• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Indonesia Sebagai Mediator Dalam K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Indonesia Sebagai Mediator Dalam K"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Indonesia Sebagai Mediator Dalam Konflik Asimetris Di Libya

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu Dalam

Mata Kuliah Politik Islam Global

Oleh:

Muhammad Darmawan Ardiansyah

NIM: 1112113000007

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Tiga tahun lalu, telah terjadi pergolakan politik di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Pergolakan politik terjadi akibat ketidakpuasan masyarakat di wilayah tersebut terhadap pemerintahan yang otoriter. Peristiwa ini lebih dikenal dengan Arab Spring1, yang

dimana pergolakan politik di suatu negara mempengaruhi kondisi politik di negara sekitarnya, sehingga menyebabkan kekacauan politik yang berujung pada revolusi masif di wilayah semenanjung Arab dan sekitarnya.

Salah satu konflik paling berdarah akibat peristiwa ini terjadi di Libya pada saat pemerintahan Moammar Qadhafi berkuasa. Konflik Libya berawal dari adanya demonstrasi besar-besaran menuntut dibebaskannya Fathi Terbil yang merupakan seorang pengacara dan aktivis HAM.2 Selain itu, para demonstran juga menuntut penegakan HAM, demokrasi, serta lengsernya rezim Qadhafi dari pemerintahan. Akan tetapi, demonstrasi yang terjadi pada tanggal 15 Februari 2011 tersebut berubah menjadi ajang kerusuhan, dimana terjadi bentrokan antara para demonstran dengan aparat.

Tindakan represif pemerintah Libya terhadap para demonstran yang berujung pada jatuhnya korban jiwa menjadi awal dari cerita kejatuhan rezim Qadhafi. Pada tanggal 17 Februari 2011,3 rakyat Libya menyatakan bahwa tanggal tersebut menjadi “Hari Kemarahan”, dimana seluruh rakyat Libya bersatu padu dalam menggulingkan rezim Qadhafi yang otoriter. Sejak saat itulah terjadi perang saudara antara pihak sipil dan oposisi melawan pihak yang pro rezim Qadhafi.

Perang yang tidak seimbang menimbulkan korban jiwa sangat banyak di pihak sipil dan oposisi. Hal ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat internasional terhadap kekejaman rezim Qadhafi membantai rakyatnya sendiri. Sejak saat itu AS dan aliansi militernya mengirimkan pasukan dan mendirikan pangkalan militer di kota Benghazi dan Tobruk yang telah jatuh ke tangan oposisi.4

1 Primoz Manfreda,”Definition of the Arab Spring,”http://middleeast.about.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:20.

2 Chris McGreal,”Dispatch from Libya: the courage of ordinary people standing up to Gaddafi,”

http://www.theguardian.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:24. 3 Salah Nasrawi,”Libya Protests: Anti-Government Protesters Killed During ‘Day of Rage’,”

http://www.huffingtonpost.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:28.

(3)

Semakin buruknya kondisi Libya dari hari ke hari menimbulkan keprihatinan yang sangat mendalam di benak masyarakat internasional. Keprihatinan masyarakat internasional mendapat respon dari dewan keamanan PBB. Akhirnya pada tanggal 17 Maret 2011 dewan keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi sebagai respon terhadap kondisi yang sedang terhadap di Libya.5

Sejak dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973 memberikan legitimasi yang sah terhadap pihak asing untuk melakukan intervensi kemanusiaan di Libya. NATO menjadi kendaraan bagi pihak asing dalam melakukan operasi yang dinamakan “Operation Unified Protector”. Sejak saat itu rezim Qadhafi mendapat serangan yang masif dari darat, laut, dan udara.6 Dikeluarkanya resolusi tersebut sebagai tindak lanjut dari Resolusi Dewan Keamanan No. 1970 yang kurang efektif dalam menekan rezim Qadhafi untuk menghentikan tindakan represifnya.7

Tindakan PBB dalam melegitimasi intervensi asing melalui NATO menimbulkan permasalahan tersendiri. Seharusnya dengan adanya intervensi kemanusiaan di Libya oleh pihak asing memberikan harapan baru untuk menatap masa depan yang lebih baik. Akan tetapi, pada kenyataanya sejak kejatuhan rezim Qadhafi tiga tahun yang lalu, kondisi Libya belum menunjukkan tanda-tanda menuju rekonstruksi ulang secara signifikan, baik secara sosial maupun politik.

