BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Agency Theory
Agency Theory menekankan pentingnya pemilik perusahaan (disebut
principal) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan
perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang
maksimal dengan biaya yang efisien dengan dikelolanya perusahaan oleh
tenaga-tenaga profesional. Para tenaga profesional tersebut bertugas untuk
kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam menjalankan
manajemen perusahaan, sehingga dalam hal ini para profesional tersebut
berperan sebagai agents-nya pemilik perusahaan. Kenaikan laba perusahaan berbanding lurus dengan kenaikan keuntungan yang diperoleh agents selaku pihak yang menjalankan perusahaan tersebut. Sementara pemegang saham
bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh
agents.
Namun, pada sisi lain pemisahan seperti ini memiliki segi negatifnya.
lanjut, pemisahan ini dapat pula menimbulkan kurangnya transparansi dalam
penggunaan dana pada perusahaan serta keseimbangan yang tepat antara
kepentingan-kepentingan yang ada.
Banyak jalan untuk memahami GCG, namun jalan yang paling dekat
adalah dengan memahami teori agensi (agency theory) terlebih dahulu. Teori agensi menjawab dengan memberikan gambaran hal-hal apa saja
yang berpeluang akan terjadi baik antara agent (pengelola) dengan principal
(pemilik perusahaan) maupun antara principal (pemilik perusahaan) dengan
principal (pemberi pinjaman). Pengertian principal dalam agency theory
adalah pihak-pihak yang menyerahkan sebagian atau seluruh wealth-nya untuk dikembangkan oleh pihak lain (agent).
Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent
berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang
perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri, maka dengan
informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan
manajemen laba.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka
di dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan
berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan tersebut.
Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha
memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang salah
satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang
dimiliki. Agent menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang “memadai“ dan sebesar-besarnya
atas kinerjanya. Principal menilai prestasi Agent berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi
laba, harga saham dan makin besar deviden, makan agen dianggap berhasil
atau berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.
Sebaliknya agent pun memenuhi tuntutan principal agar mendapat kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai
maka sang agent dapat memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah-olah target tercapai. Maka terjadilah Creative Accounting yang menyalahi aturan, misalnya melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke
periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan,
2.1.2 Good Corporate Governance (GCG)
2.1.2.1 Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Munculnya isu Good Corporate Governance adalah jawaban atas ketidakpuasan ilmuwan finance atas kinerja teori agensi dalam tatanan empiris karena saat ini bukan hanya pemegang saham dan
pemberi pinjaman saja yang harus diperhatikan, melainkan berbagai
pihak yang terkait dengan pengoperasian suatu perusahaan modern
yang dinamakan stakeholders.
Kata governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam
konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi
coporate governance. Menurut Sutojo dan Aldridge (2008) corporate governance diterjemahkan sebagai “tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan”.
Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah
Komite Cadbury mendefinisikan Good Corporate Governance
(GCG) sebagai prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya
kepada para shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya.
Sementara Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan Good Corporate Governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan
bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan.
Centre for European Policy Studies (CEPS), mempunyai formula lain, bahwa Good Corporate Governance merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai
catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki
stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun
pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder
Dari Indonesia, Soekrisno Agoes (2006) mendefinisikan Good
Corporate Governance sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan
peran Dewan Komisaris, Dewan Direksi, pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya. Good Corporate Governance juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaian, dan penilaian kinerjanya.
Sebenarnya, konsep GCG pada intinya adalah : Pertama,
internal balance antara organ perusahaan pemegang saham, komisaris dan direksi dalam hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan
mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut. Kedua,
external balance, yaitu pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders lainnya.
Internal balance lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu
organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip
GCG sedangkan external balance lebih menekankan kepada bagaimana
interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni
tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.
Perusahaan, dalam hal ini yang berbentuk perseroan terbatas
secara fungsional dituntut memberikan nilai tambah (value added), baik berbentuk financial return bagi para pemegang saham (shareholders) maupun social-welfare, yang sekurang-kurangnya value added bagi
Sistem Good Corporate Governance (GC) memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditor,
sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan perolehan kembali
investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Bahkan suatu penelitian
oleh McKinsey & Company memberikan indikasi bahwa manaajer dana
di Asia akan membayar 26-30% lebih untuk saham-saham perusahaan
dengan corporate governance yang baik ketimbang untuk saham-saham
perusahaan dengan corporate governance-nya yang meragukan. Oleh
karena itu, sistem tersebut harus juga membantu menciptakan
lingkungan yang kondusif terhadap pertumbuhan sektor usaha yang
efisien dan berkesinambungan.
Gede Raka, salah seorang panel ahli dari Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), menyatakan bahwa “dalam GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah mesin
pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas untuk
menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders)”. Selain itu, perusahaan bukanlah sekedar mesin yang
mengubah input menjadi output, melainkan sebuah lembaga insani
(human institution, sebuah masyarakat yang mempunyai nilai, cita-cita,
jati diri, dan tanggung jawab sosial. Konsep GCG mencerminkan
2.1.2.2 Prinsip – prinsip Good Corporate Governance
Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) mengembangkan lima prinsip Corporate Governance :
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of
shareholders)
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk
pemegang saham minoritas. Hak-hak yang dimaksud adalah hak
untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran
kepemilikan, hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan
kepemilikan saham, hak untuk memperoleh informasi yang relevan
tentang perusahaan secara berkala dan teratur, hak untuk ikut
berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), hak untuk memilih anggota dewan
komisaris dan direksi, hak untuk memperoleh pembagian laba
(profit) perusahaan.
Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the
equitable treatment of shareholders)
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini
dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi
yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of
interest).
Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the
roll of stakeholders)
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan,
sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja
sama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan
dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan serta
kesinambungan usaha (going concern)
Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency)
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat
untuk setiap permasalahan berkaitan dengan perusahaan.
Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi
keuangan, kinerja, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan.
Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan
diharuskan untuk meminta auditor eksternal (kantor akuntan
publik) melakukan audit yang bersifat independenatas laporan
keuangan.
Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities
of the board)
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang
efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris dan
pertanggungjawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan
pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban profesional dewan
komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya.
Sementara itu, Prinsip-prinsip GCG sesuai Pasal 3 Surat
Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002
tentang Penerapan GCG adalah sebagai berikut :
Transparansi (transparency)
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai
Pengungkapan (disclosure)
Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik
diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan
dengan kinerja operasional, keuangan, dan risiko usaha perusahaan.
Kemandirian (independence)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban
manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif dan ekonomis.
Pertanggungjawaban (responsibility)
Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku
kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan
2.1.2.3 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Adapun tujuan dari GCG diperlukan dalam rangka:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan
kewajaran.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian
masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan
Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan
terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
inetrnasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang
dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi
Menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI), manfaat dilaksanakannya GCG antara lain :
a. meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan
kepada stakeholder.
b. mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah
dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya
akan meningkatkan Corporate Value.
c. mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
2.1.3 Dewan Direksi
Menurut Pasal 1 dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang dimaksud dengan dewan direksi adalah organ perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.
Menurut Hardijan Rusli (1997), direksi merupakan “dewan direktur
Direktur Utama dan satu atau beberapa wakil Presiden Direktur serta satu
atau beberapa Direktur”.
Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki tugas-tugas, yaitu :
1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan
keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan
aktivitas perseroan.
2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan
seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar,
keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
perseroan.
3. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya
untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan.
4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan
secara amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan
sistem pengendalian dan sistem manajemen risiko secara struktural dan
komprehensif.
5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan
2.1.4 Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada dewan direksi.
Secara umum UUPT menentukan bahwa dalam sebuah perseroan
minimal memiliki 1 orang anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditentukan
Pasal 108 ayat 3: "Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau
lebih".
Dewan komisaris merupakan organ yang berperan penting dalam
pengimplementasian good corporate governance di suatu perusahaan. Karena tugas Utama Komisaris adalah wajib melakukan pengawasan terhadap
kebijakan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat
kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk
kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perusahaan.Fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh masing-masing Anggota
Komisaris namun keputusan pemberian nasihat dilakukan atas nama
Komisaris secara Kolektif (sebagai Board). Fungsi pengawasan adalah proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Komisaris wajib berkomitmen tinggi
untuk menyediakan waktu dan melaksanakan seluruh tugas komisaris secara
bertanggungjawab. Pelaksanaan tugas tersebut diantaranya adalah :
Pelaksanaan rapat secara berkala satu bulan sekali
Pemberian nasihat, tanggapan dan/atau persetujuan secara tepat waktu dan
Pemberdayaan komite-komite yang dimiliki Komisaris. Contohnya
Komite Audit, Komite Nominasi dll
Mendorong terlaksananya implementasi good corporate governance
2.1.5 Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan dewan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.
Komisaris independen diangkat karena pengalamannya dianggap
berguna bagi organisasi tersebut. Mereka bisa mengawasi dewan komisaris
dan mengawasi bagaimana dewan direksi menjalankan perusahaan tersebut.
Komisaris independen biasanya berguna dalam melerai sengketa antara
dewan direksi, atau antara pemegang saham dan dewan komisaris. Komisaris
independen dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan
memiliki resiko kecil dalam conflict of interest. Di sisi lain, komisaris independen mungkin kekurangan pengalaman dalam menangani masalah
spesifik yang dihadapi oleh perusahaan.
Dalam UUPT, Komisaris Independen diatur dalam Pasal 120 ayat (1)
dan ayat (2) yang menyebutkan :
(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau
(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan
pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris lainnya.
2.1.6 Komite Audit
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit
sebagai berikut :
Suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 pasal 121, maka
dalam menunjang Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya, maka
Dewan Komisaris berhak membentuk komite-komite yang salah satu atau
lebih anggotanya merupakan anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris
melaksanakan tugas pengawasannya melalui komite-komite dengan tujuan
untuk mencapai efisiensi waktu dan memanfaatkan keahlian individual dari
anggota Dewan.
Menurut Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek Jakarta No.
sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang, termasuk ketua komite audit. Dan
anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang.
Komite Audit membantu Dewan Komisaris menjalankan tugas
pengawasan diantaranya dengan mengkaji hal-hal sebagai berikut:
Laporan keuangan Perseroan dan informasi keuangan lainnya;
Kepatuhan Perseroan terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku;
Efektivitas dari aktivitas pengendalian internal; dan
Kemampuan Perseroan dalam mengelola risiko dan menangani keluhan
pelanggan;
Komite Audit juga memantau kinerja Perseroan secara keseluruhan.
Komite Audit secara berkala melaporkan hasil kajiannya kepada Dewan
Komisaris.
2.1.7 Kinerja Perusahaan
Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya
memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi
kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan
perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja
suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan
Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi
keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis
keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan
keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode
tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal
dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya
terhadap para pemegang saham dan juga untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
Menurut Helfert (1997), kinerja perusahaan adalah “hasil dari banyak
keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen”.
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kinerja merupakan
indikator dari baik buruknya keputusan manajemen dalam pengambilan
keputusan. Manajemen dapat berinteraksi dengan lingkungan internal
maupun eksternal melalui informasi. Informasi dirangkum dalam laporan
keuangan perusahaan.
Pengertian lain tentang kinerja menurut Stoner et al. (1996) yaitu
kinerja adalah “ukuran seberapa efisien dan efektif sebuah organisasi atau
seorang manajer untuk mencapai tujuan yang memadai”.
Adapun pengertian efektif dan efisien menurut Stoner et al (1996)
adalah “efisien adalah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber
sedangkan efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang
memadai berarti melakukan hal yang tepat.”
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
(Performance) perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan yang dibuat
secara terus menerus oleh manajemen untuk mencapai tujuan tertentu secara
efektif dan efisien.
Adapun manfaat dari penilaian kinerja perusahaan adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam
suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan
pelaksanaan kegiatannya.
b. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan,
maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai
kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara
keseluruhan.
c. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk
masa yang akan datang.
d. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi
pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
e. Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat
Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2000) adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan
untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi
atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat
ditagih.
b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut
dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka
panjang.
c. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama
periode tertentu.
d. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan
perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur
dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali
pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar
deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami
2.1.8 Return On Asset (ROA)
Rasio finansial atau Rasio Keuangan merupakan alat analisis keuangan
perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan
data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan
laba/rugi, laporan aliran kas).
Salah satu rasio keuangan adalah rasio profitabilitas yang digunakan
untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini antara lain adalah GPM (Gross Profit Margin), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), ROA (Return to Total Asset), ROE (Return On Equity).
Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva
yang digunakan. Return on assets merupakan perbandingan antara laba bersih (net income) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi
perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan
kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka
perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan.
Tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba
maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat
Pengembalian atas total aktiva merupakan ukuran efisiensi operasi yang
relevan. Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva
(pendanaan) yang diberikan pada perusahaan. Ukuran ini tidak membedakan
pengembalian berdasarkan sumber pendanaan.
Keunggulan ROA (Return On Asset)
a. ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.
b. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut.
c. ROA merupakan rasio yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1. Anthony
Variabel independen : Jumlah dewan direksi, Jumlah dewan
komisaris, Intensitas kegiatan dewan, Dualitas CEO, Komite Audit, Kepemilikan Perusahaan
Variabel Dependen :
Return On Assets, atau market based. 2. Devien
Variabel independen : Skor Corporate Governance Perception Index
(CGPI)
Variabel dependen :
Return on Investment
(ROI)
3. Norma
Variabel independen : Skor Corporate Governance Perception Index
(CGPI)
Variabel dependen : Leverage Ratio, Liquidity Ratio, Asset Management Ratio, Profitability Ratio, Market-Value Ratio
Variabel CGPI yang digunakan sebagai sebagai salah satu ukuran kinerja perusahaan. Tetapi variabel CGPI tidak berpengaruh
terhadap keempat rasio keuangan yang lain.
4. R. Rosiyana dan Tia Tarnia (2011)
Variabel independen : Kinerja keuangan
Variabel dependen : Nilai perusahaan
Variabel moderasi :
Good Corporate Property and Real Estate yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2010
Variabel independen : Dewan komisaris, komisaris independen, dewan direksi, komite audit
Variabel dependen : Kinerja perusahaan Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel independen : Ukuran dewan direksi, ukuran dewan
komisaris, komisaris independen
Variabel dependen : Kinerja Perusahaan (ROA)
Ukuran dewan direksi dan juga ukuran dewan komisaris menunjukan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perbankan. Tetapi ukuran dewan komisaris
hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap Property and Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel independen : Dewan komisaris, komisaris independen, dewan direksi, komite audit
Variabel dependen : Kinerja perusahaan
Good corporate governance (dewan komisaris, komisaris independen, dewan direksi dan komite audit) tidak Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel independen : Kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris, komite audit
Variabel dependen : Manajemen laba, kinerja perusahaan
Kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit bukan indikator yang berpengaruh besar terhadap penentuan besarnya manajemen laba dan kinerja perusahaan.
9. Sonya Korint (2010)
Pengaruh Good Corporate
Variabel independen : Variabel skor
penerapan GCG
2.3 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
H1
H2
H3
H4
H5
Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, ditentukan bahwa variabel Good Corporate Governance diproksikan ke dalam dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan komite audit. Dan variabel dependen yang
memproksikan kinerja perusahaan adalah Rasio Return On Asset (ROA).
Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa “dewan direksi dalam suatu
perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil
baik jangka pendek maupun jangka panjang”. Dewan direksi bertanggung jawab
Variabel Independen
Good Corporate Governance:
Variabel Dependen
Dewan Direksi (X1)
Dewan Komisaris (X2)
Komisaris Independen (X3)
Komite Audit (X4)
penuh atas pengurusan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan sesuai
dengan amanah pemegang saham sekaligus merancang kegiatan perusahaan agar
berjalan secara efektif dan efisien. Jumlah dewan direksi secara logis akan sangat
berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan yang menyangkut
operasional perusahaan. Oleh sebab itu, jelas bahwa ukuran dewan direksi
merupakan salah satu mekanisme Corporate Governance yang sangat penting dalam menentukan kinerja perusahaan.
Menurut Egon Zehnder (2000), dewan komisaris merupakan “inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas”.
Yermack (1996), Sundgren dan Wells (1998), dan Jensen (1993) menyatakan bahwa
“semakin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk
kinerja yang dimiliki perusahaan”. Lipton dan Lorsch (1992) dalam Beiner, Drobetz,
Schmid dan Zimmermann (2003) menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris
merupakan bagian dari mekanisme Corporate Governance. Karena dengan semakin banyaknya anggota dewan komisaris, pengawasan terhadap dewan
direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh
lebih banyak. Beragam hasil penelitian membuat peneliti ingin meneliti variabel
ini dan pengaruhnya terhadap Good Corporate Governance.
Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa “komisaris independen bertindak
sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara manajer internal dan mengawasi
kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen”. Komisaris
diharapkan dapat bertindak independen dan kritis, baik antara dewan komisaris,
maupun terhadap direksi. Independen bukan hanya sekedar penghapus kesalahan
dewan direksi, namun juga aktif mempertimbangkan, mengkritisi, memberikan
arahan kepada strategi direksi sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan.
Haniffa dan Cooke (2002) menyatakan bahwa “apabila jumlah komisaris
independen (proporsinya dalam dewan komisaris) semakin besar atau dominan
hal ini dapat memberikan power kepada dewan komisaris untuk menekan
manajemen untuk meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan”.
Menurut Anderson et al. (2004), “komite audit yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan memberikan perlindungan dan kontrol yang lebih baik terhadap
proses akuntansi dan keuangan dan pada akhirnya akan memberikan pengaruh
positif terhadap kinerja keuangan perusahaan”. Komite audit merupakan organ
pendukung dewan komisaris yang bekerja secara kolektif dan berfungsi
membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Peranan komite audit
yang berjalan secara baik dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan dan membuat citra perusahaan baik di mata para investor sehingga
meningkatkan kepercayaan investor bahwa mereka akan menerima return atas
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina (2011), hipotesis adalah “proporsi yang dirumuskan
dengan maksud untuk diuji secara empiris dan penjelasan sementara tentang
perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi”.
Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Dewan direksi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
H2 : Dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
H3 : Komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
H4 : Komite Audit berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
H5 : Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komisaris Independen dan
Komite Audit (Good Corporate Governance) secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja perusahaan