IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN
(RECHTMATIGHEID)
MAJELIS KEHORMATAN DALAM
PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK
TIM PENELITI
Prof. DR. I WAYAN PARSA, SH., M.Hum. (19591231 198602 1 007) KADEK SARNA, SH., M.Kn. (19810424 2008 121 002)
Latar Belakang
pengawasan dan pembinaan, sebelum dicabut oleh pasal 91
Undang-undang
No.30
tahun
2004,
pengawasan,
pemeriksaan
dan
penjatuhan sanksi dilakukan oleh Badan peradilan yang berada di
bawah Departemen Kehakiman sebagaimana pernah diatur dalam :
• pasal 140
Regelement op de Rechtstelijke Organisatie en Het Der
justitie
(Stb. 1847 No. 23),
• pasal 96
Reglement Buitengewesten,
• pasal 3
Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen-Lembaran
• pasal 3
Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen-Lembaran
Negara 1946 Nomor 135
•
Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris.
• Pasal 2 Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman
Berlakunya UUJN (Undang-Undang No.30 tahun 2004) pengawasan
dan pembianaan yang semula dilakukan oleh lembaga peradilan
dicabut dan diganti dengan menciptakan lembaga baru yang disebut
dengan Majelis Pengawas Notaris yang terdiri dari (Pasal 67 UUJN) :
• Majelis Pengawas Pusat,
• Majelis Pengawas Wilayah dan
• Majelis pengawas Daerah.
Munculnya Majelis Kehormatan Notaris disini mengakibatkan terjadi
tumpang tindih tugas dan wewenang antara Majelis Pengawas dan
Majelis Kehormatan yang mana disini berdasarkan UU Perubahan Atas
UUJN Pasal 1 angka (6) “Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya
disebut Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai
kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris.
Sedangkan
disebutkan
dalam
Pasal
66A
ayat
(1),
“Dalam
melaksanakan pembinaan Menteri membentuk Majelis Kehormatan
melaksanakan pembinaan Menteri membentuk Majelis Kehormatan
Notaris”. Permasalahan yang muncul dikarenakan kurang adanya
batasan yang jelas antara pembinaan yang dilakukan baik itu oleh
Majelis Pengawas Notaris maupun Majelis Kehormatan Notaris.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka hal-hal yang
dapat dikaji sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah
ruang
lingkup
kewenangan
keberadaan
Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Pengawas Notaris?
2.
Bagaimanakah
legalitas
kewenangan
fungsi
Majelis
Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum Normatif.
Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini di antaranya adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach) dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical Conceptual Approach)
METODE PENELITIAN
Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan pada penelitian ini bersumber pada:
• Bahan hukum primer diperoleh dari asas dan kaidah-kaidah hukum atau peraturan perundangundangan diantaranya:
peraturan perundangundangan diantaranya:
• Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
• Undang No.2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
• Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris
Sumber Bahan Hukum Lanjutan...
• Bahan Hukum Sekunder adalah sumber yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Bahan ini diperoleh melalui membaca dan meneliti
beberapa buku atau literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang di bahas.
• Bahan Hukum Tersier merupakan bahan yang bersifat menunjang atau memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan bibliografi.
METODE PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan langkah yang utama dalam mencari bahan-bahan hukum. Dalam pengumpulan bahan hukum, teknik yang digunakan adalah teknik studi kepustakaan
Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
METODE PENELITIAN
Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum lanjutan....
Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dianalisis berdasarkan
metode kualitatif, yaitu dengan melakukan :
a.
Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan
hukum yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi
terhadap bahan hukum tersebut;
b.
Mengklasifikasikan dan mengolah konsep-konsep dari sejumlah
peraturan-peraturan serta mencari hubungan di antara kesamaan
peraturan-peraturan serta mencari hubungan di antara kesamaan
serta perbedaan yang ada;
PEMBAHASAN
Majelis Kehormatan Notaris dalam Lembaga Notariat
Lembaga Majelis Kehormatan Notaris tidak muncul seketika, namun melalui proses kebijakan yang kemudian secara lebih lanjut dicantumkan secara tegas dalam Undang-undang no. 2 Tahun 2014.
diawali dengan adanya permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Pasal 66 (ayat (1) UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan Kant Kamal karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kemudian
pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
mengadakan perubahan terhadap Undang-Undang No.30 Tahun
2004 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014.
Dalam Undang-Undang yang baru tersebut kewenangan untuk
memberikan
persetujuan
pemanggilan
Notaris
tidak
dapat
dilakukan lagi oleh Majelis Pengawas Daerah. Namun jika
dicermati di dalam Pasal 66 muncul lembaga yang berbeda yaitu
Majelis Kehormatan Notaris.
Maka pertanyaan yang timbul adalah apakah kewenangan yang dimiliki Majelis Kehormatan Notaris ini sama dengan Majelis Pengawas yaitu pembinaan dan pengawasan terhadap notaris sebagai pejabat publik dalam menjalankan kode etiknya?.
Ruang Lingkup Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris
Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris.
Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup kewenangan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris (Pasal 63, Pasal 67, Pasal 69, 70 huruf a, Pasal 73 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b , Pasal 78 dan Pasal 79 UUJN (UU No.30 Tahun 2204 dan perubahannya UU No.2 Tahun 2014) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M39-PW.07.10 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 .
Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan untuk memeriksa:
1. Adanya dugaan pelanggaran Kode Etik;
2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksana tugas jabatan Notaris;
Ruang Lingkup Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris “Pasal 66
1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,dibuat berita acara penyerahan.
3. Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
4. Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu 4. Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.”
“Pasal 66A
(1) Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk majelis kehormatan Notaris. (2) Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur:
a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;www.hukumonline.com b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
KESIMPULAN
1. Ruang lingkup kewenangan Majelis Pengawas dan Majelis Kehormatan Notaris Saling tumpang tindih dalam bidang pembinaan hal ini
dikarenakan dalam perubahan Undang-Undang No. 30 tahun 2004 yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris hanya
mencantumkan 2 pasal perubahan. Yang tidak secara tegas mengatur susunan organisasi, tata kerja, tugas dan fungsi. Disi lain tidak
dicantumkan mengenai apa yang dimaksud majelis kehormatan notaris dalam ketentuan umum. Namun dalam pasal 66 angka (1) dapat dilihat secara tersirat dan tersurat bahwa pembinaan sebagaimana dimaksud dalam hal untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim
SARAN
1. Perlu segera adanya peraturan menteri yang mengatur khusus tentangtugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan Notaris, sehingga tidak ada tumpang tindih dengan lingkup kewenangan dengan lembaga notariat lain sebagaimana dengan majelis pengawas notaris
2. Perlunya perubahan dalam UU No. 2 tahun 2014 dan Keputusan Menteri 2. Perlunya perubahan dalam UU No. 2 tahun 2014 dan Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M39-PW.07.10 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor :
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, sehingga batas wewenang, tugas dan fungsi dari majelis pengawas tidak saling tumpang tindih dengan Majelis