TESIS
Oleh
NUR MILYS BR. GINTING
107011017/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NUR MILYS BR. GINTING
107011017/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nomor Pokok : 107011017 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn
Nama : NURMILYS BR. GINTING
Nim : 107011017
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM ATAS UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
independen, dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan larangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan Kode Etik Notaris. Oleh karenanya ditetapkan masalah yang akan dianalisis, yaitu apakah yang menjadi hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan notaris? ; Kedua bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)? ; Ketiga bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik?
Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dilengkapi dengan analisis dilapangan dengan cara wawancara langsung kepada praktisi seperti notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan Notaris Indonesia) dan Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Selanjutnya bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan dianalisa permasalahan dalam penegakan hukum atas UUJN dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris (deskriptif analitis).
Dari semua analisis diperoleh kesimpulan, bahwa hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan sebagai notaris adalah hubungan yang timbal balik (saling terkait) diantaranya dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum, maksud saling terkait bahwa Kode Etik Notaris lahir akibat amanat UUJN (Seperti maksud dan tujuan Pasal 83 UUJN). Kedua, seoarang notaris wajib mematuhi dan menjalankan ketentuan UUJN maupun Kode Etik Notaris, namun ditemukan beberapa ketentuan dalam rumusan Kode Etik Notaris yakni, pada Pasal 5 yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Ketiga, dalam melaksanakan jabatannya, seoorang notaris diawasi oleh Menteri (videPasal 67 UUJNJunctoPasal 68). Menteri membentuk Majelis Pengawas berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan dalam ketentuan Kode Etik Notaris, fungsi pengawasan dijalankan oleh Dewan Kehormatan. Fungsi pengawasan merupakan tujuan penegakan hukum bagi profesi notaris dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Seorang notaris yang dapat (telah) dibuktikan melakukan pelanggaran kode etik akan dimintai keterangannya. Dimintai keterangannya seperti dimaksud, hanya dapat dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris (VidePasal 66 UUJN), hal mana jika perbuatan tersebut melanggar ketentuan UUJN dan tidak terkecuali perbuatan pelanggaran yang ditentukan dalam Kode Etik Notaris dan juga Oleh Dewan Kehormatan. Pertanggungjawaban notaris tersebut diberikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, seperti diberikan sanksi teguran, peringatan, schorsing(pemecatan sementara) danonzetting(pemecatan).
by Minister and in running his/her office a notary must be neutral, independent, and not to do anything in conflict with the restrictions regulated by the Law and Ethical Codes of Notary. The research problems studied in this study were as follows: what relationship existed between the enforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of law No.30/2004 on Notarial Position and notary as profession; second, what provision that becomes and exception in the enforcement of Ethical Codes of Notary that it is not included in the offence of the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; and third, how a notary will be responsible in case he/she violates the Codes af Ethic
The data for this normative juridical study were obtained from studying the primary and secondary legal materials and directly interviewing the practitioners like notaries (as the members of Indonesia Notary Association), Supervisory Board and Notary Board of Honor. Then the legal materials were examined, explained and analyzed to look at the problems occurred in legal enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position in its relation to Ethical Codes of Notary (descriptive analysis).
The result of this study showed that, first, the relationship between the erforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of Law No. 30/2004 on Notarial Position with notary as profession was reciprocal in ensuring legal certainty, order, and legal protection. Being reciprocal in this context means that Ethical Codes of Notary is based on Article 83 of Law No. 30/2004 on Notarial Position; second, a notary shall comply with and execute both the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position and Ethical Codes of Notary but several provisions are found in the formulation of Ethical Codes of Notary, such as what found in Article 5 which is the exeption in the enforcement of Ethical Codes of Notary that they are not included in the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; third, in running his/her office, a notary is supervised by a Minister (vide Article 67 of Law No.30/2004 on Notarial Position in conjunction with Article 68). The Minister establishes the Supervisory Board based on the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position, while by the Board of Honor. The function of supervisory is intended to enforce the law by a notary to account for his/her actions. A Notary who is proven to have violated the Ethical Codes of Notary will be interrogated only by the Supervisory Board (vide Article 66 of Law No. 30/2004 on Notarial Position); the same will apply for the offenses related to the violated the Ethical Codes of Notary, and also by Board of Honor. The accountability of the notary will be given a sanction such as oral/written notice, warning, temporary dismissal (schorsing) and dismissal (onzetting) accordinig to the offences that he/she has done.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat
dan Karunia-Nya masih diberikan kesempatan dan kemampuan untuk menjalani
perkuliahan sampai dapat menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini, pada Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang mana
juga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn).
Adapun judul dari penelitian tesis ini adalah “ANALISIS YURIDIS
PENEGAKAN HUKUM ATAS UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS
(UUJN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENEGAKAN KODE ETIK
NOTARIS”.
Pada kesempatan ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sedalam-dalamnya, kepada yang sangat terhormat dan amat terpelajar, Bapak Prof.
Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua komisi Pembimbing dan begitu
juga kepada Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, serta Bapak Dr. Faisal Akbar, SH,
M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan
pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya, dalam penulisan sampai akhir
pengujian dalam penelitian tesis ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tulus dan setinggi-tingginya penulis
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi
A, SH, CN, MHum, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan staf Pengajar diantaranya Bapak Prof.
Dr. M. Solly Lubis, SH, Prof. Samsul Bahri, SH, Prof. Sanwani Nasution, SH,
Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH,
MLi, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H, Prof. Dr Syafruddin Kalo, SH,
M.Hum, Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, Prof. Muhammad. Abduh, SH, Dr.
