EVALUASI PENERAPAN E-FAKTUR ELEKTRONIK DALAM
UPAYA MENINGKATKAN KEPATUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK UNTUK PELAPORAN SPT MASA PPN
(Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tulungagung)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik
Dosen :
Yogi Pasca Pratama, S.E, M.E
Disusun oleh :
Ollyvia Andarika Suryaningrum / F1117046
PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN (TRANSFER)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan pemerintahan banyak hal yang dibutuhkan, salah satunya
perencanaan pembangunan, terutama untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Untuk
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit
dimana kebutuhan dana pembungunan tersebut setiap tahun meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dana tersebut terutama harus
diperoleh dari sumber dalam negeri, salah satu sumber penerimaan negara adalah
penerimaan dari sektor perpajakan. Penerimaan negara merupakan pemasukan yang
diperoleh negara untuk membiayai dan menjalankan setiap program-program pemerintahan,
sedangkan sumber-sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, dimana semua
hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa pendapatan negara adalah semua
penerimaan negara yang berasal dari penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak,
serta penerimaan hibah dari dalam dan luar negeri. Pajak merupakan sumber utama
penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, salah satunya
dalam hal pembangunan infrastruktur. Pembangunan sarana umum seperti jalan, jembatan,
sekolah, membayar gaji pegawai, dan masih banyak hal lain untuk kepentingan publik
membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan ditampung melalui peneriman pajak. Dengan
meningkatnya target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah, pihak Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sebagai lembaga yang diberikan tugas oleh pemerintah untuk
menghimpun penerimaan pajak melakukan reformasi perpajakan berupa
terobosan-terobosan sistem administrasi perpajakan serta kebijakan-kebijakan perpajakan agar
penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas
keadilan sosial serta memberikan pelayanan yang terbaik bagi wajib pajak.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu jenis pajak dimana terdapat
mekanisme pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Sistem pengkreditan yang
dimaksud adalah ketika pihak penjual memungut Pajak Pertambahan Nilai atas
kepada pihak pembeli serta pihak pembeli juga bisa mengklaim kredit pajak atas Pajak
Pertambahan Nilai masukan yang telah dibayarkan sehingga dalam hal ini faktur pajak
memiliki peran yang penting dalam penggunaannya. Pada pelaksanaannya masih banyak
Wajib Pajak yang memanfaatkan faktur pajak sebagai cara untuk meminimalkan beban
pajak atau untuk memperoleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai dengan menerbitkan faktur
pajak fiktif. Melalui PER-17/PJ/2014 penomoran faktur pajak akan diberikan langsung oleh
sistem yang sudah terintegrasi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan dalam
Faktur Pajak Elektronik, sehingga dengan diterapkannya sistem Faktur Pajak Elektronik
diharapkan dapat menjadi sarana bagi Direktorat Jenderal Pajak guna mengendalikan setiap
transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari adanya pembuatan faktur
pajak fiktif.
Sementara itu di sisi lain banyak fakta yang mengungkapkan banyaknya
pelanggaran pajak yang terjadi menyebabkan kurangnya maksimalnya pemasukan pajak
bagi negara. Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, wajib pajak diharuskan untuk melaporkan dan
mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Bagi
Pengusaha Kena Pajak (PKP), diwajibkan untuk melaporkan dan mempertanggung
jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan bertujuan
meminimalisir kecurangan yang sering terjadi dalam hal pelaporan pajak terhutang serta
mempermudah tata cara pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), Direktorat Jenderal Pajak
meluncurkan program baru yaitu e-Faktur atau faktur pajak elektronik. e-Faktur adalah
aplikasi elektronik pengganti e-SPT bagi pengusaha kena pajak. Pemberlakuan e-Faktur
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi pengusaha
kena pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Identifkasi MasalahMelihat dari beberapa uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana evaluasi penerapan e-faktur elektronik dalam upaya
meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
2. Bagaimana hambatan dalam pelaksanaan penerapan e-faktur elektronik
tersebut?
