• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN PRODUKSI BIBIT PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI PERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN PRODUKSI BIBIT PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI PERAH"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

DIREKTORAT PERBIBITAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

2 0 0 9

PROSEDUR BAKU

(2)

PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN PRODUKSI BIBIT

PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI PERAH

Bibliografi v, 25 hlm. 21 cm

ISBN 978-979-18642-2-0

Hak cipta © 2009, Direktorat Perbibitan Ditjen Peternakan Kantor Pusat Departemen Pertanian

Jl. Harsono RM No 3 Ragunan Pasar minggu Jakarta Selatan 12550 Telp. +62.21.7815781

Fax. +62.21.7811385

Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya Hak cipta dilindungi Undang-undang.

Editor : Dr. Ir. Gunawan, MS

Tim Penyusun : Ir. Wiwiek Ediyati; Ir. Djodi HS, MM; Ir. Widodo Rohadi; Ir. M. Nasir, Ir. Esti Anelia; Ir. Fauziah MH, MM; Ir. Rachmiyati D; Tri Melasari, SPt, MSi

Disain kulit : Bagus Pancaputra Foto kulit : BBIB Singosari, N.N

Penerbit : Direktorat Perbibitan Ditjen Peternakan

Cetakan : Pertama, 2009

(3)

KATA PENGANTAR

Dalam upaya peningkatan penyediaan bibit ternak di dalam negeri dalam jumlah dan mutu yang memadai serta mengurangi ketergantungan impor, maka perlu terus didorong usaha pembibitan sapi perah. Berkaitan dengan pengembangan dan keberlanjutan usaha pembibitan tersebut, diperlukan pula dukungan proses manajemen dan pemuliabiakan ternak yang terarah dan berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar mampu memproduksi bibit yang memenuhi Persyaratan Teknis Minimal dan persyaratan kesehatan hewan yang telah ditetapkan.

Buku ini memuat manajemen baku pelaksana produksi bibit dengan harapan akan lebih memudahkan pelaksanaan usaha pembibitan sapi perah di Indonesia.

Dengan terbitnya buku ini, kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan masukan; kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Jakarta, Mei 2009 Direktur Perbibitan

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No.03068/HK.030/F02/2009 ... 1

Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Peternakan ... 5

I. Pendahuluan ... 5

A. Latar Belakang ... 5

B. Maksud dan Tujuan ... 6

C. Ruang Lingkup ... 6

D. Pengertian ... . 6

II. Prasarana dan Sarana ... 8

A. Prasarana ... 8

B. Sarana ... 9

III. Proses Produksi Bibit ... 15

A. Manajemen Pemeliharaan ... 15

B. Manajemen Kesehatan Hewan ... 20

C. Manajemen Pembibitan ... 21

IV. Pelestarian Lingkungan ... 24

(5)

DEPARTEMEN PERTANIAN

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN Nomor 03068/Kpts/HK.030/F/02/2009

TENTANG

PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN PRODUKSI

BIBIT PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI PERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/ Permentan/OT.140/10/2006 telah ditetapkan Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan sekaligus dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/OT. 140/ 10/2006 perlu menetapkan Prosedur Baku Pelaksanaan Produksi Bibit pada Usaha Pembibitan Sapi Perah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);

(6)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;

8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

9. Keputusan Presiden Nomor 100/M Tahun 2007 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Pertanian;

(7)

11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.210/ 7/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/ Permentan/OT.140/2/2007 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008;

12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.210/ 9/ 2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Depertemen Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/2007;

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/OT. 140/ 8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional;

14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/OT. 140/ 10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik (Good Breeding Practice);

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/OT. 140/ 8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : Prosedur Baku Pelaksanaan Produksi Bibit Pada Usaha Pembibitan Sapi Perah, seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(8)

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 3 Pebruari 2009

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN,

TJEPPY D. SOEDJANA NIP. 19510312 197603 1 002

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Pertanian;

2. Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian; 3. Gubernur provinsi di seluruh Indonesia; 4. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;

5. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi di seluruh Indonesia;

(9)