Bahkan, yang terjadi adalah persaingan dalam memperebutkan kekuasaan.8 Persaingan ini terjadi antara pihak-pihak yang sebelumnya tergabung dalam oposisi melawan rezim kekosongan pemerintahan di Libya. Kekosongan politik memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang haus kekuasaan untuk mengisi kekosongan tersebut. Hal ini mengakibatkan

5 The Guardian Reporter,”UN security council resolution 1973 on Libya,”http://www.theguardian.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13;39.

6 Simon Rogers,”NATO operations in Libya: data journalism breaks down which country does what,”

http://www.theguardian.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:42.

7 Simon Adams,”Emergent Powers: India, Brazil, South Africa and R2P,”http://www.huffingtonpost.com/. DIakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:45.

(4)

perpecahan di pihak oposisi, yang berujung pada perang saudara baru pasca jatuhnya rezim Qadhafi. Terbukti intervensi asing (militer) tidak selalu memberikan efek yang baik terhadap penyelesaian sebuah konflik. Malah yang terjadi adalah menimbulkan konflik baru seperti yang terjadi di Libya saat ini.

B. Kerangka Metodologis.

Dalam makalah ini, penulis menggunakan perspektif resolusi konflik. Adapun resolusi konflik itu sendiri adalah metode dan proses penyelesaian konflik dengan cara yang damai.9 Dengan kata lain, resolusi konflik merupakan sebuah cara dimana pihak yang sedang bertikai mencoba untuk menyelesaikan konflik dengan cara mengkomunikasikan satu sama lain mengenai perbedaan kepentingan yang mereka miliki, dengan berbagai bentuk cara dan prosedur penyelesaian konflik yang sudah ditetapkan. Seperti negosiasi, diplomasi, mediasi dan tahapan-tahapan dalam membangun sebuah perdamaian. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang efektif dan efisien tanpa harus melakukan kontak fisik seperti peperangan.

Selanjutnya, untuk menganalisa permasalahan ini penulis menggunakan metode mediasi sebagai media/alat dalam menyelesaikan sebuah konflik. Pengertian dari mediasi itu sendiri adalah sebuah bentuk usaha dalam menyelesaikan konflik dengan cara melibatkan pihak ketiga. Dalam konteks ini pihak ketiga harus menjadi pihak netral dalam mengkomunikasikan berbagai permasalahan di antara kedua belah pihak. Dengan kata lain, dalam menyelesaikan sebuah konflik dibutuhkan peran mediator yang tidak memiliki keberpihakan serta kepentingan apapun terhadap kedua pihak yang sedang berkonflik.10

C. Pertanyaan penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi Indonesia jika menjadi mediator dalam konflik asimetris yang terjadi di Libya. Berdasarkan pengalaman historis Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus pemberontakan serta konflik-konflik etnis dalam negeri. Maka dari itu, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

9 Budi Siswantoro Satari,”Konsep-konsep Umum Dalam Resolusi Konflik,” Presentasi disampaikan pada mata kuliah Resolusi Konflik pertemuan ke - 4.

(5)

1. Seberapa besar potensi Indonesia sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik di Libya?

2. Hambatan apa saja yang mungkin muncul dalam penyelesaian konflik tersebut?

D. Studi Pustaka.

1. Skripsi yang ditulis oleh Sofyan Patrich Layuk yang berjudul “Intervensi Militer NATO Dalam Krisis Politik Libya” tahun 2013. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai apa saja yang melatar belakangi NATO melakukan intervensi militer ke Libya. Salah satunya adalah tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Moammar Qadhafi terhadap para demonstran yang menuntutnya mundur dari kursi pemerintahan.