3. Bagaimana upaya dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan
penerapaan e-faktur elektronik?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat ditarik beberapa tujuan yang bisa
diambil dari penulisan ini, yaitu :
1. Mengetahui dari hasil pengamatan atas evaluasi penerapan e-faktur
elektronik dalam upaya meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak
(PKP) untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
2. Mengetahui apa saja yang menjadi hambatan atas pelaksanaan penerapan
e-faktur elektronik
3. Mengetahui apa upaya penyelesaian atas hambatan dalam pelaksanaan
Manfaat Penulisan
Manfaat yang penulis harapkan dari penulisan ini terbagi ke beberapa pihak yaitu :
1. Bagi penulis, tugas ini diharapkan mampu untuk mengetahui tentang artinya
pentingnya e-faktur elektronik yang memberikan kemudahan, kenyamanan,
dan keamanan bagi pengusaha kena pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
2. Bagi pembaca, tugas ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, baik secara teori, maupun praktek,
terutama di Bidang Keahlian Perpajakan. Dan mampu memberikan
sumbangan berupa tambahan literatur khususnya dibidang PPN (Pajak
BAB III
KAJIAN LITERATUR
Kebijakan Publik
Kebijakan disepadankan dengan kata bahasa inggris “policy” yang dibedakan dari kata “kebijaksanaan” (wisdom) maupun “kebijakan” (virtues). Kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan
senantiasa berorientasi pada masalah (problem-orieted) dan berorientasi kepada tindakan
(action-oriented).
Maka dapat disimpulkan bahwa “Kebijakan Publik merupakan serangkaian prinsip untuk mengatur tindakan-tindakan pemerintah guna mencapai tujuan tertentu dengan
memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik.”
(Suharto, 2008)
Elemen yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau merupakan tindakan yang
berorientasi pada tujuan tertentu;
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah;
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi
bukan merupakan maksud dari pemerintah untuk melakukan sesuatu;
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai
masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk
tidak melakukan sesuatu);
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya adalah arti positif, didasarkan atau
selalu berlandaskan atau selalu berlandaskan pada peraturan
perundang-undangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
Proses Kebijakan Publik
Proses Kebijakan Publik (Widodo, 2009) meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Identifikasi Masalah Kebijakan (Identification of Policy Problem)
Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang
b. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Aktivitas memfokuskan perhatian pada penjabat publik dan media massa
atas keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik
tertentu.
c. Perumusan Kebijakan (Policy Formulation)
Tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui insiasi dan penyusunan
usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok
kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden dan kongres.
d. Pengesahan Kebijakan (Legitimating of Policies)
Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok
penekan, presiden dan kongres.
e. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan
aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.
f. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan di
BAB IV
PEMBAHASAN
Profil Singkat Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah salah satu direktorat jenderal di bawah
Kementerian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan. Organisasi Direktorat Jenderal
Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :
• Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan
Pemerintah;
• Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara;
• Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk
melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan
• Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas
tanah yang pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan
kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan
Daerah (IPEDA).
Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat
Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pada
tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA
berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Demikian juga unit
kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi
dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB. Untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat
Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen
Pajak (Kantor Wilayah) seperti yang ada sekarang ini.