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN Nomor : 03068/Kpts/HK.030/F/02/2009

Tanggal : 3 Pebruari 2009

PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN PRODUKSI BIBIT

PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI PERAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(10)

Agar pelaksanaan produksi bibit sapi perah dapat lebih terarah, berhasil-guna dan berdaya-guna, maka perlu ditetapkan Prosedur Baku Pelaksanaan Produksi Bibit pada Usaha Pembibitan Sapi Perah.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Maksud ditetapkannya Prosedur Baku ini sebagai acuan bagi:

a. pembibit, dalam melaksanakan produksi bibit pada usaha pembibitan sapi perah;

b. dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, dalam melaksanakan pembinaan usaha pembibitan sapi perah. 2. Tujuan

Tujuan ditetapkan Prosedur Baku ini agar bibit yang diproduksi dan diedarkan terjamin mutunya sesuai dengan SNI atau persyaratan teknis minimal (PTM).

C. Ruang lingkup

Ruang lingkup dalam prosedur baku ini meliputi, Prasarana dan Sarana; Proses Produksi Bibit; dan Pelestarian Lingkungan.

D. Pengertian

Dalam Prosedur Baku ini yang dimaksud dengan:

1. Prosedur baku pelaksanaan produksi bibit pada usaha pembibitan sapi perah adalah serangkaian kegiatan untuk menghasilkan bibit sapi perah yang baik. 2. Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak untuk keperluan

sendiri atau untuk diperjual belikan.

3. Bibit sapi perah adalah semua sapi perah hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan untuk dikembangbiakkan.

(11)

5. Pemuliaan ternak adalah serangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari status rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu.

6. Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunan melalui pemeriksaan dan/atau pengujian berdasarkan kriteria dan tujuan tertantu dengan menggunakan metoda atau teknologi tertentu.

7. Standar bibit adalah spesifikasi bibit yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh. 8. Uji performan adalah pengujian untuk memilih ternak bibit berdasarkan sifat

kualitatif dan kuantitatif meliputi pengukuran, penimbangan dan penilaian. 9. Uji zuriat (progeny testing) adalah metoda pengujian untuk mengetahui mutu

genetik calon pejantan berdasarkan anak keturunannya.

10. Proven bull adalah pejantan yang sudah diseleksi sebagai pejantan unggul berdasarkan kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya (progeny) atau saudara kandung/tiri atau garis keturunannya (pedigree).

11. Sertifikasi bibit adalah proses penerbitan sertifikat bibit setelah melalui pemeriksaan, pengujian, pengawasan, dan memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan.

12. Wilayah sumber bibit ternak adalah suatu agroekosistem yang tidak dibatasi oleh batas administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit ternak dari spesies atau rumpun tertentu.

13. Kawasan sumber bibit adalah wilayah yang mempunyai kemampuan dalam pengembangan bibit ternak dari rumpun tertentu, baik murni maupun persilangan secara terkonsentrasi sesuai dengan agroekosistem, pasar, dukungan prasarana dan sarana yang tersedia.

(12)

15. Village Breeding Center yang selanjutnya disingkat VBC adalah suatu kawasan pengembangan peternakan yang berbasis pada suatu pembibitan ternak rakyat yang tergabung dalam kelompok peternak pembibit.

16. Pedet adalah anak sapi sejak lahir sampai dengan umur 180 hari.

17. Sapi dara adalah sapi betina hasil seleksi sejak lepas sapih sampai dengan siap dikawinkan pada umur 15 – 18 bulan.

18. Sapi induk laktasi (Lactation Cow) adalah sapi yang telah beranak dan menghasilkan susu.

19. Sapi Pejantan muda adalah sapi jantan hasil seleksi yang mempunyai mutu genetik tinggi disiapkan untuk calon pejantan (Performans tested bull). 20. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan

hewan.

