• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Aplikasi Pelatihan Otot Mata Penderita Miopia Menggunakan Metode Bates dan Teknologi Virtual Reality

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Aplikasi Pelatihan Otot Mata Penderita Miopia Menggunakan Metode Bates dan Teknologi Virtual Reality"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

1599

Pengembangan Aplikasi Pelatihan Otot Mata Penderita

Miopia

Menggunakan Metode

Bates

dan Teknologi

Virtual

Reality

Mukhammad Sharif Hidayatulloh1, Komang Candra Brata2, Hanifah Muslimah Az-Zahra3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1sharief.shahrul@gmail.com, 2k.candra.brata@ub.ac.id, 3hanifah.azzahra@ub.ac.id

Abstrak

Pengobatan bagi para penderita miopia yang umum selama ini adalah dengan menggunakan kacamata, cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan operasi lasiik namun dengan harga yang sangat mahal sehingga tidak semua orang bisa melakukannya. Metode bates yang telah ditemukan 100 tahun yang lalu oleh Dr. William Horatio Bates adalah metode yang praktis, dan gratis yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk menyembuhkan mata minus. Metode bates tersebut diimplementasikan kedalam sebuah aplikasi menggunakan teknologi virtual reality yang dapat digunakan untuk pengguna sehingga pengguna bisa melakukan pelatihan lebih mudah secara mandiri. Pemanfaatan sensor gyroscope dalam smartphone dan google vr sdk mampu menyimulasikan pelatihan otot mata dalam metode bates. Simulasi yang dilakukan dalam pelatihan tersebut menggunakan sebuah pointer berwarna hijau yang akan bergerak sesuai dengan teknik latihan. Pemakaian aplikasi dilakukan secara rutin selama 30 hari dengan durasi latihan per hari 5-10 menit. Pengujian dilakukan pada hari pertama sebelum latihan dan pada hari kelipatan 6 selama latihan dengan menggunakan fitur pengukuran minus yang ada di dalam aplikasi. Hasil pengujian yang dilakukan pada 12 responden menunjukkan bahwa rata-rata penurunan minus yang terjadi adalah 0.22 D yang mana hasil tersebut mendekati hasil penelitian yang dilakukan oleh Hildreth dkk pada tahun 1947 sebesar 0.25 D. Hal ini menunjukkan bahwa virtual reality efektif untuk diterapkan pada metode bates.

Kata kunci: metode bates, virtual reality, miopia

Abstract

The common treatment for the myopia is by using the glasses, the other ways to cure this problem is doing lasiik surgery, but it takes large amount of financial so only people who have good financial can do this solution. The bates method which have found by Dr. William Horatio Bates 100 years ago was easy and can be used by everyone to cure myopia. The bates method has implemented to an application which using virtual reality technology, this implementation have a purpose to train eyebrow muscle eye easily and independently. The using of gyroscope sensor in smartphone and google vr sdk support eyebrow muscle eye training on bates method. The simulation in this training using the green pointer which move based on training technique. The user using this application in period 30 days and 5-10 minutes training duration each day. The measurement of myopia scale done on the first day and 5 times in period 30 days with interval 6 day using in-app features. The result of effectiveness testing for 12 respondent show the avarage decrease of myopia scale is 0.22D. This result come near with the result of Hildeth’s research in 1947 that show result 0.25D. This successfull testing show that virtual reality implementation is effective with bates method.

Keywords: bates method, virtual reality, myopia

1. PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu organ vital yang wajib untuk dirawat oleh masing-masing individu dari berbagai gangguan mata yang paling berbahaya yaitu kebutaan. WHO (2014) mengelompokkan 4 tingkat fungsi visual yaitu

(2)

gabungan dari gangguan mata sedang dan gangguan mata berat. Secara global penyebab dari gangguan penglihatan adalah 43% gangguan refraksi, 33% katarak, dan 2% adalah glaucoma. Kemenkes (2012) mendapatkan data penderita kelainan refraksi sebesar 22,1% dari total populasi penduduk Indonesia dan 15% diantaranya adalah usia sekolah. Refraksi itu sendiri merupakan sebuah keadaan dimana bayangan dari objek tidak jatuh tepat pada retina yang menyebabkan bayangan tersebut menjadi kabur, contohnya miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia (Darling & Thorpe, 1996).