➢ 1942 – Djawatan Padjak di bawah Zaimubu (Djawatan Padjak, Bea Cukai dan Padjak Hasil Bumi)
➢ 1945 – berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD Urusan Bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian Padjak
➢ 1950 – Djawatan Padjak di bawah Direktur Iuran Negara
➢ 1958 – Djawatan Padjak di bawah vertikal langsung Departemen Keuangan
➢ 1964 – Djawatan Padjak berubah menjadi Direktorat Pajak di bawah pimpinan Menteri Urusan Pendapatan Negara
➢ 1965 – Direktorat IPEDA di bawah Ditjen Moneter
➢ 1966 – Direktorat Padjak diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak
➢ 1976 – Direktorat IPEDA dialihkan Ke Direktorat Jenderal Pajak
➢ 1983 – Tax Reform I berlakunya Self Assesment
➢ 1985 – IPEDA berganti nama menjadi Direktorat PBB
➢ 2000 – Tax Reform II
➢ 2002 – Modernisasi Birokrasi
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan institusi penting di negara ini dimana saat
ini dipercaya mengumpulkan sekitar 80% dari dana APBN, ternyata mempunyai sejarah
panjang sejak sebelum proklamasi kemerdekaan RI.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa inggris Value Added Tax (VAT) atau
Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak
tersebut disetor oleh pihak lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN
ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena
Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal
istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika
PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP
membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal
untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen untuk penyerahan dalam negeri dan 0 persen untuk
ekspor. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Sedangkan, pengusaha dapat didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan dalam
bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean. Singkatan PKP juga biasa dipakai untuk
menyebut Penghasilan Kena Pajak dalam konteks Pajak Penghasilan.
Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib
pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek
pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
e-Faktur Pajak Elektronik
E-Faktur atau Faktur Pajak yang berbentuk elektronik merupakan faktur pajak yang
dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
Sejak Juli 2014, sebanyak 45 perusahaan telah ditetapkan sebagai peserta pilot project
e-Faktur. Penggunaan Faktur Pajak Elektronik diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian Faktur Pajak. Berdasarkan peraturan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak
menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pelaporan Faktur pajak Berbentuk Elektronik.
Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012. Ketentuan pembuatan Faktur
ditetapkan sesuai PER-16/PJ/2014 dan KEP-136/PJ/2014 dimana tahapan penggunaan
aplikasi e-Faktur dibagi sebagai berikut:
❖ Per 1 Juli 2014 untuk PKP tertentu (ditetapkan oleh DJP)
❖ Per 1 Juli 2015 untuk PKP Jawa dan Bali
❖ Per 1 Juli 2016 untuk PKP Nasional
Tujuan utama dari pemberlakuan e-Faktur elektronik adalah agar pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan transaksi mudah dicek silang sekaligus proteksi bagi
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari pengkreditan Pajak Masukan yang tidak sesuai
ketentuan. Hal tersebut karena cetakan e-Faktur Pajak dilengkapi dengan pengaman berupa
QR code. QR code menampilkan informasi tentang transaksi penyerahan, nilai DPP dan
PPN dan lain-lain. Selain itu, informasi dalam QR code dapat dilihat menggunakan aplikasi
QR code scanner yang terdapat di smartphone atau gadget lainnya. Jika informasi yang
terdapat dalam QR code tersebut berbeda dengan yang ada dalam cetakan e-Faktur Pajak,
maka faktur pajak tersebut tidak valid.
Dengan pemberlakuan penggunaan e-Faktur ini maka nomor seri faktur bodong pasti
tertolak di aplikasi e-Faktur karena pemberian nomor seri faktur pajak harus melalui tahapan
validasi PKP yang ketat, baik dari registrasi ulang, pemberian kode aktivasi via pos
dan password khusus. Disamping itu, aplikasi ini hanya dapat digunakan bila perusahaan
berstatus sebagai PKP. Melalui sistem ini dipastikan bahwa hanya pengusaha yang sudah
dikukuhkan sebagai PKP yang hanya dapat membuat faktur pajak sehingga tidak ada lagi
non-PKP yang bisa membuat faktur pajak. Selain aman, manfaat lain bagi pengusaha yang
menggunakan e-Faktur adalah dari segi kenyamanan yaitu tanda tangan basah digantikan
tanda tangan elektronik, e-Faktur Pajak tidak harus dicetak, aplikasi e-Faktur Pajak juga
untuk membuat SPT Masa PPN sehingga PKP tidak perlu lagi membuatnya secara
tersendiri, dan pengusaha dapat meminta nomor seri faktur pajak melalui situs pajak dan
tidak perlu lagi datang ke KPP.
