DAMPAK KEBIASAAN BERMAIN VIDEO GAMES
TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA
SEKOLAH DASAR
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Penelitian Pendidikan dengan Dosen Dr. H. Y. Suyitno, M.Pd.
oleh
Nama : Tika Triasari NIM : 1003380
KEMINATAN: 3 MATEMATIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
A. JUDUL PENELITIAN
Dampak Kebiasaan Bermain Video Games terhadap Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dilahirkan tidak berdaya dalam lingkungannya untuk itu manusia membutuhkan orang lain sehingga biasa disebut sebagai makhluk sosial. Kebutuhan manusia adalah memelihara hubungan dengan lingkungan sekitarnya baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Terutama bagi anak-anak usia prasekolah sampai dengan usia sekolah dasar, dimana mereka sedang dalam tahap awal untuk menjadi manusia yang lebih sosial. Pada usia ini, khususnya usia sekolah dasar, anak mulai mengembangkan kemampuannya untuk bergaul dengan orang lain secara lebih luas dan menyesuaikan diri dengan orang-orang yang ada disekitarnya, terutama teman-teman seusianya.
Pada saat ini muncul gejala individualitas pada anak usia sekolah dasar, khususnya mereka yang berada dan tinggal diperkotaan. Ada beberapa permasalahan
yang dialami oleh anak-anak usia sekolah dasar dalam kaitannya dengan perkembangan sosial, yaitu perasaan tidak aman, tidak mampu menyesuaikan diri tidak memiliki keterampilan sosial tergantung pada kehadiran orang tua, tidak mampu
mengelola diri dan mengendalikan emosi, sikap bermusuhan serta berperilaku destrukti. Beberapa permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya kesempatan dan pengalaman untuk bergaul dengan orang lain, apalagi saat ini adalah era milenium dimana segala barang elektronik dan teknologi terus berkembang dari hari ke hari yang menyebabkan segala perhatian anak-anak terpusat pada produk-produk teknologi ini.
Dari mulai manfaatnya dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, atau bahkan sekedar hiburan, dan sebagainya. Salah satu produk teknologi yang setiap waktu terus berkembang dan sangat digemari oleh kalangan anak-anak dan remaja pria saat ini yaitu video games. Keberadaan video games sebagai salah satu produk teknologi yang memiliki manfaat sebagai hiburan ini tentu sudah tidak asing lagi. Terutama bagi masyarakat berstatus ekonomi menengah ke atas, belum lengkap rasanya apabila di rumah mereka tidak memiliki video games.
Video games yang telah ada sejak tahun 1962 ini sudah sangat berkembang dan beraneka ragam jenisnya, seperti Nintendo, Sega, Playstation (PS), dan yang sedang trend di tahun-tahun terakhir ini yaitu online games seperti Counter Strike (CS) dan Ragnarok. Bahkan saat ini, bagi mereka yang tidak memiliki fasilitas video games di rumahnya, telah banyak rental-rental Play Station dan warung-warung internet (warnet) yang ada dimana-mana dan menyediakan fasilitas video games tersebut.
Melihat hal tersebut, ada kekhawatiran bahwa permainan elektronik ini akan membuat anak terisolasi dari teman-temannya, terutama bagi mereka yang memiliki
fasilitas video games di rumahnya. Hal ini karena pada prinsipnya, video games ini memiliki sifat seductive, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untu terpaku di depan monitor berjam-jam (Hawadi, 2001). Apalagi dalam permainan ini juga dirancang suatu reinforcement atau penguatan yang bersifat „segera‟ begitu permainan berhasil melampaui target tertentu. Hal ini menyebabkan anak merasa tertantang sehingga terus-menerus menekuninya. Oleh karena itu bagi anak yang tersedia video games dan berbagai perlengkapannya di rumah, tentu akan sangat dikhawatirkan perkembangan sosialnya. Akibat dari sifat seductive dari video games ini akan menyebabkan si anak sedikit demi sedikit menarik diri dari lingkungannya.
tenggelam dalam keasyikan permainan itu. Hal tersebut tentu akan menyebabkan sedikit sekali bagi mereka untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan ini sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosialnya. Menurut Yusuf (2001: 180) perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain)
Hal tersebut diatas diperkuat dengan adanya teori mengenai tugas-tugas perkembangan yang dikemukakan oleh Havighurst (Yusuf, 2001) bahwa dari sembilan tugas perkembangan pada fase anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) salah satunya yaitu belajar bergaul dengan teman sebaya, yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya.
