KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA
KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR
RAYA KOTA PADANG
ARTIKEL
EVINCE OKTARINA
NPM. 1410018312017
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA
KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR
RAYA KOTA PADANG
Evince Oktarina¹, Alizar Hasan², Indra Khaidir¹,
¹Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Andalas
Evince_oktarina@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana prosedur, dasar hukum, serta kelayakan proyek terkait Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Dengan Denda Kepada Kontraktor Studi Kasus Proyek Gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang, Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Dengan Denda Kepada Kontraktor tersebut, diputuskan oleh Walikota dalam Perwako yang merupakan keputusan yang diambil oleh Pengguna Anggaran terhadap kontraktor yang terlambat menyelesaikan proyek pada akhir tahun anggaran. Penelitian ini dijalankan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus (exploratory case study). Sumber data dimbil melalui wawancara yang mendalam (indepth interview) kepada 4 orang informan, data wawancara tersebut diperkuat oleh dokumentasi dan observasi untuk memperkuat hasil penelitian. Secara keseluruhan hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Prosedur pemberian kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor tidak bisa secara langsung diberikan kepada kontraktor, harus ada penelitian dari PPK terhadap progress pekerjaan dan surat pernyataan kesanggupan dari kontraktor untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang terlambat. Pemberian kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor untuk proyek yang didanai oleh APBD didasari oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yaitu Perpres No 4 Tahun 2015 pasal 93, PMK Nomor 194/PMK.05/2014, Permendagri Nomor 37 Tahun 2014. Menurut dasar hukum dan kajian menurut pakar hukum konstruksi, Pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, sesuai dengan kaidah dan ketentuan dalam hukum konstruksi dan ketentuan yang diatur oleh undang-undang. Karena Perwako dikeluarkan sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang dan peraturan di dalam pengadaan barang/jasa. Pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, tidak bisa diberikan kepada setiap proyek yang mengalami keterlambatan di akhir tahun anggaran, ada kriteria yang ditentukan didalam perwako, diantaranya harus proyek yang bersumber dari dana APBD dengan kontrak tahun tunggal dengan nilai pengadaan konstruksi di atas dua ratus juta rupiah. Adapun urgensi kajian pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, adalah supaya para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah mengetahui prosedur dan kajian hukumnya, supaya apabila menghadapi keterlambatan penyelesaian proyek di akhir tahun anggaran tidak menjadi masalah yang berulang.
Kata Kunci: Pemberian Kesempatan 50 hari Pekerjaan, APBD, Perwako, PPK.
I. PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur di kota Padang sekarang ini masih dilakukan untuk memenuhi fasilitas-fasilitas umum yang rusak akibat gempa 7,9 skala richter pada 30 september 2009. Salah satunya pembangunan gedung Inpres II Pasar Raya kota Padang dengan Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Perdagangan, proyek ini menggunakan dana yang berasal dari APBD
Di dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang sumber dana berasal dari APBD dengan kontrak tahun tunggal, penyelesaian pekerjaan harus selesai menjelang tanggal 18 Desember, karena KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) hanya melayani permintaan pembayaran sampai dengan tanggal 20 Desember. Untuk menghadapi pekerjaan kontrak tahun tunggal yang tidak selesai sampai dengan 31 Desember seperti yang terjadi pada proyek gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang, dilakukan pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada penyedia. Pemberian kesempatan50 (Lima Puluh) hari pekerjaan diputuskan dengan Perwako yaitu pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan yang melewati tahun anggaran.
Didalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Pasal 93 Tentang perubahan keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan maksimal 50 hari kalender tidak serta merta diberikan kepada penyedia barang/jasa, harus terlebih dahulu ada penelitian dari PPK melihat dari performa dan progress pekerja yang telah dilakukan, apakah penyedia barang/jasa tersebut mampu untuk menyelesaikan pekerjaan setelah diberikan kesempatan dimaksud, apabila penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak.
Berdasarkan Pasal 120 Perpres No. 70 Tahun 2012 bahwa Penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam kontrak karena kesalahan penyedia barang/jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Dalam penjatuhan denda bagi penyedia yang melakukan wanprestasi sering menimbulkan perselisihan dengan pihak pemberi kerja, sehingga para pihak harus menempuh mekanisme penyelesaian sengketa sesuai dengan kesepakatan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya, merupakan Anggaran baru pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun Anggaran berikutnya dengan mekanisme revisi anggaran.