Dengan diwajibkannya pemberlakuan penggunaan e-Faktur untuk semua PKP di
seluruh Indonesia maka Indonesia memasuki era baru Digitalisasi Administrasi Perpajakan
khususnya PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang semakin mudah,
aman dan nyaman bagi para pengusaha dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Akan tetapi, masih banyak faktur pajak fiktif yang masih terbit tidak sesuai dengan
transaksi yang sesungguhnya atau diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Faktor yang mendorong Wajib Pajak dalam
melakukan penerbitan faktur pajak fiktif adalah untuk memperoleh keuntungan pribadi
pajak dengan membandingkan antara pajak terutang menurut Wajib Pajak dan menurut
peraturan perpajakan. Aparatur pajak berhak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak jika
terdapat perbedaan menurut UU Ketentuan Umum Perpajakan.
Langkah penerapan e-faktur pajak elektronik :
1. Melakukan persiapan Sistem Teknologi Informasi
Karena, aplikasi Faktur Pajak Elektronik tidak lepas dari adanya dukungan
sistem yang fit sehingga dapat mengurangi kemungknan terjadinya kendala
selama penerapan aplikasi Faktur Pajak Elektronik.
2. Sosialisasi atau Penyuluhan dengan Pengusaha Kena Pajak
Untuk mengenalkan Faktur Pajak Elektronik kepada Pengusaha Kena Pajak
dimana terkait dengan mengapa harus menggunakan aplikasi tersebut dan
manfaat yang akan di peroleh.
3. Pengawasan terhadap Penerapan Faktur Pajak Elektronik yang telah berjalan
Pelayanan melalui tugas petugas khusus yang berada dibagian pendaftaran
sertifikat elektronik melakukan kegiatan controlling sebagai salah satu
upaya dalam perekaman data PKP.
4. Faktur Pajak Elektronik terhadap Penegak Hukum
Dalam hal meningkatkan pengawasan terhadap PKP yang menerbitkan faktur
fiktif dan menghimbau untuk melakukan koreksi atas faktur pajaknya. Maka
hal tersebut juga berdampak baik bagi peningkatan penerimaan pajak.
Hambatan dalam pelaksanaan penerapan e-faktur elektronik:
➢ Tingkat Kemampuan dan Kelalaian Pengusaha Kena Pajak
Hambatan yang terjadi yaitu masih terdapat PKP yang lalai dalam membawa
kelengkapan persyaratan pendaftaran sertifikat elektronik sehingga hal
tersebut mengakibatkan PKP belum bisa menggunakan aplikasi faktur pajak
secara elektronik.
➢ Ketergantungan pada Sistem serta Koneksi Jaringan Internet
Seringkali terkendala oleh jaringan intenet sehingga PKP kesulitan pada saat
upload faktur pajak untuk memperoleh persetujuan ataupun approval dari
Direktoral Jenderal Pajak.
➢ Fasilitas Komputer Pengusaha Kena Pajak yang kurang memadai
Tidak memiliki fasilitas penunjang yaitu computer dengan spesifikasi yang
masalah computer yang kurang update mengakibatkan proses faktur pajak
berjalan lambat dan kurang optimal.
Upaya dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan penerapaan e-faktur
elektronik:
a) Membuka kelas pelatihan pengoperasian Faktur Pajak Elektronik
Pembukaan kelas pelatihan tersebut semata-mata ditujukan guna
meningkatkan kemampuan serta pengetahuan PKP mengenai pengoperasian
maupun pengisian Faktur Pajak Elektronik
b) Meningkatkan kualitas jaringan sistem informasi
Guna meningkatkan kualitas jaringan sistem informasi adalah dengan terus
melakukan perbaikan kualitas jaringan internet agar pemberian nomor seri
faktur pajak dan proses upload faktur pajak menjadi lancar.
c) Menghimbau kepada pengusaha kena pajak
Mempersiapkan penunjang berupa computer yang baik, sehingga dapat
menopang kerja faktur pajak elektronik dan memperlancar proses
pengadministrasian PKP sehingga nantinya juga ikut berpengaruh terhadap
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan :
➢ Langkah yang dilakukan meliputi memperkuat sistem teknologi informasi, melakukan sosialisasi secara maksimal dan terus-menerus, melakukan
controlling serta penegakan hukum terkait Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kesalahan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya dalam
hal penerapan Faktur Pajak Elektronik.
➢ Hambatan-hambatan dalam Penerapan Faktur Pajak Elektronik yaitu kelalaian dan ketidakmampuan Pengusaha Kena Pajak, serta
ketergantungan kepada fasilitas komputer Pengusaha Kena Pajak yang
kurang memadai dan sambungan jaringan internet, alternatif cara
mengatasinya meliputi perbaikan mutu jaringan, melakukan himbauan dan
mengadakan kelas pelatihan.
➢ Pencegahan Faktur Pajak Fiktif Setelah Penerapan Faktur Pajak Elektronik. Hilangnya kasus penerbitan maupun penggunaan faktur pajak fiktif sejak
mulai diterapkannya Faktur Pajak Elektronik membuktikan bahwa penerapan
Faktur Pajak Elektronik berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu untuk
mencegah penerbitan faktur pajak fiktif.
➢ Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan e-faktur elektronik dalam pelaporan SPT Masa PPN diharapkan menjadi PKP yang mempunyai
tingkatan kepatuhan yang tinggi sehingga proses perpajakan akan berjalan
dengan efektif.
Saran :
Kesadaran akan melaksanakan kewajiban pajak sangat dibutuhkan oleh para wajib
pajak yang ada di Indonesia, terutama bagi pengusaha kena pajak. Dengan demikian
semakin pesatnya perkembangan teknologi, segala kemudahan yang ada harusnya mampu
diimbangi dengan tingkat kepatuhan yang ada pada seluruh pengusaha kena pajak maupun
wajib pajak agar membuktikan seberapa besar kontribusi yang diberikan terhadap pajak
negara dan dapat berimbas terhadap pembangunan negara. Diharapkan kedepannya agar
para wajib pajak khususnya para pengusaha kena pajak untuk lebih sadar akan
menjalankan kewajiban perpajakannya untuk membantu kontribusi dalam pembangunan
Pembenahan sistem melalui penggantian jaringan internet dengan memilih provider
yang lebih baik dari yang sebelumnya digunakan untuk mengurangi hambatan pelaksanaan
Faktur Pajak. Meskipun membutuhkan biaya yang cukup besar namun apabila dilihat dari
manfaat yang diperoleh kedepannya yaitu penerimaan pajak meningkat dan diikuti dengan
kepatuhan Wajib Pajak yang meningkat, maka biaya sebesar apapun akan tertutup oleh
keberhasilan dalam penerapan Faktur Pajak Elektronik. Melakukan sosialisasi dan
penyuluhan secara kontinu dengan menambah jam kelas pelatihan pegoperasian Faktur
Pajak Elektronik dihari libur kantor ataupun diluar jam kerja kantor agar Pengusaha Kena
Pajak dapat mengikuti sepenuhnya sosialisasi maupun penyuluhan yang diadakan terkait
dengan penerapan Faktur Pajak Elektronik. Melakukan pengawasan terkait dengan
kebenaran alamat tempat usaha Pengusaha Kena Pajak terkait dengan pengukuhan dan
verifikasi Pengusaha Kena Pajak agar mempermudah perekaman data serta meminimalisir
DAFTAR PUSTAKA :
Buku :Sari, Diana. 2013, Konsep Dasar Perpajakan. Bandung : Refika Aditama
Suharto, Edi, 2008. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
Sukardji, Untung. 2015. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia. Jakarta :
Raja Grafindo Persada
Widodo, Joko, 2009. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, dan Aplikasi. Malang : Bayumedia
Publising
Peraturan :
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004
tentang Pembendaharaan Negara
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah dirubah
terakhir dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang
Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam
Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan
dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran
Formulir Serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi Pengusaha
Kena Pajak Pedagang Eceran
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha
Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan
Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK/03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan