• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Dalam Hubungannya Dengan Penegakan Kode Etik Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Dalam Hubungannya Dengan Penegakan Kode Etik Notaris"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

NUR MILYS BR. GINTING

107011017/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NUR MILYS BR. GINTING

107011017/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 107011017 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

Nama : NURMILYS BR. GINTING

Nim : 107011017

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM ATAS UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

independen, dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan larangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan Kode Etik Notaris. Oleh karenanya ditetapkan masalah yang akan dianalisis, yaitu apakah yang menjadi hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan notaris? ; Kedua bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)? ; Ketiga bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik?

Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dilengkapi dengan analisis dilapangan dengan cara wawancara langsung kepada praktisi seperti notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan Notaris Indonesia) dan Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Selanjutnya bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan dianalisa permasalahan dalam penegakan hukum atas UUJN dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris (deskriptif analitis).

Dari semua analisis diperoleh kesimpulan, bahwa hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan sebagai notaris adalah hubungan yang timbal balik (saling terkait) diantaranya dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum, maksud saling terkait bahwa Kode Etik Notaris lahir akibat amanat UUJN (Seperti maksud dan tujuan Pasal 83 UUJN). Kedua, seoarang notaris wajib mematuhi dan menjalankan ketentuan UUJN maupun Kode Etik Notaris, namun ditemukan beberapa ketentuan dalam rumusan Kode Etik Notaris yakni, pada Pasal 5 yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Ketiga, dalam melaksanakan jabatannya, seoorang notaris diawasi oleh Menteri (videPasal 67 UUJNJunctoPasal 68). Menteri membentuk Majelis Pengawas berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan dalam ketentuan Kode Etik Notaris, fungsi pengawasan dijalankan oleh Dewan Kehormatan. Fungsi pengawasan merupakan tujuan penegakan hukum bagi profesi notaris dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Seorang notaris yang dapat (telah) dibuktikan melakukan pelanggaran kode etik akan dimintai keterangannya. Dimintai keterangannya seperti dimaksud, hanya dapat dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris (VidePasal 66 UUJN), hal mana jika perbuatan tersebut melanggar ketentuan UUJN dan tidak terkecuali perbuatan pelanggaran yang ditentukan dalam Kode Etik Notaris dan juga Oleh Dewan Kehormatan. Pertanggungjawaban notaris tersebut diberikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, seperti diberikan sanksi teguran, peringatan, schorsing(pemecatan sementara) danonzetting(pemecatan).

(7)

by Minister and in running his/her office a notary must be neutral, independent, and not to do anything in conflict with the restrictions regulated by the Law and Ethical Codes of Notary. The research problems studied in this study were as follows: what relationship existed between the enforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of law No.30/2004 on Notarial Position and notary as profession; second, what provision that becomes and exception in the enforcement of Ethical Codes of Notary that it is not included in the offence of the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; and third, how a notary will be responsible in case he/she violates the Codes af Ethic

The data for this normative juridical study were obtained from studying the primary and secondary legal materials and directly interviewing the practitioners like notaries (as the members of Indonesia Notary Association), Supervisory Board and Notary Board of Honor. Then the legal materials were examined, explained and analyzed to look at the problems occurred in legal enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position in its relation to Ethical Codes of Notary (descriptive analysis).

The result of this study showed that, first, the relationship between the erforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of Law No. 30/2004 on Notarial Position with notary as profession was reciprocal in ensuring legal certainty, order, and legal protection. Being reciprocal in this context means that Ethical Codes of Notary is based on Article 83 of Law No. 30/2004 on Notarial Position; second, a notary shall comply with and execute both the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position and Ethical Codes of Notary but several provisions are found in the formulation of Ethical Codes of Notary, such as what found in Article 5 which is the exeption in the enforcement of Ethical Codes of Notary that they are not included in the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; third, in running his/her office, a notary is supervised by a Minister (vide Article 67 of Law No.30/2004 on Notarial Position in conjunction with Article 68). The Minister establishes the Supervisory Board based on the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position, while by the Board of Honor. The function of supervisory is intended to enforce the law by a notary to account for his/her actions. A Notary who is proven to have violated the Ethical Codes of Notary will be interrogated only by the Supervisory Board (vide Article 66 of Law No. 30/2004 on Notarial Position); the same will apply for the offenses related to the violated the Ethical Codes of Notary, and also by Board of Honor. The accountability of the notary will be given a sanction such as oral/written notice, warning, temporary dismissal (schorsing) and dismissal (onzetting) accordinig to the offences that he/she has done.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat

dan Karunia-Nya masih diberikan kesempatan dan kemampuan untuk menjalani

perkuliahan sampai dapat menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini, pada Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang mana

juga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn).

Adapun judul dari penelitian tesis ini adalah “ANALISIS YURIDIS

PENEGAKAN HUKUM ATAS UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

(UUJN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENEGAKAN KODE ETIK

NOTARIS”.

Pada kesempatan ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang

sedalam-dalamnya, kepada yang sangat terhormat dan amat terpelajar, Bapak Prof.

Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua komisi Pembimbing dan begitu

juga kepada Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, serta Bapak Dr. Faisal Akbar, SH,

M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan

pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya, dalam penulisan sampai akhir

pengujian dalam penelitian tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tulus dan setinggi-tingginya penulis

(9)

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi

A, SH, CN, MHum, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan staf Pengajar diantaranya Bapak Prof.

Dr. M. Solly Lubis, SH, Prof. Samsul Bahri, SH, Prof. Sanwani Nasution, SH,

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH,

MLi, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H, Prof. Dr Syafruddin Kalo, SH,

M.Hum, Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, Prof. Muhammad. Abduh, SH, Dr.

Pendastaren Tarigan, SH, MS, Dr. Bastari, MM, Notaris Syafnil Gani, SH,

M.Hum, dan lain-lain juga kepada karyawan pada Program Studi Magister

Kenotariatan diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mbak Sari,

Mas Aldi, Mas Rizal, Mas Ken dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam

penulisan ini dari awal hingga selesai.

5. Selanjutnya penulis menghaturkan sembah; sujud dan ucapan terima kasih yang

tak terhingga, kepada kedua orang tua yang telah telah bersusah payah mendidik,

(10)

6. Secara Khusus, penulis juga mengucapkan pada suami tercinta Whisnu Erdiyanto

dan kepada anak-anak ku Kaka juga Agi, yang telah banyak memberi dorongan

baik materil maupun formil sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program

Magister Kenotariatan ini. Semoga nantinya anak-anak ku tercinta dapat

mengikuti dan melebihi jenjang pendidikan ibunya dan menjadi anak yang

berbakti ; berguna bagi nusa dan bangsa.

7. Tidak lupa juga diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga

Om Edi Natasari SH, M.Kn dan Tante Siti Syarifah, SH, SpN yang telah banyak

memberi arahan kepada penulis dan terimakasih buat seluruh keluarga tercinta

yang namanya tidak dapat disebut satu persatu. Semoga Allah SWT yang akan

membalas kebaikan ini.

Akhirnya saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak, yang telah

membantu penulisan tesis ini, semoga kiranya penulisan tesis ini bermanfaat bagi kita

semua, “Amin”. Akhir kata saya ucapkanwassalamualaikum wr . wb

Medan, Agustus 2012 Penulis,

(11)

1. Nama : Nurmilys Br. Ginting

2. Tempat/Tanggal lahir : Medan, 19 Desember 1978

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl. Pintu Air IV, Komp. IDI, No. 20 Kel. Kwala Bekala, Kec. Medan Johor Kota Medan (20142)

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Johan Ginting

2. Nama Ibu : Nurhasnah

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri Percobaan Sei Petani pada Tahun 1985 s/d 1991

2. SMP Swasta Markus pada Tahun 1991 s/d 1994

3. SMU Swasta Markus pada Tahun 1994 s/d 1997

4. Perguruan Tinggi (S1) Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara pada Tahun 1997 s/d 2002

(12)

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... . vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH... . x

DAFTAR SINGKATAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 27

1. Sifat penelitian ... 27

2. Jenis Penelitian ... 28

3. Tekhnik Pengumpulan Data... 28

4. Analisis Data ... 29

(13)

UUJN Guna Memenuhi Tangggungjawab Dalam Berprofesi 37

B. Profesi Pekerjaan Notaris Dalam Hubungannya Dengan

Penegakan Kode Etik Notaris Dan UUJN ... 43

BAB III KETENTUAN YANG MERUPAKAN PENGECUALIAN DALAM PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS, SEHINGGA TIDAK TERMASUK PELANGGARAN DALAM PENEGAKAN HUKUM ATAS UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) ... 52

A. Tindakan Melanggar Hukum Dan Unsur-Unsur Yang Merupakan Kategori Perbuatan Pelanggaran Dalam Penegakan Hukum ... 52

1. Pengertian Tindakan Melanggar Hukum ... 52

a. Perdata ... 56

b. Pidana ... 56

c. Kode Etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris ... 57

2. Unsur-Unsur Perbutan Pelanggaran Dalam Penegakan Hukum Menurut Ketentuan Peraturan PerUndang-Undangan 58 a. Unsur Perbuatan(Daad) ... 58

b. Unsur Pelanggaran(Onrechmatig)... 59

c. Unsur Kerugian(Schade) ... 61

d. Unsur Kesalahan(Schuld)... 62

(14)

Sanksi Pertanggungjawaban yang Diberlakukan Atas

Pelanggaran Tersebut ... 73

1. Tindakan yang Termasuk Dalam Kategori Melakukan Pelanggaran Kode Etik Notaris ... 73

2. Penerapan Sanksi Pertanggungjawaban yang Diberlakukan Atas Pelanggaran Kode Etik ... 81

B. Manfaat Menerapkan Ketentuan Kode Etik Bagi Notaris Dalam Mempertanggungjawabkan Tugasnya ... 88

C. Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melakukan Pelanggaran, Terkait Keberadaan Majelis Pengawas Notaris dan Prosedur Pemeriksaan Penjatuhan Sanksi Oleh Dewan Kehormatan ... 93

1. Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melakukan Pelanggaran, Terkait Keberadaan Majelis Pengawas Notaris 93 2. Prosedur Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Oleh Dewan Kehormatan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 112

(15)

2. Agent of Change = Perantara perubahan dari

perkembangan suatu masyarakat dan hukumnya

3. Ambtelijke Akten = Akta Relaas

4. Based on Fault = Pertanggungjawaban berdasarkan

Kesalahan

5. Being Obligated = Hal yang diwajibkan

6. Communis Opinion = Pendapat Umum

7. Culpa in Commitendo = Segala perbuatan yang dilarang

Oleh Undang-Undang

8. Daad = Unsur Perbuatan

9. Dwingend Recht = Peraturan yang memaksa

10.Gedelegeerd = Didelegasikan

11.Law of Tort = Melanggar Hukum Formil

atau Perdata

12.Liability = Konsep tanggungjawab hukum

13.Onzetting = Pemecatan dari keanggotaan

Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia

14.Oneerlijke Concurentie = Melakukan persaingan yang

tidak jujur sesama notaris.

15.Onrechtmatige Daad = Perbuatan melanggar hukum

16.Onrechtmatige, Unlawfull = Perbuatan manusia yang tidak

(16)

20.Rechtelijkemacht = Kekuasaan Kehakiman/Pengadilan

21.Rechtsplicht = Kewajiban hukum

22.Rechtmatige, Lawfull = Perbuatan manusia yang sesuai

dengan hukum

23.Reglement op het Notaris Ambt in Indonesie = Peraturan Jabatan Notaris

24.Responsibility = Tanggungjawab

25.Schade = Kerugian

26.Schorsing = Pemecatan dari keanggotaan

Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia

27.Schuld = Kesalahan

28.Self Governing Body = Kemandirian Organisasi

29.Straffen on Bepaalding = Hukuman Tertentu

30.Trust = Kepercayaan

31.Vetrouwenambt = Jabatan Kepercayaan

32.Verlijden = Menyusun; Mambacakan; dan

Menandatangani

33.Wettelijkerecht = Perbuatan yang bertentangan

dengan kewajiban hukum yang timbul karena Undang-Undang

34.Wettelijkeplicht = Perbuatan yang bertentangan

(17)

2. KUHPERDATA = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3. KEMENKUMHAM = Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia

4. MPD = Majelis Pengawas Daerah

5. MPW = Majelis Pengawas Wilayah

6. MPP = Majelis Pengawas Pusat

7. PJN = Peraturan Jabatan Notaris

8. SK = Surat Keputusan

(18)

independen, dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan larangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan Kode Etik Notaris. Oleh karenanya ditetapkan masalah yang akan dianalisis, yaitu apakah yang menjadi hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan notaris? ; Kedua bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)? ; Ketiga bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik?

Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dilengkapi dengan analisis dilapangan dengan cara wawancara langsung kepada praktisi seperti notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan Notaris Indonesia) dan Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Selanjutnya bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan dianalisa permasalahan dalam penegakan hukum atas UUJN dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris (deskriptif analitis).

Dari semua analisis diperoleh kesimpulan, bahwa hubungan antara penegakan Kode Etik Notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan sebagai notaris adalah hubungan yang timbal balik (saling terkait) diantaranya dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum, maksud saling terkait bahwa Kode Etik Notaris lahir akibat amanat UUJN (Seperti maksud dan tujuan Pasal 83 UUJN). Kedua, seoarang notaris wajib mematuhi dan menjalankan ketentuan UUJN maupun Kode Etik Notaris, namun ditemukan beberapa ketentuan dalam rumusan Kode Etik Notaris yakni, pada Pasal 5 yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Ketiga, dalam melaksanakan jabatannya, seoorang notaris diawasi oleh Menteri (videPasal 67 UUJNJunctoPasal 68). Menteri membentuk Majelis Pengawas berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan dalam ketentuan Kode Etik Notaris, fungsi pengawasan dijalankan oleh Dewan Kehormatan. Fungsi pengawasan merupakan tujuan penegakan hukum bagi profesi notaris dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Seorang notaris yang dapat (telah) dibuktikan melakukan pelanggaran kode etik akan dimintai keterangannya. Dimintai keterangannya seperti dimaksud, hanya dapat dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris (VidePasal 66 UUJN), hal mana jika perbuatan tersebut melanggar ketentuan UUJN dan tidak terkecuali perbuatan pelanggaran yang ditentukan dalam Kode Etik Notaris dan juga Oleh Dewan Kehormatan. Pertanggungjawaban notaris tersebut diberikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, seperti diberikan sanksi teguran, peringatan, schorsing(pemecatan sementara) danonzetting(pemecatan).

(19)

by Minister and in running his/her office a notary must be neutral, independent, and not to do anything in conflict with the restrictions regulated by the Law and Ethical Codes of Notary. The research problems studied in this study were as follows: what relationship existed between the enforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of law No.30/2004 on Notarial Position and notary as profession; second, what provision that becomes and exception in the enforcement of Ethical Codes of Notary that it is not included in the offence of the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; and third, how a notary will be responsible in case he/she violates the Codes af Ethic

The data for this normative juridical study were obtained from studying the primary and secondary legal materials and directly interviewing the practitioners like notaries (as the members of Indonesia Notary Association), Supervisory Board and Notary Board of Honor. Then the legal materials were examined, explained and analyzed to look at the problems occurred in legal enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position in its relation to Ethical Codes of Notary (descriptive analysis).

The result of this study showed that, first, the relationship between the erforcement of Ethical Codes of Notary and the existence of Law No. 30/2004 on Notarial Position with notary as profession was reciprocal in ensuring legal certainty, order, and legal protection. Being reciprocal in this context means that Ethical Codes of Notary is based on Article 83 of Law No. 30/2004 on Notarial Position; second, a notary shall comply with and execute both the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position and Ethical Codes of Notary but several provisions are found in the formulation of Ethical Codes of Notary, such as what found in Article 5 which is the exeption in the enforcement of Ethical Codes of Notary that they are not included in the enforcement of Law No.30/2004 on Notarial Position; third, in running his/her office, a notary is supervised by a Minister (vide Article 67 of Law No.30/2004 on Notarial Position in conjunction with Article 68). The Minister establishes the Supervisory Board based on the provisions of Law No. 30/2004 on Notarial Position, while by the Board of Honor. The function of supervisory is intended to enforce the law by a notary to account for his/her actions. A Notary who is proven to have violated the Ethical Codes of Notary will be interrogated only by the Supervisory Board (vide Article 66 of Law No. 30/2004 on Notarial Position); the same will apply for the offenses related to the violated the Ethical Codes of Notary, and also by Board of Honor. The accountability of the notary will be given a sanction such as oral/written notice, warning, temporary dismissal (schorsing) and dismissal (onzetting) accordinig to the offences that he/she has done.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Notariat berdiri di Indonesia sejak Tahun 1860, sehingga lembaga

Notariat bukan lembaga yang baru di kalangan masyarakat Indonesia. Notaris berasal

dari perkataan Notarius, ialah nama yang pada zaman Romawi, diberikan kepada

orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Notarius lambat laun mempunyai

arti berbeda dengan semula, sehingga kira-kira pada abad kedua sesudah Masehi yang

disebut dengan nama itu ialah mereka yang mengadakan pencatatan dengan tulisan

cepat.1

Indonesia, sebagai suatu negara dengan menerapkan sistem hukum Romawi

(sistem hukum Kontinental), mengenal pembuktian dengan tulisan, yang dimaksud

dengan pembuktian dengan tulisan disini adalah berupa surat, dengan demikian surat

yang mempunyai kekuatan pembuktian terutama mengenai kepastian tanggalnya dan

penandatangannya adalah dalam bentuk akta otentik. Suatu akta otentik adalah suatu

tulisan yang di dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana aktanya dibuat.2

1

R. Sugondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993 hal. 13

2

(21)

Perkembangan pembangunan nasional3 yang semakin kompleks dewasa ini, tentunya memerlukan peran dan fungsi dari suatu notaris. Misalnya saja semakin luas

dan berkembangnya suatu dunia usaha4, seiring proses perkembangan pembangunan dimaksud, sudah dapat dipastikan dalam melakukan aktifitas bisnis tertentu didalam

dunia usaha menginginkan suatu kepastian hukum5 dalam melakukan aktivitasnya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan

oleh Notaris.

Disamping diperlukannya akta otentik untuk keadaan, peristiwa atau

perbuatan hukum tertentu, akta Notaris dapat menjamin kebebasan berkontrak dan

mengikat, berintikan kebenaran dan kepastian hukum yang merupakan tujuan yang

hendak dicapai oleh para pihak yang berkepentingan dengan akta Notaris tersebut.

Dengan adanya kepastian hukum, akan tercapai pula ketertiban dan perlindungan

hukum kepada masyarakat yang sekaligus dapat memberikan keadilan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan.

3Perkembangan Pembangunan Nasional dimaksud merupakan pengejawantahan dari pada

salah satu tujuan Negara, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang menyatakan bahwa : “memajukan kesejahteraan umum”, yang merupakan landasan yuridis bagi tugas, wewenang dan tanggungjawab pemerintahan Negara untuk menciptakan kesesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

4Arimbi HP dan Emy Hafalid, Membumikan Mandat Pasal 33 UUD 1945, bahwa untuk

menggali potensi kekayaan alam yang merupakan asset bangsa, pemerintah mengikutsertakan masyarakat guna mewujudkan tujuan tersebut, diantaranya dengan meningkatkan peran dunia usaha agar dapat menggerakkan roda perekonomian bangsa., diakses pada Tanggal 22 Februari 2012. <http://www.pasific.net.id/dede_s/membumikan.html>. Selanjutnya penjabaran dari pada tujuan Negara seperti dimaksud, Lihat juga pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang menyatakan bahwa : ”Bumi, air dan kekayaan alam yang yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.

5

(22)

Pelayanan kepentingan umum seperti dimaksud diatas merupakan suatu tugas

yang dilakukan oleh salah satu unsur dibidang pemerintahan yang didasarkan pada

asas memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para warga

anggota masyarakat. Dalam bidang tertentu, tugas itu oleh undang-undang diberikan

dan dipercayakan kepada Notaris, sehingga oleh karenanya masyarakat juga harus

percaya bahwa akta Notaris yang diterbitkan tersebut memberikan kepastian hukum

bagi para warganya. Adanya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan

kepercayaan (trust) dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas

dan fungsi Notaris dalam lalu lintas hukum.6

Peraturan Jabatan Notaris termasuk dalam rubrik undang-undang dan

peraturan-peraturan organik, oleh karena ia mengatur jabatan Notaris. Materi yang

diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris termasuk dalam hukum publik, sehingga

ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah peraturan-peraturan yang

memaksa (dwingend recht), hal tersebut telah diwujudkan pada Tanggal 6 Oktober

2004 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris yang mencabut Reglement op het Notaris Ambt in Indonesia

(Peraturan Jabatan Notaris).7

Kedudukan notaris sebagai pejabat umum seperti maksud dari ketentuan

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 merupakan suatu

jabatan terhormat yang diberikan oleh negara secara simbolis, hal mana sesuai

6Paulus Effendie Lotulung, Perlindungan Hukum Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam

Menjalankan Tugasnya, Jurnal Notariat, April - Juni 2003, hal. 64 - 65.

(23)

dengan ketentuan Pasal 2 UUJN, yakni seorang notaris diangkat dan diberhentikan

oleh Menteri. Menteri negara dimaksud ialah, menteri Kehakiman (sekarang disebut

Menkumham), maka seorang notaris dapat menjalankan tugasnya dengan bebas tanpa

dipengaruhi badan eksekutif atau unsur dari beberapa badan pemerintahan. Maksud

kebebasan seperti dimaksud agar, profesi notaris nantinya tidak akan takut untuk

menjalankan jabatannya, sehingga dapat bertindak netral dan independen.8

Oleh karena hukum positif di Indonesia telah mengatur jabatan notaris dalam

suatu undang-undang khusus yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, selanjutnya dalam penelitian ini disebut dengan UUJN.

Pasal 1 UUJN memberikan defenisi notaris yaitu pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Jabatan Notaris juga merupakan

jabatan seorang pejabat negara atau pejabat umum, berdasarkan ketentuan-ketentuan

dalam UUJN pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik

dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.9

Untuk menjalankan jabatannya Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam Pasal 3 Undang-undang Jabatan Notaris, yakni :10 1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

8Dedy Rajasa Waluyo,Hanya Ada Satu Pejabat Umum Ialah Notaris,Jurnal Notariat, April

-Juni 2003, hal. 41

9

Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris dan PPAT, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2009, hal. 2

10Djuhad Mahja, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Durat

(24)

3. Berumur paling sedikit 27 ( dua puluh tujuh ) tahun;

4. Sehat jasmani dan rohani;

5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua (S-2) Kenotariatan;

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris

atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus

strata dua kenotariatan; dan

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk

dirangkap dengan jabatan Notaris.

Selanjutnya, Notaris bertugas untuk mengkonstantir hubungan hukum antara

para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta

otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum.11

Seperti telah disebutkan diawal bahwa salah satu tugas dari pada notaris ialah

untuk melayani kepentingan masyarakat yang memberi kepercayaan kepada Notaris,

untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum yang diinginkan oleh

masyarakat. Adapun tujuan masyarakat mendatangi seorang Notaris untuk membuat

akta otentik adalah, karena akta otentik tersebut akan berlaku sebagai alat bukti yang

sempurna baginya.

11Tan Thong Kie,Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, PT. Ichtiar Baru Van

(25)

Suatu akta Notaris sebagai akta yang otentik mempunyai kekuatan nilai

pembuktian seperti dimaksud ialah, sebagai berikut :12 1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat

apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan

dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris

tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib

membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.

2. Formal (Formele Bewijskracht)

Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari,

tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang

menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris,

serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada

akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para

pihak/penghadap (pada akta pihak).

3. Materiil (Materiele Bewijskracht)

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut

dalam kata merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang

membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,

kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan

yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau

(26)

keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hahadapan Notaris dan

para pihak harus dinilai benar.

Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan

kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta

keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang notaris maka

dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat, dimana untuk mendapatkan suatu

kepastian hukum seperti maksud dan tujuan perkembangan pembangunan yang telah

diuraikan diatas.

Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan

dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris

dalam lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris

harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat

dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.

Kode etik profesi notaris, disusun oleh organisasi profesi notaris, Ikatan

Notaris Indonesia (INI). Menurut Pasal 1 angka (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris

Indonesia (INI) menjabarkan bahwa Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan

disebut kode etik adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan

Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan

keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta

(27)

menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat

Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.

Kongres INI pertama diadakan di Surabaya Tahun 1974 dan kemudian diubah

dan disusun kembali dalam Kongres XIII yang diadakan tahun 1981 di Bandung.

Selanjutnya Kode Etik Notaris telah disempurnakan melalui Konggres Luar Biasa

Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Bandung tanggal 29 Januari 2005.13

Dalam Ketentuan Kode Etik Notaris tersebut telah ditetapkan beberapa

kaidah-kaidah yang harus dijalankan oleh notaris. Hal dimaksud merupakan

ketentuan selain yang terdapat dalam Peraturan Jabatan Notaris, diantaranya adalah:

1. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada :14

a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada

hukum Peraturan Jabatan Notaris, Sumpah jabatan, Kode Etik Notaris dan

berbahasa Indonesia yang baik;

b. Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan

nasional terutama sekali dalam bidang hukum;

c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan

Notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

2. Dalam menjalankan tugas, Notaris harus :

13

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia,Jati Diri Notaris Indonesia Dulu. Sekarang dan Di Masa Datang,: Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008 hal. 198

14Suhrawardi K Lubis., Etika Profesi Hukum, Pnerbit Sinar Grafika, Cet. 4, Jakarta. 2006,

(28)

a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan

dengan penuh rasa tanggung jawab;

b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh

Undang-Undang, dan tidak membuka kantor cabang dan Perwakilan dan tidak

menggunakan perantara;

c. Tidak menggunakan mass media yang bersifat promosi.

3. Hubungan Notaris dengan klien harus dilandaskan :

a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan

jasanya dengan sebaik-baiknya;

b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran

hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan

kewajibannya;

c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang

kurang mampu.

4. Notaris dengan sesama rekan Notaris haruslah :

a. Hormat menghormati dalam susunan kekeluargaan;

b. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama

rekan;

c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan nama korps Notaris atas

dasar rasa solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.

Kode etik notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman

(29)

pengaturan kode etik notaris, yakni berdasarkan Pasal 2 Kode Etik Notaris Ikatan

Notaris Indonesia (INI). Hal ini berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun

orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, baik dalam pelaksanaan

jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaksanaan etika menuntun seseorang untuk dapat membedakan yang baik

dan yang buruk, sehingga selalu mengutamakan kejujuran dan kebenaran dalam

menjalankan jabatannya. Oleh karena itu menurut Ignatius Ridwan Widyadharma,

profesionalisme adalah di dalam menjalankan karyanya wajib didukung oleh Etika

Profesi sebagai dasar moralitas, sekaligus kedua hal tersebut. Profesionalisme dan

Etika Profesi merupakan satu kesatuan yang manunggal.15 Jadi setiap profesi itu mengandung dua aspek, yaitu Profesionalisme dan Etika Profesi sebagai pedoman

moralitas. Sehingga pada setiap profesi dijumpaitechnicdanethicpada profesi. Oleh

karena itu Etika Profesi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat dan sekaligus

dapat dijadikan agent of change (perantara perubahan dari perkembangan suatu

masyarakat dan hukumnya).16

Atas dasar kondisi yang demikian, maka peneliti tertarik untuk menganalisis

secara mendalam mengenai keterkaitan Penegakan hukum atas Undang-Undang

Notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan Penegakan Kode Etik Notaris. Dalam

dua ketentuan aspek yuridis tersebut, maka ditemukan beberapa permasalahan dalam

penelitian ini, yaitu pengaturan mengenai tugas dan wewenang notaris dan sejauh

(30)

mana ketentuan yuridis tersebut, menilai suatu tindakan notaris dalam tugasnya tidak

berdasarkan pertimbangan pelaksanaan penegakan kode etik notaris (dalam hal terjadi

pelanggaran kode etik).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapatlah dirumuskan

beberapa permasalahan yakni, sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi hubungan antara penegakan kode etik notaris dengan

keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi pekerjaan

notaris ?

2. Bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan

kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan

hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) ?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan

tugasnya melakukan pelanggaran kode etik ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara penegakan kode etik

notaris dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi

bekerja sebagai notaris.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan yang merupakan pengecualian

dalam penegakan kode etik notaris, sehingga tidak termasuk pelanggaran

(31)

3. Untuk menganalisis guna mengetahui pertanggungjawaban Notaris, apabila

dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan

hukum yang berkaitan dengan masalah Kenotariatan

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum seperti notaris, atau

lembaga-lembaga pemerintahan seperti pengadilan atau lembaga-lembaga pemerintah lain agar dapat

mengetahui informasi dan mekanisme yang terdapat dalam Undang-Undang Jabatan

Notaris dan dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Pasca

Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan rekomendasi

Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan sampai sekarang belum ada judul yang

sama mengenai “Analisis Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan

(32)

Akan tetapi dalam penelusuran tersebut ada judul yang mengangkat mengenai

Kode Etik Profesi, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda.

Adapun judul dan nama peneliti dimaksud ialah :

1. Analisis Terhadap Putusan Peradilan Kode Etik Polri Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 di Wilayah Polda Sumut. Atas namaJaholden

(037005044) ;

2. Peranan Kode Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris. Atas nama

Ekawati Prasetia(087011040) ; dan

3. Larangan Melakukan Promosi Jabatan Dalam Menjalankan Profesinya

Menurut Kode Etik Notaris Sebagai Upaya Menghindari Persaingan Tidak

Sehat Antar Notaris. Atas namaOctoverry Purba(087011088)

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi

1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai

landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan

postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga

penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa

dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”17

(33)

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori

tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau

pegangan teoritis dalam penelitian.18

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses

tertentu terjadi.19 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka

teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.20

Dalam penelitian ini digunakan teori pertanggungjawaban sebagai pisau

analitis, teori pertanggungjawaban ini di prakarsai oleh John Austin (1790-1859).

Austin adalah tokoh yang memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan

hukum yang dicita-citakan, dengan kata lain ia memisahkan secara tegas antara

hukum dengan moral dan agama. Ilmu hukum hanya membahas hukum positif saja,

tidak membahas hubungan antara hukum positif dengan moral dan agama. Tanpa

memperdulikan baik atau buruknya hukum itu, diterima atau tidak oleh masyarakat.21 Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep

tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum

atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus

18M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994,

hal 80

19J.J.J M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203 20

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6

21Filsafat Hukum,Filsafat & Teori Hukum (Zen Zanibar M.Z),http//s2.hukum.universitas

(34)

perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum. Sanksi dikenakandeliquet, karena

perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab.22 Notaris merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan keahlian khusus yang

ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini menuntut notaris

untuk memiliki pengetahuan yang luas dan tanggung jawab untuk melayani

kepentingan umum. Pada saat notaris menjalankan tugasnya, notaris harus memegang

teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan

terhormat.

Dalam hal tanggungjawab seorang notaris, mempunyai kewajiban yang sama

dengan bidang pekerjaan-pekerjaan lain yang juga memiliki tanggung jawab

(subyekresponsibility)dan subyek kewajiban hukum. Dalam teori tradisional, ada

dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on

fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility). Tanggungjawab mutlak

yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat

undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya. Tiada

hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari perbuatannya.23 Dalam melayani kepentingan umum, notaris dihadapkan dengan berbagai macam karakter

manusia serta keinginan yang berbeda-beda satu sama lain dari tiap pihak yang

datang kepada notaris untuk dibuatkan suatu akta otentik atau sekedar legalisasi untuk

penegas atau sebagai bukti tertulis atas suatu perjanjian yang dibuatnya.

22Ibid

23Filsafat Hukum,Filsafat&Teori Hukum (Zen Zaniba MZ),http//s2.hukum.universitas

(35)

Konsep kewajiban yang dikembangkan disini adalah konsep yang

dimaksudkan oleh teori analitis Austin, argumentasi Austin berdasarkan pada asumsi

bahwa sanksi selalu dikenakan pada deliquentdan tidak di perhatikan kasus dimana

sanksi juga dikenakan kepada individu dalam hubungan hukum tertentu

dengandeliquent. Dia tidak menyadari perbedaan antara diwajibkan (being obligated)

dengan bertanggung jawab. Profesi Notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga

pekerjaannya harus berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya

sendiri, tidak bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang

etika profesi Notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran

berkewajiban untuk menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam

mempraktikan profesi, yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi

kepada sesama.

Jadi hubungan etika dan moral adalah bahwa etika sebagai refleksi kritis

terhadap masalah moralitas, dan membantu dalam mencari orientasi terhadap

norma-norma dan nilai-nilai yang ada. Definisinya tentang kewajiban hukum antara etika

dan moral adalah “diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau

ditempatkan dibawah kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan,

adalah menjadi dapat dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal

tidak mematuhi suatu perintah”. Tetapi bagaimana dengan kasus dimana orang selain

yang tidak mematuhi hukum, dalam bahasa Austin perintah, bertanggung jawab

(36)

Penyelenggaraan kewenangan lembaga kenotariatan di Indonesia berada di

bawah payung UUJN sebagai peraturan induk. Para notaris selain tunduk pada

ketentuan UUJN, juga tunduk pada sejumlah peraturan-peraturan hukum lain, baik

peraturan perundang-undangan yang lebih umum, SK Menteri Hukum dan HAM,

juga ditambah dengan ketentuan-ketentuan kode etik organisasi profesi notaris.

Kewenangan notaris bersifat umum yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1)

UUJN yaitu : “Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan

perundang-undangan dan/atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam

suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang

ditetapkan oleh Undang-Undang”.

Kewajiban hukum merupakan suatu kewajiban yang diberikan dari luar diri

manusia (norma heteronom), sedangkan kewajiban moral bersumber dari dalam diri

sendiri (norma otonom). kewajiban hukum dan kewajiban moral dapat berpadu,

dalam tataran ini kewajiban hukum telah diterima sebagai

kewajiban-kewajiban moral. dalam wilayah pembahasan etika, Immanuel Kant menguraikan

etika “imperatif kategoris” dimana, tunduk kepada hukum merupakan suatu sikap

yang tanpa pamrih, dan tidak perlu alasan apapun untuk tunduk kepada hukum.24

24Teori Pertanggungjawaban,

(37)

Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan dari

masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris dalam

lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus

berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat dan

martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.

Dalam penelitian ini juga menggabungkan antara teori pertanggungjawaban

sebagaimana telah diuraikan diatas dengan teori sistem hukum. Teori tentang sistem

hukum menurut Lawrence Meir Friedmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen

struktur (structure), substansi(substance), dan budaya hukum(legal culture).25 Dalam menganalisis topik mengenai permasalahan penegakan hukum atas

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan penegakan

Kode Etik Notaris dalam penelitian ini pengaturannya telah terkonsep dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Undang-Undang-Undang-Undang Jabatan Notaris. Konsep

dalam Undang-Undang dimaksudlah yang merupkan aplikasi dari teori sistem hukum

seperti dimaksud Friedmann diatas.

Selanjutnya ketiga elemen dalam teori tentang sistem hukum seperti dimaksud

Friedmann diatas ialah, pertama mengenai struktur (structure), dalam hal ini ialah

kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris

dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan

intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi

25Lawrence. M. Friedman, Hukum Amerika : Sebuah Pengantar, American Law : An

(38)

nilai-nilai moral. Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai perkumpulan organisasi bagi

para notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan pelaksanaan

kode etik profesi bagi Notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas

utama untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kode etik. Pengawasan

terhadap para Notaris sangat diperlukan dalam hal notaris mengabaikan keluhuran

dan martabat atau tugas jabatannya atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan

umum atau melakukan kesalahan-kesalahan lain di dalam menjalankan jabatannya

sebagai notaris.

Selanjutnya elemen kedua yakni mengenai substansi (substance), bahwa

menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, bahwa dalam

menjalankan tugasnya diawasai oleh suatu lembaga yang telah ditentukan. Pengertian

dasar dari suatu pengawasan menurut ketentuan Kode Etik Notaris adalah segala

usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya

tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau

tidak.26

Selain dari pada tugas pengawasan oleh Dewan Kehormatan seperti dimaksud

diatas, Pada waktu sekarang ini setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maka pengawasan atas Notaris menurut Pasal 67

ayat (1) dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan yang dimaksud

Menteri membentuk Majelis Pengawas yang terdiri atas unsur pemerintah sebanyak 3

(39)

(tiga) orang, Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan ahli/akademisi sebanyak

3 (tiga) orang.

Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya, karena itu

hukum harus diukur dengan norma moral. Sebaliknya moral membutuhkan hukum

yang bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas. Norma moral merupakan tolok

ukur untuk menentukan benar-salahnya tindakan manusia dilihat dari segi

baik-buruknya sebagai manusia. Hal ini sesuai dengan elemen kedua dari sistem hukum

yang dimaksud Friedmann, yaitu pada substansi hukum(substance), yang dimaksud

dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia, atau

yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah substansi hukum.27

Dengan demikian dalam elemen kedua mengenai substansi (substance),

menurut Friedmann juga akan kembali bersinggungan dengan teori pertama yakni

mengenai pertanggungjawaban. Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep

kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum, dalam arti bertanggung

jawab atas sanksi yang dikenakan atas perbuatannya yang bertentangan dengan

hukum. Dalam tanggung jawab terkandung pengertian penyebab tanggung jawab

dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung dalam hal dilakukan

oleh orang lain tetapi di bawah kekuasaannya atau pengawasannya.28

Sedangkan mengenai budaya hukum(Legal Culture)yang merupakan elemen

ketiga dari sistem hukum, Friedman mengartikannya sebagai sikap masyarakat

27Lawrence. M. Friedman, Opcit.hal 7

(40)

terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta

harapan masyarakat tentang hukum.29 Harapan dimaksud ialah pertanggungjawaban profesional selaku notaris, yakni pertanggungjawaban kepada diri sendiri dan kepada

masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti seorang profesional

bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional sebagai bagian dari

kehidupannya.

Berdasarkan sisi sejarah dapat dikatakan bahwa suatu profesi bermula dari

masa kerajaan Romawi. Warga negara Romawi pada waktu itu digolongkan menjadi

the ruling class yaitu warga kota yang bebas dan golongan-golongan yang tidak

bebas seperti budak-budak atau slaves. Pada masa itu hanya budaklah yang bekerja

sedangkan warga yang tergolongthe ruling class tidak bekerja, bahkan merasa malu

dan hina bila bekerja, hal ini disebabkan yang disebut sebagai bekerja adalah

mengandalkan fisik semata. Namun ada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat

intelektual, yang memerlukan kecakapan yang tinggi dan perlu dikerjakan, antara

lain, pekerjaan hukum, kedokteran, kesenian dan sebagainya. Karena golongan budak

berpendidikan rendah, maka bidang-bidang pekerjaan itu hanya dapat dilakukan oleh

golongan bebas atau the ruling class. Pekerjaan yang dilakukan oleh golongan the

ruling classitu disebut sebagai operae liberalis dan artes liberalis. Liberalis berarti

orang bebas sebagai lawan dari budak yang tidak bebas (slave).30

29Ibid,hal. 8

30 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,

(41)

Lebih lanjut Friedmann menyatakan bahwa dalam elemen struktur(structure),

dirumuskan bahwa sistem hukum (legal system) terus berubah, namun

elemen-elemen system itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang

yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada

abad yang lalu akan berada disitu dalam jangka panjang. Inilah struktur system

hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang tetap bertahan, elemen yang memberi

semacam bentuk atau batasan terhadap keseluruhan.31Menjelaskan hubungan antara ketiga elemen sistem hukum tersebut, Friedman menggambarkan sistem hukum

sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”,

kemudian produk yang dihasilkan sebagai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana

mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga

elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem

hukum.32

2. Konsepsi

Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun

kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional sebagai berikut :

a. Penegakan Hukum, adalah segala kegiatan yang dilakukan seseorang dalam

mengemban tugas sebagai seorang profesi notaris. Kegiatan dimaksud ialah

memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi

(42)

perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam

masyarakat.

b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik

dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris.

Notaris dikatakan pejabat umum, dalam hal ini dapat dihubungkan dalam

Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu akta otentik adalah suatu akta

yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam Undang-Undang dibuat oleh atau

dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu.33

Notaris dalam menjalankan kewenangan terikat pada ketentuan-ketentuan

yang harus ditaati, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang antara lain Menyebutkan :

1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula :

(43)

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus ;

c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam

surat yang bersangkutan.

d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.

e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta.

f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan ; atau

g) Membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

c. Kewajiban Notaris adalah, melaksanakan kegiatan seorang yang berprofesi

sebagai notaris. kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan oleh Notaris

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus menjalankan kewajiban,

(44)

a) Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

b) Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris.

c) Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta.

d) Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

e) Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah /

janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.

f) Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku.

g) Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan.

h) Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh

(45)

i) Menerima magang calon Notaris.

d. Penegakan Kode Etik Notaris, adalah pelaksanaan kegiatan oleh seorang yang

berprofesi sebagai notaris dengan mengacu pada norma-norma hukum, atau

etika dalam berprofesi sebagai notaris.

e. Kode Etik Notaris adalah, seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh

Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang berlaku bagi seluruh anggota

Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan

Notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai perbandingan pengertian Kode Etik Notaris menurut Liliana

Tedjosaputro dapat dijelaskan bahwa :34

“Kode Etik adalah suatu tuntunan, bimbingan atau pedoman moral atau

kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban

dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu

sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktekkannya. Sehingga dengan

demikian Kode Etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, atau pedoman moral

atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang

diangkat pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan umum, khususnya

dalam bidang pembuatan akta. Dalam hal ini dapat mencakup baik Kode Etik

Notaris yang berlaku dalam organisasi (INI), maupun Peraturan Jabatan

Notaris di Indonesia yang berasal dariReglement op het Notaris.”

34Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bayu

(46)

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum (bersifat

memberi petunjuk atau ketentuan berdasarkan peraturan yang berlaku). Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang

menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu,

penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru

sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan

yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban

yang diharapkan didalam penelitian hukum adalahright, appropriate, inappropriate,

atau wrong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam

penelitian hukum sudah mengandung nilai.35 1. Sifat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini

bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya menggambarkan secara sistematis

factual dan akurat tentang permasalahan penegakan hukum atas Undang-Undang

Jabatan notaris. Sedangkan analitis maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa

dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek yang berhubungan

35Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1, Jakarta,

(47)

dengan perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan notaris, menurut ketentuan

yang terdapat didalam kode etik notaris.

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu

penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut

juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Undang-Undang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris atau hal lain berhubungan topik permasalahan dalam

penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum).36

3. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi dokumen yakni

dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas, yang

terdiri dari peraturan perundang-undangan dan catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan serta putusan hakim.37

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini, meliputi Peraturan

Perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sementara bahan hukum sekunder

adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan, dengan menelaah buku-buku

36Ibid

(48)

literatur, undang-undang, brosur/tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang

diteliti.38

Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah Anggaran Dasar

Ikatan Notaris Indonesia dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia,

Kode Etik Notaris serta hasil wawancara yang telah diolah dengan Informan seperti

beberapa Notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan Notaris Indonesia), Majelis

Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Dalam penelitian hukum, data sekunder

mencakup bahan primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan sekunder

yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer; dan

bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder.39

4. Analisis Data

Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.40 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap

38Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1990, hal 11

39Ibid

40Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,

(49)

semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui

validitasnya.

Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga

menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik.41Oleh karenanya analisis data dalam penelitian ini digunakan logika berpikir secara deduktif (metode

deduktif), dengan metode deduktif akan dapat ditarik kesimpulan spesipik yang

mengarah pada penyusunan jawaban terhadap permasalahan dimaksud. Kesimpulan

dimaksud diatas adalah tentang bagaimana bentuk, manfaat, dari penegakan hukum

oleh ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan

hubungannya dengan Kode Etik Notaris.

41Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta, Raja

(50)

BAB II

HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP

PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

A. Fungsi, Kewenangan Notaris dan Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris Dengan Keberadaan UUJN

1. Defenisi Umum Tentang Fungsi dan Kewenangan Notaris

Keberadaan profesi notaris berfungsi sebagai pelaksana dalam membuat alat

bukti tertulis mengenai akta-akta otentik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal

1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Adapun yang dimaksud

dengan akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah : “Suatu akta otentik

adalah suatu akta yang di dalarn bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat

oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat

dimana akta dibuatnya”.

Kewenangan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Pasal 1 joPasal 15 ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(UUJN) yang mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2004. Adapun bunyi dari Pasal 1

angka UUJN adalah sebagai berikut : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini”. Serta Pasal 15 ayat (1) UUJN mendefinisikan tentang

kewenangan Notaris sebagai pejabat umum, yaitu sebagai berikut : “Notaris

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, model pengajaran advance organizer dengan menggunakan media penambat film ekranisasi mampu menggugah kepekaan emosional

Berdasarkan hasil di lapangan melalui wawancara yang dilakukan peneliti tentang bagaimana guru memahami raos bungah siswa, maka diperoleh hasil bahwa raos bungah

Penelitian sejenis, yakni berupa penerapan filsafat Suryomentaram terhadap novel lain, khususnya pada novel-novel psikologis akan menambah semarak penelitian sastra

Persilangan yang berhasil membentuk buah menunjukkan bahwa bunga yang disilangkan memiliki kompatibilitas yaitu kesesuaian antara polen dengan stigma sehingga

(1) Masyarakatnya heterogen, beragam latar belakang budaya (2) Hubungan sosialnya didasarkan pamrih kepentingan ekonomi (3) Pengendalian terhadap penyimpangan sosial masih cukup kuat

Tinggi tanaman pada kemiringan 3% juga berbeda nyata (signifikan) dengan kemiringan 7%. Besarnya panjang akar rata-rata tanaman pada masing-masing kemiringan dan

 memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;  melibatkan peserta didik secara

Faktor-faktor yang menjadi penghambat para guru melaksanakan kurikulum 2013 adalah kurangnya sarana dan prasaran dalam mengembangkan proses pembelajaran, kurangnya buku