) dalam konteks produksi bertindak sebagai pelaksana dan penilai (qc).

3) Rasio pengajar siswa (kondisi ideal): a) untuk kerja alat 1 : 6 – 12 siswa, b) untuk kerja manual 1 : 12 – 20 siswa.

4) Pengajar memiliki skill / kompetensi yang sesuai.

5) Pengajar memiliki pengalaman produksi (keberanian berproduksi, pernah mengikuti program magang)

6) mampu membangun jaringan pasar/konsumen 7) Motivasi tinggi (sadar akan mutu)

8) Kreativitas (inovasi/creatin)

(26)

20 (quality control), delivery, sistim insentif untuk meningkatkan kinerja,

10) Lingkungan: a) internal: dukungan dari dalam institusi yang solid, visi yang sama, masing-masing sadar akan mutu, mengutamakan kepentingan institusi. b) eksternal: regulasi dan dukungan dari pemerintah, du/di maupun masyarakat.

5. Evaluasi

Dalam suatu proses pembelajaran komponen yang turut menentukan

keberhasilan suatu proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi akan diketahui

sejauh mana pelaksanaan pembelajaran, tujuan pendidikan, dan suatu program

pendidikan dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Arikunto Suharsimi (2009: 2), menyatakan bahwa evaluasi merupakan

suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,

yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif

yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu Rogers (2005: 2)

mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses pengumpulan dan

analisis informasi untuk membentuk suatu penilaian berdasarkan bukti yang

kuat. Penilaian tersebut berkaitan tentang sejauhmana suatu target tercapai dan

penilaian tersebut dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Dari

berbagai pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa

evaluasi merupakan suatu kegiatan mengumpulkan informasi tentang suatu

program yang mempunyai tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana

pelaksanaan suatu program berjalan dan sampai sejauh mana tujuan program

tersebut dapat tercapai. Selain itu evaluasi berguna untuk membantu

(27)

21 dipertahankan dalam suatu program berdasarkan bukti yang diperoleh serta

berguna untuk mengetahui berapa besar nilai dari kinerja penyelenggara

program.

Kaufman dan thomas dalam Arikunto Suharsimi (2009: 40-41)

membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu: (1) goal oriented

evaluation model, dikembangkan oleh tyler; (2) goal free evaluation model,

dikembangkan oleh scriven; (3) formatif summatif evaluation model,

dikembangkan oleh michael scriven; (4) countenance evaluation model,

dikembangkan oleh stake; (5) responsive evaluation model, dikembangkan oleh

stake; (6) cse-ucla evaluation model, menekankan pada “kapan” evaluasi

dilakukan; (7) cipp evaluation model, dikembangkan oleh stufflebeam; dan (8)

discrepancy model, dikembangkan oleh provus. Model evaluasi yang tepat

untuk program pemrosesan yaitu model goal oriented evaluation, model goal

free evaluaion, model formative-sumative evaluation, deskripsi pertimbangan,

model evaluasi cse-ucla, model evaluasi cipp, model evaluasi kesenjangan

(Arikunto Suharsimi, 2009: 52-55).

Dari berbagai macam model evaluasi seperti yang telah disebutkan di

atas, salah satu model evaluasi yang tepat untuk program pemrosesan adalah

model evaluasi formatifsumatif oleh michael scriven. Evaluasi formatif

dilakukan selama program berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan

sesudah program berakhir atau pada pada akhir penghujung program (Arikunto

Suharsimi, 2009: 53-54).

6. Model evaluasi cipp

Evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh stufflebeam merupakan salah

(28)

22 paling sering dipakai oleh evaluator. Dalam model ini, evaluasi harus dapat

memberikan landasan berupa informasi-informasi yang akurat dan obyektif bagi

pengambil kebijakan untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan

program.