Revisi Anggaran dalam paradigma APBD tidaklah mudah karena menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 160
ayat 4 “Pergeseran Anggaran dilakukan
dengan cara mengubah peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan untuk selanjutnya dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor, bagaimana prosedur pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari kepada kontraktor, bagaimana kajian hukum dan pendapat pakar hukum konstruksi terkait pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari, serta bagaimana kelayakan proyek menurut Perwako apabila mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan di akhir tahun anggaran, mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan selama 50 (Lima Puluh) hari.
II. Tinjauan Pustaka
menyebabkan timbulnya perselisihan dan klaim antara pemilik dan kontraktor (Soeharto,1997).
Ketika proyek konstruksi terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak dapat dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada penambahan waktu. Apabila setelah penambahan waktu pelaksanaan proyek ini juga tidak selesai sesuai kontrak yang sudah disepakati, maka akan diberikan waktu tambahan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek tersebut. Dengan kata lain bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana, maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid, 2006).
Tambahan waktu untuk menyelesaikan proyek adalah solusi penyelesaian masalah. Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan antara lain; pekerjaan tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik. masalah diluar kendali kontraktor. Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak terkait.
Kondisi suatu kontrak dinilai dalam kategori terlambat apabila (Ramli, 2014):
1. Dalam periode I (rencana pelaksanaan fisik 0%-70%) dari kontrak terjadi keterlambatan antara 10%-20%.
2. Atau dalam periode II (rencana pelaksanaan fisik 70%- 100%) dari kontrak terjadi keterlambatan progres fisik antara 0.5%-10%.
2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan
Kraiem dan Dickman yang dikutip dari Wahyudi, (2006) menyatakan, keterlambatan dapat dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu:
1. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non Excusable Delays). Non Excusable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor
2. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delays).
Excusable Delays adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian- kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor. Pada kejadian ini, kontraktor mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu saja.
3. Keterlambatan yang layak mendapat ganti rugi(Compensable Delays). Compensable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik. Pada kejadian ini, kontraktor biasanya mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu dan tambahan biaya operasional yang perlu selama keterlambatan pelaksanaan tersebut.
2.1.2 Dampak Keterlambatan
Keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun kedua duanya. Adapun dampak keterlambatan pada owner adalah hilangnya potensialincome dari fasilitas yang dibangun tidak sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya pengeluaran gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan Lewis dan Atherley yang dikutip Suyatno (2010).
2.1.3 Mengatasi Keterlambatan
dari sub-kontraktor, pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah :
1. Mengerahkan sumber daya tambahan 2. Melepas rintangan-rintangan, ataupun
upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana
3. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya.
2.2 Peraturan Perundangan Dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi, untuk membangun menghasilkan bangunan dan bentuk fisik untuk menunjang perekononomian. Agar pekerjaan konstruksi berhasil diperlukan manajemen dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Manajemen konstruksi memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu perancangan (planning), pelaksanaan (construction/implementing),dan pengendalian (controlling) yang terintegrasi sebagai suatu sistem untuk mencapai keberhasilan dari suatu proyek yaitu biaya (cost), mutu (quality), dan waktu (time) agar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan (Wiriandhi 2003).
Di dalam pelaksanaan proyek pemerintah disebut dengan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Agar sistem pengadaan Barang/Jasa pemerintah mencapai keberhasilan harus ada peraturan yang mengatur. Peraturan Perundang-undangan Proyek Infrastruktur yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi disebut Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah No 59 tahun 2010 tentang perubahan peraturan pemerintah No 29 tahun 2000. Ketentuan lain (internasional) yang mengatur kontrak rancang bangun adalah FIDIC Condition Of Contract For Plant,
Design and Build (Yellow Build), sebagaimana diamanatkan oleh menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memahami terhadap kebutuhan akan persyaratan umum kontrak instalasi dan rancang bangun sejalan dengan program pemerintah untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan pada era 2015-2019 (Mudjisantosa, 2016).
Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 merupakan perubahan ke empat atas Peraturan Pemerintah no 54 Tahun 2010. Revisi pertama telah dilakukan tanggal 30 Juni 2011 yang dituangkan dalam bentuk Perpres No. 35 Tahun 2011. Alasan revisi pertama, yaitu dianggap perlunya konsultan hukum untuk mendampingi instansi pemerintah dalam menghadapi tuntutan dari pihak ketiga. Isi revisi pertama adalah memasukkan jasa konsultansi di bidang hukum (meliputi konsultan hukum/advokat atau arbiter) dalam kriteria jenis pekerjaan/jasa yang boleh dilakukan dengan cara penunjukkan langsung.
2.2.1 Peraturan Perundangan Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) Hari
Ketentuan di dalam Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015 tentang pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari pekerjaan yang melewati tahun anggaran dimuat dalam pasal 93 ayat 1.a sebagai berikut:
(1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:
a. kebutuhan Barang/Jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya Kontrak;
a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; a.2.setelah diberikan kesempatan
menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; c. Penyedia Barang/Jasa terbukti
melakukan KKN, kecurangan, dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN, dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
(1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran.
(2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:
a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan; b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh
Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;
c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan
d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.
(3) Dalam hal dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kelompok Kerja ULP dapat melakukan Penunjukan Langsung kepada pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau Penyedia Barang/Jasa yang mampu dan memenuhi syarat.
Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 70/2012 Pasal 13 menegaskan bahwa PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.
Atas dasar ini maka komitmen ketersediaan anggaran baru pada tahun anggaran berikutnya, untuk menjamin nilai sisa pekerjaan, harus sudah ada maksimal sebelum akhir masa pelaksanaan pekerjaan. Ini agar pelaksanaan kontrak setelah tanggal 31 Desember menjadi bagian kontrak yang lalu/lama. Ini sebangun dengan pemahaman PMK 194/2014 pasal 5 bahwa Penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya tetap merupakan pekerjaan dari Kontrak berkenaan.
Komitmen ketersediaan anggaran antara Kepala Daerah dan DPRD, sebagaimana amanat PP 58/2005 pasal 81 ayat 1, untuk menjamin kepastian nilai sisa pekerjaan pada APBD-P tahun berikutnya.
daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Merupakan suatu gambaran tentang rancangan anggaran dan pendapatan belanja daerah, berupa rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Permendagri 13 Tahun 2006 sebagaimana dirubah Permendagri 37/2012 dan 21/2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran, pekerjaan tentang langkah akhir tahun dituangkan pada Pada Lampiran Permendagri 37/2014 bagian V. Hal-Hal Khusus Lainnya angka 19 menyebutkan : 19. Penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan
lanjutan yang tidak selesai pada Tahun Anggaran 2014 dengan menggunakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) mempedomani Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan anggaran) sebelumnya. 2. Dituangkan kedalam Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) Tahun Anggaran 2015 sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2014 dengan berpedoman pada format Lampiran B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
3. DPAL-SKPD disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan dalam rangka penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD masing-masing dilakukan sebagai berikut:
1. Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.
2. Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan
disebabkankelalaianPenyedia
Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa makatidak dapat di-DPAL-kan, sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan kembali sesuai ketentuan yang berlaku.
Kontrak Tahun Tunggal berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Perpres No 70 tahun 2012
adalah “Kontrak yang pelaksanaan
pekerjaannya mengikat dana anggaran selama
masa 1 (satu) Tahun Anggaran”.
Peraturan Menteri Keuangan adalah Tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran.
Poin-poin penting dari PMK Nomor 194/PMK.05/2014 Menurut Samsul Ramli, 2014 ini adalah:
1. Jenis pekerjaan yang dapat diterapkan adalah pekerjaan dari suatu kontrak tahunan yang dibiayai dari Rupiah Murni, harus selesai pada akhir masa kontrak dalam Tahun Anggaran berkenaan
2. Sisa nilai pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran tidak dapat diluncurkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dan tidak dapat ditambahkan (on top) ke dalam anggaran Tahun Anggaran Berikutnya
3. Kriteria penyelesaian pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya :
berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan
b.Penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai, yang paling sedikit memuat pernyataan kesanggupan penyedia barang/jasa untuk : menyelesaikan sisa pekerjaan, menyelesaikan sisa pekerjaan dalam tempo 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan, pernyataan bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pernyataan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.