Miopia sendiri adalah gejala yang terjadi karena adanya gangguan pada fungsi badan siliar yang mengandung otot-otot yang berguna untuk melakukan akomodasi sehingga lensa mata dapat mencembung, Dalam buku Ilmu perawatan mata (2004), Ilyas mengatakan untuk membantu para penderita miopia agar bisa melihat dengan jelas, bisa dilakukan dengan cara memberikan lensa negatif yang berguna sebagai media yang bisa melemahkan daya bias sinar yang masuk kedalam bola mata. Permasalahan yang sebenarnya adalah menggunakan kacamata hanya membantu penderita refraksi termasuk miopia untuk melihat dengan jelas, dan bukan untuk menyembuhkan (AAOO, 2015).

Metode bates adalah sebuah cara menyembuhkan mata dengan beberapa teknik pelatihan otot mata sederhana serta relaksasi pikiran dan badan yang telah ditemukan oleh Dr. William Bates 100 tahun yang lalu (Bates, 1920), meski telah 1 abad ditemukan, namun sampai sekarang kredibilitasnya masih belum bisa diterima oleh sebagian besar orang terutama tenaga medis dalam bidang Oftalmologi atau ahli mata karena doktrin yang dipaparkan oleh Hermann von Helmholtz pada tahun 1855 yaitu kemampuan akomodasi mata hanya bisa dipengaruhi oleh lensa mata (Oxenfeld, 2013), alasan lain adalah di dunia perekomonian, Metode Bates bisa menghambat perusahaan yang bergerak pada bidang optik karena insdustri optik yang meliputi kacamata resep, kacamata hitam untuk menangkal radiasi matahari, kacamata baca, kontak lensa, dan operasi bedah refraktif mengalami peningkatan 3.9% pada periode 1 tahun yang diakhiri pada bulan Juni 2013 dengan pendapatan sebesar $35.47 Miliar (Healio, 2013).

Pada tahun 2013 muncul sebuah produk yang diklaim sanggup untuk menyembuhkan

penyakit refraksi pada mata khususnya miopia yaitu iBrite, alat pelatihan otot mata dengan menggunakan teknologi 3D yang dilengkapi dengan signal digital frekuensi rendah untuk memijat 7 titik akupunktur mata sehingga meningkatkan ketajaman penglihatan. Meskipun iBrite adalah alat yang revolusioner dalam menerapkan metode bates, kekurangan dari alat tersebut terletak pada harganya yang tergolong mahal yaitu Rp.1.699.000 (Jaco, 2013) sehingga tidak semua orang mampu untuk membelinya.

Adanya teknologi virtual reality memberikan ruang kepada developer untuk membuat berbagai macam game interaktif dengan memberikan experience baru kepada pengguna (Sudarmawan & Ariyus, 2007), bukan hanya game yang mungkin untuk diimplementasikan kedalam VR, metode bates juga sangat memungkinkan dengan cara membuat lingkungan 3D yang khusus untuk pelatihan otot mata dan menerapkan beberapa teknik dalam metode bates.

Dari fakta-fakta yang telah dipaparkan di atas, dilakukan penelitian untuk membuat sebuah aplikasi dengan memanfaatkan metode bates dan kemampuan immersive yang ada dalam teknologi VR dan memiliki harga lebih terjangkau dengan Head Mounted Display (HMD) low cost yaitu cardboard dari Google. Pertanyaan yang mendasar sekaligus dijadikan rumusan masalah adalah bagaimana analisis, rancangan, implementasi, dan pengujian aplikasi, yaitu terkait dengan rekayasa perangkat lunak, bagaimana pengaruh skala minus penderita miopia setelah menggunakan aplikasi, dan bagaimana tingkat efektivitas penerapan teknologi virtual reality untuk metode bates dalam menurunkan skala dioptri pada penderita myopia jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan metode bates secara konvensional.