Hakekat dari tugas belajar bergaul dengan teman sebaya yaitu: mempelajari sikap memberi dan menerima dalam kehidupan sosial anak-anak sebaya. Belajar bersahabat dengan lawan dan mengembangkan suatu kepribadian sosial (social personality). Tugas perkembangan ini dapat tercapai apabila si anak tersebut mampu mengembangkan keterampilan-keterampilan sosialnya di masyarakat dan juga
sekolah. Namun hal tersebut tentu akan menjadi sulit untuk dicapai ketika anak terus larut dalam permainan elektronik yang merupakan permainan individual karena bagaimanapun komputer tidak akan mampu menggantikan interaksi antar-manusia secara lazim. Video games dapat meningkatkan kemalasan pada anak dan menghambat anak dalam mengerjakan tugas-tugas rutinnya, baik tugas sekolah, kesehariannya dan juga termasuk didalamnya tugas berkelompoknya. Anak mungkin saja menjadi malas belajar, malas mandi, malas makan dan bahkan malas untuk bermain dengan teman-temannya (Hawadi, 2001)
permainan-permainan yang belum mereka mainkan atau miliki. Anak-anak yang memiliki kebiasaan bermain video games cenderung memiliki perilaku sosial yang kurang baikm seperti tidak dapat bekerja sama secara baik dan kurang memiliki rasa tolerasi terhadap teman-teman sebayanya.
Pada dasarnya anak dilahirkan belum bersifat sosial, dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain dan untuk mencapai kematangan sosial ini, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan individu untuk bergaul ini dapat diperoleh melalui hubungan dengan orang lain dan dukungan sosial, kemampuan bergaul diperolh melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik itu orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Dengan demikian seorang anak tidak akan mencapai kematangan sosial secara optimal jika hanya duduk berjam-jam dan bergaul dengan objek yang pasif seperti video games.
Munculnya gejala-gejala yang telah diuraikan diatas, mendorong untuk dilakukannya penelitian tentang “Dampak Kebiasaan Bermain Video Games terhadap Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar”.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi masalah
penelitian ini dapat diidentifikasikan, yaitu: (1) kebiasaan bermain video games dan (2) perkembangan sosial anak usia Sekolah Dasar.
D. BATASAN MASALAH
Secara konseptual penelitian ini akan menelaah dua unsur yang terjadi yaitu kebiasaan anak SD bermain video games dan perkembangan sosial anak SD.
pertimbangan bahwa usia ini yaitu usia anak sekolah dasar yang menurut Hurlock (1997) merupakan juga usia berkelompok dimana anak-anak usia ini sudah seharusnya mulai untuk lebih memiliki keinginan untuk memiliki sebuah kelompok atau dapat lebih menyesuaikan diri dan berinteraksi secara baik dengan orang-orang disekitarnya, khususnya teman-teman sebayanya.
Havighurst (Yusuf, 2001) membagi tugas perkembangan sosial pada anak usia sekolah dasar yaitu sebagai berikut.
a. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.
b. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelamin.
c. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih membatasi pada pencapaian tugas perkembangan yang pertama, yaitu mampu belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya serta tugas perkembangan yang ketiga, yaitu mengembangkan sikap positif terhdapa suatu kelompok.
Menurut Crow dan Crow (1968) perkembangan sosial pada anak usia sekolah
dasar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut. a. Perkembangan emosi.
b. Perkembangan kepemimpinan.
c. Perilaku sosial dan kegiatan bermain.
d. Pengalaman dalam sebuah klub atau geng masa anak-anak.
Dari segi video games sendiri, produk teknologi ini terus berkembang dari mulai hanya 8 bit, kemudian mencapai 10 bit dengan Nintendo “Super Family Computer” (1990), setelah itu 32 bit dengan Sega Sega Saturn (1994), dan Sony Play Station (1995), kemudian berkembang lagi menjadi 64 bit dengan Nintendo 64 (1996) dan kemudian 128 bit dengan Dreamcast dari Sega (1998) sampai akhirnya pada piranti lunak game yang memungkinkan pemainnya terkoneksi dengan pemain lain, sebagian bahkan dapat dengan orang asing, melalui jaringan telepon atau internet yang juga mulai marak di pasaran, contohnya yaitu Counter Strike (CS) dan Ragnarok (Yeyasa, 2005: [Online] http://www.google.co.id.)
