BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Struktural Fungsional
Struktur menunjuk pada kegiatan membangun sesuatu dan menghasilkan
produk akhir yaitu mengembangkan suatu tindakan. Dimana tindakan tersebut
membawa individu ke dalam hubungan sosial yang merupakan bagian dalam
masyarakat yang memiliki fungsi dalam kesatuan masyarakat (John Scott
2011:249). Teori struktural fungsional pada dasarnya mempelajari masyarakat
dengan memperhatikan struktur dan fungsinya(Ritzer 2008:118). Salah satu tokoh
yang menganalisis teori fungsionalisme atau structural fungsional adalah Talcott
Parson dengan konsep AGIL.
Parson yang dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem
“tindakan”, terkenal dengan skema AGIL, suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan
yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem.
Menurut Parson ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem (A)
adaptation, (G) Goal attainment, (I) Integration, (L) Latensi atau pemeliharaan
pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai
skema AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi
yaitu:
a. Adaptation (adaptasi), Sebuah sistem yang harus menanggulangi situasi eksternal
Dimana sumber alam di ubah menjadi fasilitas yang dapat digunakan dan
bermanfaat untuk berbagai tujuan individu.
b. Goal attainment (pencapaian tujuan), Sebuah sistem harus mengatur antar
hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus
mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.
c. Interagtion (interaksi) adalah merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia, di mana
mereka bekerja sama untuk menghindari konfli dan merupakan persyaratan
fungsional yang mengatur hubungan-hubungan antarkomponen dalam
masyarakat. Dalam integrasi ini dapat tumbuh ikatan yang bersifat emosional dan
solidaritas.
d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola), peningkatan dan penegasan komitment
terhadap nilai-nilai moral.
Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik
motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang
motivasi. Parsons mendesain skema AGIL untuk digunakan ke semua tingkatan
dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan, akan
dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL (Robert
Lawang:1985:131-135). Dalam sebuah tindakan dapat dilakukan dengan adanya
sistem kultural yang menyediakan seperangkat norma dan nilai adat, perilaku, dan
filosofi. Berdasarkan sistem kultural dalam menyediakan norma, nilai-nilai dalam
Kearifan tradisi tercermin dalam sistem pengetahuan dan teknologi lokal
di berbagai daerah masih mempertimbangkan nilai-nilai adat (Adimaharja
(Nababan 1976:7-8)). Sistem kearifan tradisi dalam bidang pertanian merupakan
suatu pengetahuan yang utuh berkembang dalam budaya atau kelompok etnik
tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara subsistem sesuai kondisi
lingkungan yang ada. Sistem kearifan yang ada pada etnis Batak dalam pertanian
adalah “Marsiadapari” yang artinya bahwa nilai-nilai yang di sepakati dari dulu
dalam pertanian adalah adanya sistem gotong-royong.
Kearifan tradisi sebagai bentuk tradisi masyarakat tradisional yang kini
mulai terpinggirkan karena pengaruh modernitas yang cenderung mengangap
hal-hal yang tradisional selalu statis tidaklah benar, kita tahu sendiri kearifan tradisi
yang tercipta dari kehidupan keseharian masyarakat yang telah berlangsung dari
generasi kegenerasi ternyata bersifat dinamis dan selalu bisa berjalan beriringgan
dengan perkembangan kemajuan manusia itu sendiri asalkan mereka tetap
berpegang teguh pada norma, adat dan tradisi yang ada sebagai bentuk
perwujudan dari kearifan tradisi itu sendiri yang senantiasa menjaga manusia
untuk dapat terus hidup selaras, serasi dan seimbang dengan alam sekitarnya.
Penelitian Dwi maharianto tentang “Diversifikasi tanaman pangan
berbasis kearifan tradisi mengatakan bahwa” masyarakat Jawa yang masih
tradisional dalam mengolah dan menjalankan bidang pertaniannya memiliki
kearifan seperti norma, nilai, perilaku, filosofi, filsafat. Diversifikasi tanaman
pangan akan berjalan seiring dengan kearifan lokal. Saat kearifan tradisi mulai
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal mulai memudarnya kearifan
lokal adalah kebutuhan, kebiasaan perilaku. Aktivitas dalam masyarakat yang
mulai meninggalkan bentuk-bentuk kearifan tradisi yang ada walaupun tidak
secara langsung dan tidak mereka sadari. Faktor eksternal adalah mulai dari
pengaruh kebijakan pertanian, teknologi baru, selera pasar yang cenderung
berorientasi pada kepraktisan dan nilai ekonomis semata dan bersifat jangka
pendek.
Sebuah keanekaragaman tanaman pangan akan tetap terjaga jika kita juga
tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan tradisi yang ada dan tidak melupakan
budaya dan kearifan lokal yang selama ini sudah memberikan sagala sesuatu yang
kita butuhkan. Salah satu kearifan tradisi yang sudah memudar yaitu, pada saat
mengolah sawah, petani tidak lagi bergotong royong, melainkan perkeluarga, itu
disebabkan oleh masuknya teknologi baru seperti hand tractor. Tetapi kearifan
tradisi seperti memanen padi, memperbaiki jalan, masih dilakukan dengan gotong
royong..(http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/dept_of_agribisnis/article/vie
w/1552 di akses tanggal 11 April 2012 pukul 4:26 Wib).
Kearifan tradisi yang terjaga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.
Karena di dalam melakukan setiap kegiatan dalam pertanian datap dilakukan
secara bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Ada 2 aspek kesejahteraan,
yaitu:
a. Tingkat kehidupan fisik, masyarakat petani sangat bergantung pada penghasilan
keluarga dan oleh sebab tergantung pada perkembangan pertanian. Hal ini
dalam mempergunakan penghasilannya seefektif mungkin. Pola kehidupan
keluarga dapat bersifat seperti halnya diversifikasi pada lahan sawah. Jika petani
memberikan bantuan dan penyuluhan terhadap masyarakat petani maka petani
sangat terbantu di dalam produksi serta memperoleh pengetahuan keterampilan
dan kepercayaan dalam melakukan hal-hal yang baru.
b. Ketentraman dan kegiatan kelompok, hukum dan ketertiban merupakan hal-hal
yang besar artinya bagi kesejahteraan masyarakat petani. Di dalam masyarakat
tradisional keduanya itu di urus oleh hukum adat. Pendidikan merupakan aspek
yang penting di dalam memberikan sumbangan bagi kesejahteraan pedesaan.
Orang tua di desa-desa menghargai perubahan anak sebagai hasil pendidikan
yang mereka nikmati sehingga anak dapat meneruskan ke berbagai pendidikan
lanjutan dan memperoleh kesempatan kerja, sehingga kesejahteraan tercapai di
dalam keluarga. (A.T.Mosher:74).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa adanya nilai-nilai
atau aturan yang mendasari tindakan. Nilai atau aturan tersebut dapat berupa
aturan yang tertulis atau tidak tertulis seperti nilai-nilai moral, norma, dan nilai
adat. Pada masyarakat desa nilai-nilai adat atau nilai moral bersifat tradisi masih
mendominasi dari setiap tindakan atau interaksi yang berlangsung. Nilai-nilai
lokal menyediakan seperangkat aturan ataupun pengetahuan mengenai tindakan
yang hendak dilakukan anggotanya.
Tindakan kesejahteraan yang berasat dari kearifan lokal juga nyata dalam
petani, dimana petani pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara kearifan
pemeliharaan berbeda dalam setiap masyarakat, fungsi pemeliharaan nilai lokal
dapat dilakukan oleh msyarakat petani itu sendiri. Tindakan petani menanggapi
kearifan tradisi yang bersifat gotongroyong juga beragam mulai dari melakukan
pengolahan lahan sawah sampai dengan memanen padi masih bersifat tradisi.
B. Perubahan Pola Kehidupan Sosial Petani
Asumsi dasar yang di ajukan oleh teori perubahan sosial adalah bahwa
masyarakat dapat berubah melalui nilai-nilai kearifan lokal, perubahan sosial
ekonomi, majunya kualitas pendidikan, semakin baiknya sistem dan alat
transportasi, serta semakin intensnya masyarakat pedesaan berinteraksi dengan
pihak lain diluar komunitas mereka sendiri. Perubahan sebagai suatu kemajuan,
merupakan perubahan yang memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat.
Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa memberikan keuntungan
dan berbagai kemudahan pada manusia.
Perubahan kondisi masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi
yang masih sederhana, menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan
teknologi yang memberikan berbagai kemudahan merupakan sebuah
perkembangan dan pembangunan yang membawa kemajuan. Jadi, pembangunan
dalam masyarakat merupakan bentuk perubahan ke arah kemajuan (progress).
Perubahan dalam arti progress misalnya listrik masuk desa, penemuan alat-alat
teknologi baru seperti “hand tractor” untuk membantu pengolahan lahan.
Masuknya jaringan listrik membuat kebutuhan manusia akan penerangan
terpenuhi, penggunaan alat-alat teknologi pertanian untuk meringankan pekerjaan
John Lewis Gillin dan John Philip Gillin melihat perubahan sosial sebagai
suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan
kondisi geografis kebudayaan material, komposisi penduduk, ideology maupun
karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
http://www.scribd.com/doc/92353010/Perubahan-Sosial-menurut-Wilbert-Moore-docx.di akses tanggal 23 Mei 2012, pukul 6:31 Wib).
Perubahan sosial dapat mempengaruhi :
a. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan semua hasil dari karya, rasa dan cita-cita
masyarakat. Masalah budaya menjadi sangat penting untuk dikaji lebih mendalam
karena kebudayaan dan masyarakat manusia merupakan dwitunggal yang tidak
terpisahkan. Istilah kebudayaan berasal dari kata sansekerta Buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi yang berarti budi atau akal. Culture
berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah dan mengerjakan (Soerjono,
Soekanto, 1987). Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini
akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta
menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber
bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga
atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi
karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai moral, yang sumber dari
nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika
a. Gotong Royong
Salah satu cara untuk mengarahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan
bercocok tanam secara tradisional dalam komunitas pedesaan adalah sistem
bantu-membantu yang di Indonesia kita kenal dengan istilah “gotong royong”. Hubungan kerja sosial atau kerja gotong royong yang ada dalam komunitas petani
yang juga akan mengalami perubahan, akibat adanya diversifikasi pemanfaatan
lahan sawah yang dapat meningkatkan produksi hasil usaha tani. Petani yang
dulunya kerja gotong royong jika akan menanam padi, mengalami pergeseran
melalui hubungan kerja antara sesama petani. Dalam produksi bercocok tanam
terjadi proses pergeseran dari cara pengerahan tenaga buatan “menggunakan Hand Tractor “di luar rumah tangga dengan gotong royong ke arah dengan
menyewa buruh/sistem upah.
Smelser berpendapat bahwa terdapat hubungan erat antara ekonomi
dengan perubahan sosial, karena sistem ekonomi memerlukan dan dilandasi oleh
suatu struktur masyarakat. pendekatan ini adalah adanya keharusan instrument
teknologi sebagai pengganti tenaga manusia telah mengubah struktur sosial
masyarakat. Masalah kemiskinan, keterbelakangan khususnya masyarakat
pedesaan dipengaruhi oleh sumber daya manusia, sumber daya alam , teknologi,
lapangan kerja, permodalan, dan kelembagaan yang saling berkaitan dan
C. Meningkatkan Interaksi Sosial Antar Petani
Menurut Soekanto (1985), interaksi adalah stimulasi dan tanggapan antar
manusia. Interaksi juga merupakan hubungan timbal balik antara pihak-pihak
tertentu. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia.
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa
interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan
menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup
semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai
suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya.
Interaksi sosial menurut Sutherland, merupakan saling mempengaruhi secara
dinamis antar kekuatan-kekuatan dalam mana kontak di antara pribadi dan
kelompok menghasilkan perubahan sikap dan tingkah laku daripada partisipan.
Jika manusia tidak dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu oleh dirinya
sendiri, maka hal ini dapat mendorong timbulnya organisasi formal, institusi, dan
birokrasi.
(http://sosiologi.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&i
d=74:teori-interaksi-simbolik-mead&catid=34:informasi di akses pada tanggal 30
Karakteristik budaya masyarakat pedesaan di Indonesia sangat beragam,
bahkan dalam satu kecamatan sekalipun, seperti Tapanuli Utara yang secara
sekilas memiliki satu kebudayaan, yakni kebudayaan Batak. Perbedaan tersebut
terutama dipengaruhi oleh letak desa dan yang pada akhirnya juga
matapencaharian penduduknya. Tipologi desa berdasarkan matapencaharian
penduduknya adalah desa persawahan, desa perkebunan, desa peternakan, desa
nelayan, desa jasa dan perdagangan, desa industri, serta desa perladangan.
Bercocok tanam di tanah basah atau yang biasa disebut “sawah” merupakan usaha
tani yang paling pokok dan paling penting bagi para petani.
Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar petani, dapat terjadi dalam tiga
bentuk, yaitu performan atau penampilan, comformity, dan kerjasama.
Penampilan atau performan sangat dipengaruhi oleh kehadiran orang lain. Orang
lain yang dimaksud adalah coaction dan audience. Coaction adalah orang yang
melakukan perbuatan yang sama dengan yang dilakukan oleh seseorang, seperti
sesama petani yang sama-sama sedang mencangkul di sawah, sedangkan audience
adalah orang lain yang memperhatikan penampilan seseorang, dalam kasus di atas
adalah penduduk yang bukan petani yang sedang menyaksikan petani sedang
mencangkul di sawah, atau sebaliknya petani yang sedang menyaksikan pedagang
sedang berjualan. Bentuk interaksi sosial yang kedua adalah conformity, yaitu
proses penyesuaian diri dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
atau kelompok mayoritas tempat seseorang berada. Dalam masyarakat yang
homogen dan tradisional, conformity masyarakatnya lebih kuat. Kerjasama adalah
pekerjaan untuk meraih keuntungan
bersama.(http://student-research.umm.ac.id/index.php/department_of_sociology/article/view/7729 di
akses tanggal 30 Mei 2012, pukul 9:54).
D. Konsep Diversifikasi Pertanian
Konsep diversifikasi pertanian diartikan sebagai suatu konsep aksi yang
berupa usaha seseorang, kelompok, atau lembaga seperti perusahaan, rumah
tangga, atau pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu untuk meningkatkan
keuntungan atau menurunkan resiko melalui usaha diversifikasi.(agus pakpahan
1990:11).
Kebijakan diversifikasi usahatani telah dikembangkan sejak tahun 1975
dalam rangka memantapkan program swasembada pangan. Kebijakan ini
ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan pola tanam pada berbagai
agroekosistem, dengan sasaran penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi.
Pengembangan diversifikasi ini perlu dievaluasi potensi, dampak, kendala dan
prospek pengembangannya di masa depan. Potensi pola tanam rekomendasi
dalam bentuk tingkat produksi dan pendapatan yang lebih tinggi dalam
pengembangannya ternyata tidak berkelanjutan.
(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&i
d=189&Itemid=41 Di akses tanggal 11 April 2012, pukul 4:30 Wib).
Dengan melakukan diversifikasi usahatani melalui pengaturan pola tanam
dan pergiliran tanaman padi dan palawija yang dapat menjamin petani di daerah
dan padi dilakukan secara intensif dan lebih bertujuan untuk pemanfaatan lahan
sawah sebagai basis usaha tani merupakan lahan yang sangat potensial dan
menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah
dapat dimanfaatkan 2 kali pertanaman tanaman. Dilihat dari beberapa aspek,
dimana pertanian Indonesia umunya adalah pertanian berskala kecil dengan rataan
kepemilikan 0,35 hektar, maka peningkatan pendapatan yang dapat dilakukan
berkaitan dengan usahanya adalah dengan mengoptimalkan sumber daya yang
dimiliki dengan melakukan diversifikasi usah (Anonim 2005(Siti Tarbiah 2010)).
Diversifikasi pertanian dilakukan petani untuk menghindari adanya pola
tanam monokultur yang akan mempengaruhi pendapatan usaha tani ke usaha pola
multikultur yang bertujuan untuk menghindari adanya penanaman salah satu
usaha tani, agar usaha tani yang lain dapat menopang pendapatan yang akan
diperoleh, sehingga dapat memenuhi kehidupan rumah tangga petani.
Dalam penelitian Siti Tarbiah dkk tentang “Tingkat Pendapatan Petani Sawah dengan Diversifikasi Pola Tanam” di Kabupaten Karawang, Jawa Barat
menyatakan keuntungan diversifikasi pertanian adalah:
a. Berdasarkan aspek ekonomi, diversifikasi bertujuan untuk memperkecil resiko
usaha karena aspek harga.
b. Berdasarkan segi teknik budidaya dapat mengurangi resiko gagal produksi
c. Dari pemanfaatan sumber daya yang dimiliki diversifikasi berpeluang
meningkatkan pemanfaatannya, baik sumber daya manusia (SDM) berupa
d. Diversifikasi konsumsi yang merupakan salah satu program pemerintah di bidang
pertanian yang memberikan peluang pasar kepada petani sawah agar
memanfaatkan lahannya untuk berbudidaya karbohidrat selain padi.
e. Menjadikan petani mandiri, karena dengan melakukan diversifikasi petani tidak
lagi membeli sayuran atau cabai ke pasar (Siti Tarbiah dkk, 2010: 101).
Diversifikasi Pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau
tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil
pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani
juga beternak ayam dan beternak ikan. Memperbanyak jenis tanaman pada suatu