2. LANDASAN KEPUSTAKAAN

(3)

digunakan untuk menentukan skala minus pada salah satu fitur aplikasi pelatihan otot mata.

Penelitian yang dilakukan oleh Rommel Hildreth dkk (1947) bertujuan untuk menguji efektivitas metode bates untuk penderita miopia. Penelitian ini dilakukan di University of Missouri, Saint Louis dengan total 54 responden dengan kriteria antara lain memiliki usia 10 sampai 30 tahun, rentang miopia antara -0,50D sampai - 3.00 D, dan astigmatisme maksimal 1 diopter.

Hasil penelitian yang didapat dari penelitian The Effect Of Visual Training on Existing Myopia menunjukkan rata-rata penurunan minus dari 54 responden adalah 0.25D (Hildreth, et al., 1947). Hasil yang penulis dapat dari penelitian ini akan dijadikan dasar dalam pengujian efektivitas.

2.1.Miopia

Miopia adalah keadaan dimana mata memiliki kekuatan pembiasan cahaya yang besar sehingga menyebabkan sinar sejajar yang masuk dibiaskan di depan retina, miopia dapat menyerang manusia mulai usia dini, skala pada penyakit miopia dilambangkan dalam skala dioptri dimana (1-3 dioptri) merupakan ringan, (3-6 dioptri) adalah sedang dan (6-10 dioptri) adalah berat. (Ilyas, 2003)

Untuk membantu pasien dengan penyakit miopia bisa menggunakan lensa sferis negatif kecil untuk memberikan ketajaman penglihatan yang besar. Penyakit yang mungkin terjadi pada penderita miopia berat adalah terjadinya juling, hal ini terjadi karena mata terus berkonvergensi. (Ilyas, 2004)

a) b)

Gambar 2.1 Ilustrasi Fokus Penderita Miopia a) Sebelum Menggunakan Kacamata, b) Setelah

Menggunakan Kacamata

Sumber : (Ilyas, 2003)

Gambar 2.1 a) menggambarkan fokus mata pada penderita miopia sebelum menggunakan kacamata dan b) menggambarkan setelah menggunakan kacamata

2.2.Metode Bates

Metode Bates ditemukan oleh Dr. William Bates dalam bukunya yang membahas tentang beberapa metode sederhana untuk menyembuhkan mata, inti dari metode ini adalah relaksasi untuk mata dan pikiran.

Metode ini bertujuan untuk memulihkan, menormalkan, dan menyehatkan fungsionalitas mata. Berdasarkan metode bates, gangguan mata bisa disebabkan oleh ketegangan pikiran, ketegangan ini bisa berasal dari permasalahan yang dirasa sulit untuk diselesaikan yang berujung pada gangguan pikiran dan menjadi tegang, solusinya adalah dengan berusaha untuk mengistirahatkan pikiran.

Mata manusia dalam hal visual secara terus menerus memperhatikan detail, warna, cahaya, gerakan, bentuk, dan kedalaman, namun sayangnya kebanyakan orang menyepelekan hal ini dan menganggap bahwa kemampuan mata untuk merepresentasikan objek yang dilihat hanyalah sebuah hal yang umum, selain itu tuntutan teknologi modern membawa manusia semakin tidak menyadari akan kekuatan mata, bahkan semakin menjauhkan manusia untuk memanfaatkan fungsi alami mata untuk menikati indahnya alam yang tercipta, sistem visual mata hanya dimanfaatkan untuk bermain game, berhari-hari di depan komputer dan kegiatan yang pada dasarnya memaksa mata untuk selalu bekerja tanpa istirahat.

Dr. Bates memberikan beberapa metode untuk memberikan mata apa yang seharusnya dibutuhkan yaitu warna, bentuk, kedalaman, tekstur, dan gerakan yang diibaratkan makanan bagi mata oleh Bates, dengan memberikan

kembali “makanan” yang seharusnya

didapatkan oleh mata dengan menggunakan beberapa metode yang diciptakan oleh Bates, maka mata akan menjadi normal. (Bates, 1920).

Untuk menentukan metode mana yang paling mungkin diimplementasikan kedalam virtual reality, dibuat sebuah tabel perbandingan semua teknik dalam metode bates yang dijelaskan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan Kapabilitas Metode Bates

Untuk Diimplementasikan Ke dalam Virtual Reality

Nama Metode

Keterangan Alasan

Palming Tidak bisa Ketika memakai CardBoard, pengguna tidak bisa memijat mata

Sunning Tidak bisa Tidak mungkin mensimulasikan cahaya matahari/lampu

menggunakan smartphone

Long

Swing

Tidak bisa Akan membuat user

pusing jika

diimplementasikan karena tidak semua kamera

(4)

sensor OIS. Head

Swing

Bisa Hanya membutuhkan sensor Gyroscope dan sebuah pointer yang bergerak.

Prayer

Swing

Tidak bisa Tidak membutuhkan

virtual reality untuk diterapkan.

Optical Swing

Bisa Sangat cocok untuk melatih otot mata sekaligus untuk reaksasi mata

Colour day

Tidak bisa Tidak membutuhkan

virtual reality.

Berdasarkan Tabel 2.1, didapatkan 2 teknik dari metode bates yang paling mungkin untuk diimplementasikan kedalam virtual reality yaitu Head Swing dan Optical Swing.

2.3.Virtual Reality

Virtual reality (VR) secara umum adalah teknologi yang membuat usernya berinteraksi dengan dunia yang disimulasikan oleh komputer (Sudarmawan & Ariyus, 2007), untuk implementasi VR itu sendiri bisa menggunakan sebuah layar desktop atau menggunakan perangkat tambahan yaitu Virtual Reality Head Mounted Display (VR-HMD).

Dalam jurnal yang membahas tentang VR, Halarnkar et al (2012) menyebutkan ada beberapa faktor yang sangat penting dalam VR, yang pertama adalah virtual realism yaitu bagaimana cara membawa user seolah-olah masuk kedalam dunia maya yang telah dibuat, selanjutnya adalah resolusi gambar yang ditampilkan, ini penting karena menetukan seberapa detail lingkungan maya yang akan ditampilkan dalam VR, kemudian tidak kalah pentingnya adalah frame rate yang menentukan seberapa halusnya transisi yang dilakukan untuk menampilkan gambar, jika menggunakan teknologi VR-HMD, maka frame rate harus tinggi karena jika rendah maka akan membuat user tidak merasa nyaman, kemudian yang terakhir adalah sistem navigasi yaitu bagaimana cara user untuk melakukan pergerakan atau berinteraksi dengan objek yang ada dalam VR tersebut.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang diterapkan pada aplikasi Pelatihan otot mata pada penderita miopia dan implementasi dengan menggunakan virtual reality dimulai dengan studi literatur, analisa

kebutuhan, perancangan, implementasi, pengujian yang diilustrasikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Metodologi Penelitian

3.1. Studi Literatur

Untuk menunjang penelitian ini, dilakukan studi literatur dari berbagai bidang ilmu yang mempunyai keterkaitan dengan implementasi metode bates dengan menggunakan teknologi virtual reality, literatur yang digunakan adalah metode bates, miopia, web service, json, laravel, virtual reality, android studio, google vr, unity 3d.

Penelusuran referensi tersebut didapatkan dari berbagai sumber antara lain buku , jurnal, dan tutorial dari internet.

3.1.Analisis dan Pemodelan Kebutuhan

Aplikasi yang penulis kembangkan memiliki fungsi untuk melakukan simulasi dari beberapa teknik yang ada pada metode bates dengan menggunakan teknologi virtual reality, pada awalnya harus ditentukan dahulu teknik mana saja pada metode bates yang paling memungkinkan untuk diterapkan menggunakan virtual reality, kemudian mengidentifikas aktor-aktor yang akan menggunakan sistem, selanjutnya melakukan analisis dan spesifikasi kebutuhan dan sekaligus melakukan indentifikasi kebutuhan fungsional masing-masing aktor dan langkah terakir adalah pembuatan Use Case Diagram dan Use Case Scenario.

3.1.1. Gambaran Umum Sistem

(5)

aplikasi ini juga terdapat fitur untuk mengukur skala minus mata antara 1D – 5D yang secara otomatis akan bisa dipakai oleh user 6 hari sekali setelah melakukan pelatihan, data yang diperoleh dari pengukuran tersebut akan disajikan dalam bentuk kurva agar user bisa memantau perkembangan skala minus sebelum, sesudah, dan selama proses pelatihan yang berlangsung 30 hari.

Selain perangkat lunak untuk Pelatihan Otot Mata, dalam penelitian ini juga perlu dikembangkan sistem lain sebagai pendukung yaitu Web service sebagai penyedia layanan untuk user melakukan autentikasi kedalam sistem dan mengakses Database.

3.1.2. Identifikasi Aktor

Aktor adalah semua subjek yang berperan di dalam sistem dimana subjek tersebut bisa berupa orang atau sistem lain yang terintegrasi, Tabel 3.1 menjelaskan aktor beserta deskripsinya.

Tabel 3.1 Identifikasi Aktor

Aktor Deskripsi

User Dalam sistem ini user dapat melakukan

login untuk proses autentifikasi.

Member Dalam sistem ini, meber adalah user

yang telah melakukan pendaftaran sehingga bisa menggunakan semua fitur-fitur dalam aplikasi.

3.1.3. Kebutuhan Fungsional User

Kebutuhan fungsional melambangkan apa yang sistem bisa lakukan untuk pengguna dan merupakan fitur utama yang dimiliki oleh perangkat lunak, sesuai dengan penjelasan Tabel 3.1, aktor user adalah pengguna sistem yang belum melakukan proses autentikasi, Tabel 3.2 berisi daftar kebutuhan fungsional yang dimiliki oleh aktor user.

Tabel 3.2 Kebutuhan Fungsional User

Kode Nama Deskripsi

BTVR-F-101 Login User melakukan login untuk mendapatkan autorisasi

User melakukan pendaftaran untuk menjadi member

3.1.4. Kebutuhan Fungsional Member

Dari Tabel 3.1 menjelaskan bahwa member adalah pengguna sistem yang telah melakukan autentikasi dan memiliki hak untuk menggunakan seluruh fungsionalitas yang dimiliki oleh aplikasi, daftar kebutuhan fungsional dari aktor member disebutkan dalam

Tabel 3.3.

Tabel 3.1 Kebutuhan Fungsional Member

Kode Nama Deskripsi

BTVR-F-201 Melihat Daftar Latihan Otot

Mata

Member melihat daftar latihan otot mata dari metode bates

BTVR-F-202

Melihat Daftar

Progress Hari

Member melihat daftar progres yang telah

bates terpilih dan mulai latihan

Member melihat semua referensi pendukung

Member melihat detail dari referensi

Member melihat tabel pengukuran skala

Logout Member melakukan proses logout

3.1.5. Use Case Diagram

(6)

Gambar 3.2 Pemodelan Use Case Diagram

4. PENGUJIAN EFEKTIVITAS

Pengujian efektivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan metode bates jika diimplementasikan ke dalam virtual reality dengan cara membandingkan rata-rata besarnya penurunan minus pada penelitian yang dilakukan oleh Hildreth, et al., (1947) dengan rata-rata penurunan minus dari beberapa responden yang akan dipilih sesuai dengan kriteria pada penelitian Hildreth yaitu memiliki usia 10 sampai 30 tahun, rentang miopia antara -1.00D sampai -3.00 D, dan astigmatisme maksimal 1 diopter.

4.1.Jumlah Responden

Dasar dari penentuan jumlah responden menggunakan penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dengan asumsi nilai kesalahan sebesar 25%. Persamaan 4.1 adalah rumus dasar untuk penentuan jumlah sampel dengan menggunakan metode Slovin (Tajeda & Raymond, 2012).

𝑛 =1+𝑁𝑒𝑁 2 (4.1)

Dari Persamaan 4.1 kemudian dilakukan perhitungan dengan memasukkan nilai jumlah populasi adalah 54 dan persentase kesalahan sebesar 25% yang akan dijelaskan berikut ini.

𝑛 =1 + (54)(0.25)54 2

𝑛 =4.37554

𝑛 = 12.34 𝑎𝑡𝑎𝑢 12 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

4.2.Proses Pengujian

Proses pengujian untuk 12 orang responden dilakukan di Pondok Pesantren Miftahul Huda selama 30 hari dengan durasi latihan 5-10 menit per hari, latihan metode bates dilakukan pada jam 06.00 – 08.00 sesuai dengan rekomendasi dari Nathan (2013), pengukuran minus dilakukan pada minggu awal dan kelipatan 6 hari latihan dengan menggunakan fitur pengukuran yang ada pada aplikasi, pengukuran dilakukan sebelum pelatihan agar hasil yang didapatkan benar-benar dari pelatihan mata sebelumnya.

Detail dari proses pengujian yang dilakukan setiap hari oleh responden selama 5-10 menit dijelaskan menggunakan task scenario untuk masing-masing metode bates, tujuan penggunaan task scenario dalam proses pengujian adalah memastikan aktifitas yang dikerjakan oleh responden sesuai dengan teori dari metode bates yang telah dijelaskan, berikut ini adalah task scenario untuk masing-masing metode bates.

Tabel 4.1Task ScenarioHead Swing Level 1

Task description Melakukan Head Swing Level 1

Scenario

 Fokuskan pandangan ke arah objek pointer.

 Ketika pointer bergerak ke kanan, gerakkan mata sampai 750 tanpa menggerakkan

kepala.

 Setelah pointer berada di sebelah kanan, putar kepala sampai pointer berada di tengah pandangan.

 Tekan trigger dan fokuskan mata sampai pointer berada pada titik awal tanpa menggerakkan kepala.

 Setelah pointer berada pada titik awal, gerakkan kepala kembali ke posisi awal.

Tabel 4.2 Task ScenarioHead Swing Level 2

Task description Melakukan Head Swing Level 2

Scenario

 Fokuskan pandangan ke arah objek pointer.

(7)

 Tekan trigger dan fokuskan pandangan mata ke pointer sampai menuju titik tengah pandangan.

 Gerakkan kepala ke posisi awal.

 Tekan trigger dan arahkan pandangan mata ke objek pointer.

Tabel 4.3 Task ScenarioHead Swing Level 3

Task description Melakukan Head Swing Level 3

Scenario

 Fokuskan pandangan ke arah objek pointer.

 Selama pointer bergerak ke kanan, gerakkan kepala ke arah kiri sampai 450.

 Tekan tombol trigger dan gerakkan kepala pada posisi awal mengikuti pointer secara berlawanan.

Tabel 4.4 Task Scenario Vertical Horizontal Optical Swing

Task description Melakukan Vertical Horizontal

Optical Swing

Scenario

 Fokuskan pandangan ke titik tengah.

 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara vertikal.

 Ketika pointer berhenti bergerak, pejamkan mata untuk 10 detik dan hirup nafas dengan dalam untuk relaksasi.

 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara horizontal.

Tabel 4.5 Task Scenario Diagonal Optical Swing

Task description Melakukan Diagonal Optical Swing

Scenario

 Fokuskan pandangan ke titik tengah.

 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara diagonal.

 Ketika pointer berhenti bergerak, pejamkan mata untuk 10 detik dan hirup nafas dengan dalam untuk relaksasi.

 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak secara diagonal.

Tabel 4.6 Task Scenario Zig-zag Optical Swing

Task description Melakukan Zig-zag Optical Swing

Scenario  Fokuskan pandangan ke titik tengah.

 Tekan tombol trigger dan fokuskan mata pada objek yang bergerak zig-zag secara

horizontal.

4.3.Hasil dan Analisis Pengujian

Data pengujian untuk 12 responden menggunakan aplikasi didapatkan dari proses pengujian yang telah dijelaskan pada subbab 4.2, kemudian dilakukan perhitungan skala penurunan yang didapatkan pada masing-masing responden dengan mengurangkan nilai dari pengukuran awal (M0) dengan minggu pengukuran terakhir (M5), Tabel 4.7 menjelaskan skala penurunan yang didapatkan untuk masing-masing responden.

Tabel 4.7 Selisih Penurunan Minus Responden

No Nama Responden Selisih (M0-M5)

Rata-rata Selisih

1 Mukhammad Sharif Hidayatulloh 0.28 0.27 0.26

2 Ali Rozikin 0.25 0.225 0.2

3 Thoriq Aunillah 0.17 0.185 0.2

4 Mohammad Nurul Anwar

0.15

0.14 0.13

5 Ilham Faridi 0.13 0.135 0.14

6 Ahmad Fariq Imas 0.3 0.3 0.3

7 Zainul Abidin 0.17 0.165 0.16

8 Fadlillah 0.23 0.245 0.26

9 Abi Musa Al-asy’ari 0.16 0.13 0.1

10 M. Sulthoni Faizin 0.13 0.13 0.13

(8)

12 Ryan Prasetyo 0.57 0.565 0.56

Jumlah 2.65

Berdasarkan Tabel 4.7 didapatkan jumlah penurunan untuk semua responden, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari rata-rata penurunan minus yang terjadi yang dijelaskan berikut ini.

𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =2.6512 = 0.220833333 0.221 < 0.25

Dari data perhitungan rata-rata dari pengujian kemudian dibandingkan dengan rata-rata dari peneletian yang telah dilakukan oleh Hildreth pada tahun 1947 dan hasilnya adalah pengujian efektivitas memiliki rata-rata yang mendekati meskipun hasil dari pengujian lebih kecil, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode bates efektif jika diterapkan ke dalam virtual reality.

5. KESIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian aplikasi pelatihan otot mata untuk penderita miopia dengan menggunakan metode bates dan teknologi virtual reality yaitu:

1. Analisis, rancangan, implementasi, dan pengujian dilakukan dengan tahapan-tahapan dan hasil tertentu yang akan dijelaskan berikut ini.

a. Hasil dari tahap analisis dan pemodelan kebutuhan adalah kebutuhan fungsional dari masing-masing aktor yaitu user dan member yang jumlahnya adalah 12 kebutuhan, kebutuhan non-fungsional dari sistem didapatkan 1 kebutuhan yaitu security, dari semua kebutuhan fungsional kemudian digambarkan dalam use case diagram dan use case scenario.

b. Tahap perancangan sistem menghasilkan perancangan basis data yang digambarkan dengan entity relationship diagram, perancangan arsitektur sistem digambarkan menggunakan sequence diagram dari 7 fungsional dan class diagram dengan jumlah 37 class, perancangan komponen dilakukan terhadap 5 kebutuhan fungsional, dan perancangan user interface menghasilkan 20 halaman.

c. Implementasi yang dilakukan dengan spesifikasi sistem dan batasan-batasan masalah menghasilkan basis data yang disimpan dengan DBMS mySQL, implementasi class dengan menggunakan bahasa java, dan implementasi user interface dengan menggunakan bahasa XML.

d. Pengujian dilakukan dengan metode white box untuk pengujian unit dan integrasi, metode black box untuk pengujian validasi kebutuhan fungsional dan non fungsional, pengujian efektivitas dilakukan dengan 12 responden dengan jangka waktu 30 hari.

2. Pengaruh yang dirasakan responden saat menggunakan aplikasi adalah 100% atau 12 responden merasakan penurunan terhadap skala minus yang diderita dengan rata-rata penurunan responden adalah 0.22D.

3. Implementasi dari teknologi virtual reality kedalam metode bates bisa menjadi alternatif dari metode bates secara konvensional dan efektif untuk digunakan karena hasil dari pengujian efektivitas membuktikan bahwa adanya penurunan rata-rata sebesar 0.22D.

6. DAFTAR PUSTAKA

AAOO, 2015. Eyeglasses for Vision

Correction. [Online]

Available at: https://www.aao.org/eye-health/glasses-contacts/glasses

[Diakses 28 Maret 2017].

Bates, W. H., 1920. Perfect Sight Without Glasses. New York: Press Of Thos. B. Brooks, Inc.

Darling, V. H. & Thorpe, M. T., 1996. Perawatan Mata. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Halarnkar, P. et al., 2012. A Review on Virtual Reality. International Journal of Computer Science Issues, 9(6), pp. 1-6.

Healio, 2013. Report: Optical industry growth

continues steady. [Online]

Available at:

http://www.healio.com/optometry/busin

ess-of- optometry/news/online/%7Bb4df8909-

(9)

a5a89b3c8784%7D/report-optical-industry-growth-continues-steady [Diakses 31 Oktober 2016].

Hildreth, H. R. et al., 1947. The Effect of Visual Training on Existing Myopia. American Journal of Ophthalmology, 30(12), pp. 1563-1576.

Ilyas, S., 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Gaya Baru.

Ilyas, S., 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto.

Jaco, 2013. KESEHATAN : iBrite. [Online]

Available at:

https://www.jaco.co.id/index.php/produ ct/produk-kesehatan/mata/ibrite [Diakses 28 Maret 2017].

Kemdikbud, 2017. Arti Kata - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at: http://kbbi.web.id/ [Diakses 15 Juni 2017].

Kemenkes, 2012. Mata Sehat Di Segala Usia Untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia. [Online]

Available at:

http://www.depkes.go.id/article/print/20 82/mata-sehat-di-segala-usia-untuk-

peningkatan-kualitas-hidup-masyarakat-indonesia.html [Diakses 3 Maret 2016].

König, I., Beau, P. & David, K., 2014. A new context: Screen to face distance. 2014 8th International Symposium on

Medical Information and

Communication Technology (ISMICT), pp. 1-5.

Oxenfeld, N., 2013. Integral Eyesight

Improvement. [Online]

Available at:

http://integraleyesight.com/ [Diakses 1 November 2016].

Seeing, 2016. Bates Method International. [Online]

Available at:

http://seeing.org/techniques/index.html [Diakses 27 Maret 2016].

Sudarmawan & Ariyus, D., 2007. Interaksi Manusia & Komputer. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Tajeda, J. J. & Raymond, . J., 2012. On the Misuse of Slovin’s Formula. The Philippine Statistician, 61(1), pp.

129-136.

WHO, 2014. Visual impairment and blindness. [Online]

Available at:

http://www.who.int/mediacentre/factsh eets/fs282/en/

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Kapabilitas Metode BatesUntuk Diimplementasikan Ke dalam  Virtual Reality
Gambar 3.1 Alur Metodologi Penelitian
Tabel 3.1 Kebutuhan Fungsional Member
Gambar 3.2 Pemodelan Use Case Diagram
+2

Referensi

Dokumen terkait

Studi ini bertujuan untuk menganalisis kosakata dalam bahasa Tionghoa yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi Daring dengan menggunakan pendekatan

akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Manajemen Pemasaran Jasa Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus Pada Sekolah Dasar

Sektor pertanian selama tahun 2014 menghasilkan nilai tambah terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Solok yang dipresentasikan melalui PDRB Atas dasar Harga

Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada instansi pelaksana paling lambat 60 hari sejak putusan Pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum

Ucapan Syukur Alhamdulillah Kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Siswa laki-laki dengan kemampuan spasial tinggi terlihat dengan pasti melakukan langkah-langkah yang telah dia buat dalam rencana masalah yaitu menghitung

Melaksanakan kegiatan Seksi Standarisasi dan Pembinaan Lembaga Pelatihan Kerja berdasarkan renja operasional Bidang sebagi pedoman pelaksanaan tugas.. Membagi tugas kepada

Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks (Suin, 2002). Ditambah 5 ml K2Cr2O7 dan 0,2 gr HgSO4 Dimasukkan 2