Dengan melihat banyaknya jumlah video games maka dalam penelitian ini agar lebih terfokuskan peneliti membatasi pada video games dengan jenis seperti nintendo, Sega, dan Play Station (PS) saja, dimana jenis-jenis video games inilah yang lebih digemari oleh anak usia sekolah dasar karena cukup disambungkan melalui televisi atau komputer sehingga pemakaiannya tidak terlalu rumit seperti halnya dengan CS atau Ragnarok yang harus akses terlebih dahulu melalui internet.
E. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Seberapa besar pengaruh video games terhadap perkembangan sosial anak usia Sekolah Dasar?”
F. TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Untuk memperoleh gambaran umum secara empirik mengenai kebiasaan siswa
SD dalam bermain video games.
b. Untuk memperoleh gambaran umum secara empirik mengenai perkembangan sosial siswa SD yang memiliki kebiasaan bermain video games.
G. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa
konteks kepentingan berikut.
a. Bagi guru
Sebagai masukan dalam memahami perkembangan sosial anak usia sekolah dasar
yang memiliki kebiasaan bermain video games, agar guru dapat memberikan layanan bimbingan sesuai dengan permasalahan siswa yang berhubungan dengan
perkembangan sosialnya. b. Bagi orangtua
Sebagai masukan bagi orang tua perlunya mendampingi anaknya ketika bermain video games dan dalam memahami perkembangan sosial anak sehingga orang tua dapat mengontrol anak dalam bermain video games serta memberikan bimbingan kepada anaknya untuk mencapai perkembangan sosial yang optimal.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya. Dengan diketahuinya data tentang dampak kebiasaan bermain video games terhadap perkembangan sosial anak usia sekolah dasar, maka peneliti selanjutnya dapat menggali informasi lebih jauh mengenai kebiasaan bermain video games maupun perkembangan sosial anak usia sekolah dasar.
H. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka untuk memusatkan pada masalah yang akan diteliti, disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran umum kebiasaan siswa SD dalam bermain video games? 2. Bagaimana gambaran umum perkembangan sosial siswa SD yang memiliki
kebiasaan bermain video games?
I. ASUMSI PENELITIAN
Asumsi dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.
a) Akhir masa kanak-kanak sering disebut usia berkelompok yang ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas berteman dan meningkatnya keinginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok dan merasa tidak puas apabila tidak bersama teman-temannya sedangkan video games adalah permainan individual yang cenderung memisahkannya dari aktivitas yang melibatkan teman-teman sebayanya.
b) Salah satu tugas perkembangan sosial pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) yaitu belajar bergaul dengan teman sebaya, yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya maka pada usia tersebut sudah sepatutnya anak-anak diberi kesempatan dan pengalaman untuk bergaul dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya demi tercapainya tugas perkembangan tersebut.
c) Bermain video games akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak karena anak-anak tersebut tidak memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi
dan belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya jika mereka hanya duduk berjam-jam dengan bermain video games.
J. KAJIAN TEORI
1. Karakteristik Anak Usia SD
a. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
1) Perkembangan Fisik Siswa SD
Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan berat
badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 ‐13 tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐laki, Sumantri dkk
(2005).
Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD.
Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan kurang
lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki‐laki.
Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami
masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat.
Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat
dan lebih kuat daripada anak laki‐laki. Anak laki‐laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun.
Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati
puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai
dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12‐13 tahun. Anak
laki‐laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia
Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada
masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi.
Hampir setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan
dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri‐ciri seks primer dan
sekunder.
Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih
cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya
perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas.
2) Perkembangan Kognitif Siswa SD
Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan pola pikir. Tahap perkembangan kognitif individu menurut Piaget melalui empat stadium:
Sensorimotorik (0‐2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan
mendorong mengeksplorasi dunianya.
Praoperasional(2‐7 tahun), anak belajar menggunakan dan merepresentasikan
objek dengan gambaran dan kata‐kata. Tahap pemikirannya yang lebih
Operational Kongkrit (7‐11), penggunaan logika yang memadai. Tahap ini
telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit.
