• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Perbandingan Ketamine 0.5 mg/kgBB/IV Dan Propofol 1 mg/kgBB/IV Untuk Mencegah Agitasi Paska Anestesi Sevoflurane Pada Pasien Pediatri Dengan General Anestesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Perbandingan Ketamine 0.5 mg/kgBB/IV Dan Propofol 1 mg/kgBB/IV Untuk Mencegah Agitasi Paska Anestesi Sevoflurane Pada Pasien Pediatri Dengan General Anestesia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1LATAR BELAKANG

Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana kesadaran anak paska operasi gelisah, tidak dapat dibujuk, pemarah dan tidak kooperatif. 1

Agitasi pada anak yang menjalani anestesi dengan sevoflurane prevalensinya masih tinggi berkisar 10-67%, padahal sevoflurane mempunyai sifat yang menguntungkan oleh karena toleransi induksi yang baik dan cepat pada anak-anak, hemodinamik yang stabil, hepatotoksisitas yang rendah serta pemulihannya yang cepat.2,3 Pemulihan yang cepat dari sevoflurane dan nyeri paska operasi merupakan faktor yang berperan terhadap timbulnya agitasi pada anak. 2 Eckonhoff et al adalah yang pertama mendeskripsikan terjadinya agitasi pada tahun 1961. Pada penelitiannya ditemukan bahwa ada 4 faktor yang berperan penting dalam terjadinya agitasi yaitu anak umur 3-9 tahun, pembiusan dengan eter, tonsilektomi dan premedikasi dengan barbiturate. 4Cole dkk mengestimasi 13% dari 260 anak (umur 10 bulan hingga 6 tahun) mengalami periode terjadinya disorientasi dan gelisah di ruang pemulihan dan kemudian menurun hingga 8% 20 menit kemudian. Aono et al menemukan bahwa agitasi paska anestesi terlihat lebih sering pada sevoflurane dibandingkan dengan halothan pada anak umur 3-6 tahun (40% vs 10%). Voepel Lewis, Malviya dan Tait mengaudit 521 anak (umur 3 hingga 7 tahun) dan 18% mengalami agitasi paska anestesi. Dari jumlah ini, 42% dikekang oleh 2 atau lebih perawat, kemudian 48% pasien menjadi tenang sebelum diberikan obat, dan 52% pasien diberikan opioid.5

(2)

di Afrika Barat sekitar 34 pasien anak dari 625 pasien setiap bulannya, dan di Gambia sekitar 11,3%.7 Insidensi terjadinya agitasi paska operasi setelah penggunaan halotan, isoflurane, sevoflurane dan desflurane berkisar 5-55%.1

Anak-anak akan segera memberikan tanda jika mereka bangun merasakan sakit atau perasaan tidak senang. Anestetis yang baik akan memastikan pasien anak sudah teranalgesia dengan cukup pada saat dibangunkan. Pasien anak akan mengalami agitasi pada saat dibangunkan karena berbagai macam alasan. Namun sangat penting untuk mengeksklusikan nyeri sebelum mempertimbangkan kausa lainnya. Pasien anak yang mengalami agitasi akan menangis dan sedih, namun dapat dihibur, mengenali orang tua dan biasanya dapat berkomunikasi.8 Delirium paska pulih sadar merupakan disorientasi yang disebabkan oleh obat. Pasien anak biasanya menangis atau menjerit, dapat berhalusinasi, tidak kooperatif, tidak dapat dihibur dan melempar semua barang yang terletak disekitarnya. Dalam keadaan seperti ini, pasien anak sering terlepas selang infus dan drain sehingga semakin menyulitkan perawatan paska bedah. Hal ini sering terjadi pada pasien anak umur pra sekolah yang menjalani tindakan anestesi dengan sevoflurane dan desflurane. Pulih sadar yang cepat setelah anestesi merupakan salah satu penyebabnya dan pemberian propofol dapat mengurangi insidensi terjadinya agitasi dan delirium. Delirium mulai terjadi pada saat anak terbangun dan biasanya berlangsung selama 30 menit, walaupun hal ini biasanya dapat bertahan lebih lama.8

Dosis kecil dari propofol 0.5-2 mg/kgBB/iv (dengan peralatan jalan nafas yang sudah tersedia jika pasien mengalami henti nafas), klonidine intravena (0.5-1 mikrogram/kgBB/iv), atau fentanyl 0.5-1 mikrogram/kgBB/iv. Ketamine atau dexmedetomidine merupakan pilihan obat anestesi yang dapat mengurangi angka kejadian agitasi pada pasien anak, namun tidak sama halnya dengan pemberian midazolam. Beberapa kasus menunjukkan terjadinya perbaikan jika pasien anak ini tersedasi selama 10-15 menit dan dibangunkan secara bertahap. 8

(3)

interaksi pada reseptor GABA. GABA pada prinsipnya menghambat neurotransmitter pada susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABA diaktivasi, maka konduktansi transmembran klorida akan meningkat, yang akan menyebabkan hiperpolarisasi dari membran sel post sinaps dan inhibisi fungsional dari neuron post sinaps. 9Propofol telah menjadi obat pilihan untuk induksi oleh

karena efek pulih sadarnya yang sempurna dan cepat. Propofol juga dapat digunakan sebagai obat sedasi intravena oleh karena masa kerjanya yang cepat, memiliki efek anti emetik pada pembiusan umum dan biaya yang efektif, mudah diberikan dan dapat dititrasi pemberiannya. 10

Propofol dan ketamine telah diteliti sebelumnya dapat mengurangi insidensi terjadinya agitasi paska anestesi dengan sevoflurane. Agitasi pulih sadar dievaluasi dengan menggunakan skala Pediatric Anesthesia Emergence Delirium (PAED). 11

Bruno Locatelli dkk melakukan penelitian tentang delirium paska anestesi, perbandingan antara sevoflurane dan desflurane menggunakan skala Pediatric Anesthesia Emergence Delirium (PAED). Penelitian ini memperlihatkan

sevofluran dan desflurane memiliki insidensi terjadinya delirium paska anestesi yang hampir sama pada pasien anak yang menjalani operasi daerah sub umbilical.11

Kim S dkk melakukan penelitian tentang perbandingan antara propofol 1 mg/kgBB dengan fentanyl 1 µg/kgBB/iv yang diberikan pada akhir anestesi untuk mencegah agitasi paska anestesi sevoflurane pada pasien pediatrik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa propofol dan fentanyl menurunkan terjadinya agitasi paska anestesi. Namun propofol lebih baik daripada fentanyl karena efek mual muntahnya yang lebih sedikit. 12

(4)

Normal saline sebagai plasebo. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan propofol atau fentanyl sebelum sevoflurane dihentikan ternyata menurunkan insidensi terjadinya agitasi paska anestesi pada pasien pediatrik lebih baik dari grup ketamine, dimana penggunaan fentanyl menunjukkan masa rawatan di ruang pemulihan yang lebih lama dan insidensi terjadinya mual muntah lebih besar.13

Zahi Almajali dkk melakukan penelitian pemberian intravena ketamine 1 mg/kgBB/iv, fentanyl 1µg/kgBB/iv atau propofol 1 mg/kgBB/iv yang diberikan pada akhir pembedahan untuk menurunkan agitasi paska anestesi. Pada penelitian ini agen inhalasi yang digunakan adalah isoflurane. Penelitian dilakukan pada 273 pasien anak yang akan menjalani tonsilektomi. Penelitian ini menunjukkan fentanyl dan propofol yang diberikan pada akhir pembedahan akan menurunkan frekuensi dan agitasi paska operasi yang lebih baik. 14

Ashraf Arafat dkk melakukan penelitian efek ketamine versus fentanyl pada insidensi terjadinya agitasi paska anestesi dengan sevoflurane pada pasien anak yang menjalani tonsilektomi tanpa atau dengan adenoidektomi. Pada penelitian ini dibandingkan ketamin 0,5 mg/kgBB/iv, fentanyl 1 µg/kgBB/iv dan normal saline sebagai grup kontrol yang diberikan pada akhir anestesi. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua obat mampu menurunkan terjadinya agitasi paska anestesi dengan sevoflurane tanpa memperpanjang masa pulih sadar dan lama rawatan di ruang pemulihan. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal menurunkan angka agitasi antara grup ketamin dan fentanyl. Namun efek mual muntah terlihat signifikan lebih banyak di grup fentanyl. 15

(5)

operasi setelah adenotonsilektomi pada pasien anak. Tidak terlihat perbedaan yang signifikan dalam menurunkan insidensi terjadinya mual muntah paska operasi diantara kedua grup. 16

Jeong et al melakukan penelitian terhadap 60 pasien anak yang menjalani operasi mata dan dibagi kedalam 3 grup. Pasien di grup kontrol akan mendapat normal saline, grup K1 mendapatkan ketamine 1 mg/kgBB/iv yang diberikan intravena sebelum memasuki kamar operasi, dan grup K0.5 yang diberikan ketamine 0.5 mg/kgBB/iv 10 menit sebelum pembedahan berakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa ketamine 1 mg/kgBB/iv yang diberikan sebelum memasuki ruang operasi akan menurunkan kecemasan sebelum berpisah dari orang tua, nyeri paska operasi dan insidensi agitasi paska anestesi tanpa masa pemulihan yang panjang. 17

Lee YS dkk melakukan penelitian efek penambahan ketamine yang dievaluasi pada 93 pasien anak yang menjalani tonsilektomi. Pasien dialokasikan menjadi 3 grup, grup kontrol diberikan saline, grup K0.25 yang diberikan ketamin 0.25 mg/kgBB/iv dan grup K0.5 yang diberikan ketamin 0.5 mg/kgBB/iv. Tidak terlihat perbedaan yang signifikan dari terjadinya agitasi, lamanya waktu ekstubasi dan insidensi terjadinya mual muntah pada kedua grup. Namun grup K0.5 menunjukkan skor nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan grup K0.25.18

Beberapa obat memang sudah digunakan untuk menurunkan insidensi dan intensitas agitasi paska operasi seperti fentanyl, ketamine, propofol dan alfa 2 adrenergik agonis. Sampai sekarang, potensi antara satu obat dengan lainnya belum jelas diketahui. 14. Ketamine memiliki keuntungan di mana obat ini lebih mudah didapatkan bahkan didaerah perifer, dengan kemasan dan sediaan yang dapat digunakan untuk beberapa pasien sehingga menghemat biaya (cost).

(6)

mg/kgBB/iv dan propofol 1 mg/kgBB/iv yang diberikan pada akhir anestesi untuk mencegah agitasi paska anestesi dengan sevoflurane pada pasien pediatri dengan general anesthesia. Dimana dosis ketamine dinaikkan dengan harapan efek sedasi dan analgetik yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan efektivitas untuk mencegah agitasi pada pasien pediatrik umur 2-10 tahun dan intervensi kedua obat ini belum pernah diuji secara head to head dengan dosis yang diinginkan peneliti.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: apakah ada perbedaan dari pemberian ketamine 0.5 mg/kgBB/iv dibandingkan dengan propofol 1 mg/kgBB/iv untuk mencegah terjadinya agitasi paska anestesi sevoflurane

1.3 HIPOTESA

Ada perbedaan dari pemberian ketamine 0.5 mg/kgBB/iv dibandingkan dengan propofol 1 mg/kgBB/iv untuk mencegah terjadinya agitasi paska anestesi sevoflurane

1.4TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus

1.4.1 TUJUAN UMUM

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan obat alternatif yang dapat mencegah agitasi paska anestesi sevoflurane pada pasien anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi.

1.4.2 TUJUAN KHUSUS

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

(7)

b. Mengetahui perbedaan karakteristik dari PAED score menit ke 5 hingga 60 antara kelompok propofol dan ketamine

c. Mengetahui proporsi terjadinya agitasi paska anestesi sevoflurane pada pasien anak dengan pemberian propofol 1 mg/kgBB/iv yang diberikan pada akhir anestesi.

d. Mengetahui proporsi terjadinya agitasi paska anestesi sevoflurane pada pasien anak dengan pemberian ketamine 0.5 mg/kgBB/iv yang diberikan pada akhir anestesi.

e. Mengetahui perbedaan pencegahan agitasi paska anestesi sevoflurane antara propofol dan ketamine yang diberikan pada akhir anestesi.

f. Mengetahui perbedaan lama waktu ekstubasi setelah pemberian propofol dan ketamine pada akhir anestesi

g. Mengetahui perbedaan lama waktu rawatan di ruang pemulihan (PACU) setelah pemberian propofol dan ketamine pada akhir anestesi

h. Mengetahui perbedaan terjadinya mual muntah setelah pemberian propofol dan ketamine pada akhir anestesi

1.5MANFAAT PENELITIAN 1.5.1 Bidang Akademis

a. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk pencegahan agitasi paska anestesi sevoflurane pada pasien anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi.

1.5.2 Bidang Pelayanan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam pelayanan masyarakat sebagai landasan dalam pencegahan agitasi paska anestesi sevoflurane pada anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi, terutama untuk :

(8)

b. Mendapatkan obat pilihan yang dapat digunakan untuk mencegah agitasi paska anestesi dengan sevoflurane.

1.5.3 Bidang Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab krisis terutama disebabkan (secara garis besarnya) Utang swasta luar negeri mencapai cukup besar Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar - terjadinya overshooting

Penulisan Ilmiah ini menyajikan perancangan Aplikasi Kepegawaian dan Penggajian dengan menggunakan Microsoft Access 2003 yang bertujuan untuk memudahkan pendataan para pegawai

PROGRAM KERJA PERPUSTAKAAN ” ANEKA ILMU” SD NEGERI ... TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PROGRAM KERJA MINGGUAN NO HARI JENIS KEGIATAN

Berdasarkan data pada (Tabel 2) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P<0.05) antara perlakuan pakan dan sistem pemeliharaan yang berbeda terhadap bobot

Dengan sangat jelas Suparlan menguraikan demikian : Orang-orang Madura hidup mengelompok sesama mereka sendiri baik yang hidup dalam sebuah komuniti berupa dusun yang

Hasil nilai di atas menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh penambahan kinesiotaping pada eccentric exercise terhadap peningkatan kemampuan fungsional de quervain’s

Tekanan darah lansia penderita hipertensi di Dusun Pundung Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta sebelum melakukan senam ergonomis didapatkan lansia yang mengalami

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Implementasi Kebijakan