Pendastaren Tarigan, SH, MS, Dr. Bastari, MM, Notaris Syafnil Gani, SH,
M.Hum, dan lain-lain juga kepada karyawan pada Program Studi Magister
Kenotariatan diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mbak Sari,
Mas Aldi, Mas Rizal, Mas Ken dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam
penulisan ini dari awal hingga selesai.
5. Selanjutnya penulis menghaturkan sembah; sujud dan ucapan terima kasih yang
tak terhingga, kepada kedua orang tua yang telah telah bersusah payah mendidik,
6. Secara Khusus, penulis juga mengucapkan pada suami tercinta Whisnu Erdiyanto
dan kepada anak-anak ku Kaka juga Agi, yang telah banyak memberi dorongan
baik materil maupun formil sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program
Magister Kenotariatan ini. Semoga nantinya anak-anak ku tercinta dapat
mengikuti dan melebihi jenjang pendidikan ibunya dan menjadi anak yang
berbakti ; berguna bagi nusa dan bangsa.
7. Tidak lupa juga diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga
Om Edi Natasari SH, M.Kn dan Tante Siti Syarifah, SH, SpN yang telah banyak
memberi arahan kepada penulis dan terimakasih buat seluruh keluarga tercinta
yang namanya tidak dapat disebut satu persatu. Semoga Allah SWT yang akan
membalas kebaikan ini.
Akhirnya saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak, yang telah
membantu penulisan tesis ini, semoga kiranya penulisan tesis ini bermanfaat bagi kita
semua, “Amin”. Akhir kata saya ucapkanwassalamualaikum wr . wb
Medan, Agustus 2012 Penulis,
1. Nama : Nurmilys Br. Ginting
2. Tempat/Tanggal lahir : Medan, 19 Desember 1978
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Pintu Air IV, Komp. IDI, No. 20 Kel. Kwala Bekala, Kec. Medan Johor Kota Medan (20142)
II. KELUARGA
1. Nama Ayah : Johan Ginting
2. Nama Ibu : Nurhasnah
III. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Percobaan Sei Petani pada Tahun 1985 s/d 1991
2. SMP Swasta Markus pada Tahun 1991 s/d 1994
3. SMU Swasta Markus pada Tahun 1994 s/d 1997
4. Perguruan Tinggi (S1) Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara pada Tahun 1997 s/d 2002
ABSTRAK... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... . vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR ISTILAH... . x
DAFTAR SINGKATAN... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Konsepsi ... 22
G. Metode Penelitian ... 27
1. Sifat penelitian ... 27
2. Jenis Penelitian ... 28
3. Tekhnik Pengumpulan Data... 28
4. Analisis Data ... 29
UUJN Guna Memenuhi Tangggungjawab Dalam Berprofesi 37
B. Profesi Pekerjaan Notaris Dalam Hubungannya Dengan
Penegakan Kode Etik Notaris Dan UUJN ... 43
BAB III KETENTUAN YANG MERUPAKAN PENGECUALIAN DALAM PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS, SEHINGGA TIDAK TERMASUK PELANGGARAN DALAM PENEGAKAN HUKUM ATAS UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) ... 52
A. Tindakan Melanggar Hukum Dan Unsur-Unsur Yang Merupakan Kategori Perbuatan Pelanggaran Dalam Penegakan Hukum ... 52
1. Pengertian Tindakan Melanggar Hukum ... 52
a. Perdata ... 56
b. Pidana ... 56
c. Kode Etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris ... 57
2. Unsur-Unsur Perbutan Pelanggaran Dalam Penegakan Hukum Menurut Ketentuan Peraturan PerUndang-Undangan 58 a. Unsur Perbuatan(Daad) ... 58
b. Unsur Pelanggaran(Onrechmatig)... 59
c. Unsur Kerugian(Schade) ... 61
d. Unsur Kesalahan(Schuld)... 62
Sanksi Pertanggungjawaban yang Diberlakukan Atas
Pelanggaran Tersebut ... 73
1. Tindakan yang Termasuk Dalam Kategori Melakukan Pelanggaran Kode Etik Notaris ... 73
2. Penerapan Sanksi Pertanggungjawaban yang Diberlakukan Atas Pelanggaran Kode Etik ... 81
B. Manfaat Menerapkan Ketentuan Kode Etik Bagi Notaris Dalam Mempertanggungjawabkan Tugasnya ... 88
C. Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melakukan Pelanggaran, Terkait Keberadaan Majelis Pengawas Notaris dan Prosedur Pemeriksaan Penjatuhan Sanksi Oleh Dewan Kehormatan ... 93
1. Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melakukan Pelanggaran, Terkait Keberadaan Majelis Pengawas Notaris 93 2. Prosedur Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Oleh Dewan Kehormatan ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110
A. Kesimpulan ... 110
B. Saran ... 112
2. Agent of Change = Perantara perubahan dari
perkembangan suatu masyarakat dan hukumnya
3. Ambtelijke Akten = Akta Relaas
4. Based on Fault = Pertanggungjawaban berdasarkan
Kesalahan
5. Being Obligated = Hal yang diwajibkan
6. Communis Opinion = Pendapat Umum
7. Culpa in Commitendo = Segala perbuatan yang dilarang
Oleh Undang-Undang
8. Daad = Unsur Perbuatan
9. Dwingend Recht = Peraturan yang memaksa
10.Gedelegeerd = Didelegasikan
11.Law of Tort = Melanggar Hukum Formil
atau Perdata
12.Liability = Konsep tanggungjawab hukum
13.Onzetting = Pemecatan dari keanggotaan
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia
14.Oneerlijke Concurentie = Melakukan persaingan yang
tidak jujur sesama notaris.