Operasional Formal (12‐15 tahun). kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
3) Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu. J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia
mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak‐kanaknya.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa
mereka "dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do it my self". Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur.
norma‐norma sosial dan kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu. Pada saat
anak‐anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan
perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak
laki‐laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok
menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang serius Teman‐teman
mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku. Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas besar SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja
adalah reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri.
Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan‐kemungkinan. Remaja mudah
dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sampai 22 tahun, umumnya telah mengembangkan suatu status pencapaian identitas.
b. Kebutuhan Peserta Didik Siswa SD 1) Anak SD senang bermain
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
2) Anak SD senang bergerak
Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat duduk
dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau
bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3) Anak usia SD senang bekerja dalam kelompok
Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya, mereka belajar aspek‐aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar
memenuhi aturan‐aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak
olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat
meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3‐4 orang
untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4) Anak SD senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu
secara langsung
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
menghubungkan konsep‐konsep baru dengan konsep‐konsep lama. Berdasar
pengalaman ini, siswa membentukkonsep‐konsep tentang angka, ruang, waktu,
fungsi‐fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD,
penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
c. Tugas Perkembangan Fase Anak-anak
Masa anak-anak (late childhood) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama sebagai berikut.
2) Keadaan fisik yang memungkinkan/mendorong anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani.
3) Memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, symbol, dan komunikasi yang luas.
Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa perkembangan kedua ini meliputi kegiatan belajar dan mengembangkan hal-hal sebagai berikut.
1) Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain, seperti lompat jauh, lompat tinggi, mengejar, menghindari kejaran, dan seterusnya.
2) Membina sikap yang sehat (positif) terhadap dirinya sendiri sebagai seorang individu yang sedang berkembang, seperti kesadaran tentang harga diri (self-esteem) dan kemampuan diri (self efficacy).
3) Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku di masyarakatnya.
4) Belajar memainkan peran sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita).
5) Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung
(matematika atau aritmatika).
6) Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan kehidupan sehari-hari.
7) Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan keyakinan
dan kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.
8) Mengembangkan sikap objektif/lugas baik positif maupun negative terhadap kelompok dan lembaga kemasyarakatan.
9) Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi sehingga menjadi dirinya sendiri yang independen (mandiri) dan bertanggung jawab.
2. Video Game terhadap Anak
Namun bila orang tua terlalu mengekang anak dan tidak mengijinkan akan bermain game, sudah pasti anak akan sembunyi-sembunyi dalam bermain game. Langkah paling bijak bagi orang tua adalah memberikan ijin kepada anak untuk bermain game dengan beberapa syarat dan "perjanjian" yang harus ditaati sang anak.
a. Definisi Video Games
Dalam kamus bahasa Indonesia “Game” adalah permainan. Permainan merupakan bagian dari bermain dan bermain juga bagian dari permainan keduanya saling berhubungan. Permainan adalah kegiatan yang kompleks yang didalamnya terdapat peraturan, play dan budaya. Sebuah permainan adalah sebuah sistem dimana pemain terlibat dalam konflik buatan, disini pemain berinteraksi dengan sistem dan konflik dalam permainan merupakan rekayasa atau buatan, dalam permainan terdapat peraturan yang bertujuan untuk membatasi perilaku pemain dan menentukan permainan. Game bertujuan untuk menghibur, biasanya game banyak disukai oleh anak – anak hingga orang dewasa. Games sebenarnya penting untuk perkembangan otak, untuk meningkatkan konsentrasi dan melatih untuk memecahkan masalah
dengan tepat dan cepat karena dalam game terdapat berbagai konflik atau masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya dengan cepat dan tepat. Tetapi game juga bisa merugikan karena apabila kita sudah kecanduan game kita akan lupa waktu
dan akan mengganggu kegiatan atau aktifitas yang sedang kita lakukan.
Anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain game pada jam-jam di luar
sekolah.
Tertidur di sekolah. Sering melalaikan tugas. Nilai di sekolah jeblok.
Berbohong soal berapa lama waktu yang sudah dihabiskan untuk ngegame. Lebih memilih bermain game daripada bermain dengan teman.
