• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di Negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), masalah ini pula yang menyebabkan pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal.

Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita menjadi 2/3 dalam kurun waktu 2015. Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).

United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(2)

Setelah itu anak harus diberi makanan padat dan semi padat sebagai makanan tambahan ASIsesudah anak berumur 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif pasal 5 berbunyi “Setiap ibu yang

melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya”

(Kemenkes RI, 2013).

Laporan Dinas Kesehatan Provinsi di Indonesia tahun 2013, cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan sebesar 54,3% dari jumlah total bayi usia 0-6 bulan, atau secara absolut sebesar 1.348.532 bayi atau bayi 0-6 bulan yang tidak ASI eksklusif sebayak 1.134.952 bayi. Terdapat 19 provinsi yang mempunyai persentase ASI eksklusif di atas angka nasional (54,3%), dimana persentase tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat (79,7%) dan terendah di Maluku (25,2%). Perlu dilakukan upaya agar provinsi yang masih di bawah angka nasional agar dapat meningkatkan cakupan ASI eksklusif (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa pemberian awal Air Susu Ibu (ASI) sudah umum di Indonesia yaitu sebesar 96% anak dibawah umur 2 tahun pernah diberi ASI dan 42% anak berumur di bawah 6 bulan mendapat ASI ekslusif.

(3)

perlu mulai diberi MP ASI agar kebutuhan gizi bayi atau anak terpenuhi. Dalam pemberian MP ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian MP ASI, frekuensi dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara pemberian MP ASI pada tahap awal. Pemberian MP ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi (Depkes RI, 2012).

Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak selain pertumbuhan fisik. Jika dalam masa ini perhatian kurang memadai, maka akan terganggu pertumbuhan karena beberapa faktor seperti adanya penyakit infeksi. Penyakit-penyakit infeksi yang biasa dialami balita adalah diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Dampak yang ditimbulkan berakibat kepada kesehatan dan tumbuh kembang. Penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada anak yaitu sebesar 20,1 persen. Diperkirakan satu dari lima anak balita meninggal akibat penyakit diare (Adriani & Wirjatmadi, 2012; UNICEF, 2013).

(4)

Pada tahun 2012, dari 559.011 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 216.175 atau 38,67%, sehingga angka kesakitan (IR) diare per 1.000 penduduk mencapai 16,36%. Capaian ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 yaitu 19,35% dan 2010 yaitu 18,73%. Pencapaian IR ini jauh di bawah target program yaitu 220 per 1.000 penduduk. Rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata (underreportingcases) (DinKes Sumatera Utara, 2012).

Dari 33 kabupaten/kota yang ada, penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di 3 (tiga) Kabupaten yang melebihi perkiraan kasus yaitu Samosir (118,33%), Nias Utara (117,66%) dan Karo (112,73). Penemuan dan penanganan kasus diare terendah di Kabupaten Sergei yaitu 0,52% dan Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu 7,61%.

(5)

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor yang dapat menyebabkan diare seperti umur penderita, status gizi, susunan makanan, adanya infeksi, serta faktor adat dan kebiasaan. Faktor risiko terjadinya diare terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor pejamu (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Faktor pejamu (internal) yang menyebabkan kejadian diare yaitu bakteri, virus, dan organisme parasit. Faktor eksternal yang mempengaruhi kejadian diare antara lain pola makan dan higiene sanitasi perorangan. Pola makan pada balita meliputi pola pemberian makanan terutama makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dan pola menyusui pada saat bayi (WHO, 2013; Todar & Kenneth, 2008).

Praktek pengasuhan makanan yang memadai sangat penting bagi tumbuh kembang anak dan daya tahan anak terhadap serangan penyakit seperi diare. Disamping itu dalam menyelenggarakan makanan balita ibu memiliki peran yang sangat besar yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi balita. Balita yang menderita gizi kurang mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menderita penyakit infeksi. Salah satu cara pemenuhan gizi dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada saat bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan pendamping apapun sampai usia enam bulan. Balita yang tidak diberi ASI beresiko untuk menderita diare lebih tinggi daripada bayi yang diberi ASI secara penuh (Depkes RI, 2012).

(6)

usia enam bulan, selain belum dibutuhkan juga memungkinkan bayi mendapat infeksi saluran pencernaan lebih besar akibat cara pemberian yang kurang bersih dan belum sempurnanya organ pencernaan bayi baik secara anatomis maupun secara fisiologis. Penyebab diare lainnya adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor, bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukkan tangan/apapun ke dalam mulut karena virus ini dapat bertahan hidup di permukaan udara selama beberapa hari (Prawirohartono, 1997).

Di Medan penyakit diare pada bayi dan balita mulai muncul dan menjadi ancaman. Pasalnya, di RSUD Dr Pirngadi Medan (RSPM) penyakit ini masih menjadi kasus dengan penderita cukup banyak. Dalam setiap harinya dijumpai lima bayi yang menderita diare akibat pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Di Kota Medan, sepanjang tahun 2011, tercatat 42.050 kasus diare pada bayi dan balita, di mana pasiennya sempat mendapat perawatan di 39 Puskesmas atau di RSU dr Pirngadi Medan (Andi, 2012).

(7)

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah adalah “Bagaimana Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat tahun 2014.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai informasi kepada petugas kesehatan mengenai pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan status gizi dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan serta sebagai pertimbangan dalam menetapkan kebijakan kesehatan yang terkait dengan upaya perbaikan gizi masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Pada Anak Usia 0-24 Bulan Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodadi Kecamatan Purwodadi

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1 - 4

Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini dapat menimbulkan terjadinya gangguan pencernaan seperti diare, diare ini disebabkan dalam makanan tambahan bayi

Menganalisis Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini dengan kejadian ISPA Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moti Kota Ternate, Menurut

Pendamping ASI (MP-ASI) Jenis makanan pendamping ASI (MP-ASI) dalam penelitian ini adalah makanan berdasarkan tahapan usia bayi yaitu makanan lumat, makanan lunak

Hubungan Umur Pertama Kali Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Bayi Umur 6-12 bulan di Kecamatan Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan Tahun

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifi kan antara pemberian makanan pendamping ASI dini dengan kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan di Dampal Utara,

Hubungan antara usia pemberian MP-ASI dengan kejadian diare Makanan Pendamping ASI merupakan makanan yang berangsur- angsur diberikan kepada bayi dalam bentuk padat atau setengah