Tindakan represif Qadhafi terhadap para demonstran yang menimbulkan korban jiwa tidak membuat takut para demonstran. Justru dengan jatuhnya korban jiwa menjadi pemicu semangat bagi para demonstran untuk melakukan revolusi pemerintahan dengan cara menggulingkan rezim Qadhafi yang sangat otoriter. Hal ini mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan penentang yang tergabung dalam pihak oposisi melawan rezim Qadhafi. Adanya ketidakseimbangan kekuatan antara dua kubu yang menyebabkan banyaknya korban sipil berjatuhan menjadi alasan utama NATO untuk melakukan intervensi kemanusiaan.

2. Skripsi yang kedua ditulis oleh Hudaf Mandhaga yang berjudul “Intervensi Amerika Serikat Melalui Aliansi NATO Di Libya Pada Tahun 2011” tahun 2013. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai sejarah hubungan bilateral antara AS dan Libya sebelum terjadinya konflik di wilayah tersebut. Adanya gelombang pasang surut hubungan AS dengan Libya mengakibatkan AS khawatir terhadap berbagai ancaman yang mungkin saja timbul bagi kepentingannya di wilayah tersebut.

Gelombang Arab Spring menjadi pintu bagi AS untuk melindungi kepentingannya di wilayah tersebut. Kondisi politik yang kacau di Libya dimanfaatkan oleh AS untuk melindungi serta memasukkan kepentingan-kepentingannya dengan dalih intervensi kemanusiaan. Melalui resolusi Dewan Keamanan PBB dengan cara mengendarai NATO, AS melancarkan aksinya.

(6)

media dalam pembentukan sebuah kebijakan luar negeri. Di mana kedua pihak masing-masing memiliki kekuatan yang potensial dalam mempengaruhi satu sama lain.

Dari studi pustaka di atas, makalah ini memiliki perbedaan dengan tulisan-tulisan tersebut. Penulis mempunyai fokus terhadap potensi Indonesia sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik di Libya. Bukan intervensi militer seperti resolusi Dewan Keamanan PBB yang malah menimbulkan masalah baru di wilayah tersebut. Dengan kata lain, penulis ingin melihat seberapa efektif penyelesaian konflik Libya jika ditangani oleh Indonesia. E. Asumsi Penelitian.

Sebenarnya potensi Indonesia dalam menyelesaikan konflik ini tidak terlalu besar. Hal ini dapat kita lihat dari masih banyaknya terjadi konflik-konflik dalam negeri yang masih saja berlangsung hingga saat ini. Akan tetapi berdasarkan pengalaman serta citra Indonesia di mata internasional, penulis mengasumsikan bahwa Indonesia bisa memaksimalkan potensinya sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik asimetris yang terjadi di Libya. Maka dari itu, hipotesis sementara penulis adalah bahwa Indonesia bisa menjadi mediator yang handal jika Indonesia memiliki niat dan keinginan yang kuat dalam mencipatakan perdamaian dunia, khususnya perdamaian di Libya.

ANALISA

A. Potensi Indonesia sebagai mediator dalam konflik Libya.

(7)

Qadhafi pun konflik di Libya belum terselesaikan. Akibat dari adanya perebutan kekuasaan di tengah kacaunya situasi politik yang melanda negeri tersebut.

Hal ini membuktikan bahwa intervensi kemanusiaan yang dilakukan oleh NATO tidaklah efektif dan efisien dalam menyelesaikan konflik tersebut. Malah yang terjadi adalah munculnya konflik baru di antara sesama pihak oposisi yang terpecah-belah. Maka dari itu, dalam menyelesaikan konflik tersebut diperlukan mediator yang handal dalam mengkomunikasikan solusi yang tepat dengan kedua belah pihak agar menghentikan konflik di antara mereka. Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang mempunyai kemampuan dalam hal itu.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.11 Selain itu Indonesia juga merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia berdasarkan luas wilayahnya.12 Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, tentunya Indonesia mempunyai komitmen yang sangat besar dalam menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan HAM.