Menjauhkan diri dari kelompok sosialnya (klub atau kegiatan ekskul). Merasa cemas dan mudah marah jika tidak ngegame
Sementara gejala-gejala fisik yang bisa menimpa seseorang yang kecanduan game
antara lain:
1) Carpal tunnel syndrome (gangguan di pergelangan tangan karena saraf tertekan, misalnya jari-jari tangan menjadi kaku).
2) Mengalami gangguan tidur. 3) Sakit punggung atau nyeri leher. 4) Sakit kepala.
5) Mata kering.
6) Malas makan / makan tidak teratur.
7) Mengabaikan kebersihan pribadi (misal: malas mandi)
b. Dampak Video Games terhadap Anak
Mungkin dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, anak-anak masih akrab dengan jenis permainan (game) yang bersifat sosial, misalnya permainan petak umpet. Namun sekarang, mereka jauh lebih akrab dengan permainan yang individualis (bisa bermain sendirian dirumah) seperti bermain playstation dan x-box. Nah, hal inilah yang akan kita bahas pada kali ini. Banyak dampak bagi anak dengan trend game masa sekarang ini. Baik itu dampak positif, maupun negatif.
Dampak negatif video games terhadap anak yaitu sebagai berikut:
1) Tidak sedikit permainan PlayStation menayangkan adegan kekerasan, misalnya perkelahian atau penembakan. Bila permainan ini disuguhkan pada anak kecil yang benar-benar lugu dan tidak mengerti tentang kekerasan, ia bisa saja menirunya di dunia nyata.
2) Pengaruh PlayStation yang juga sangat buruk adalah anak-anak bisa kecanduan, sehingga menjadi lupa waktu dan meninggalkan pekerjaan lain yang lebih bermanfaat. Misalnya menjadi malas belajar, hal ini pasti merugikan anak-anak. 3) Walau PS bisa meningkatkan sosialisasi, tak jarang anak-anak yang lebih suka
menyendiri untuk bermain PS. Mereka umumnya menjadi anak yang cuek dan
tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
4) Pengaruh PlayStation juga meliputi kesehatan. Dampak buruk PS pada kesehatan bisa bermacam-macam.
5) Anak-anak bisa terserang gangguan penglihatan karena terlalu lama terkena cahaya video game. Selain itu, biasanya anak-anak bermain PS dalam jarak dekat dengan monitor/televisi.
6) Pertumbuhan tulang juga bisa tidak bagus karena anak-anak akan sering duduk dan biasanya cenderung membungkuk. Tangan dan jari juga bisa terkena rasa nyeri karena selalu bergerak saat bermain PS.
7) Dampak buruk PlayStation yang lain adalah membuat anak menjadi boros.
Selain dampak negatif, video games juga memiliki dampak potifi terhadap anak, yaitu:
1) Aktivitas Fisik
Ada banyak video game di pasaran yang dalam pengoperasiannya memerlukan beberapa jenis aktivitas fisik. Apakah itu menari atau bermain gitar. Di sinilah dibutuhkan kecerdikan orang tua untuk memiliki jenis game untuk anak-anak mereka, yang dapat memaksa mereka (anak-anak) untuk bergerak ketimbang harus duduk di sofa sepanjang hari.
2) Kebugaran dan Gizi
Banyak game yang menggabungkan unsur kebugaran, gizi dan hidup sehat sebagai tujuan utama permainan. Bahkan tidak sedikit game yang menyajikan tujuan utama permainan mereka pada kebugaran fisik, yang bertujuan mendorong para pemain untuk menurunkan berat badan untuk mempertahankan gaya hidup sehat.
3) Koordinasi mata dan tangan
Bermain video game sebenarnya dapat meningkatkan ketangkasan anak Anda,
yang sangat berguna untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Sebenarnya banyak jenis olahraga yang dapat dilakukan untuk meningkatkan koordinasi antara tangan dan mata, tetapi hal itu kurang menarik keinginan anak-anak untuk mencobanya.
4) Keterampilan sosial
Kurangnya keterampilan sosial dan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain secara teratur dapat merusak perkembangan anak dan bahkan menyebabkan depresi. Anak-anak yang pemalu dan kurang percaya diri ketika bersosialisasi dengan teman mereka mungkin akan lebih mudah membuka diri saat bermain video game. Dengan bermain game online, anak-anak dapat berinteraksi dengan banyak orang, bahkan orang yang tidak mereka kenal.