Madaus, scriven, dan stufflebeam (Widoyoko, 2009:181) menyatakan

the cipp approach is based on the view the most important purpose of

evaluation is not to prove but to improve adalah bukan untuk membuktikan

tetapi untuk memutuskan. Model ini terdiri dari 4 komponen evaluasi sesuai

dengan nama model itu sendiri yang merupakan singkatan dari context, input,

process dan product.

d. Evaluasi konteks

Konteks disini diartikan yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan. (Daniel L. Stufflebeam, 2007:326) memaparkan evaluasi konteks, sebagai berikut:

“context evaluation assess needs, problems, assets and opportunities to

help decision makers define goal and priorities and to help relevant user

judge goals, priorities, and outcome”. Evaluasi konteks dimaksudkan

untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan peluang guna membantu

pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta membantu

kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan

hasilnya. Evaluasi konteks juga memberikan gambaran, rincian terhadap

lingkungan, serta menilai kebutuhan dan tujuan secara lebih terarah.

Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan

(29)

23 berisi tentang kekuatan dan kelemahan obyek tertentu yang akan atau

sedang berjalan. Evaluasi konteks menurut suharsimi arikunto, dilakukan

untuk menjawab pertanyaan: (1) kebutuhan apa yang belum dipenuhi oleh

kegiatan program, (2) tujuan pengembangan apakah yang belum dapat

tercapai oleh program, (3) tujuan pengembangan manakah yang

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan, (4) tujuan manakah yang

paling mudah dicapai.

e. Evaluasi input

Evaluasi input (input evaluation) merupakan evaluasi yang bertujuan

menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan

sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program. Widoyoko

(2009:182) menyatakan bahwa evaluasi masukan membantu mengatur

keputusan, menentukan sumber daya yang ada, alternatif apa yang diambil,

apa rencana dan stratergi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur

kerja untuk mencapainya. Evaluasi input meliputi: 1) sumber daya

manusia, 2) sarana dan peralatan pendukung, 3) dana atau anggaran, dan 4)

berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

f. Evaluasi proses

Worthen dan Sanders (widoyoko,2009:182) menyatakan bahwa

tujuan dari evaluasi proses adalah untuk mendeteksi atau memprediksi

rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap

implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program , dan

sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Pada dasarnya

evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah

(30)

24

g. Evaluasi produk

Evaluasi produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir

dari model cipp. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan

capaian capaian program. Evaluasi produk menunjukkan

perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Widoyoko (2009:183) menyatakan

bahwa evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan untuk

mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Data yang dihasilkan akan menentukan apakah program diteruskan,

dimodifikasi, atau dihentikan.

Penelitian ini menggunakan model evaluasi CIPP yang

dikembangkan oleh stufflebeam. Model evaluasi ini terdiri dari empat

komponen evaluasi context, input, process dan product. Pada penelitian ini

dilakukan evaluasi terhadap komponen konteks, input, proses, dan produk

pada pelaksanaan program pembelajaran teaching factory di SMK N 6

Yogyakarta

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian terdahulu tentang efektivitas dan evaluasi yang digunakan untuk membantu mendapatkan gambaran dalam menyusun kerangka berfikir pada penelitian ini.

(31)

25 Tabel 1. Hasil penelitian yang relevan

No Judul Alat analisis Hasil bahwa pelaksanaan teaching factory smk di surakarta

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) aspek konteks: pelaksanaan program pengajaran pabrik sesuai dengan misi visi yang telah ditetapkan. 2) aspek input: sumber daya manusia adalah peran utama dalam pelaksanaan pabrik pengajaran. 3) aspek proses: efektivitas pelaksanaan pembelajaran program pabrik pengajaran termasuk kategori sangat tinggi yang ditunjukkan oleh persentase paling besar 50%. 4) aspek produk: hasil belajar siswa merupakan penilaian dari sisi pabrik mengajar yang merupakan nilai total selama pelaksanaan pabrik mengajar.

(32)

26 C. Kerangka Berfikir

Penelitian ini termasuk jenis penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan model evaluasi cipp (context input process product). Bentuk dan strategi penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan data kualitatif dan didukung oleh data kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara, angket (kuisioner) dan studi dokumentasi.