21. Calf starter adalah pakan formula untuk pedet.

BAB II

PRASARANA DAN SARANA

A. Prasarana

1. Lokasi

Lokasi usaha pembibitan sapi perah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. tidak bertentangan dengan rencana umum tata ruang (RUTR) dan rencana detail tata ruang daerah (RDTRD) setempat;

b. mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi perah dan dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit ternak;

c. terkonsentrasi dalam satu kawasan atau satu Village Breeding Center (VBC) atau satu unit pembibitan ternak;

d. tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum setempat, untuk peternakan yang sudah berbentuk perusahaan dibuktikan dengan izin usaha;

(13)

f. didukung oleh infrastruktur yang baik (jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan air, pengelolaan limbah dan keamanan).

2. Lahan

Lahan untuk usaha pembibitan sapi perah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. bebas dari jasad renik patogen yang membahayakan manusia dan ternak;

b. sesuai dengan peruntukannya menurut peraturan perundang-undangan.

3. Sumber air dan alat penerangan

Pada usaha pembibitan sapi perah hendaknya memiliki sumber air dan alat penerangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. sumber air mudah dicapai atau disediakan dan bebas dari jasad renik yang patogen;

b. penggunaan sumber air tidak mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat sekitar;

c. alat penerangan sesuai kebutuhan.

B. Sarana

1. Bangunan

Usaha Pembibitan Sapi Perah harus memiliki bangunan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Bangunan Perkantoran

Bangunan perkantoran harus terletak dalam satu lokasi dengan tempat usaha pembibitan, yang berfungsi untuk kegiatan administrasi dan pengolahan data.

b. Bangunan Perkandangan dan Peralatan

(14)

a) Bangunan kandang - kandang sapi laktasi; - kandang kering; - kandang sapi bunting; - kandang beranak; - kandang pedet; - kandang dara; - kandang pejantan; - kandang kawin; - kandang isolasi.

b) Bangunan lain

- gudang pakan dan peralatan; - unit pemerahan;

- unit kamar susu; - unit pengolah susu;

- unit penampungan dan pengolahan limbah; - unit sanitasi, sterilisasi, penanganan kesehatan; - unit perkawinan ternak;

- instalasi air bersih.

c) Peralatan

- tempat pakan dan tempat minum; - alat pemotong dan pengangkut rumput;

- alat pembersih kandang dan pembuatan kompos; - peralatan kesehatan hewan;

- peralatan pemerahan dan pengolahan susu; - peralatan sanitasi kebersihan;

- peralatan pengolahan limbah.

(15)

c) drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan;

d) lantai dengan kemiringan 2 - 5 derajat, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injakan;

e) luas kandang sesuai peruntukannya; f) kandang isolasi dibuat terpisah;

g) dekat sumber air, atau mudah dicapai aliran air; dan h) tidak mengganggu fungsi lingkungan dan aman.

2. Bibit

a. Klasifikasi

1) Bibit dasar (foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur, yang mempunyai nilai pemuliaan diatas nilai rata-rata;

2) Bibit induk (breeding stock) diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar;

3) Bibit sebar (commercial stock) diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.

b. Standar mutu bibit

Bibit sapi perah harus sesuai dengan SNI 2735:2008

1) Persyaratan Mutu

a) Persyaratan kualitatif:

1. mempunyai silsilah (pedigree) sampai dengan 2 (dua) generasi diatasnya untuk bibit dasar dan bibit induk; 2. mempunyai silsilah (pedigree) minimum 1 (satu)

generasi diatasnya untuk bibit sebar;

(16)

4. tidak memiliki cacat fisik, memiliki alat reproduksi normal, bentuk ideal (tipe sapi perah) serta struktur kaki dan kuku yang kuat.

b) Persyaratan kuantitatif

Tabel 1. Sapi Perah Betina

No Parameter Satuan Betina

1. Umur bulan minimal 15 – 20 bln

2. Tinggi pundak Cm minimal 115 cm

3. Bobot badan Kg minimal 300 kg

4. Lingkar dada Cm minimal 155 cm

5. Warna bulu - hitam putih/merah putih, sesuai dengan karakteristik sapi perah

6. Ambing - - simetris pertautan luas dan kuat.

- bentuk tidak menggantung.

- jumlah puting 4- bentuk putting normal

7. Tanduk - di-dehorming

8. Lain-lain - - bukan dari kelahiran kembar jantan dan

betina (free martin)

- berdasarkan kemampuan dan kualitas produksi susu tetuanya

Tabel 2. Spesifikasi Produksi Susu

Bibit dasar > 6.000 kg > 7.000 kg 3,5%

Bapak yang berasal dari induk yang mempunyai produksi susu 305 hari

(17)

Tabel 3. Sapi Perah Jantan

No Parameter Satuan Calon pejantan Proven bull 1. Umur minimum bulan 18 60 2. Tinggi pundak

minimum cm 134 150

3. Bobot badan

minimum kg 480 700

4. Lingkar skrotum

minimum cm 32 42

5. Warna bulu Hitam putih/merah hitam putih/merah putih, sesuai karak- putih, sesuai teristik sapi perah karakteristik sapi

perah

6. Lain-lain - mempunyai kartu nilai pemuliaan identifikasi (breeding value) untuk

- Mempunyai produksi susu

silsilah dan lemak

3. Pakan

a. pakan hijauan harus berkualitas dan tidak ada zat toksik, dapat berasal dari rumput, leguminosa, sisa hasil pertanian dan dedaunan yang mempunyai serat kasar yang relatif tinggi dan kadar energi rendah;

b. pakan konsentrat merupakan pakan dengan kadar serat rendah dan kadar energi tinggi, tidak terkontaminasi dengan mikroba, penyakit stimulan pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin sesuai standar yang telah ditetapkan;

(18)

4. Air minum

Air yang digunakan harus memenuhi baku mutu air yang sehat dan tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi dan disediakan tidak terbatas (ad libitum).

5. Obat Hewan

a. obat hewan yang digunakan meliputi sediaan biologik, farmasetik, premiks dan obat alami;

a. obat hewan yang digunakan seperti bahan kimia dan bahan biologik harus memiliki nomor pendaftaran, untuk sediaan obat alami tidak dipersyaratkan memiliki nomor pendaftaran;

c. penggunaan obat keras harus dibawah pengawasan dokter hewan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat hewan;

d. penggunaan desinfektan dalam bentuk foot deeping untuk pencegah masuknya penyakit dari luar;

e. vaksinasi dan obat cacing diberikan secara berkala sesuai kebutuhan.

6. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan untuk mengoperasikan usaha pembibitan sapi perah:

a. memiliki keahlian di bidang pemuliaan ternak, pakan ternak, reproduksi, manajemen pastura, penanganan dan prosessing susu, penyakit hewan, manajemen ternak, pengolahan data base, dan lingkungan;

b. memiliki karyawan yang sehat jasmani dan rohani serta tidak memiliki luka terbuka;

(19)

BAB III

PROSES PRODUKSI BIBIT

A. Manajemen Pemeliharaan

1. Pemeliharaan pedet

a. Setelah pedet dilahirkan

1) lendir dibersihkan dari mulut, lubang hidung dan bagian tubuh lainnya, sehingga pedet dapat bernafas dengan baik;

2) tali pusar dipotong 5 cm dari pangkal dengan pisau atau gunting yang steril dan segera beri antiseptik;

3) pedet dipisahkan dari induknya paling lambat 12 – 24 jam setelah lahir dan dimasukkan dalam kandang individual yang sudah dibersihkan dan didisinfektan;

4) pemberian identitas dan pemotongan tanduk (de-horning) dilakukan sebelum berumur satu bulan;

5) pencatatan meliputi nama sapi, nomor telinga, tanggal lahir, jenis kelamin, berat lahir, identitas tetuanya, tipe dan status kelahiran.

b. Pemberian kolostrum

1) kolostrum diberikan setelah dilahirkan (jangan lebih dari satu jam) sebanyak 2 liter sekali pemberian atau maksimal 10% dari berat lahir;

2) pedet dilatih minum kolostrum dengan menggunakan jari tangan sampai pedet dapat mengkonsumsi dengan baik;

(20)

c. Pemberian susu

1) susu diberikan mulai hari ke delapan sampai umur tiga bulan dan diberikan dua kali dalam sehari;

2) jumlah susu yang diberikan sesuai dengan umur pedet dengan menggunakan tempat yang bersih;

d. Pemberian pakan padat (calf starter dan rumput) dan air minum

1) pakan padat (calf starter dan rumput kering/hay) diberikan mulai hari kedelapan, yang jumlahnya disesuaikan dengan umur dan berat badan pedet;

2) calf starter dan rumput kering/hay ditempatkan pada tempat yang bersih;

3) air bersih diberikan secara ad libitum dengan menggunakan tempat yang bersih.

e. Penggembalaan pedet

1) exercise dilakukan pada pedet umur dua minggu;

2) exercise dilakukan tiga kali seminggu selama satu jam setiap hari dan selanjutnya tiga jam setiap hari.

f. Pengukuran pertumbuhan

1) penimbangan dilakukan pada berat lahir, umur 3 bulan dan umur 6 bulan;

2) pengukuran pertumbuhan meliputi tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan dilakukan bersamaan dengan penimbangan.

2. Pemeliharaan sapi dara dan jantan muda

a. Perawatan

(21)

3) tempat pakan dan bak air dibersihkan; 4) lantai kandang dibersihkan secara rutin; 5) pemotongan kuku di lakukan enam bulan sekali;

6) exercise dilakukan seminggu sekali pada pagi hari selama dua jam.

b. Pemberian pakan

1) konsentrat diberikan sebanyak 1% dari berat badan dengan kandungan nutrisi sesuai standar;

2) hijauan diberikan dua kali sehari sebanyak 10 % dari berat badan setelah pemberian konsentrat;

3) air minum diberikan secara ad libitum.

c. Pengukuran pertumbuhan

1) penimbangan dilakukan sebulan sekali sampai umur 15 bulan; 2) pengukuran pertumbuhan meliputi tinggi gumba, lingkar dada

dan panjang badan dilakukan bersamaan dengan penimbangan.

3. Pemeliharaan calon induk

a. pola pemeliharaan, pemberian pakan dan perawatan sapi calon induk relatif sama dengan pemeliharaan sapi dara;

b. sapi calon induk dikawinkan minimal sesudah mengalami dua kali birahi dan atau berumur sekitar 15 bulan dengan berat badan minimal 300 kg;

c. pengembangbiakan dilakukan dengan metode Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer Embrio (TE) dan apabila teknik tersebut mengalami kegagalan, maka dapat dilakukan sistem perkawinan alam dengan rasio jantan banding betina 1 : 8-10 ekor;

(22)

4. Pemeliharaan induk bunting

a. perawatan

1) sapi dikelompokkan berdasarkan umur kebuntingannya; 2) pola pemeliharaan dan perawatan sapi induk bunting relatif sama

dengan pemeliharaan sapi dara;

3) pada kebuntingan 8 bulan dipisahkan di kandang beranak yang bersih, kering dan terang.

b. pemberian pakan

1) pada umur kebuntingan muda (3-5 bulan) diberikan konsentrat sebanyak d” 1% dari berat badan;

2) pada umur kebuntingan mulai 8 bulan, diberikan konsentrat sebanyak e” 1% dari berat badan.

5. Pemeliharaan sapi laktasi

a. Perawatan

1) ternak dikelompokkan berdasarkan kemampuan produksi susu; 2) pola pemeliharaan dan perawatan sapi laktasi relatif sama dengan

pemeliharaan sapi induk;

3) nilai BCS perlu diperhatikan , agar tidak kurang dari 2,75 dan menjelang sapi kering nilai BCS harus mencapai 3,5-4,0.

b. Pemberian pakan

1) konsentrat diberikan sebanyak 1,5-3% dari berat badan, disesuaikan dengan produksi susu, diberikan 2-3 kali dalam sehari sesudah pemerahan;

2) pakan hijauan diberikan sebanyak 10% dari berat badan dalam bentuk sudah dicacah dengan ukuran 3-5 cm;

(23)

6. Pemeliharaan Sapi bunting kering

a. Perawatan

1) pola pemeliharaan dan perawatan sapi bunting kering sama dengan pemeliharaan sapi induk;

2) memperhatikan kemampuan sapi dalam megkonsumsi pakan; 3) nilai BCS tidak kurang dari 3 dan diupayakan terus meningkat sampai

menjelang melahirkan dengan nilai BCS mencapai 3,5 – 4,0; 4) memindahkan sapi kekandang beranak pada 2-3 minggu

sebelum melahirkan.

b. Pemberian pakan

1) memberikan pakan sesuai dengan standar yang ditentukan dalam jumlah yang cukup;

2) kandungan nutrisi pada konsentrat sesuai dengan PTM yang telah ditetapkan;

3) apabila nilai BCS telah mencapai 3,5-4 pemberian pakan sebaiknya hanya hijauan;

4) air minum diberikan secara ad libitum;

7. Pemeliharaan calon pejantan

a. pemeliharaan sapi calon pejantan relatif sama dengan pemeliharaan sapi betina calon induk;

b. sapi calon pejantan dipisahkan dengan kelompok sapi betina.

8. Pemeliharaan pejantan

a. Perawatan

1) perawatan relatif sama dengan perawatan sapi calon pejantan; 2) pejantan digunakan sebagai pemacek mulai umur 18 bulan.

b. Pemberian pakan

(24)

2) Pemberian hijauan dengan jumlah dan mutu sesuai kebutuhan, dengan pemberian e”10% bobot badan.

B. Manajemen Kesehatan Hewan

Untuk memperoleh hasil yang baik, harus memperhatikan persyaratan kesehatan hewan sebagai berikut :

1. Situasi penyakit

Lokasi harus terletak di wilayah yang tidak terdapat gejala klinis atau rentan penyakit radang limpa (Anthrax), kluron menular (Brucellosis), TBC (tuberculosis), anaplasmosis, leptospirosis, salmonelosis, piroplasmosis, IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) dan BVD (Bovine Viral Diarrhea), Leptospirosis, SE (Septichaemia Epizootica), Jones Disease (Para Tubercolosis), Parasit cacing dan Parasit Darah

2. Pencegahan/Vaksinasi

Bibit sapi perah divaksinasi dan dilakukan pengujian/test laboratorium terhadap penyakit hewan menular tertentu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;

a. Mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang di pakai dalam kartu kesehatan ternak;

b. Melaporkan pada dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular;

c. Pemotongan kuku dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sekali; d. Setiap dilakukan pemerahan harus dilakukan uji mastitis;

e. Dilakukan tindakan biosekuriti dalam rangka pengamanan kesehatan ternak dengan memperhatikan hal-hal tindak biosekuriti sebagai berikut :

(25)

2) melakukan desinfeksi kandang dan peralatan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi serangga, lalat dan hama lainnya;

3) untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang menangani ternak yang sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat;

4) menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit;

5) membakar atau mengubur bangkai yang mati karena penyakit menular;

6) menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan;

7) segera mengeluarkan ternak yang mati dari kandang untuk dikubur atau dimusnahkan oleh petugas berwenang;

8) mengeluarkan ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati atau dipotong oleh petugas yang berwenang.

C. Manajemen Pembibitan

Dalam upaya memperoleh bibit sapi perah yang memenuhi persyaratan teknis dan atau standar mutu bibit diperlukan manajemen pembibitan ternak yang meliputi:

1. Program pemulia-biakan (breeding program) yang dilakukan adalah pemurnian untuk mempertahankan karakteristik/sifat genetik dan fenotip ternak.

2. Pengembangbiakan

a. perkawinan dengan teknik IB menggunakan semen beku yang mutunya sesuai dengan SNI 4869.1-2008;

(26)

c. dalam pelaksanaan perkawinan harus dilakukan pengaturan penggunaan semen beku untuk menghindari terjadi kawin sedarah (inbreeding).

3. Pencatatan (Recording)

Pencatatan harus dilakukan pada setiap individu ternak secara teratur dan terus-menerus oleh petugas pencatat (recorder), dimasukkan dalam buku induk registrasi sapi perah yang meliputi :

a. pemberian tanda berupa nomor telinga dan nomor registrasi ternak untuk identifikasi;

b. rumpun, identitas ternak dan sketsa (foto individu ternak); c. silsilah , identitas dan produktivitas tetua;

d. perkawinan (tanggal, kode semen, PKB, tanggal bunting);

e. kelahiran (tanggal, berat badan, jenis kelamin, tipe kelahiran, calving-ease);

f. penyapihan (tanggal dan bobot badan);

g. pengukuran (performans, pertumbuhan, produksi susu); h. pakan (jenis,konsumsi);

i. vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatmen); j. mutasi (pemasukan dan pengeluaran ternak).

4. Seleksi Bibit

Seleksi bibit sapi perah dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi perah tersebut, dengan menggunakan kriteria seleksi sebagai berikut :

a. seleksi dilakukan terhadap bibit ternak yang akan dikembangkan dipeternakan atau pun terhadap keturunan/bibit ternak yang diproduksi;

(27)

c. seleksi calon bibit betina diambil 90% dari keturunan hasil perkawinan (1-5% pejantan terbaik) dengan betina unggul (70–85%) dari populasi;

e. hasil seleksi dilakukan uji performan

5. Ternak Pengganti (replacement stock)

Bibit sapi perah untuk pengganti induk/peremajaan diprogram secara teratur setiap tahun

6. Afkir (culling)

Pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit (afkir/culling), dengan ketentuan sebagai berikut :

a. sapi induk yang tidak produktif harus segera dikeluarkan;

b. keturunan jantan yang tidak terpilih sebagai calon bibit (tidak lolos seleksi) dikeluarkan, dapat dikastrasi dan dijadikan sapi bakalan; c. Anak betina yang pada saat sapih atau pada umur muda menunjukkan

tidak memenuhi persyaratan bibit harus dikeluarkan.

7. Setifikasi

Sertifikat sistem mutu dapat diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi atau ditunjuk untuk menyatakan proses produksi telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.

Sertifikat bibit dapat dikeluarkan oleh pembibit yang telah mendapat sertifikat sistem mutu.

Sertifikat bibit dapat diberikan bagi ternak yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. bibit yang telah memenuhi persyaratan mutu sesuai SNI 2735:2008;

(28)

BAB IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN

Dalam memproduksi bibit sapi perah hendaknya selalu memperhatikan aspek pelestarian lingkungan, antara lain dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyusun rencana pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan sebagai diatur dalam:

a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

c. Peraturan Pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

2. Melakukan upaya pencegahan, pencemaran lingkungan sebagai berikut :

a. Mencegah terjadinya erosi dan membantu pelaksanaan penghijauan di area peternakan;

b. Mencegah terjadinya polusi dan gangguan seperti bau busuk, serangga, pencemaran air sungai dan lain-lain,

(29)

BAB V

PENUTUP

Prosedur Baku Pelaksanaan ini akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat.

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN,

Gambar

Tabel 1. Sapi Perah Betina
Tabel 3. Sapi Perah Jantan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks nasional, strategi pembangunan wilayah yang pernah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan kesenjangan pembangunan antar wilayah antara lain:

Besar energi selama satu bulan dari ketidak- harmonisan modul fotovoltaik Solar World dengan modul fotovoltaik Sun Earth adalah 41.744,49 Watt Hour, dari nilai

Tender adalah tawaran untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau menyediak menyediakan an barang yang diberikan oleh syarikat

VII, Nomor 35, 15 Nubuwwah 1392 HS/November 2013 10 ini, dan semua yang terjadi ini telah diberitahukan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dan beliau tampilkan di hadapan kita dan untuk

Hal ini berarti variabel independen yang dalam penelitian ini diproksikan dengan PROPER (Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup)

Pengurai, perombak, atau “decomposer”, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan organic yang berasal dari organisme mati (bahan organisme kompleks),

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa uji t menunjukkan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap arus kas masa depan, disebabkan karena arus kas

Jadi dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan salah satu variabel yang berpengaruh positif terhadap turnover intention , dimana semakin tinggi beban kerja dan