Komitmen Indonesia tersebut dapat kita lihat dari aktifnya Indonesia untuk mengirimkan pasukan perdamaiannya ke wilayah-wilayah konflik di bawah wewenang PBB,13 menjadi salah satu negara pencetus gerakan non-blok pada masa perang dingin,14 serta kondisi politik dalam negeri yang penuh dengan nilai-nilai demokratis walaupun Indonesia masih tergolong belum lama merdeka. Terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota dewan HAM PBB menunjukkan bahwa dunia internasional memiliki harapan yang besar terhadap Indonesia untuk menegakkan nilai-nilai HAM yang sangat krusial.15

Dalam hal ini kita juga harus melihat posisi Indonesia dalam sistem Internasional. Perlu diketahui bahwa Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis dalam sistem internasional. Hal ini dapat kita lihat dari kontribusi Indonesia sebagai salah satu negara pencetus dalam pembentukan berbagai organisasi, gerakan, maupun keanggotaannya dalam

11 BBC Reporter,”Indonesia Profile,” http://www.bbc.com/ . Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:35.

12 Kate Lamb,”Five reasons why Inondesia’s presidential election matters,” http://www.theguardian.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:38.

13 Nani Afrida,”Indonesia sends UNFIL mission to Lebanon,” http://www.thejakartapost.com/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:41.

14 Foreign Affairs Department Republic of Indonesia,”Non-Aligned Movement,” http://www.kemlu.go.id/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:43.

(8)

organisasi internasional seperti ASEAN, gerakan Non-Blok, OKI, G-20, OPEC (Keluar pada tahun 2009), dan organisasi-organisasi internasional lainnya.

Selain dari keanggotaannya dalam organisasi internasional, Indonesia juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan negara-negara yang notabene merupakan pemain utama dalam sistem internasional seperti AS, Cina, Rusia, Inggris, Jepang, dan negara-negara lainnya. Yang terpenting adalah bahwa Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara di Barat dan Timur yang merupakan rival pada masa perang dingin, serta negara-negara di Timur Tengah yang menjadi pusat perhatian internasional pada saat ini.

Untuk menunjukkan betapa strategisnya posisi Indonesia dalam sistem internasional dapat kita lihat dari pernyataan Menteri Luar Negeri Inggris, Bill Rammel yang menyatakan bahwa Inggris mempunyai harapan yang sangat tinggi terhadap Indonesia untuk memainkan peran yang sangat besar dalam penyelesaian konflik internasional, serta menjadi jembatan komunikasi dan kekuatan penengah/mediator antara negara-negara Barat dan Timur Tengah.

Hal ini juga ditegaskan oleh Jusuf Kalla setelah kunjungannya ke negara-negara Barat bahwa Barat menaruh harapan yang sangat besar agar Indonesia berperan aktif dalam menyelesaikan konflik internasional, serta menjadi pemain penting dalam usaha untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah dan sekaligus menjadi penengah dalam memperbaiki hubungan antara Barat dengan dunia Islam.16 Seperti yang telah kita ketahui, sejak peristiwa serangan 9/11 terhadap AS oleh teroris, hubungan antara dunia Barat dan dunia Islam mencapai puncaknya, akibat dari adanya dugaan keterkaitan antara Islam dan terorisme.

Jika kita perhatikan lebih lanjut fakta-fakta di atas, bahwa sejak dahulu Barat dan Timur Tengah/Dunia Islam, khususnya Libya, memiliki hubungan yang pasang surut dan cenderung tidak stabil. Bahkan hubungan ini memuncak pasca terjadinya peristiwa serangan 9/11, di mana AS dan sekutunya menggempur habis-habisan sebagian wilayah Timur Tengah sebagai balasan atas peristiwa tersebut. Tentunya serangan tersebut memberikan trauma yang mendalam khususnya bagi penduduk sipil. Bagaimana tidak, serangan tiada ampun yang menyerang berbagai objek, fasilitas-fasilitas sipil pun dihancurkan karena diduga menjadi tempat persembunyian para teroris.

(9)

Tentunya pasca serangan AS dan sekutunya ke Irak dan Afghanistan akan menimbulkan ketakutan serupa bagi negara-negara di sekitarnya jika mengalami peristiwa serupa. Tidak heran jika sebenarnya intervensi militer AS dan sekutunya ke Libya hanya akan menimbulkan masalah baru di wilayah tersebut. Pastinya hal ini sangat tidak diinginkan oleh rezim Qadhafi, sehingga kedatangan NATO menyebabkan perang yang lebih besar di Libya.

Di situlah terdapat celah bagi Indonesia untuk masuk sebagai pihak mediator dalam menyelesaikan konflik tersebut. Apabila Indonesia masuk ke celah tersebut, sebelum kedatangan NATO, maka kemungkinan hal ini akan lebih mudah diterima oleh pihak rezim Qadhafi dan oposisi untuk mengkomunikasikan masalah mereka dalam meja perundingan. Sehingga peristiwa-peristiwa berdarah semaksimal mungkin dapat dihindari dan dicegah agar tidak terulang kembali seperti sebelumnya.

Kemungkinan Indonesia lebih bisa diterima oleh Libya dari pihak lain menurut penulis adalah karena adanya kesamaan di antara kedua belah pihak. Sama-sama mayoritas penduduknya beragama Islam. Selain itu juga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari Israel melalui OKI, serta sama-sama menjadi anggota gerakan non-blok pada saat perang dingin. Di samping itu adanya kerjasama bilateral dan hubungan diplomatik yang sangat baik menjadi nilai tersendiri bagi Indonesia di mata Libya.

Dapat kita simpulkan dari sudut pandang tulisan di atas bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar sebagai mediator dalam penyelesaian konflik di Libya. Hubungan antar negara yang dijalin oleh Indonesia dengan negara-negara Muslim, Barat, maupun Timur yang sangat baik, komitmen Indonesia dalam mewujudkan perdamaian sesuai mandat UUD 45 dan piagam PBB, serta peran aktif Indonesia dalam berbagai organisasi internasional cukup memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap potensi Indonesia sebagai mediator dalam konflik tersebut.

B. Konflik dalam negeri: Modal Indonesia dalam menangani konflik di Libya.

(10)

Belum lagi konflik antar etnis yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia seperti, konflik Sampit, Poso, Ambon, Lampung, Sampang sering mewarnai pemberitaan media di Indonesia. Dengan kondisi yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya tentunya tidak mudah bagi Indonesia untuk mempertahankan keutuhan NKRI sampai saat ini. Dibutuhkan kesabaran yang ekstra bagi pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik dengan cara damai, walaupun membutuhkan proses yang cukup lama untuk mencapai kata sepakat. Karena jika Indonesia melakukannya dengan cara represif, maka yang terjadi adalah tumbuhnya rasa dendam yang mungkin dapat menjadi bumerang bagi pemerintah Indonesia.

Mungkin peristiwa konflik yang lebih mirip seperti yang terjadi di Libya adalah peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang menjadi tonggak reformasi di Indonesia. Sebenarnya latar belakang permasalahan ini adalah krisis ekonomi yang menyebabkan inflasi keuangan. Menyebabkan tingginya angka pengangguran dan masalah-masalah sosial lainnya. Lalu terjadi spillover ke isu-isu lainnya yang menyebabkan terjadinya reformasi. Faktor ekonomi, yakni kesejahteraan yang tidak merata juga menjadi pemicu awal dari terciptanya konflik di Libya.

Mungkin dengan memanfaatkan pengalaman-pengalaman Indonesia dalam menangani berbagai kasus konflik internal, dapat meningkatkan potensi Indonesia sebagai mediator dalam konflik asimetris yang terjadi di Libya. Dalam hal ini Indonesia bisa menjadi konsultan bagi Libya untuk memberikan nasihat serta saran yang mungkin bermanfaat dalam meredam dan mencegah eskalasi konflik. Sehingga pertumpahan darah di Libya dapat segera dihentikan dan tidak terulang lagi di masa depan.

KESIMPULAN

Konflik berdarah yang terjadi di Libya patut menjadi perhatian dunia internasional. Akan tetapi intervensi militer yang dilakukan oleh pihak asing hanya menambah daftar panjang penderitaan masyarakat Libya. Kegagalan intervensi pihak asing untuk menciptakan perdamaian di wilayah tersebut menunjukkan bahwa intervensi militer adalah alat yang paling tidak efektif dan efisien dalam menyelesaikan sebuah konflik.

(11)

sehingga malah menciptakan konflik yang baru. Motif dibalik intervensi militer yang dilakukan oleh AS dan sekutunya patut dipertanyakan ketulusannya. Apakah motif tersebut murni untuk melindungi penduduk sipil Libya dari kekejaman rezim Qadhafi atau hanya untuk melindungi dan menjaga kepentingan mereka di wilayah tersebut.

Penilaian dunia internasional terhadap Indonesia mengenai potensinya sebagai mediator dalam konflik ini patut dihargai. Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai penyeimbang dalam dunia internasional. Dalam hal ini bukan sebagai penyeimbang dari negara super power lainnya, akan tetapi, penyeimbang antara dunia Barat dan dunia Islam. Seperti yang telah disebutkan di atas, Indonesia mempunyai potensi tersebut, dengan harapan Indonesia bisa menjadi penengah, perantara, atau apapun dalam konteks hubungan Barat dan Islam.

Dalam konteks di atas seharusnya Indonesia mengambil sikap berdasarkan keputusannya sendiri. Bukan berdasarkan keputusan resolusi Dewan Keamanan PBB yang cenderung kaku dan sangat konvensional. Maksud penulis disini bukan berarti menentang keputusan tersebut, akan tetapi Indonesia mengambil inisiatif sendiri untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan tetap menghormati segala keputusan internasional tanpa melanggarnya.

Untuk menyelesaikan konflik memang dibutuhkan inisiatif sendiri agar konflik tersebut dapat ditangani secara efektif dan efisien. Jika Indonesia terlalu terpaku dengan segala keputusan-keputusan internasional, maka dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak akan bisa memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya dalam menyelesaikan konflik internasional, khususnya konflik yang terjadi di Libya. Maka dari itu, seharusnya Indonesia keluar dari kungkungan internasional yang penuh dengan kepentingan-kepentingan nasional dari negara tertentu saja. Hal ini demi mewujudkan kepentingan bersama dunia internasional, yaitu terciptanya perdamaian di seluruh wilayah di dunia ini.

DAFTAR PUSTAKA

Satari Siswantoro Budi, ”Konsep-konsep Umum Dalam Resolusi Konflik”, Presentasi disampaikan pada mata kuliah Resolusi Konflik pertemuan ke-4.

Satari Siswantoro Budi, ”Proses Mediasi dan Negosiasi”, Presentasi disampaikan pada mata kuliah Resolusi Konflik pertemuan ke-8.

(12)

Fahlesa Munabari, Surya Satria Mandala, ”Analisis Respon Tajuk Rencana Harian Jakarta Post Dan New York Times Terhadap Intervensi Militer Di Libya Tahun 2011”, Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur, Vol. 7, No.1, 2012.

Hudaf Mandhaga, ”Intervensi Amerika Serikat Melalui Aliansi NATO Di Libya Pada Tahun 2011”, Skripsi ditulis pada tahun 2013, Program Studi Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sofyan Patrich Layuk, ”Intervensi Militer NATO Dalam Krisis Politik Libya”, Skripsi ditulis pada tahun 2013, Program Studi Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin. Sumber Online:

Azra Azyumardi, ”Indonesia Kekuatan Penengah”, http://bpi.fidkom.uinjkt.ac.id/indonesia-kekuatan-penengah/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:48.

Afrida Nani, ”Indonesia sends UNFIL mission to Lebanon”,

http://www.thejakartapost.com/news/2014/12/11/indonesia-sends-unfil-mission-lebanon.html. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:41.

Adams Simon, ”Emergent Powers: India, Brazil, South Africa and R2P”,

http://www.huffingtonpost.com/simon-adams/un-india-brazil-south-africa_b_1896975.html. DIakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:45.

BBC Reporter, ”Indonesia Profile”, http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-14921238. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:35.

Foreign Affairs Department Republic of Indonesia, ”Non-Aligned Movement”, http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?

Name=MultilateralCooperation&IDP=3&P=Multilateral&l=en. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:43.

Lamb Kate, ”Five reasons why Inondesia’s presidential election matters”,

http://www.theguardian.com/world/2014/jul/07/five-reasons-why-indonesia-presidential-election-matters. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:38. Manfreda Primoz, ”Definition of the Arab Spring”,

http://middleeast.about.com/od/humanrightsdemocracy/a/Definition-Of-The-Arab-Spring.htm. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:20.

(13)

Muhaimin, ”Semakin Kacau, Libya Bisa Menjadi Suriah kedua”,

http://international.sindonews.com/read/941747/44/semakin-kacau-libya-bisa-menjadi-suriah-kedua-1419414376. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:48. Nasrawi Salah, ”Libya Protests: Anti-Government Protesters Killed During ‘Day of Rage’”,

http://www.huffingtonpost.com/2011/02/17/libya-protests-antigovern_0_n_824826.html. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:28. Rogers Simon, ”NATO operations in Libya: data journalism breaks down which country does

what”, http://www.theguardian.com/news/datablog/2011/may/22/nato-libya-data-journalism-operations-country. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13:42. The Guardian Reporter, ”UN security council resolution 1973 on Libya”,

http://www.theguardian.com/world/2011/mar/17/un-security-council-resolution. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014, pukul 13;39.

UN News Centre, ”General Assembly elects 15 members to UN Human Rights Council”,

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=49133#.VI551cnt5Ks. Diakses pada

tanggal 30 Desember 2014, pukul 17:46. Yuli, ”Pasukan AS disiagakan dekat Libya”,

Referensi

Dokumen terkait

$EVWUDN 3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ XQWXN PHQJNDML GDQ PHQGHVNULSVLNDQ SUDNWLN - SUDNWLN NHZLUDXVDKDDQ JHUHMD EHUDOLUDQ SHQWDNRVWDO GDODP PHQJHQWDVNDQ NHPLVNLQDQ GL .RWD :DPHQD

Hal lain yang juga mungkin terjadi adalah suatu keadaan di mana penganalisis leksikal tidak dapat melanjutkan proses karena tidak satupun pola untuk token yang cocok dengan

Latar Belakang : Prevalensi ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronik (KEK) pada tahun 2015 di Kabupaten Bantul yaitu 35,4% Kota Yogyakarta dan Sleman yaitu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan minat belajar dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran ARIAS dengan mengoptimalkan alat peraga. Penelitian

harmoni di tempat tinggal mereka. Menjaga persatuan dan ukhuwah untuk kemajuan bangsa. Sebagai arsitek, manfaat yang dapat diperoleh yakni menambah wawasan mengenai

Maka fungsi fukushi mada pada data 7 ini adalah kata – kata yang dikatakan oleh Kobayashi yang menjawab keluhan ogata pada saat itu, kalimat tersebut yaitu

Fungsi yang jelas pada hasil yang di dapatkan pada penelitian ini adalah bahwa pati tapai padat (brem) efektif sebagai pendispersi, korigensia dan dapat mempengaruhi

- MOV AL,177 merupakan register AL yang diisi kode ASCII karakter yang akan dicetak yaitu mencetak karakter kotak dengan ketebalan sedang. - MOV BX,2*80 merupakan kode yang