5) Peningkatan kemampuan belajar
Video game telah berkembang ke titik di mana penggunanya harus mengambil kendali dan berpikir sendiri. Bahkan banyak permainan yang mendorong anak untuk menjadi sabar dan kreativ dalam memecahkan sebuah teka-teki sebelum mereka dapat maju ke tahap berikutnya.
6) Sportivitas dan adil
Sportivitas dan adil (fair play) adalah nilai-nilai yang umum dikembangkan dalam olahraga dan organisasi. Game secara tidak langsung menawarkan Anak Anda nilai-nilai ini, terutama saat bersaing satu sama lain.
7) Mengurangi stres
Stres tidak hanya dialami oleh orang tua tetapi juga anak-anak. Beberapa orang tua terkadang menaruh harapan dan tuntutan yang sebenarnya anak-anak mereka tidak suka, misalnya terkait hobi dan belajar. Bermain game dapat menjadi jalan keluar bagi anak Anda lepas dari tekanan untuk mengurangi tingkat stres.
8) Kerja tim
Kerjasama dan kebutuhan untuk membangun team work kuat pengaruhnya saat anak bermain video game. Beberapa game online misalnya, yang membutuhkan
sebuah kerjasama tim untuk mencapai kemenangan. 9) Mengatasi rasa sakit
Bermain video game bisa menjadi sarana untuk mengatasi rasa sakit fisik atau
emosional, misalnya, pada orang yang sedang menderita suatu penyakit di mana hanya dapat melakukan aktivitas di kamar tidur.
10)Membuat orang senang
c. Solusi Kecanduan Video Game
Namun demikian ada tips-tips yang bisa diterapkan para orang tua untuk menjaga anaknya agar tidak terlalu kecanduan game. Berikut beberapa tips yang patut dicoba:
1) Hindari perilaku otoriter
Jangan larang anak bermain game dengan merebut paksa alat game miliknya. Tindahan ini hanya menghentikan sementara kebiasaan. Sebaliknya, hal ini bisa membuat anak “lebih berani” dan balik memusuhi Anda
2) Ajak bicara baik-baik
Luangkan waktu untuk anak dan ajak bicara baik-baik dan buat perjanjian mereka hanya bisa bermain game di waktu libur.
3) Alihkan perhatian
Coba alihkan perhatian anak dengan beragam kegiatan sehingga hari mereka menjadi padat. Bisa les basket, vokal, atau bahasa. Tapi setelah itu bawa mereka berjalan-jalan untuk merefresh pikiran. Semoga dengan cara ini pikiran mereka teralihkan dari game.
4) Seleksi jenis game
Pilih game yang sesuai dengan usia anak. Game yang bisa merangsang daya nalar, pengetahuan, menghibur, imajinasi dan kreatifitas anak. Hindari game
yang mengandung kekerasan seperti adegan orang berkelahi.
K. PROSEDUR PENELITIAN
Didalam pelaksanaan suatu penelitian harus ditentukan metode yang akan digunakan terlebih dahulu, sehingga dengan penetapan metode penelitian akan memandu atau mengarahkan seseorang dalam melakukan penelitian. Maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
berlangsung tersebut berkenaan dengan dianalisis untuk kemudian ditarik kesimpulan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif sehingga memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisisan data hasil penelitian dengan menggunakan perhitungan statistik.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non tes dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa angket/ kuesioner.
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SD Sekejati 3 Bandung Jl. Cidurian Utara No. 22 Bandung.
Waktu penelitian adalah empat bulan terhitung mulai bulan Februari
sampai dengan Mei 2013. Urutan kegiatan beserta jadwal pelaksanaannya
disajikan pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Bulan ke
1 2 3 4 1. Tahap Pertama: Penyusunan Proposal Penelitian
a. Menyusun Proposal Penelitian *
b. Seminar Proposal Penelitian *
c. Perbaikan Proposal Penelitian *
2. Tahap Kedua: Penulisan Skripsi
a. Penyusunan kuesioner *
b. Menyebarkan kuesioner *
c. Analisis dan pengolahan data *
d. Penulisan Laporan * *
3. Tahap Ketiga: Pelaporan Akhir
a. Konsultasi terakhir *
b. Perbaikan Laporan *
c. Penyerahan Laporan *
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini yaitu anak-anak sekolah dasar yang memiliki kebiasaan bermain video games di SD Sekejati 3 dan sampel yang diambil dari populasi tersebut yaitu anak-anak sekolah dasar yang berusia antara 10-12 tahun atau kelas IV, kelas V, dan kelas VI. Ditentukannya populasi dan sampel penelitian ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.
a. Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan sosial anak-anak yang terbiasa bermain video games.
b. Dilihat dari tempat penelitian yaitu tempat yang memungkinkan terdapat banyak anak yang terbiasa bermain video games.
c. Dilihat dari subjek penelitian, anak yang diteiliti adalah mereka yang telah berada pada tahap dimana kelompok teman sebaya telah menjadi sebuah kebutuhan, dan ciri khas tersebut dimiliki oleh seorang anak yang berada pada masa anak-anak akhir atau mereka yang berusia antara 10-12 tahun atau berada di kelas IV, kelas V, dan kelas VI Sekolah Dasar.
Sampel penelitian ini diambil secara acak (random), yang mana semua anggota populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.
Merujuk pada pendapat di atas maka penentuan jumlah sampel dapat dirumuskan sebagai berikut:
� = �% + − �
− (� %− �%) Dimana:
S = Jumlah sampel yang diambil N = jumlah anggota populasi
�= 15% +1000−120
1000−100(50%−15%)
= 15% +880
900(35%)
= 15% + 0,978 (35%) = 15% + 34,23% = 49,23%
= 0,4923
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, ukuran sampel yang diambil adalah 49,23% dari jumlah keseluruhan populasi. Maka jumlah sampel penelitian ini adalah 120 x 0,4923 = 59,076 dibulatkan menjadi 60 siswa. Penyebaran
anggota sampel penelitian yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Jumlah Anggota Subjek Penelitian
Sampel Populasi Hitungan Subjek Penelitian Kelas IV 40 40 x 59 :120 = 19,67 20 20
Kelas V 40 40 x 59 :120 = 19,67 20 20
Kelas VI 40 40 x 59 :120 = 19,67 20 20
L. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Dalam penelitian ini terdapat dua buah variabel yang akan diteiti, yaitu kebiasaan bermain video games dan perkembangan sosial anak usia sekolah dasar. Berikut dijelaskan definisi operasional kedua variabel tersebut.
1. Kebiasaan Bermain Video Games
Industri video game memang menggiurkan. Nilainya bahkan bisa mencapai sekitar 30 miliar dolar AS. Demam video game semakin marak ditemukan pada kelompok anak pra-remaja dan remaja di berbagai belahan dunia.
Anak laki-laki yang biasa bermain game di malam hari setelah mengerjakan pekerjaan rumah terancam mengalami masalah tidur dan daya ingat. Sebagaimana yang telah dimuat dalam jurnal Pediatrics. Dr. Markus dan tim meneliti 11 orang anak sehat yang berusia 12 hingga 14 tahun. Dr. Markus dan tim meneliti jam tidur malam mereka dan meminta mereka untuk menjalani tes memori verbal sebelum dan sesudah bermain game. Hasilnya, setelah memainkan game tersebut, anak-anak butuh waktu lama untuk tidur.
Sejumlah penelitian pada anak menunjukkan permainan game interaktif dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernafasan. Sistem syaraf juga lebih terangsang. Tes kognitif pra dan pasca game komputer juga
menunjukkan penurunan kemampuan daya ingat. Hal ini menunjukkan bahwa bermain game atau menonton film berdampak besar terhadap proses belajar, termasuk terhadap kemampuan mengingat hal-hal yang baru saja terjadi.
Bermain game cukup mengancam kegemaran membaca anak usia pra remaja. Dari sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan kebiasaan bermain game dapat membuat anak mengabaikan pekerjaan rumah dan lebih sedikit membaca.
Namun untuk setiap jam permainan, waktu anak untuk membaca berkurang dua menit. Waktu lainnya yang dihabiskan untuk berolahraga dan beraktivitas lainnya di akhir pekan berkurang selama 8 menit. Sementara itu, di kalangan anak perempuan, tiap jam yang dihabiskan untuk bermain game di hari biasa mengurangi waktu mengerjakan pekerjaan rumah sebanyak 34 menit.