c.Berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran. 4. Sisa pekerjaan yang akan diselesaikan
pada Tahun Anggaran berikutnya dilakukan perubahan kontrak oleh PPK. Perubahan tersebut dilaksanakan dengan koridor bahwa sumber dana untuk penyelesaian sisa pekerjaan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya, tidak menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan dan dilaksanakan sebelum jangka waktu kontrak berakhir. 5. Penyedia barang/jasa menyampaikan
jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya kepada PPK sebelum dilakukan penandatanganan perubahan kontrak
6. Setelah perubahan kontrak ditandatangani, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir Tahun Anggaran berkenaan dengan melampirkan copy surat pernyataan kesanggupan di atas yang telah dilegalisasi oleh KPA.
7. Pihak KPPN setelah mendapat pemberitahuan dari KPA, melakukan klaim pencairan jaminan/garansi bank sebesar nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya untuk keuntungan negara. Jika jaminan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, penyedia barang/jasa wajib menyetorkan sejumlah uang ke kas negara sebesar nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya sebagai pengganti klaim pencairan jaminan/garansi bank pada kesempatan pertama
8. Penyedia barang/jasa menyelesaikan sisa pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang disepakati di dalam surat pernyataan kesanggupan, dan dikenakan denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengadan barang/jasa (melalui penyetoran ke kas negara atau diperhitungkan dalam pembayaran tagihan atas penyelesaian pekerjaan). 9. Apabila sampai dengan batas waktu
penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan, sisa pekerjaan belum dapat diselesaikan, maka KPA menghentikan pelaksanaan pekerjaan secara sepihak dan mengenakan denda keterlambatan maksimum kepada penyedia barang/jasa.
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan Penelitian ini dijalankan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus (exploratory case study). Sumber data dimbil melalui wawancara yang mendalam (indepth interview) kepada 4 orang informan, data wawancara tersebut diperkuat oleh dokumentasi dan observasi untuk memperkuat hasil penelitian.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan data primer yaitu berupa wawancara lisan kepada PPK, PPTK , Kontraktor Proyek, untuk mengetahui prosedur dikeluarkannya Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan, untuk mengetahui Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan apakah sesuai dengan kajian hukum konstruksi melakukan wawancara kepada ahli Pakar Hukum Konstruksi.
Data sekunder yaitu berupa Dokumen Perwako, Undang-Undang dan peraturan yang digunakan sebagai dasar hukum Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan.
3.1 Teknik Analisis Data
Teknik analisa data digunakan seperti diagram 1 berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan
Diagram 1.Teknik Analisa Data
3.2 Tahapan Penelitian
Adapun urutan tahapan penelitian dapat dilihat pada Diagram 2
Langkah-langkah Penelitian
Menentukan
Informan Dokumentasi
Hasil Penelitian
Membuat Instrument
Penelitian
Pengambilan Data Sekunder
Pengambilan Data Primer kepada seluruh
Informan
Informan Terdiri dari PPK, PPTK, Kontraktor Proyek, Pakar Hukum Konstruksi
Diagram 2. Tahapan Penelitian
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Prosedur Dikeluarkannya Pemberian Kesempatan Kepada Penyedia Barang/Jasa Menyelesaikan Pekerjaan Sampai Dengan 50 (Lima Puluh) Hari Pekerjaan Dengan Denda (Perwako)
Pemberian Kesempatan 50 (Lima
Puluh) hari pekerjaan dengan denda
kepada kontraktor, tidak secara langsung
diberikan
kepada
kontraktor
yang
terlambat menyelesaikan pekerjaan di
akhir tahun anggaran, setelah dilakukan
penelitian ada sejumlah prosedur yang
harus dilalui oleh Pengguna Anggaran,
PPK, dan Kontraktor. Dari Hasil penelitian
prosedur yang dilakukan oleh PA, PPK,
dan kontraktor adalah:
1.
P
enyedia
(Kontraktor)
membuat
Laporan Kemajuan Pekerjaan (LKP)
dimana pada akhir tahun anggaran dan
sesuai dengan
schedule
perencanaan
31
Desember
2015,
progress
pekerjaan sudah harus mencapai
100%, tetapi pada tahap pelaksanaan
progress pekerjaan baru mencapai
80%, dengan keadaan itu penyedia
menyurati PPK untuk minta tambahan
waktu dan membuat Surat Pernyataan
Kesanggupan.
2.
PA/PPK menyurati Inspektorat (APIP)
untuk
memberitahukan,
kalau
pekerjaan penyelesaian proyek oleh
kontraktor terjadi keterlambatan dan
mencapai bobot 80 % pada akhir
tahun anggaran.
3.
APIP bersama tim teknis dan PPHP
melakukan
pemeriksaan
bersama,
Tim
Teknis
menghasilkan
rekomendasi
bisa
pekerjaan
dilanjutkan atau tidak.
4.
PPK mengadakan rapat bersama
dengan pimpinan (PA/KPA) adalah
walikota dan
stakeholders
seluruh
pihak
yang
terlibat
dengan
pertimbangan:
a. Adanya Surat Permohonan dari
kontraktor sanggup mengerjakan
penyelesaian pekerjaan dibawah
denda.
b. Adanya dilihat itikad baik dari
kontraktor untuk menyelesaikan
pekerjaan dilihat dari persediaan
material
yang
cukup
untuk
mencapai
penyempurnaan
pekerjaan.
c. Berdasarkan hasil penelitian PPK,
pembangunan yang mencapai 80
persen pada akhir tahun anggaran
31 Desember 2015 sebenarnya
sudah dapat ditempati oleh para
pedagang sisa pekerjaan nya hanya
terkait penyempurnaan saja sekitar
20%.
Pekerjaan
yang
belum
terlaksana adalah pemasangan atap,
pemasangan keramik pemasangan
pipa-pipa
untuk
antisipasi
kebakaran serta pembuangan akhir
toilet.
d. Pertimbangan Adanya Perpres yang
mengatur pemberian kesempatan
kepada
penyedia
barang/jasa
menyelesaikan pekerjaan sampai
dengan 50 (lima puluh) hari.
e. Pertimbangan
Kebutuhan
akan
penyelesaian
gedung
yang
mendesak
untuk
kepentingan
perekonomian dan perdagangan.
5.
PPK meminta kepada PA/KPA untuk
disediakan
anggaran
senilai
sisa
pekerjaan
yang
melewati
tahun
anggaran
6.
PPK mengenakan denda kepada
penyedia selama masa keterlambatan
dan
menyerahkan
Jaminan
Pembayaran senilai bagian kontrak
yang belum selesai, terhitung mulai
batas akhir SPM (Surat Perintah
Membayar) sesuai dengan klausul
pembayaran pada dokumen kontrak
dengan syarat:
1. Masa berlaku jaminan pembayaran
sampai dengan 31 Desember.
2. Masa pengajuan klaim selama 30
(Tiga Puluh) hari sejak berakhirnya
masa laku jaminan.
3. Diterbitkan oleh Bank Umum yang
berlokasi dalam wilayah kerja
daerah bersangkutan; dan
4.
Bersifat
transferable.
5. Surat kuasa (bermeterai cukup)
kepada BUD untuk mencairkan
jaminan pembayaran.
6. PPK melakukan konfirmasi dan
klarifikasi tertulis terkait keabsahan
dan bisa dicairkan kepada penerbit
jaminan (bank umum) dilengkapi
keterangan tertulis tentang hasil
konfirmasi dan klarifikasi dari
penerbit jaminan. Kemudian PPK
membuat Surat pernyataan tentang
keabsahan dan bisa dicairkannya
jaminan dimana didalamnya PPK
bertanggung jawab sepenuhnya
apabila
jaminan
tidak
dapat
dicairkan.
7. Pada
akhir
SPM
pembayaran
dilakukan
100%
termasuk
pembayaran biaya pemeliharaan
(retensi) dengan catatan penyedia
melampirkan
copy
jaminan
pemeliharaan.
Nilai
jaminan
pemeliharaan sebesar 5% dari nilai
kontrak dan masa berlakunya
berakhir bersamaan dengan masa
pemeliharaan serta mencantumkan
tanggal dan nomor jaminan pada
uraian SPM. Jaminan pemeliharaan
inipun harus telah dikonfirmasi dan
diklarifikasi PPK kepada penerbit
terkait
keabsahan,
tata
cara
8. Penyedia memperpanjang masa
laku jaminan pelaksanaan sampai
dengan akhir masa keterlambatan.
9. Penyedia
menyampaikan
surat
pernyataan
kesanggupan
bermaterai bahwa :
1.
Sanggup
menyelesaikan
pekerjaan maksimal s/d 50 hari
sejak
berakhirnya
masa
pelaksanaan pekerjaan.
2.
Bersedia dikenakan denda dalam
masa keterlambatan.
3.
tidak menuntut denda/bunga
apabila terdapat keterlambatan
pembayaran atas penyelesaian
sisa pekerjaan pada Tahun
Anggaran
Berikutnya
yang
diakibatkan oleh keterlambatan
penyelesaian revisi anggaran
10.
Penyelesaian pembayaran dapat
dilakukan pada tahun anggaran
berikutnya jika:
1.
Menurut penelitian KPA dana
dapat dialokasikan dalam DPA
Tahun Anggaran Berikutinya
melalui Revisi anggaran.
2.
KPA harus menyediakan alokasi
anggaran pada DPA SKPD
berkenaan
Tahun
Anggaran
Berikutnya dengan mekanisme
revisi anggaran sesuai ketentuan
yang berlaku.
3.
Pengajuan usul revisi anggaran
harus
dilakukan
PA/KPA
sebelum
batas
akhir
penyelesaian
sisa
pekerjaan
(masa keterlambatan)
4.
PA/KPA
bertanggungjawab
penuh (formal dan material)
terhadap keputusan melanjutkan
melanjutkan
sisa
pekerjaan
melewati tahun anggaran atau
tidak.
5.
Dalam pengambilan keputusan
ini PA/KPA dapat berkonsultasi
dengan
Aparat
Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP).
11. PA/KPA
menyampaikan
pemberitahuan kepada BUD atas
pekerjaan yang akan dilanjutkan pada
Tahun Anggaran Berikutnya paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir
Tahun Anggaran berkenaan dilampiri
dengan
copy
surat
pernyataan
kesanggupan yang telah dilegalisasi
oleh PA/KPA.
12. Berdasarkan
pemberitahuan
dari
PA/KPA, BUD melakukan klaim
pencairan
jaminan/garansi
bank
(Jaminan
Pembayaran
yang
diserahkan penyedia pada saat batas
akhir pencairan SPM LS) sebesar sisa
nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan
ke Tahun Anggaran Berikutnya untuk
untung Kas Daerah.
13. Dalam hal pencairan jaminan/garansi
bank (Jaminan Pembayaran) tidak
dapat dilaksanakan karena masa
berlaku jaminan/garansi bank sudah
berakhir atau dikarenakan sebab
lainnya, penyedia barang/jasa wajib
menyetorkan sejumlah uang ke Kas
Daerah sebesar nilai sisa pekerjaan
yang akan dilanjutkan ke Tahun
Anggaran
Berikutnya
sebagai
pengganti klaim pencairan jaminan/
garansi
bank
pada
kesempatan
pertama.
14. PPK melakukan perubahan kontrak
dalam rangka menyelesaikan sisa
pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun
Anggaran Berikutnya dengan syarat :
1. mencantumkan sumber dana dari
DIPA Tahun Anggaran Berikutnya;
2.
tidak boleh menambah jangka
waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.
4.1.1 Mekanisme Dana
Untuk
Sisa
Pekerjaan
Dari hasil penelitian dana sisa
pekerjaan di atur menurut ketentuan
sebagai berikut:
(1) Dianggarkan pada anggaran tahun
berikutnya
atau
APBDP
tahun
berikutnya.
(2) PA/KPA/PPK
harus
menyediakan
alokasi anggaran pada DPA SKPD
berkenaan
Tahun
Anggaran
berikutnya.
(3) Dalam hal alokasi untuk pelaksanaan
pekerjaan sebagai mana dimasksud
pada ayat (1) belum tersedia dalam
DPA Tahun Anggaran berikutnya,
PA/KPA mengajukan revisi DPA pada
perubahan
APBD
untuk
mengalokasikan
anggaran
atas
pekerjaan yang dilanjutkan tersebut.
(4) Penyediaan
alokasi
anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan
melalui
mekanisme
revisi
anggaran
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(5) Pembayaran
Penyelesaian
Sisa
Pekerjaan
Berdasarkan
Pasal
17
Perwako dilakukan sesuai prestasi
pekerjaan yang diselesaikan sampai
dengan
batas
akhir
waktu
penyelesaian sisa pekerjaan dimana
dana
baru
bisa
keluar
setelah
perubahan APBD tahun anggaran
berikutnya
disyahkan
dengan
kelengkapan
persyaratan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
4.1.2 Denda Keterlambatan
Menurut Pasal 93 Perpres No 4
tahun
2015,
secara
keseluruhan
menjelaskan
bahwa
apabila
PPK
memperoleh keyakinan atas kemampuan
penyedia
dalam
menyelesaikan
sisa
pekerjaan dalam 50 (Lima Puluh) hari,
setelah masa pelaksanaan kontrak berakhir
walaupun
melewati
tahun
anggaran
penyedia
tetap
dikenakan
denda
maksimum sebesar 5% (atas 1/1000 per
hari keterlambatan) dari nilai kontrak. Dari
hasil penelitian denda keterlambatan
dilakukan melalui prosedur:
(a)
Disetorkan ke kas Daerah oleh
penyedia barang/jasa;atau
(b)
Diperhitungkan dalam pembayaran
tagihan atas penyelesaian pekerjaan.
(c)
Denda keterlambatan yang dibayar
kontraktor secara penuh sebesar
1/1000 (satu perseribu) dari nilai
Kontrak atau nilai bagian Kontrak
untuk setiap hari keterlambatan,
denda dibayar kontraktor secara
penuh sebesar 5% dari nilai kontrak,
karena
kontraktor
tidak
dapat
menyelesaikan pekerjaan sebelum 50
Hari, pembayaran denda ini dipotong
dengan
mencairkan
jaminan
pelaksanaan dengan cara menyetor
ke kas Daerah oleh Kontraktor.
4.2
Justifikasi
Perwako
Dengan
Peraturan.
Tabel 4.1 Justifikasi Peraturan Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan
Kepada Penyedia
Perwako
Perpres No 4
4.3
Justifikasi Perwako Dengan Pakar
Hukum Konstruksi
Dari hasil penelitian Dilihat dari
kajian prosedur dan dasar hukum yang
dipakai Perwako Tentang Pemberian
Kesempatan 50 (lima puluh) hari, Sesuai
dengan kaidah hukum kontrak, Perwako
sesuai dengan kaidah hukum kontrak
karena pasal-pasal di dalam Perwako
mengacu kepada dasar peraturan-peraturan
hukum di atasnya yaitu Perpres, Peraturan
menteri keuangan, dan Permendagri dan
prosedur
dikeluarkannya
Perwako
memenuhi syarat yang ditentukan di dalam
peraturan pasal 93 Perpres No 4 tahun
2015.
4.4
Kriteria Kelayakan Proyek Untuk
Mendapatkan
Kesempatan
50
Hari
akibat
keterlambatan
Penyelesaian Pekerjaan
Dari hasil penelitian tidak semua
proyek yang mengalami keterlambatan
bisa memperoleh kesempatan 50 Hari
Pekerjaan, menurut ketentuan di dalam
Perwako, kriteria proyek yang layak
mendapat kesempatan 50 Hari Pekerjaan
apabila
mengalami
keterlambatan
pekerjaan adalah:
1.
Pengadaan
Barang/Jasa
dengan
pelaksanaan
pelelangan
yang
biayanya bersumber dari APBD.
2.
Pengadaan Jasa Konstruksi di atas
Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah)
3. Pengadaan Barang diatas Rp. 1.000.000.000,-(Satu Milyar Rupiah) yang sebagian atau seluruh barang diimport.
4. Pengadaan Jasa Konstruksi yang merupakan Program Unggulan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara umum, yang kebutuhannya tidak dapat ditunda.
5. Tidak Termasuk Pekerjaan Kontrak Tahun Jamak (MultyYear Contracts) 6. Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi
yang dianggarkan pada anggaran tahun
berikutnya atau APBDP tahun berikutnya.