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk data kualitatif menggunakan analisis data deskriptif. Data kualitatif yang diperoleh perlu dilakukan tabulasi data. Selanjutnya dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Dalam Penelitian Ini, Efektivitas Pelaksanaan Teaching Factory Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat digambarkan ke dalam paradigma penelitian seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Berfikir Input

Produk Proses Konteks

SMK

Teaching Factory

(33)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian evaluasi. Pendekatan yg digunakan adalah kualitatif yang didukung data kuantitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah studi kasus (case studies). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalanya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2012:6). Data penelitian kuantitatif dapat menggunakan observasi yang lembar observasi, interview/wawancara, dan dokumentasi, yang menggunakan teknik analisis deskriptif dengan pendekatan presentase.

B. Model Evaluasi yang Digunakan

(34)

28 perbaikan, meningkatkan akuntabilitas, serta pemahaman lebih dalam mengenai fenomena oleh sebab itu penulis memilih Model Evaluasi CIPP dengan alasan pembelajaran teaching Factory di sekolah tersebut mengakui bahwa program pembelajaran tidak dilaksanakan sesuai dengan rancangan namun selama ini hasilnya cukup baik. Model rencana evaluasi CIPP disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tabel Model Rencana Evaluasi CIPP

Indicator Kriteria Subyek Sumber Data

(35)

29

Indicator Kriteria Subyek Sumber Data

program sesuai

C. Tempat Dan Waktu Penelitian

(36)

30 D. Populasi Dan Sampel

Populasi pada penelitian ini merupakan seluruh unsur yang terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran teaching factory di SMK N 6 Yogyakarta, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Tujuan penggunaan purposive sampling adalah untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dari masalah yang secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data.

Sampel dalam penelitian yang terpresentatif sehinga dapat mewakili pemahaman populasi dalam memaknai masalah yang akan diteliti. Sampel penelitian ini adalah Kaprodi Tata Boga, Ketua Unit Produksi, Karyawan Pelaksana Harian.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

(37)

31 2. Instrumen Evaluasi

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara, instrumen observasi, dan instrumen evaluasi pelaksanaan program pembelajran Teaching Factory. Instrumen-instrumen tersebut disajikan dalam Table 3.

Tabel 3. Instrumen Evaluasi CIPP

No. Komponen Subjek Instrumen

1. Context  Kaprodi  Pedoman observasi peserta

didik  Pedoman observasi peserta

didik

F. Validitas Dan Reliabilitas Instrumen

(38)

32 Pemeriksaan keabsahan data atau uji keabsahan data meliputi uji, credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). Uji kredibilitas

data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan member chek.

(39)

33 G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengkategorikan setiap unsur yang ada, melakukan sintesa, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data kualitatif dilakukan dengan menggunakan tehnik analisis data interaktif model seperti yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984: 12). Tehnik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan/verifikasi (drawing and verifying conclutions). Analisis data didukung dengan data kuantitatif, Menurut

Sugiyono (2012:137) berdasarkan teknik pengumpulan data penelitian kuantitatif dapat menggunakan observasi yang lembar observasi, interview/wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan presentase.

Adapun rumus data presentase ayang digunakan dalam penelitian evaluasi ini dalah sebagai berikut :

f : Frekunsi yang dicari presentasenya

(40)

34 P : Angka presentase

Data dianalisis berdasarkan interval nilai presen pencapaian menggunakan pedoman sebagai berikut :

a. Sangat siap : 80 % - 100 % b. Siap : 60 % - 80 % c. Cukup siap : 40 % - 60 % d. Kurang siap : 0 40 %

H. Kriteria Keberhasilan

Definisi evaluasi yang diajukan para pakar sangat bervariasi, misalnya definisi yang dikemukakan oleh Fitzpatrick, Sanders, & Worthen (1981: 7) evaluasi adalah: " identification, clarification, and application of defensible criteria to determine an evaluation object's valu e (worth or merit) in relation to those criteria". Artinya evaluasi adalah proses identifikasi, klarifikasi, dan penerapan kriteria untuk menentukan nilai suatu objek evaluasi (nilai/manfaat) berkaitan dengan kriteria tersebut. Sedangkan evaluasi program m enurut Joint Commite, seperti yang dikutip oleh Brinkerhof (1983: xv) adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang suatu yang berharga dan bernilai dari suatu objek. Gronlund & Linn (1990: 5) menyatakan bahwa evaluasi adalah “ the systematic process of collecting, analyzing, and interpreting

(41)

35 instructional objectives”. Artinya suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan penafsiran data atau informasi untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan pelajaran yang diterima oleh peserta didik.

Berdasarkan pada beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kegiatan evaluasi adalah membandingkan apa yang telah dicapai dari suatu program dengan apa yang seharusnya dicapai ber dasarkan standar/kriteria yang telah ditetapkan. Dalam konteks pelaksanan program, kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan pelaksanaannya, sedangkan hal yang dinilai adalah proses dan hasilnya untuk diambil suatu keputusan. Evaluasi dapat digun akan untuk melihat tingkat keberhasilan program, kemudian diambil suatu keputusan apakah program diteruskan, ditunda, ditingkatkan, dikembangkan, diterima, atau ditolak

Harlen (2007:12) menjelaskan bahwa istilah yang sering dipakai dalam kegiatan evaluas i pendidikan adalah assessment dan evaluation, keduanya memiliki arti yang berbeda. Dikatakan: The terms „evaluation‟ and assessment in education are sometimes used with different meanings, but also interchangeably. In some countries, including the USA, the term „evaluation‟ is often used to refer to individual student achievement, which

in other countries including the UK is described as „assessment‟...„assessment‟ refers to the process of collecting evidence and

(42)

36 achievement of particular goals of learning or teacher‟ and others‟ understanding”.

Lebih jauh Griffin & Nix (1991: 3) menyatakan bahwa: Measurement, assessment and evaluation are hierarchical. The comparison of observation with the criteria is a measurement, the

interpretation and description of the evidence is an assessment and the judgment of the value or implication of the behavior is an evaluation.

(43)

37 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsismi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi 2 (Jakarta : Bumi Aksara, 2009).

Brinkerhoff, R.O., et.al, (1983). Program evaluation: A practitioner‟s guide for trainers and educators. Western Michigan: Kluwer-Nijhoff.

Griffin, P., & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting. Sydney: Harcout Brace Javanovich, Publisher.

Gronlund, N. E., & Robert, L. L. (1990). Measurement and evaluation in teaching (6th ed.). New York: Macmillan

Harlen, W. (2007). Assessment of learning. London: Sage Publication.

Miles, M.B & Huberman A.M. 1984, Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong J.Lexy, .2000.Metode Penelitian Kualitatif .Bandung: Remaja Rosda Karya,

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta

Widoyoko Ep. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Gambar 1. Segitiga Pengetahuan dalam Industri
Tabel 1. Hasil penelitian yang relevan
Gambar 2. Kerangka Berfikir
Tabel 2. Tabel Model Rencana Evaluasi CIPP
+2

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi tingkat keefektifan pelaksanaan MBS di SDN Serayu Yogyakarta dilihat dari aspek: (1) konteks sekolah yang meliputi kebutuhan terhadap sekolah, kebijakan

Tidak sesuai Kurang sesuai Sesuai 1 Capaian pembelajaran program studi mengacu. pada visi dan misi program studi, fakultas dan

Hasil evaluasi berdasarkan metode CIPP, mendapatkan hasil berdasarkan aspek konteks dapat dinyatakan materi pelatihan dapat menarik minat untuk mempelajari materi yang

Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan menggunakan model CIPP (Konteks, Input, Proses dan Produk) beserta pendekatan deskriptif kualitatif. Data ini dikumpulkan

Bagan Analisis Sistemik mengenai Komponen Evaluasi Implementasi Program Outsourcing OUT KONTEKS COME Visi Misi Tujuan & Sasaran Kontrak Kerja –Kebijakan Outsourcing MASUKAN

Analisis data menggunakan model evaluasi CIPP, dengan kajian tiga aspek yaitu konteks, input dan proses, karena program masih berlangsung.. Hasil penelitian menunjukkan

Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi dengan metode CIPP pada mekanisme BOSDA di Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, evaluasi konteks menunjukkan masih terdapat masalah dalam

Untuk memudahkan pelaksanaan evaluasi, maka dengan mengadopsi model evaluasi CIPP Stufflebeam & Zhang, 2017 disusun indikator-indikator dalam konteks, input, proses dan Produk yang