15.Onrechtmatige Daad = Perbuatan melanggar hukum
16.Onrechtmatige, Unlawfull = Perbuatan manusia yang tidak
20.Rechtelijkemacht = Kekuasaan Kehakiman/Pengadilan
21.Rechtsplicht = Kewajiban hukum
22.Rechtmatige, Lawfull = Perbuatan manusia yang sesuai
dengan hukum
23.Reglement op het Notaris Ambt in Indonesie = Peraturan Jabatan Notaris
24.Responsibility = Tanggungjawab
25.Schade = Kerugian
26.Schorsing = Pemecatan dari keanggotaan
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia
27.Schuld = Kesalahan
28.Self Governing Body = Kemandirian Organisasi
29.Straffen on Bepaalding = Hukuman Tertentu
30.Trust = Kepercayaan
31.Vetrouwenambt = Jabatan Kepercayaan
32.Verlijden = Menyusun; Mambacakan; dan
Menandatangani
33.Wettelijkerecht = Perbuatan yang bertentangan
dengan kewajiban hukum yang timbul karena Undang-Undang
34.Wettelijkeplicht = Perbuatan yang bertentangan
2. KUHPERDATA = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3. KEMENKUMHAM = Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia
4. MPD = Majelis Pengawas Daerah
5. MPW = Majelis Pengawas Wilayah
6. MPP = Majelis Pengawas Pusat
7. PJN = Peraturan Jabatan Notaris
8. SK = Surat Keputusan
independen, dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan larangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan Kode Etik Notaris. Oleh karenanya ditetapkan masalah yang akan dianalisis, yaitu apakah yang menjadi hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan notaris? ; Kedua bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)? ; Ketiga bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik?
Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dilengkapi dengan analisis dilapangan dengan cara wawancara langsung kepada praktisi seperti notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan Notaris Indonesia) dan Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Selanjutnya bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan dianalisa permasalahan dalam penegakan hukum atas UUJN dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris (deskriptif analitis).
Dari semua analisis diperoleh kesimpulan, bahwa hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan sebagai notaris adalah hubungan yang timbal balik (saling terkait) diantaranya dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum, maksud saling terkait bahwa Kode Etik Notaris lahir akibat amanat UUJN (Seperti maksud dan tujuan Pasal 83 UUJN). Kedua, seoarang notaris wajib mematuhi dan menjalankan ketentuan UUJN maupun Kode Etik Notaris, namun ditemukan beberapa ketentuan dalam rumusan Kode Etik Notaris yakni, pada Pasal 5 yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Ketiga, dalam melaksanakan jabatannya, seoorang notaris diawasi oleh Menteri (videPasal 67 UUJNJunctoPasal 68). Menteri membentuk Majelis Pengawas berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan dalam ketentuan Kode Etik Notaris, fungsi pengawasan dijalankan oleh Dewan Kehormatan. Fungsi pengawasan merupakan tujuan penegakan hukum bagi profesi notaris dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Seorang notaris yang dapat (telah) dibuktikan melakukan pelanggaran kode etik akan dimintai keterangannya. Dimintai keterangannya seperti dimaksud, hanya dapat dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris (VidePasal 66 UUJN), hal mana jika perbuatan tersebut melanggar ketentuan UUJN dan tidak terkecuali perbuatan pelanggaran yang ditentukan dalam Kode Etik Notaris dan juga Oleh Dewan Kehormatan. Pertanggungjawaban notaris tersebut diberikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, seperti diberikan sanksi teguran, peringatan, schorsing(pemecatan sementara) danonzetting(pemecatan).
by Minister and in running his/her office a notary must be neutral, independent, and not to do anything in conflict with the restrictions regulated by the Law and Ethical Codes of Notary. The research problems studied in this study were as follows: what relationship existed between the enforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of law No.30/2004 on Notarial Position and notary as profession; second, what provision that becomes and exception in the enforcement of Ethical Codes of Notary that it is not included in the offence of the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; and third, how a notary will be responsible in case he/she violates the Codes af Ethic
The data for this normative juridical study were obtained from studying the primary and secondary legal materials and directly interviewing the practitioners like notaries (as the members of Indonesia Notary Association), Supervisory Board and Notary Board of Honor. Then the legal materials were examined, explained and analyzed to look at the problems occurred in legal enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position in its relation to Ethical Codes of Notary (descriptive analysis).
The result of this study showed that, first, the relationship between the erforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of Law No. 30/2004 on Notarial Position with notary as profession was reciprocal in ensuring legal certainty, order, and legal protection. Being reciprocal in this context means that Ethical Codes of Notary is based on Article 83 of Law No. 30/2004 on Notarial Position; second, a notary shall comply with and execute both the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position and Ethical Codes of Notary but several provisions are found in the formulation of Ethical Codes of Notary, such as what found in Article 5 which is the exeption in the enforcement of Ethical Codes of Notary that they are not included in the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; third, in running his/her office, a notary is supervised by a Minister (vide Article 67 of Law No.30/2004 on Notarial Position in conjunction with Article 68). The Minister establishes the Supervisory Board based on the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position, while by the Board of Honor. The function of supervisory is intended to enforce the law by a notary to account for his/her actions. A Notary who is proven to have violated the Ethical Codes of Notary will be interrogated only by the Supervisory Board (vide Article 66 of Law No. 30/2004 on Notarial Position); the same will apply for the offenses related to the violated the Ethical Codes of Notary, and also by Board of Honor. The accountability of the notary will be given a sanction such as oral/written notice, warning, temporary dismissal (schorsing) and dismissal (onzetting) accordinig to the offences that he/she has done.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga Notariat berdiri di Indonesia sejak Tahun 1860, sehingga lembaga
Notariat bukan lembaga yang baru di kalangan masyarakat Indonesia. Notaris berasal
dari perkataan Notarius, ialah nama yang pada zaman Romawi, diberikan kepada
orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Notarius lambat laun mempunyai
arti berbeda dengan semula, sehingga kira-kira pada abad kedua sesudah Masehi yang
disebut dengan nama itu ialah mereka yang mengadakan pencatatan dengan tulisan
cepat.1
Indonesia, sebagai suatu negara dengan menerapkan sistem hukum Romawi
(sistem hukum Kontinental), mengenal pembuktian dengan tulisan, yang dimaksud
dengan pembuktian dengan tulisan disini adalah berupa surat, dengan demikian surat
yang mempunyai kekuatan pembuktian terutama mengenai kepastian tanggalnya dan
penandatangannya adalah dalam bentuk akta otentik. Suatu akta otentik adalah suatu
tulisan yang di dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana aktanya dibuat.2
1
R. Sugondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993 hal. 13
2
Perkembangan pembangunan nasional3 yang semakin kompleks dewasa ini, tentunya memerlukan peran dan fungsi dari suatu notaris. Misalnya saja semakin luas
dan berkembangnya suatu dunia usaha4, seiring proses perkembangan pembangunan dimaksud, sudah dapat dipastikan dalam melakukan aktifitas bisnis tertentu didalam
dunia usaha menginginkan suatu kepastian hukum5 dalam melakukan aktivitasnya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan
oleh Notaris.
Disamping diperlukannya akta otentik untuk keadaan, peristiwa atau
perbuatan hukum tertentu, akta Notaris dapat menjamin kebebasan berkontrak dan
mengikat, berintikan kebenaran dan kepastian hukum yang merupakan tujuan yang
hendak dicapai oleh para pihak yang berkepentingan dengan akta Notaris tersebut.
Dengan adanya kepastian hukum, akan tercapai pula ketertiban dan perlindungan
hukum kepada masyarakat yang sekaligus dapat memberikan keadilan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
3Perkembangan Pembangunan Nasional dimaksud merupakan pengejawantahan dari pada
salah satu tujuan Negara, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang menyatakan bahwa : “memajukan kesejahteraan umum”, yang merupakan landasan yuridis bagi tugas, wewenang dan tanggungjawab pemerintahan Negara untuk menciptakan kesesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
4Arimbi HP dan Emy Hafalid, Membumikan Mandat Pasal 33 UUD 1945, bahwa untuk
menggali potensi kekayaan alam yang merupakan asset bangsa, pemerintah mengikutsertakan masyarakat guna mewujudkan tujuan tersebut, diantaranya dengan meningkatkan peran dunia usaha agar dapat menggerakkan roda perekonomian bangsa., diakses pada Tanggal 22 Februari 2012. <http://www.pasific.net.id/dede_s/membumikan.html>. Selanjutnya penjabaran dari pada tujuan Negara seperti dimaksud, Lihat juga pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang menyatakan bahwa : ”Bumi, air dan kekayaan alam yang yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
5
Pelayanan kepentingan umum seperti dimaksud diatas merupakan suatu tugas
yang dilakukan oleh salah satu unsur dibidang pemerintahan yang didasarkan pada
asas memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para warga
anggota masyarakat. Dalam bidang tertentu, tugas itu oleh undang-undang diberikan
dan dipercayakan kepada Notaris, sehingga oleh karenanya masyarakat juga harus
percaya bahwa akta Notaris yang diterbitkan tersebut memberikan kepastian hukum
bagi para warganya. Adanya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan
kepercayaan (trust) dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas
dan fungsi Notaris dalam lalu lintas hukum.6
Peraturan Jabatan Notaris termasuk dalam rubrik undang-undang dan
peraturan-peraturan organik, oleh karena ia mengatur jabatan Notaris. Materi yang
diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris termasuk dalam hukum publik, sehingga
ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah peraturan-peraturan yang
memaksa (dwingend recht), hal tersebut telah diwujudkan pada Tanggal 6 Oktober
2004 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang mencabut Reglement op het Notaris Ambt in Indonesia
(Peraturan Jabatan Notaris).7
Kedudukan notaris sebagai pejabat umum seperti maksud dari ketentuan
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 merupakan suatu
jabatan terhormat yang diberikan oleh negara secara simbolis, hal mana sesuai
6Paulus Effendie Lotulung, Perlindungan Hukum Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam
Menjalankan Tugasnya, Jurnal Notariat, April - Juni 2003, hal. 64 - 65.
dengan ketentuan Pasal 2 UUJN, yakni seorang notaris diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri. Menteri negara dimaksud ialah, menteri Kehakiman (sekarang disebut
Menkumham), maka seorang notaris dapat menjalankan tugasnya dengan bebas tanpa
dipengaruhi badan eksekutif atau unsur dari beberapa badan pemerintahan. Maksud
kebebasan seperti dimaksud agar, profesi notaris nantinya tidak akan takut untuk
menjalankan jabatannya, sehingga dapat bertindak netral dan independen.8
Oleh karena hukum positif di Indonesia telah mengatur jabatan notaris dalam
suatu undang-undang khusus yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, selanjutnya dalam penelitian ini disebut dengan UUJN.
Pasal 1 UUJN memberikan defenisi notaris yaitu pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Jabatan Notaris juga merupakan
jabatan seorang pejabat negara atau pejabat umum, berdasarkan ketentuan-ketentuan
dalam UUJN pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik
dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.9
Untuk menjalankan jabatannya Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam Pasal 3 Undang-undang Jabatan Notaris, yakni :10 1. Warga Negara Indonesia;
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
8Dedy Rajasa Waluyo,Hanya Ada Satu Pejabat Umum Ialah Notaris,Jurnal Notariat, April
-Juni 2003, hal. 41
9
Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris dan PPAT, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2009, hal. 2
10Djuhad Mahja, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Durat
3. Berumur paling sedikit 27 ( dua puluh tujuh ) tahun;
4. Sehat jasmani dan rohani;
5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua (S-2) Kenotariatan;
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris
atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan; dan
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris.
Selanjutnya, Notaris bertugas untuk mengkonstantir hubungan hukum antara
para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta
otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum.11
Seperti telah disebutkan diawal bahwa salah satu tugas dari pada notaris ialah
untuk melayani kepentingan masyarakat yang memberi kepercayaan kepada Notaris,
untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum yang diinginkan oleh
masyarakat. Adapun tujuan masyarakat mendatangi seorang Notaris untuk membuat
akta otentik adalah, karena akta otentik tersebut akan berlaku sebagai alat bukti yang
sempurna baginya.
11Tan Thong Kie,Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, PT. Ichtiar Baru Van
Suatu akta Notaris sebagai akta yang otentik mempunyai kekuatan nilai
pembuktian seperti dimaksud ialah, sebagai berikut :12 1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat
apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan
dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris
tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib
membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.
2. Formal (Formele Bewijskracht)
Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari,
tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang
menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris,
serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada
akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para
pihak/penghadap (pada akta pihak).
3. Materiil (Materiele Bewijskracht)
Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut
dalam kata merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang
membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,
kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan
yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau
keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hahadapan Notaris dan
para pihak harus dinilai benar.
Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan
kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta
keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang notaris maka
dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat, dimana untuk mendapatkan suatu
kepastian hukum seperti maksud dan tujuan perkembangan pembangunan yang telah
diuraikan diatas.
Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan
dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris
dalam lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris
harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat
dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.
Kode etik profesi notaris, disusun oleh organisasi profesi notaris, Ikatan
Notaris Indonesia (INI). Menurut Pasal 1 angka (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris
Indonesia (INI) menjabarkan bahwa Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan
disebut kode etik adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan
keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta
menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat
Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.
Kongres INI pertama diadakan di Surabaya Tahun 1974 dan kemudian diubah
dan disusun kembali dalam Kongres XIII yang diadakan tahun 1981 di Bandung.
Selanjutnya Kode Etik Notaris telah disempurnakan melalui Konggres Luar Biasa
Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Bandung tanggal 29 Januari 2005.13
Dalam Ketentuan Kode Etik Notaris tersebut telah ditetapkan beberapa
kaidah-kaidah yang harus dijalankan oleh notaris. Hal dimaksud merupakan
ketentuan selain yang terdapat dalam Peraturan Jabatan Notaris, diantaranya adalah:
1. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada :14
a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada
hukum Peraturan Jabatan Notaris, Sumpah jabatan, Kode Etik Notaris dan
berbahasa Indonesia yang baik;
b. Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan
nasional terutama sekali dalam bidang hukum;
c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan
Notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
2. Dalam menjalankan tugas, Notaris harus :
13
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia,Jati Diri Notaris Indonesia Dulu. Sekarang dan Di Masa Datang,: Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008 hal. 198
14Suhrawardi K Lubis., Etika Profesi Hukum, Pnerbit Sinar Grafika, Cet. 4, Jakarta. 2006,
a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan
dengan penuh rasa tanggung jawab;
b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Undang-Undang, dan tidak membuka kantor cabang dan Perwakilan dan tidak
menggunakan perantara;
c. Tidak menggunakan mass media yang bersifat promosi.
3. Hubungan Notaris dengan klien harus dilandaskan :
a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya dengan sebaik-baiknya;
b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran
hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan
kewajibannya;
c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang
kurang mampu.
4. Notaris dengan sesama rekan Notaris haruslah :
a. Hormat menghormati dalam susunan kekeluargaan;
b. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama
rekan;
c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan nama korps Notaris atas
dasar rasa solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.
Kode etik notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman
pengaturan kode etik notaris, yakni berdasarkan Pasal 2 Kode Etik Notaris Ikatan
Notaris Indonesia (INI). Hal ini berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun
orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, baik dalam pelaksanaan
jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan etika menuntun seseorang untuk dapat membedakan yang baik
dan yang buruk, sehingga selalu mengutamakan kejujuran dan kebenaran dalam
menjalankan jabatannya. Oleh karena itu menurut Ignatius Ridwan Widyadharma,
profesionalisme adalah di dalam menjalankan karyanya wajib didukung oleh Etika
Profesi sebagai dasar moralitas, sekaligus kedua hal tersebut. Profesionalisme dan
Etika Profesi merupakan satu kesatuan yang manunggal.15 Jadi setiap profesi itu mengandung dua aspek, yaitu Profesionalisme dan Etika Profesi sebagai pedoman
moralitas. Sehingga pada setiap profesi dijumpaitechnicdanethicpada profesi. Oleh
karena itu Etika Profesi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat dan sekaligus
dapat dijadikan agent of change (perantara perubahan dari perkembangan suatu
masyarakat dan hukumnya).16
Atas dasar kondisi yang demikian, maka peneliti tertarik untuk menganalisis
secara mendalam mengenai keterkaitan Penegakan hukum atas Undang-Undang
Notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan Penegakan Kode Etik Notaris. Dalam
dua ketentuan aspek yuridis tersebut, maka ditemukan beberapa permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu pengaturan mengenai tugas dan wewenang notaris dan sejauh
mana ketentuan yuridis tersebut, menilai suatu tindakan notaris dalam tugasnya tidak
berdasarkan pertimbangan pelaksanaan penegakan kode etik notaris (dalam hal terjadi
pelanggaran kode etik).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapatlah dirumuskan
beberapa permasalahan yakni, sebagai berikut :
1. Apakah yang menjadi hubungan antara penegakan kode etik notaris dengan
keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan
notaris ?
2. Bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan
kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan
hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) ?
3. Bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan
tugasnya melakukan pelanggaran kode etik ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara penegakan kode etik
notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi
bekerja sebagai notaris.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan yang merupakan pengecualian
dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran
3. Untuk menganalisis guna mengetahui pertanggungjawaban Notaris, apabila
dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan
hukum yang berkaitan dengan masalah Kenotariatan
2. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum seperti notaris, atau
lembaga-lembaga pemerintahan seperti pengadilan atau lembaga-lembaga pemerintah lain agar dapat
mengetahui informasi dan mekanisme yang terdapat dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris dan dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Pasca
Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan rekomendasi
Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan sampai sekarang belum ada judul yang
sama mengenai “Analisis Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan
Akan tetapi dalam penelusuran tersebut ada judul yang mengangkat mengenai
Kode Etik Profesi, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda.
Adapun judul dan nama peneliti dimaksud ialah :
1. Analisis Terhadap Putusan Peradilan Kode Etik Polri Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 di Wilayah Polda Sumut. Atas namaJaholden
(037005044) ;
2. Peranan Kode Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris. Atas nama
Ekawati Prasetia(087011040) ; dan
3. Larangan Melakukan Promosi Jabatan Dalam Menjalankan Profesinya
Menurut Kode Etik Notaris Sebagai Upaya Menghindari Persaingan Tidak
Sehat Antar Notaris. Atas namaOctoverry Purba(087011088)
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi
1. Kerangka Teori
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga
penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”17
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.18
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.
Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses
tertentu terjadi.19 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka
teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.20
Dalam penelitian ini digunakan teori pertanggungjawaban sebagai pisau
analitis, teori pertanggungjawaban ini di prakarsai oleh John Austin (1790-1859).
Austin adalah tokoh yang memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan
hukum yang dicita-citakan, dengan kata lain ia memisahkan secara tegas antara
hukum dengan moral dan agama. Ilmu hukum hanya membahas hukum positif saja,
tidak membahas hubungan antara hukum positif dengan moral dan agama. Tanpa
memperdulikan baik atau buruknya hukum itu, diterima atau tidak oleh masyarakat.21 Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum
atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus
18M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994,
hal 80
19J.J.J M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203 20
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6
21Filsafat Hukum,Filsafat & Teori Hukum (Zen Zanibar M.Z),http//s2.hukum.universitas
perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum. Sanksi dikenakandeliquet, karena
perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab.22 Notaris merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan keahlian khusus yang
ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini menuntut notaris
untuk memiliki pengetahuan yang luas dan tanggung jawab untuk melayani
kepentingan umum. Pada saat notaris menjalankan tugasnya, notaris harus memegang
teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan
terhormat.
Dalam hal tanggungjawab seorang notaris, mempunyai kewajiban yang sama
dengan bidang pekerjaan-pekerjaan lain yang juga memiliki tanggung jawab
(subyekresponsibility)dan subyek kewajiban hukum. Dalam teori tradisional, ada
dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on
fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility). Tanggungjawab mutlak
yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat
undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya. Tiada
hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari perbuatannya.23 Dalam melayani kepentingan umum, notaris dihadapkan dengan berbagai macam karakter
manusia serta keinginan yang berbeda-beda satu sama lain dari tiap pihak yang
datang kepada notaris untuk dibuatkan suatu akta otentik atau sekedar legalisasi untuk
penegas atau sebagai bukti tertulis atas suatu perjanjian yang dibuatnya.
22Ibid
23Filsafat Hukum,Filsafat&Teori Hukum (Zen Zaniba MZ),http//s2.hukum.universitas
Konsep kewajiban yang dikembangkan disini adalah konsep yang
dimaksudkan oleh teori analitis Austin, argumentasi Austin berdasarkan pada asumsi
bahwa sanksi selalu dikenakan pada deliquentdan tidak di perhatikan kasus dimana
sanksi juga dikenakan kepada individu dalam hubungan hukum tertentu
dengandeliquent. Dia tidak menyadari perbedaan antara diwajibkan (being obligated)
dengan bertanggung jawab. Profesi Notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga
pekerjaannya harus berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya
sendiri, tidak bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang
etika profesi Notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran
berkewajiban untuk menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam
mempraktikan profesi, yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi
kepada sesama.
Jadi hubungan etika dan moral adalah bahwa etika sebagai refleksi kritis
terhadap masalah moralitas, dan membantu dalam mencari orientasi terhadap
norma-norma dan nilai-nilai yang ada. Definisinya tentang kewajiban hukum antara etika
dan moral adalah “diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau
ditempatkan dibawah kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan,
adalah menjadi dapat dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal
tidak mematuhi suatu perintah”. Tetapi bagaimana dengan kasus dimana orang selain
yang tidak mematuhi hukum, dalam bahasa Austin perintah, bertanggung jawab
Penyelenggaraan kewenangan lembaga kenotariatan di Indonesia berada di
bawah payung UUJN sebagai peraturan induk. Para notaris selain tunduk pada
ketentuan UUJN, juga tunduk pada sejumlah peraturan-peraturan hukum lain, baik
peraturan perundang-undangan yang lebih umum, SK Menteri Hukum dan HAM,
juga ditambah dengan ketentuan-ketentuan kode etik organisasi profesi notaris.
Kewenangan notaris bersifat umum yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1)
UUJN yaitu : “Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
perundang-undangan dan/atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam
suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang
ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Kewajiban hukum merupakan suatu kewajiban yang diberikan dari luar diri
manusia (norma heteronom), sedangkan kewajiban moral bersumber dari dalam diri
sendiri (norma otonom). kewajiban hukum dan kewajiban moral dapat berpadu,
dalam tataran ini kewajiban hukum telah diterima sebagai
kewajiban-kewajiban moral. dalam wilayah pembahasan etika, Immanuel Kant menguraikan
etika “imperatif kategoris” dimana, tunduk kepada hukum merupakan suatu sikap
yang tanpa pamrih, dan tidak perlu alasan apapun untuk tunduk kepada hukum.24
24Teori Pertanggungjawaban,
Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris dalam
lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus
berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat dan
martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.
Dalam penelitian ini juga menggabungkan antara teori pertanggungjawaban
sebagaimana telah diuraikan diatas dengan teori sistem hukum. Teori tentang sistem
hukum menurut Lawrence Meir Friedmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen
struktur (structure), substansi(substance), dan budaya hukum(legal culture).25 Dalam menganalisis topik mengenai permasalahan penegakan hukum atas
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan penegakan
Kode Etik Notaris dalam penelitian ini pengaturannya telah terkonsep dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Undang-Undang-Undang-Undang Jabatan Notaris. Konsep
dalam Undang-Undang dimaksudlah yang merupkan aplikasi dari teori sistem hukum
seperti dimaksud Friedmann diatas.
Selanjutnya ketiga elemen dalam teori tentang sistem hukum seperti dimaksud
Friedmann diatas ialah, pertama mengenai struktur (structure), dalam hal ini ialah
kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris
dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan
intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi
25Lawrence. M. Friedman, Hukum Amerika : Sebuah Pengantar, American Law : An
nilai-nilai moral. Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai perkumpulan organisasi bagi
para notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan pelaksanaan
kode etik profesi bagi Notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas
utama untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kode etik. Pengawasan
terhadap para Notaris sangat diperlukan dalam hal notaris mengabaikan keluhuran
dan martabat atau tugas jabatannya atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan
umum atau melakukan kesalahan-kesalahan lain di dalam menjalankan jabatannya
sebagai notaris.
Selanjutnya elemen kedua yakni mengenai substansi (substance), bahwa
menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, bahwa dalam
menjalankan tugasnya diawasai oleh suatu lembaga yang telah ditentukan. Pengertian
dasar dari suatu pengawasan menurut ketentuan Kode Etik Notaris adalah segala
usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya
tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau
tidak.26
Selain dari pada tugas pengawasan oleh Dewan Kehormatan seperti dimaksud
diatas, Pada waktu sekarang ini setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maka pengawasan atas Notaris menurut Pasal 67
ayat (1) dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan yang dimaksud
Menteri membentuk Majelis Pengawas yang terdiri atas unsur pemerintah sebanyak 3
(tiga) orang, Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan ahli/akademisi sebanyak
3 (tiga) orang.
Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya, karena itu
hukum harus diukur dengan norma moral. Sebaliknya moral membutuhkan hukum
yang bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas. Norma moral merupakan tolok
ukur untuk menentukan benar-salahnya tindakan manusia dilihat dari segi
baik-buruknya sebagai manusia. Hal ini sesuai dengan elemen kedua dari sistem hukum
yang dimaksud Friedmann, yaitu pada substansi hukum(substance), yang dimaksud
dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia, atau
yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah substansi hukum.27
Dengan demikian dalam elemen kedua mengenai substansi (substance),
menurut Friedmann juga akan kembali bersinggungan dengan teori pertama yakni
mengenai pertanggungjawaban. Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep
kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum, dalam arti bertanggung
jawab atas sanksi yang dikenakan atas perbuatannya yang bertentangan dengan
hukum. Dalam tanggung jawab terkandung pengertian penyebab tanggung jawab
dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung dalam hal dilakukan
oleh orang lain tetapi di bawah kekuasaannya atau pengawasannya.28
Sedangkan mengenai budaya hukum(Legal Culture)yang merupakan elemen
ketiga dari sistem hukum, Friedman mengartikannya sebagai sikap masyarakat
27Lawrence. M. Friedman, Opcit.hal 7
terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta
harapan masyarakat tentang hukum.29 Harapan dimaksud ialah pertanggungjawaban profesional selaku notaris, yakni pertanggungjawaban kepada diri sendiri dan kepada
masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti seorang profesional
bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional sebagai bagian dari
kehidupannya.
Berdasarkan sisi sejarah dapat dikatakan bahwa suatu profesi bermula dari
masa kerajaan Romawi. Warga negara Romawi pada waktu itu digolongkan menjadi
the ruling class yaitu warga kota yang bebas dan golongan-golongan yang tidak
bebas seperti budak-budak atau slaves. Pada masa itu hanya budaklah yang bekerja
sedangkan warga yang tergolongthe ruling class tidak bekerja, bahkan merasa malu
dan hina bila bekerja, hal ini disebabkan yang disebut sebagai bekerja adalah
mengandalkan fisik semata. Namun ada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
intelektual, yang memerlukan kecakapan yang tinggi dan perlu dikerjakan, antara
lain, pekerjaan hukum, kedokteran, kesenian dan sebagainya. Karena golongan budak
berpendidikan rendah, maka bidang-bidang pekerjaan itu hanya dapat dilakukan oleh
golongan bebas atau the ruling class. Pekerjaan yang dilakukan oleh golongan the
ruling classitu disebut sebagai operae liberalis dan artes liberalis. Liberalis berarti
orang bebas sebagai lawan dari budak yang tidak bebas (slave).30
29Ibid,hal. 8
30 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,
Lebih lanjut Friedmann menyatakan bahwa dalam elemen struktur(structure),
dirumuskan bahwa sistem hukum (legal system) terus berubah, namun
elemen-elemen system itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang
yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada
abad yang lalu akan berada disitu dalam jangka panjang. Inilah struktur system
hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang tetap bertahan, elemen yang memberi
semacam bentuk atau batasan terhadap keseluruhan.31Menjelaskan hubungan antara ketiga elemen sistem hukum tersebut, Friedman menggambarkan sistem hukum
sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”,
kemudian produk yang dihasilkan sebagai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana
mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga
elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem
hukum.32
2. Konsepsi
Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun
kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional sebagai berikut :
a. Penegakan Hukum, adalah segala kegiatan yang dilakukan seseorang dalam
mengemban tugas sebagai seorang profesi notaris. Kegiatan dimaksud ialah
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi
perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam
masyarakat.
b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris dikatakan pejabat umum, dalam hal ini dapat dihubungkan dalam
Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu akta otentik adalah suatu akta
yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam Undang-Undang dibuat oleh atau
dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu.33
Notaris dalam menjalankan kewenangan terikat pada ketentuan-ketentuan
yang harus ditaati, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang antara lain Menyebutkan :
1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
2. Notaris berwenang pula :
a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus ;
c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan.
d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta.
f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan ; atau
g) Membuat akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
c. Kewajiban Notaris adalah, melaksanakan kegiatan seorang yang berprofesi
sebagai notaris. kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan oleh Notaris
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus menjalankan kewajiban,
a) Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
b) Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris.
c) Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta.
d) Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
e) Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah /
janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.
f) Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih
dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku.
g) Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,
dan tempat kedudukan yang bersangkutan.
h) Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
i) Menerima magang calon Notaris.
d. Penegakan Kode Etik Notaris, adalah pelaksanaan kegiatan oleh seorang yang
berprofesi sebagai notaris dengan mengacu pada norma-norma hukum, atau
etika dalam berprofesi sebagai notaris.
e. Kode Etik Notaris adalah, seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang berlaku bagi seluruh anggota
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
Notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai perbandingan pengertian Kode Etik Notaris menurut Liliana
Tedjosaputro dapat dijelaskan bahwa :34
“Kode Etik adalah suatu tuntunan, bimbingan atau pedoman moral atau
kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban
dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu
sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktekkannya. Sehingga dengan
demikian Kode Etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, atau pedoman moral
atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang
diangkat pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan umum, khususnya
dalam bidang pembuatan akta. Dalam hal ini dapat mencakup baik Kode Etik
Notaris yang berlaku dalam organisasi (INI), maupun Peraturan Jabatan
Notaris di Indonesia yang berasal dariReglement op het Notaris.”
34Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bayu
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum (bersifat
memberi petunjuk atau ketentuan berdasarkan peraturan yang berlaku). Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang
menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu,
penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan
yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban
yang diharapkan didalam penelitian hukum adalahright, appropriate, inappropriate,
atau wrong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam
penelitian hukum sudah mengandung nilai.35 1. Sifat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya menggambarkan secara sistematis
factual dan akurat tentang permasalahan penegakan hukum atas Undang-Undang
Jabatan notaris. Sedangkan analitis maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa
dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek yang berhubungan
35Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1, Jakarta,
dengan perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan notaris, menurut ketentuan
yang terdapat didalam kode etik notaris.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut
juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris atau hal lain berhubungan topik permasalahan dalam
penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum).36
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi dokumen yakni
dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tertier.
Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas, yang
terdiri dari peraturan perundang-undangan dan catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan serta putusan hakim.37
Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini, meliputi Peraturan
Perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sementara bahan hukum sekunder
adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan, dengan menelaah buku-buku
36Ibid
literatur, undang-undang, brosur/tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti.38
Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah Anggaran Dasar
Ikatan Notaris Indonesia dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia,
Kode Etik Notaris serta hasil wawancara yang telah diolah dengan Informan seperti
beberapa Notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan Notaris Indonesia), Majelis
Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Dalam penelitian hukum, data sekunder
mencakup bahan primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan sekunder
yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer; dan
bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder.39
4. Analisis Data
Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya
berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.40 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
38Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990, hal 11
39Ibid
40Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui
validitasnya.
Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik.41Oleh karenanya analisis data dalam penelitian ini digunakan logika berpikir secara deduktif (metode
deduktif), dengan metode deduktif akan dapat ditarik kesimpulan spesipik yang
mengarah pada penyusunan jawaban terhadap permasalahan dimaksud. Kesimpulan
dimaksud diatas adalah tentang bagaimana bentuk, manfaat, dari penegakan hukum
oleh ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan
hubungannya dengan Kode Etik Notaris.
41Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta, Raja
BAB II
HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP
PROFESI PEKERJAAN NOTARIS
A. Fungsi, Kewenangan Notaris dan Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris Dengan Keberadaan UUJN
1. Defenisi Umum Tentang Fungsi dan Kewenangan Notaris
Keberadaan profesi notaris berfungsi sebagai pelaksana dalam membuat alat
bukti tertulis mengenai akta-akta otentik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Adapun yang dimaksud
dengan akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah : “Suatu akta otentik
adalah suatu akta yang di dalarn bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat
oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
dimana akta dibuatnya”.
Kewenangan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Pasal 1 joPasal 15 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
(UUJN) yang mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2004. Adapun bunyi dari Pasal 1
angka UUJN adalah sebagai berikut : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini”. Serta Pasal 15 ayat (1) UUJN mendefinisikan tentang
kewenangan Notaris sebagai pejabat umum, yaitu sebagai berikut : “Notaris