Jika video game dimainkan sekali-sekali, video game tidak berbahaya. Namun jika dilakukan berlebihan, kebiasaan ini dapat mengganggu ritme kehidupan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, dan aktivitas keseharian lainnya. Jika game sampai mengendalikan perilaku dan kehidupan sehari-hari seseorang, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan video game irasional.
2. Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar
Berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu. J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.
Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Perkembangan sosial juga bisa diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama.
Perkembangan sosial pada anak usia SD/MI ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.
Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti membersihkan kelas dan halaman sekolah, maupun tugas yang membutuhkan pikiran.
Tugas-tugas kelompok ini haruslah memberikan kesempatan kepada setiiap peserta didik atau siswa untuk menunjukkan prestasinya. Dengan bekerja kelompok, siswa dapat belajar tentang bagaimana cara ia bersosialisasi, bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggung jawab.
M. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
Agar diperoleh data yang akurat dan representatif, banyak teknik yang digunakan dalam pengumpulan data. Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket/kuesioner.
Dalam penelitian ini, angket yang disusun oleh peneliti diberikan kepada beberapa anak usia 10 tahun sampai 12 tahun atau berada di kelas IV, kelas V, dan kelas VI Sekolah Dasar. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Angket untuk mengungkap kebiasaan anak-anak usia sekolah dasar dalam bermain video games yang dikonstruksi oleh peneliti; dan
b. Angket untuk mengungkap perkembangan sosial anak usia sekolah dasar yang
terbiasa bermain video games yang dikonstruksi oleh peneliti.
N. TEKNIK ANALISIS DATA PENELITIAN
1. Verifikasi Data
Verifikasi data ini dilakukan untuk menyeleksi data yang terkumpul, sehingga dapat diketahui siswa yang tidak mengisi alat pengumpul data secara lengkap.
2. Penyekoran Data
Setelah terkumpul data-data yang dapat digunakan, langkah selanjutnya yaitu melakukan penyekoran dari butir-butir item terhadap sampel secara keseluruhan.
3. Pengolahan Data
Berdasarkan pertanyaan dan tujuan penelitian, peneliti melaksanakan langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:
a. Mengukur gambaran umum tiap variabel dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Memberikan skor untuk setiap butir item.
2) Mengukur gambaran umum skor siswa SD sampel dengan menggunakan profil skor setiap item.
b. Pengujian asumsi statistik yang melalui tahap-tahap sebagai berikut. 1) Uji normalitas distribusi, dengan tujuan untuk menentukan apakah
pengolahan data selanjutnya menggunakan analisis statistik parametrik
atau statistik non parametrik.
2) Uji korelasi, untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas X (kebiasaan bermain video games) dengan variabel terikat Y (perkembangan sosial anak usia sekolah dasar) sehingga diketahui seberapa besar hubungan variable X terhadap variabel Y.
O. DAFTAR PUSTAKA
Hawadi, R. A. (2001). Psikologi Perkembangan Anak (Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak). Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hurlock, E.B. (1978). Child Development. Alih bahasa (1991). Tjandrasa, M. M. dan Zarkasih, M. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psichology: A Life Span Approach. Alih Bahasa (1997). Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Mitra. (2009). Kecanduan Bermain Games. [Online]. Tersedia:
http://mitrafm.com/2009/01/12/kecanduan-bermain-video-games/. (21 Desember 2012).
Purwitasari, Yayu Resti. (2012). Kecanduan Game Online pada Anak-Anak. [Online]. Tersedia: http://ayussoulimage.blogspot.com/2012/04/kecanduan-game-online-pada-anak-anak.html. (1 Januari 2013).
Safitri, Ayu. (2010). Definisi Game. [Online]. Tersedia:
http://ayusafitri89.blogspot.com/2010/02/definisi-game.html. (1 Januari 2013) Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Yesaya, S. (2005). Pustaka Anak-Anak Jepang di Era Multimedia. Googles [Online]. Tersedia: http://www.google.co.id. (18 Desember 2012).
Yusuf, S. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
_________. (2012). Karakteristik Perkembangan Anak Usia SD. [Online]. Tersedia:
http://kuliah-sovie.blogspot.com/2012/04/karakteristik-perkembangan-anak-usia-sd.html. (22 Desember 2012).
_________. (2012). Dampak Game terhadap Anak. [Online]. Tersedia: