• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR RAYA KOTA PADANG ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR RAYA KOTA PADANG ARTIKEL"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA

KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR

RAYA KOTA PADANG

ARTIKEL

EVINCE OKTARINA

NPM. 1410018312017

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)

KAJIAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI PEKERJAAN DENGAN DENDA

KEPADA KONTRAKTOR STUDI KASUS PROYEK GEDUNG INPRES II PASAR

RAYA KOTA PADANG

Evince Oktarina¹, Alizar Hasan², Indra Khaidir¹,

¹Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Andalas

Evince_oktarina@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana prosedur, dasar hukum, serta kelayakan proyek terkait Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Dengan Denda Kepada Kontraktor Studi Kasus Proyek Gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang, Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan Dengan Denda Kepada Kontraktor tersebut, diputuskan oleh Walikota dalam Perwako yang merupakan keputusan yang diambil oleh Pengguna Anggaran terhadap kontraktor yang terlambat menyelesaikan proyek pada akhir tahun anggaran. Penelitian ini dijalankan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus (exploratory case study). Sumber data dimbil melalui wawancara yang mendalam (indepth interview) kepada 4 orang informan, data wawancara tersebut diperkuat oleh dokumentasi dan observasi untuk memperkuat hasil penelitian. Secara keseluruhan hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Prosedur pemberian kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor tidak bisa secara langsung diberikan kepada kontraktor, harus ada penelitian dari PPK terhadap progress pekerjaan dan surat pernyataan kesanggupan dari kontraktor untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang terlambat. Pemberian kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor untuk proyek yang didanai oleh APBD didasari oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yaitu Perpres No 4 Tahun 2015 pasal 93, PMK Nomor 194/PMK.05/2014, Permendagri Nomor 37 Tahun 2014. Menurut dasar hukum dan kajian menurut pakar hukum konstruksi, Pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, sesuai dengan kaidah dan ketentuan dalam hukum konstruksi dan ketentuan yang diatur oleh undang-undang. Karena Perwako dikeluarkan sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang dan peraturan di dalam pengadaan barang/jasa. Pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, tidak bisa diberikan kepada setiap proyek yang mengalami keterlambatan di akhir tahun anggaran, ada kriteria yang ditentukan didalam perwako, diantaranya harus proyek yang bersumber dari dana APBD dengan kontrak tahun tunggal dengan nilai pengadaan konstruksi di atas dua ratus juta rupiah. Adapun urgensi kajian pemberian Kesempatan 50 hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor ini, adalah supaya para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah mengetahui prosedur dan kajian hukumnya, supaya apabila menghadapi keterlambatan penyelesaian proyek di akhir tahun anggaran tidak menjadi masalah yang berulang.

Kata Kunci: Pemberian Kesempatan 50 hari Pekerjaan, APBD, Perwako, PPK.

I. PENDAHULUAN

Pembangunan infrastruktur di kota Padang sekarang ini masih dilakukan untuk memenuhi fasilitas-fasilitas umum yang rusak akibat gempa 7,9 skala richter pada 30 september 2009. Salah satunya pembangunan gedung Inpres II Pasar Raya kota Padang dengan Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Perdagangan, proyek ini menggunakan dana yang berasal dari APBD

(3)

Di dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang sumber dana berasal dari APBD dengan kontrak tahun tunggal, penyelesaian pekerjaan harus selesai menjelang tanggal 18 Desember, karena KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) hanya melayani permintaan pembayaran sampai dengan tanggal 20 Desember. Untuk menghadapi pekerjaan kontrak tahun tunggal yang tidak selesai sampai dengan 31 Desember seperti yang terjadi pada proyek gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang, dilakukan pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada penyedia. Pemberian kesempatan50 (Lima Puluh) hari pekerjaan diputuskan dengan Perwako yaitu pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan yang melewati tahun anggaran.

Didalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Pasal 93 Tentang perubahan keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan maksimal 50 hari kalender tidak serta merta diberikan kepada penyedia barang/jasa, harus terlebih dahulu ada penelitian dari PPK melihat dari performa dan progress pekerja yang telah dilakukan, apakah penyedia barang/jasa tersebut mampu untuk menyelesaikan pekerjaan setelah diberikan kesempatan dimaksud, apabila penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak.

Berdasarkan Pasal 120 Perpres No. 70 Tahun 2012 bahwa Penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam kontrak karena kesalahan penyedia barang/jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Dalam penjatuhan denda bagi penyedia yang melakukan wanprestasi sering menimbulkan perselisihan dengan pihak pemberi kerja, sehingga para pihak harus menempuh mekanisme penyelesaian sengketa sesuai dengan kesepakatan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya, merupakan Anggaran baru pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun Anggaran berikutnya dengan mekanisme revisi anggaran.

Revisi Anggaran dalam paradigma APBD tidaklah mudah karena menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 160

ayat 4 “Pergeseran Anggaran dilakukan

dengan cara mengubah peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan untuk selanjutnya dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan dengan denda kepada kontraktor, bagaimana prosedur pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari kepada kontraktor, bagaimana kajian hukum dan pendapat pakar hukum konstruksi terkait pemberian kesempatan 50 (Lima Puluh) hari, serta bagaimana kelayakan proyek menurut Perwako apabila mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan di akhir tahun anggaran, mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan selama 50 (Lima Puluh) hari.

II. Tinjauan Pustaka

(4)

menyebabkan timbulnya perselisihan dan klaim antara pemilik dan kontraktor (Soeharto,1997).

Ketika proyek konstruksi terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak dapat dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada penambahan waktu. Apabila setelah penambahan waktu pelaksanaan proyek ini juga tidak selesai sesuai kontrak yang sudah disepakati, maka akan diberikan waktu tambahan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek tersebut. Dengan kata lain bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana, maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid, 2006).

Tambahan waktu untuk menyelesaikan proyek adalah solusi penyelesaian masalah. Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan antara lain; pekerjaan tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik. masalah diluar kendali kontraktor. Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak terkait.

Kondisi suatu kontrak dinilai dalam kategori terlambat apabila (Ramli, 2014):

1. Dalam periode I (rencana pelaksanaan fisik 0%-70%) dari kontrak terjadi keterlambatan antara 10%-20%.

2. Atau dalam periode II (rencana pelaksanaan fisik 70%- 100%) dari kontrak terjadi keterlambatan progres fisik antara 0.5%-10%.

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan

Kraiem dan Dickman yang dikutip dari Wahyudi, (2006) menyatakan, keterlambatan dapat dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu:

1. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non Excusable Delays). Non Excusable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor

2. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delays).

Excusable Delays adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian- kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor. Pada kejadian ini, kontraktor mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu saja.

3. Keterlambatan yang layak mendapat ganti rugi(Compensable Delays). Compensable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik. Pada kejadian ini, kontraktor biasanya mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu dan tambahan biaya operasional yang perlu selama keterlambatan pelaksanaan tersebut.

2.1.2 Dampak Keterlambatan

Keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun kedua duanya. Adapun dampak keterlambatan pada owner adalah hilangnya potensialincome dari fasilitas yang dibangun tidak sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya pengeluaran gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan Lewis dan Atherley yang dikutip Suyatno (2010).

2.1.3 Mengatasi Keterlambatan

(5)

dari sub-kontraktor, pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah :

1. Mengerahkan sumber daya tambahan 2. Melepas rintangan-rintangan, ataupun

upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana

3. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya.

2.2 Peraturan Perundangan Dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi, untuk membangun menghasilkan bangunan dan bentuk fisik untuk menunjang perekononomian. Agar pekerjaan konstruksi berhasil diperlukan manajemen dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Manajemen konstruksi memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu perancangan (planning), pelaksanaan (construction/implementing),dan pengendalian (controlling) yang terintegrasi sebagai suatu sistem untuk mencapai keberhasilan dari suatu proyek yaitu biaya (cost), mutu (quality), dan waktu (time) agar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan (Wiriandhi 2003).

Di dalam pelaksanaan proyek pemerintah disebut dengan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Agar sistem pengadaan Barang/Jasa pemerintah mencapai keberhasilan harus ada peraturan yang mengatur. Peraturan Perundang-undangan Proyek Infrastruktur yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi disebut Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah No 59 tahun 2010 tentang perubahan peraturan pemerintah No 29 tahun 2000. Ketentuan lain (internasional) yang mengatur kontrak rancang bangun adalah FIDIC Condition Of Contract For Plant,

Design and Build (Yellow Build), sebagaimana diamanatkan oleh menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memahami terhadap kebutuhan akan persyaratan umum kontrak instalasi dan rancang bangun sejalan dengan program pemerintah untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan pada era 2015-2019 (Mudjisantosa, 2016).

Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 merupakan perubahan ke empat atas Peraturan Pemerintah no 54 Tahun 2010. Revisi pertama telah dilakukan tanggal 30 Juni 2011 yang dituangkan dalam bentuk Perpres No. 35 Tahun 2011. Alasan revisi pertama, yaitu dianggap perlunya konsultan hukum untuk mendampingi instansi pemerintah dalam menghadapi tuntutan dari pihak ketiga. Isi revisi pertama adalah memasukkan jasa konsultansi di bidang hukum (meliputi konsultan hukum/advokat atau arbiter) dalam kriteria jenis pekerjaan/jasa yang boleh dilakukan dengan cara penunjukkan langsung.

(6)

2.2.1 Peraturan Perundangan Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) Hari

Ketentuan di dalam Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015 tentang pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari pekerjaan yang melewati tahun anggaran dimuat dalam pasal 93 ayat 1.a sebagai berikut:

(1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:

a. kebutuhan Barang/Jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya Kontrak;

a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; a.2.setelah diberikan kesempatan

menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; c. Penyedia Barang/Jasa terbukti

melakukan KKN, kecurangan, dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN, dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

(1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran.

(2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:

a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan; b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh

Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;

c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan

d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.

(3) Dalam hal dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kelompok Kerja ULP dapat melakukan Penunjukan Langsung kepada pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau Penyedia Barang/Jasa yang mampu dan memenuhi syarat.

Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 70/2012 Pasal 13 menegaskan bahwa PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.

Atas dasar ini maka komitmen ketersediaan anggaran baru pada tahun anggaran berikutnya, untuk menjamin nilai sisa pekerjaan, harus sudah ada maksimal sebelum akhir masa pelaksanaan pekerjaan. Ini agar pelaksanaan kontrak setelah tanggal 31 Desember menjadi bagian kontrak yang lalu/lama. Ini sebangun dengan pemahaman PMK 194/2014 pasal 5 bahwa Penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya tetap merupakan pekerjaan dari Kontrak berkenaan.

Komitmen ketersediaan anggaran antara Kepala Daerah dan DPRD, sebagaimana amanat PP 58/2005 pasal 81 ayat 1, untuk menjamin kepastian nilai sisa pekerjaan pada APBD-P tahun berikutnya.

(7)

daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Merupakan suatu gambaran tentang rancangan anggaran dan pendapatan belanja daerah, berupa rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Permendagri 13 Tahun 2006 sebagaimana dirubah Permendagri 37/2012 dan 21/2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran, pekerjaan tentang langkah akhir tahun dituangkan pada Pada Lampiran Permendagri 37/2014 bagian V. Hal-Hal Khusus Lainnya angka 19 menyebutkan : 19. Penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan

lanjutan yang tidak selesai pada Tahun Anggaran 2014 dengan menggunakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) mempedomani Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan anggaran) sebelumnya. 2. Dituangkan kedalam Dokumen

Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) Tahun Anggaran 2015 sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2014 dengan berpedoman pada format Lampiran B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

3. DPAL-SKPD disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan dalam rangka penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD masing-masing dilakukan sebagai berikut:

1. Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.

2. Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan

disebabkankelalaianPenyedia

Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa makatidak dapat di-DPAL-kan, sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan kembali sesuai ketentuan yang berlaku.

Kontrak Tahun Tunggal berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Perpres No 70 tahun 2012

adalah “Kontrak yang pelaksanaan

pekerjaannya mengikat dana anggaran selama

masa 1 (satu) Tahun Anggaran”.

Peraturan Menteri Keuangan adalah Tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran.

Poin-poin penting dari PMK Nomor 194/PMK.05/2014 Menurut Samsul Ramli, 2014 ini adalah:

1. Jenis pekerjaan yang dapat diterapkan adalah pekerjaan dari suatu kontrak tahunan yang dibiayai dari Rupiah Murni, harus selesai pada akhir masa kontrak dalam Tahun Anggaran berkenaan

2. Sisa nilai pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran tidak dapat diluncurkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dan tidak dapat ditambahkan (on top) ke dalam anggaran Tahun Anggaran Berikutnya

3. Kriteria penyelesaian pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya :

(8)

berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan

b.Penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai, yang paling sedikit memuat pernyataan kesanggupan penyedia barang/jasa untuk : menyelesaikan sisa pekerjaan, menyelesaikan sisa pekerjaan dalam tempo 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan, pernyataan bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pernyataan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.

c.Berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran. 4. Sisa pekerjaan yang akan diselesaikan

pada Tahun Anggaran berikutnya dilakukan perubahan kontrak oleh PPK. Perubahan tersebut dilaksanakan dengan koridor bahwa sumber dana untuk penyelesaian sisa pekerjaan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya, tidak menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan dan dilaksanakan sebelum jangka waktu kontrak berakhir. 5. Penyedia barang/jasa menyampaikan

jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya kepada PPK sebelum dilakukan penandatanganan perubahan kontrak

6. Setelah perubahan kontrak ditandatangani, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir Tahun Anggaran berkenaan dengan melampirkan copy surat pernyataan kesanggupan di atas yang telah dilegalisasi oleh KPA.

7. Pihak KPPN setelah mendapat pemberitahuan dari KPA, melakukan klaim pencairan jaminan/garansi bank sebesar nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya untuk keuntungan negara. Jika jaminan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, penyedia barang/jasa wajib menyetorkan sejumlah uang ke kas negara sebesar nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya sebagai pengganti klaim pencairan jaminan/garansi bank pada kesempatan pertama

8. Penyedia barang/jasa menyelesaikan sisa pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang disepakati di dalam surat pernyataan kesanggupan, dan dikenakan denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengadan barang/jasa (melalui penyetoran ke kas negara atau diperhitungkan dalam pembayaran tagihan atas penyelesaian pekerjaan). 9. Apabila sampai dengan batas waktu

penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan, sisa pekerjaan belum dapat diselesaikan, maka KPA menghentikan pelaksanaan pekerjaan secara sepihak dan mengenakan denda keterlambatan maksimum kepada penyedia barang/jasa.

(9)

III. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan Penelitian ini dijalankan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus (exploratory case study). Sumber data dimbil melalui wawancara yang mendalam (indepth interview) kepada 4 orang informan, data wawancara tersebut diperkuat oleh dokumentasi dan observasi untuk memperkuat hasil penelitian.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan data primer yaitu berupa wawancara lisan kepada PPK, PPTK , Kontraktor Proyek, untuk mengetahui prosedur dikeluarkannya Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan, untuk mengetahui Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan apakah sesuai dengan kajian hukum konstruksi melakukan wawancara kepada ahli Pakar Hukum Konstruksi.

Data sekunder yaitu berupa Dokumen Perwako, Undang-Undang dan peraturan yang digunakan sebagai dasar hukum Pemberian Kesempatan 50 (Lima Puluh) hari pekerjaan.

3.1 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data digunakan seperti diagram 1 berikut:

Pengumpulan Data

Reduksi Data Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan

Diagram 1.Teknik Analisa Data

3.2 Tahapan Penelitian

Adapun urutan tahapan penelitian dapat dilihat pada Diagram 2

Langkah-langkah Penelitian

Menentukan

Informan Dokumentasi

Hasil Penelitian

Membuat Instrument

Penelitian

Pengambilan Data Sekunder

Pengambilan Data Primer kepada seluruh

Informan

Informan Terdiri dari PPK, PPTK, Kontraktor Proyek, Pakar Hukum Konstruksi

Diagram 2. Tahapan Penelitian

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Prosedur Dikeluarkannya Pemberian Kesempatan Kepada Penyedia Barang/Jasa Menyelesaikan Pekerjaan Sampai Dengan 50 (Lima Puluh) Hari Pekerjaan Dengan Denda (Perwako)

Pemberian Kesempatan 50 (Lima

Puluh) hari pekerjaan dengan denda

kepada kontraktor, tidak secara langsung

diberikan

kepada

kontraktor

yang

terlambat menyelesaikan pekerjaan di

akhir tahun anggaran, setelah dilakukan

penelitian ada sejumlah prosedur yang

harus dilalui oleh Pengguna Anggaran,

PPK, dan Kontraktor. Dari Hasil penelitian

prosedur yang dilakukan oleh PA, PPK,

dan kontraktor adalah:

1.

P

enyedia

(Kontraktor)

membuat

Laporan Kemajuan Pekerjaan (LKP)

dimana pada akhir tahun anggaran dan

sesuai dengan

schedule

perencanaan

31

Desember

2015,

progress

pekerjaan sudah harus mencapai

100%, tetapi pada tahap pelaksanaan

progress pekerjaan baru mencapai

80%, dengan keadaan itu penyedia

menyurati PPK untuk minta tambahan

waktu dan membuat Surat Pernyataan

Kesanggupan.

2.

PA/PPK menyurati Inspektorat (APIP)

untuk

memberitahukan,

kalau

pekerjaan penyelesaian proyek oleh

kontraktor terjadi keterlambatan dan

mencapai bobot 80 % pada akhir

tahun anggaran.

3.

APIP bersama tim teknis dan PPHP

melakukan

pemeriksaan

bersama,

(10)

Tim

Teknis

menghasilkan

rekomendasi

bisa

pekerjaan

dilanjutkan atau tidak.

4.

PPK mengadakan rapat bersama

dengan pimpinan (PA/KPA) adalah

walikota dan

stakeholders

seluruh

pihak

yang

terlibat

dengan

pertimbangan:

a. Adanya Surat Permohonan dari

kontraktor sanggup mengerjakan

penyelesaian pekerjaan dibawah

denda.

b. Adanya dilihat itikad baik dari

kontraktor untuk menyelesaikan

pekerjaan dilihat dari persediaan

material

yang

cukup

untuk

mencapai

penyempurnaan

pekerjaan.

c. Berdasarkan hasil penelitian PPK,

pembangunan yang mencapai 80

persen pada akhir tahun anggaran

31 Desember 2015 sebenarnya

sudah dapat ditempati oleh para

pedagang sisa pekerjaan nya hanya

terkait penyempurnaan saja sekitar

20%.

Pekerjaan

yang

belum

terlaksana adalah pemasangan atap,

pemasangan keramik pemasangan

pipa-pipa

untuk

antisipasi

kebakaran serta pembuangan akhir

toilet.

d. Pertimbangan Adanya Perpres yang

mengatur pemberian kesempatan

kepada

penyedia

barang/jasa

menyelesaikan pekerjaan sampai

dengan 50 (lima puluh) hari.

e. Pertimbangan

Kebutuhan

akan

penyelesaian

gedung

yang

mendesak

untuk

kepentingan

perekonomian dan perdagangan.

5.

PPK meminta kepada PA/KPA untuk

disediakan

anggaran

senilai

sisa

pekerjaan

yang

melewati

tahun

anggaran

6.

PPK mengenakan denda kepada

penyedia selama masa keterlambatan

dan

menyerahkan

Jaminan

Pembayaran senilai bagian kontrak

yang belum selesai, terhitung mulai

batas akhir SPM (Surat Perintah

Membayar) sesuai dengan klausul

pembayaran pada dokumen kontrak

dengan syarat:

1. Masa berlaku jaminan pembayaran

sampai dengan 31 Desember.

2. Masa pengajuan klaim selama 30

(Tiga Puluh) hari sejak berakhirnya

masa laku jaminan.

3. Diterbitkan oleh Bank Umum yang

berlokasi dalam wilayah kerja

daerah bersangkutan; dan

4.

Bersifat

transferable.

5. Surat kuasa (bermeterai cukup)

kepada BUD untuk mencairkan

jaminan pembayaran.

6. PPK melakukan konfirmasi dan

klarifikasi tertulis terkait keabsahan

dan bisa dicairkan kepada penerbit

jaminan (bank umum) dilengkapi

keterangan tertulis tentang hasil

konfirmasi dan klarifikasi dari

penerbit jaminan. Kemudian PPK

membuat Surat pernyataan tentang

keabsahan dan bisa dicairkannya

jaminan dimana didalamnya PPK

bertanggung jawab sepenuhnya

apabila

jaminan

tidak

dapat

dicairkan.

7. Pada

akhir

SPM

pembayaran

dilakukan

100%

termasuk

pembayaran biaya pemeliharaan

(retensi) dengan catatan penyedia

melampirkan

copy

jaminan

pemeliharaan.

Nilai

jaminan

pemeliharaan sebesar 5% dari nilai

kontrak dan masa berlakunya

berakhir bersamaan dengan masa

pemeliharaan serta mencantumkan

tanggal dan nomor jaminan pada

uraian SPM. Jaminan pemeliharaan

inipun harus telah dikonfirmasi dan

diklarifikasi PPK kepada penerbit

terkait

keabsahan,

tata

cara

(11)

8. Penyedia memperpanjang masa

laku jaminan pelaksanaan sampai

dengan akhir masa keterlambatan.

9. Penyedia

menyampaikan

surat

pernyataan

kesanggupan

bermaterai bahwa :

1.

Sanggup

menyelesaikan

pekerjaan maksimal s/d 50 hari

sejak

berakhirnya

masa

pelaksanaan pekerjaan.

2.

Bersedia dikenakan denda dalam

masa keterlambatan.

3.

tidak menuntut denda/bunga

apabila terdapat keterlambatan

pembayaran atas penyelesaian

sisa pekerjaan pada Tahun

Anggaran

Berikutnya

yang

diakibatkan oleh keterlambatan

penyelesaian revisi anggaran

10.

Penyelesaian pembayaran dapat

dilakukan pada tahun anggaran

berikutnya jika:

1.

Menurut penelitian KPA dana

dapat dialokasikan dalam DPA

Tahun Anggaran Berikutinya

melalui Revisi anggaran.

2.

KPA harus menyediakan alokasi

anggaran pada DPA SKPD

berkenaan

Tahun

Anggaran

Berikutnya dengan mekanisme

revisi anggaran sesuai ketentuan

yang berlaku.

3.

Pengajuan usul revisi anggaran

harus

dilakukan

PA/KPA

sebelum

batas

akhir

penyelesaian

sisa

pekerjaan

(masa keterlambatan)

4.

PA/KPA

bertanggungjawab

penuh (formal dan material)

terhadap keputusan melanjutkan

melanjutkan

sisa

pekerjaan

melewati tahun anggaran atau

tidak.

5.

Dalam pengambilan keputusan

ini PA/KPA dapat berkonsultasi

dengan

Aparat

Pengawasan

Intern Pemerintah (APIP).

11. PA/KPA

menyampaikan

pemberitahuan kepada BUD atas

pekerjaan yang akan dilanjutkan pada

Tahun Anggaran Berikutnya paling

lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir

Tahun Anggaran berkenaan dilampiri

dengan

copy

surat

pernyataan

kesanggupan yang telah dilegalisasi

oleh PA/KPA.

12. Berdasarkan

pemberitahuan

dari

PA/KPA, BUD melakukan klaim

pencairan

jaminan/garansi

bank

(Jaminan

Pembayaran

yang

diserahkan penyedia pada saat batas

akhir pencairan SPM LS) sebesar sisa

nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan

ke Tahun Anggaran Berikutnya untuk

untung Kas Daerah.

13. Dalam hal pencairan jaminan/garansi

bank (Jaminan Pembayaran) tidak

dapat dilaksanakan karena masa

berlaku jaminan/garansi bank sudah

berakhir atau dikarenakan sebab

lainnya, penyedia barang/jasa wajib

menyetorkan sejumlah uang ke Kas

Daerah sebesar nilai sisa pekerjaan

yang akan dilanjutkan ke Tahun

Anggaran

Berikutnya

sebagai

pengganti klaim pencairan jaminan/

garansi

bank

pada

kesempatan

pertama.

14. PPK melakukan perubahan kontrak

dalam rangka menyelesaikan sisa

pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun

Anggaran Berikutnya dengan syarat :

1. mencantumkan sumber dana dari

DIPA Tahun Anggaran Berikutnya;

2.

tidak boleh menambah jangka

waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.

(12)

4.1.1 Mekanisme Dana

Untuk

Sisa

Pekerjaan

Dari hasil penelitian dana sisa

pekerjaan di atur menurut ketentuan

sebagai berikut:

(1) Dianggarkan pada anggaran tahun

berikutnya

atau

APBDP

tahun

berikutnya.

(2) PA/KPA/PPK

harus

menyediakan

alokasi anggaran pada DPA SKPD

berkenaan

Tahun

Anggaran

berikutnya.

(3) Dalam hal alokasi untuk pelaksanaan

pekerjaan sebagai mana dimasksud

pada ayat (1) belum tersedia dalam

DPA Tahun Anggaran berikutnya,

PA/KPA mengajukan revisi DPA pada

perubahan

APBD

untuk

mengalokasikan

anggaran

atas

pekerjaan yang dilanjutkan tersebut.

(4) Penyediaan

alokasi

anggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilaksanakan

melalui

mekanisme

revisi

anggaran

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan.

(5) Pembayaran

Penyelesaian

Sisa

Pekerjaan

Berdasarkan

Pasal

17

Perwako dilakukan sesuai prestasi

pekerjaan yang diselesaikan sampai

dengan

batas

akhir

waktu

penyelesaian sisa pekerjaan dimana

dana

baru

bisa

keluar

setelah

perubahan APBD tahun anggaran

berikutnya

disyahkan

dengan

kelengkapan

persyaratan

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan.

4.1.2 Denda Keterlambatan

Menurut Pasal 93 Perpres No 4

tahun

2015,

secara

keseluruhan

menjelaskan

bahwa

apabila

PPK

memperoleh keyakinan atas kemampuan

penyedia

dalam

menyelesaikan

sisa

pekerjaan dalam 50 (Lima Puluh) hari,

setelah masa pelaksanaan kontrak berakhir

walaupun

melewati

tahun

anggaran

penyedia

tetap

dikenakan

denda

maksimum sebesar 5% (atas 1/1000 per

hari keterlambatan) dari nilai kontrak. Dari

hasil penelitian denda keterlambatan

dilakukan melalui prosedur:

(a)

Disetorkan ke kas Daerah oleh

penyedia barang/jasa;atau

(b)

Diperhitungkan dalam pembayaran

tagihan atas penyelesaian pekerjaan.

(c)

Denda keterlambatan yang dibayar

kontraktor secara penuh sebesar

1/1000 (satu perseribu) dari nilai

Kontrak atau nilai bagian Kontrak

untuk setiap hari keterlambatan,

denda dibayar kontraktor secara

penuh sebesar 5% dari nilai kontrak,

karena

kontraktor

tidak

dapat

menyelesaikan pekerjaan sebelum 50

Hari, pembayaran denda ini dipotong

dengan

mencairkan

jaminan

pelaksanaan dengan cara menyetor

ke kas Daerah oleh Kontraktor.

4.2

Justifikasi

Perwako

Dengan

Peraturan.

Tabel 4.1 Justifikasi Peraturan Pemberian Kesempatan 50 Hari Pekerjaan

Kepada Penyedia

Perwako

Perpres No 4

(13)

4.3

Justifikasi Perwako Dengan Pakar

Hukum Konstruksi

Dari hasil penelitian Dilihat dari

kajian prosedur dan dasar hukum yang

dipakai Perwako Tentang Pemberian

Kesempatan 50 (lima puluh) hari, Sesuai

dengan kaidah hukum kontrak, Perwako

sesuai dengan kaidah hukum kontrak

karena pasal-pasal di dalam Perwako

mengacu kepada dasar peraturan-peraturan

hukum di atasnya yaitu Perpres, Peraturan

menteri keuangan, dan Permendagri dan

prosedur

dikeluarkannya

Perwako

memenuhi syarat yang ditentukan di dalam

peraturan pasal 93 Perpres No 4 tahun

2015.

4.4

Kriteria Kelayakan Proyek Untuk

Mendapatkan

Kesempatan

50

Hari

akibat

keterlambatan

Penyelesaian Pekerjaan

Dari hasil penelitian tidak semua

proyek yang mengalami keterlambatan

bisa memperoleh kesempatan 50 Hari

Pekerjaan, menurut ketentuan di dalam

Perwako, kriteria proyek yang layak

mendapat kesempatan 50 Hari Pekerjaan

apabila

mengalami

keterlambatan

pekerjaan adalah:

1.

Pengadaan

Barang/Jasa

dengan

pelaksanaan

pelelangan

yang

biayanya bersumber dari APBD.

2.

Pengadaan Jasa Konstruksi di atas

Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah)

3. Pengadaan Barang diatas Rp. 1.000.000.000,-(Satu Milyar Rupiah) yang sebagian atau seluruh barang diimport.

4. Pengadaan Jasa Konstruksi yang merupakan Program Unggulan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara umum, yang kebutuhannya tidak dapat ditunda.

5. Tidak Termasuk Pekerjaan Kontrak Tahun Jamak (MultyYear Contracts) 6. Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi

yang dianggarkan pada anggaran tahun

berikutnya atau APBDP tahun berikutnya.

V

Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang dilakukan,

terkait pemberian kesempatan 50 (Lima

Puluh) hari pekerjaan dengan denda

kepada penyedia, harus dilakukan melalui

prosedur yang sesuai dengan pemberian

kesempatan 50 hari yang terdapat dalam

peraturan, yaitu Perpres no 4 tahun 2015

pasal 93, Peraturan menteri keuangan

Nomor 194/PMK.05/2014 Pasal 3 dan

Peremendagri No 13 Tahun 2006.

Prosedur yang diberikan Walikota

sebagai PA/KPA kepada penyedia proyek

gedung Inpres II Pasar Raya Kota Padang

adalah:

1. Progres Pekerjaan sudah mencapai

80% dan ada

penelitian

PPK

terhadap

kontraktor,

apakah

kontraktor

akan

mampu

menyelesaikan

keseluruhan

pekerjaan

setelah

diberikan

kesempatan sampai dengan 50 (lima

puluh) hari sejak berakhirnya masa

pelaksanaan pekerjaan.

2. Penyedia Barang/Jasa sanggup untuk

menyelesaikan sisa pekerjaan paling

lambat 50 (lima puluh) hari sejak

berakhirnya

masa

pelaksanaan

pekerjaan, yang dinyatakan dengan

adanya

surat

pernyataan

kesanggupan yang ditandatangani di

atas kertas bermatrai.

3. Berdasarkan

penelitian

KPA,

pembayaran atas penyelesaian sisa

pekerjaan dimaksud dapat dilakukan

pada tahun anggaran berikutnya

dengan menggunakan dana yang

diperkirakan

dapat

dialokasikan

dalam

DPA

tahun

anggaran

berikutnya dalam revisi anggaran.

4. Dalam rangka mengambil keputusan

(14)

Prosedur yang dilakukan walikota

sesuai dengan peraturan yang

poin-poinnya terdapat dalam tinjauan pustaka.

Dari

kajian

diperoleh,

kriteria

Pengadaan Barang/Jasa yang diberikan

kesempatan

50

(Lima

Puluh)

hari

pekerjaan adalah :

1. Sumber dana dari APBD.

2. Pengadaan Jasa Konstruksi besar

dari Rp. 200.000.000,- (dua ratus

juta rupiah)

3. Pengadaan

Barang

diatas

Rp.

1.000.000.000,-(Satu Milyar Rupiah)

yang sebagian atau seluruh barang

diimport.

4. Pengadaan Jasa Konstruksi yang

merupakan Program Unggulan yang

menyangkut kepentingan masyarakat

secara umum, yang kebutuhannya

tidak dapat ditunda.

5. Tidak Termasuk Pekerjaan Kontrak

Tahun Jamak (

MultyYear Contracts

)

6. Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi

yang dianggarkan pada anggaran

tahun berikutnya atau APBDP tahun

berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan

Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 13 Tahun 2006 Pasal 21

Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 13 Tahun 2006 Pasal 138

Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 13 Tahun 2006 Pasal 160 Ayat 4

Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 21 Tahun 2012

Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 37 Tahun 2014 Bagian V

19

Peraturan Presiden No 4 Tahun

2015 Pasal 93

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

194/PMK.05/2014 Pasal 3

Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005

Pasal 81 Ayat 1

Buku

Istimawan Dipihusodo,

1996, Manajemen

Proyek dan Konstruksi jilid 1 dan 2, Kan

Nisius, Yogyakarta.

Messah,

dkk

Kajian

Penyebab

Keterlambatan Pelaksanaan Proyek

Konstruksi Gedung Di Kota Kupang

Jurnal Teknik Sipil, Vol. II, No. 2,

September 2013

Moleong,

Dasar Penelitian Kualitatif 2007

Imam Soeharto,

2001, Manajemen Proyek

dari Konseptual sampai Operasional,

Erlangga, Jakarta.

Suharto,I,

1995, Manajemen Proyek dari

Konseptual

sampai

dengan

Oprasional, Erlangga, Jakarta

Soekanto,

Soerjono

.

Pengantar

Penelitian Hukum

, tesis Harianto

Talchis,

2007Universitas

Diponegoro, Semarang

Sugiyono, 2010

. Memahami Penelitian

Kualitatif. Bandung, CV. Alfabeta

Wulfram, I. Ervianto,

2002, Manajemen

Proyek Konstruksi, Penerbit Andi,

Yogyakarta

Gambar

Tabel 4.1 Justifikasi Peraturan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Seluruh staf dosen PGSD yang telah memberikan masukan, saran, motivasi, dorongan dan bimbingan kepada penulis selama proses pembuatan skripsi dengan penuh

berada di kawasan Desa Lalang, Desa Lalang pada awalnya merupakan satu wilayah kecamatan yang bernama Kecamatan Serba Nyaman, dimana dahulunya wilayah tersebut

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah telah melakukan perhitungan

hasil guna dari sari daun rosella ( Hibiscus sabdariffa Linn). Universitas

Dengan demikian, pengertian formasi termasuk di dalamnya jumlah susunan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan suatu Satuan organisasi Negara untuk mampu melaksanakan tugas

Pengaruh permainan lempar-tangkap bola basket terhadap peningkatan koordinasi visual motorik anak tunagrahita ringan di SLB Purnama Asih. Universitas Pendidikan Indonesia |

Untuk jumlah token lebih dari satu dalam ring, panjang paket dan latency stasiun harus sinkron sehingga busy token tidak berkembang cukup jauh sampai akhirnya kemudian