• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. - Analisis Yuridis Mengenai Kewajiban Pajak Terhadap Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Elektronik Di Jejaring Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. - Analisis Yuridis Mengenai Kewajiban Pajak Terhadap Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Elektronik Di Jejaring Sosial"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.

Era modern sekarang ini kata “internet” sudah tidak asing lagi bagi

masyarakat Indonesia. Teknologi internet sendiri sudah digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, baik dari yang masih berusia muda, hingga berusia tua. Internet juga sudah menjadi sebuah kebutuhan di zaman sekarang ini,

kebutuhan tersebut bisa berupa kebutuhan yang diperlukan untuk mengakses informasi atau berita terbaru.

Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang telah menandakan bahwa internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti google,

pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi.1

Lembaga riset pasar e-marketer mengemukakan populasi pengguna internet di Indonesia mencapai 83.7 juta orang pada 2014 yang menjadikan Indonesia berada di peringkat ke-6 di dunia dalam hal jumlah pengguna internet.

Sedangan di atas peringkat Indonesia diduduki oleh China, Amerika Serikat, India, Brasil, dan Jepang. Pihak e-marketer sendiri memperkirakan jumlah pengguna

internet di Indonesia pada 2017 akan mencapai 112 juta orang.2

1

Pengertian Internet, http://id.wikipedia.org/wiki/Internet (diakses pada tanggal 6 Maret 2015).

2

Jumlah Pengguna Internet Indonesia, http://tekno.kompas.com/read/ 2014 /11 /24 /0743 0087/pengguna.internet.indonesia.nomor.enam.dunia (diakses pada tanggal 6 Maret 2015).

(2)

Jumlah pengguna internet yang begitu besar di Indonesia tersebut tidak menutupi perkembangan perekonomian di Indonesia melalui internet.

Perkembangan internet juga telah memengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara

tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui internet. Transaksi melalui internet ini dikenal dengan nama3

Sistem perdagangan dengan memanfaatkan sarana internet (interconnection networking), yang selanjutnya disebut e-commerce telah

mengubah wajah bisnis di Indonesia. Selain disebabkan oleh adanya perkembangan teknologi informasi, e-commerce lahir atas tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang serba cepat, mudah dan praktis. Melalui internet,

masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang akan dipergunakan tentunya dengan berbagai kualitas dan kuantitas

sesuai dengan yang diinginkan.4

Pertumbuhan pesat pangsa pasar e-commerce di Indonesia memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Dengan jumlah pengguna internet yang mencapai angka

82 juta orang atau sekitar 30% dari total penduduk di Indonesia, pasar e-commerce menjadi tambang emas yang sangat menggoda bagi sebagian orang

yang bisa melihat potensi ke depannya. Pertumbuhan ini didukung dengan data

3

http://id.wikipedia.org/wiki/Internet, Loc.Cit. 4

(3)

dari Menteri Komunikasi dan Informatika yang menyebutkan bahwa nilai transaksi e-commerce pada tahun 2013 mencapai angka Rp.130 triliun.5

Pernyataan di atas menyatakan bahwa masyarakat sudah mulai merasakan kenyamanan dan kepraktisan dalam melakukan perdagangan elektronik baik dari

online shop ataupun dari jejaring sosial. Pengumpulan data McKinsey menunjukkan jumlah pengguna internet yang pernah berbelanja secara online hanya mencakup 7% dari seluruh pengguna. Indonesia masih tertinggal jauh

dengan China yang sudah mencapai 30%, namun hal itu tidak menutup Indonesia untuk menyaingi China, karena akan bertumbuh seiring penggunaan smartphone,

penetrasi internet di Indonesia, penggunaan kartu debit dan kredit, serta tingkat kepercayaan konsumen untuk berbelanja secara online.6

Adriani mengemukakan bahwa pajak merupakan iuran kepada negara

yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat Perkembangan teknologi yang begitu pesat memungkinkan untuk

melakukan perdagangan melalui internet. Jumlah perdagangan elektronik yang dilakukan di seluruh Indonesia tentu saja merupakan angka penghasilan yang

cukup besar. Dalam hal ini, tentunya tidak menutup kemungkinan hasil dari perdagangan elektronik tersebut bisa dikenakan pajak.

5

Statistik Pertumbuhan Pasar E-Commerce, http://startupbisnis.com/data-statistik-mengenai-pertumbuhan-pangsa-pasar-e-commerce-di-indonesia-saat-ini/ (diakses pada tanggal 7 Maret 2015).

(4)

ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.7

Fungsi dari perpajakan itu sendiri yaitu fungsi budgetair/finansial, dan fungsi regulerend/mengatur.8

1. Fungsi budgetair/finansial yaitu memasukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. 2. Fungsi regulerend/mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk

mengatur baik masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu.

Pajak memiliki fungsi penting dalam sebuah negara yaitu sebagai salah satu penghasilan negara. Dari hal ini, maka perlu adanya pengaturan mengenai pengenaan pajak terhadap perdagangan elektronik, yang akan menambah

pendapatan negara dalam jumlah yang cukup signifikan.

B.Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan yang akan

dibahas antara lain:

1. Bagaimanakah sistem perpajakan dalam dunia usaha menurut hukum positif di

Indonesia?

2. Bagaimanakah perdagangan elektronik dalam jejaring sosial menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008?

7

R.Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm.2.

8

(5)

3. Bagaimanakah kewajiban pajak terhadap pelaku usaha dalam perdagangan elektronik di jejaring sosial?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk mengetahui sistem perpajakan dalam dunia usaha menurut hukum

positif di Indonesia

2. Untuk mengetahui perdagangan elektronik dalam jejaring sosial menurut

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

3. Untuk mengetahui kewajiban pajak terhadap pelaku usaha dalam perdagangan

elektronik di jejaring sosial

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini,antara lain :

4. Secara teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam perkembangan hukum ekonomi dan khususnya dalam hal

kewajiban pajak terhadap pelaku usaha dalam perdagangan elektronik di jejaring sosial dan melahirkan pemahaman tentang kesadaran bagi para

(6)

5. Secara praktis

Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat pada umumnya

tentang kewajiban pajak terhadap perdagangan elektronik. Kewajiban pajak sudah ada sejak terpenuhinya syarat objektif dan subjektif wajib pajak,

sehingga dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk melaporkan pajak.

D.Keaslian Penulisan

Ilmu pengetahuan yang diperoleh dipergunakan dalam rangka

meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, maka dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul “Kewajiban Pajak Terhadap

Pelaku Usaha dalam Perdagangan Elektronik di Jejaring Sosial”.

Penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara telah dilakukan untuk mengetahui keaslian

penulisan. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan universitas cabang fakultas hukum USU melalui surat tertanggal 16 September 2014 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya

keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (sekretaris) departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk

(7)

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal

tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E.Tinjauan Kepustakaan

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut sebagai UU KUP) pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya adalah sebagai berikut :9

Definisi itu kemudian dipertahankan dan kemudian berbunyi sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”, dengan penjelasan sebagai berikut: “dapat dipaksakan” artinya : bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbal balik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.”

10

9

R.Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.6. 10

(8)

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’nya digunakan untuk

public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment

Ciri-ciri yang melekat pada pajak adalah:11

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya kontaprestasi

langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai

investasi publik.

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

7. Pajak dapat dpungut secara langsung atau tidak langsung.

Definisi pelaku usaha menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yaitu “setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik maupun berbadan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

11

(9)

kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam

berbagai bidang ekonomi.”

Bentuk atau wujud dari pelaku usaha dapat kita jabarkan ke dalam

beberapa macam, yakni:12

1. Orang perorangan, yakni setiap individu yang melakukan kegiatan usahanya secara seorang diri.

2. Badan usaha, yakni kumpulan individu yang secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Badan usaha selanjutnya dapat dikelompokkan ke dalam

dua kategori, yakni:

a. Badan hukum. Menurut hukum, badan usaha yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori badan hukum adalah yayasan, perseroan terbatas dan

koperasi.

b. Bukan badan hukum. Jenis badan usaha selain ketiga bentuk badan usaha

diatas dapat dikategorikan sebagai badan usaha bukan badan hukum, seperti firma, atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha secara insidentil. Misalnya, pada saat mobil anda mogok karena terjebak

banjir, ada tiga orang pemuda yang menawarkan untuk mendorong mobil anda dengan syarat mereka diberi imbalan Rp.50.000,00. Tiga orang ini

dapat dikategorikan sebagai badan usaha bukan badan hukum. Badan usaha tersebut harus memenuhi salah satu kriteria ini:13

12

Pelaku Usaha Menurut UU PK, http://www.wibowotunardy.com/pengertian-pelaku-usaha-menurut-uu-pk/ (diakses pada tanggal 8 Maret 2015).

(10)

1. Didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum negara Republik Indonesia.

2. Melakukan kegiatan di wilayah hukum negara Republik Indonesia Pelaku usaha yang dimaksud dalam pembahasan ini lebih difokuskan

kepada pelaku usaha yang melakukan perdagangan elektronik. Transaksi e-commerce melibatkan beberapa pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, tergantung kompleksitas transaksi yang dilakukan. Apabila dilihat

dari awal mula transaksi hingga berakhirnya transaksi, Budhiyanto mengidentifikasi pihak-pihak tersebut adalah:14

1. Penjual (Merchant) 2. Konsumen/Card Holder

3. Acquirer

4. Issuer

5. Certification Authorities

Disamping pihak-pihak tersebut diatas, pihak lain yang keterlibatannya secara tidak langsung dalam transaksi e-commerce yaitu jasa pengiriman (ekspedisi).15

Definisi transaksi elektronik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Pada dasarnya, perdagangan/transaksi e-commerce dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu : transaksi Business to Business (B to B), dan Business to Consumer (B

14

Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.Cit., hlm.152. 15

(11)

to C).16 Namun ada juga yang menyatakan adanya bagian Customer to Customer (C to C). B to B adalah perdagangan elektronik yang dilakukan antara dua buah

perusahaan, B to C adalah antara perusahaan kepada perseorangan, sementara C to C adalah perdagangan elektronik yang dilakukan antara dua orang melalui sarana

internet.17

F.Metode Penulisan

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secar sistemastis

dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala

dengan jalan menganalisanya dan dengan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.18

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan. Perundang-undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia (selanjutnya disebut KUH Perdata),

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Informasi, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir kali dengan

16

Ibid., hlm.12. 17

Nufransa Wira Sakti, Buku Pintar Pajak E-Commerce dari mendaftar sampai membayar (Ciganjur: Visimedia, 2014), hlm.12.

18

(12)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 sebagaimana diubah terakhir

kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut UU PPh), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (selanjutnya disebut UU PPN), serta beberapa peraturan terkait lainnya yang

dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang misalnya Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disebut Dirjen pajak).

Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian yakni pelaku usaha dalam perdagangan elektronik di jejaring sosial.

Penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan

serta literatur hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini. 2. Data penelitian

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data

utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Data penelitian tersebut terdiri dari:

(13)

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.19

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memiliki hubungan

dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti hasil seminar

atau makalah-makalah dari para pakar hukum, koran, majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

Dalam penelitian ini bahan

hukum primer, yaitu: berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis mengenai pajak dan perdagangan elektronik,

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana

diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2009 tentang Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan serta peraturan perundang-undangan yang lainnya yang terkait dengan pajak dan perdagangan elektronik.

(14)

c. Bahan hukum tersier, yaitu mencakup bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

3. Teknik pengumpulan data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi

kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah,

surat kabar, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau bisaa dikenal dengan sebutan studi

kepustakan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun

internet.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pusaka adalah sebagai berikut:20

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun media eletronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

20

(15)

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan

masalah yang menjadi objek penelitian. 4. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa

data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari

penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V bab yang masing-masing

bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, dilanjutkan

(16)

BAB II SISTEM PERPAJAKAN DALAM DUNIA USAHA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Pada bab ini diuraikan definisi pajak, asas-asas pemungutan pajak, jenis pajak di Indonesia, pengawasan dalam pemungutan pajak,

dan hambatan pemungutan pajak.

BAB III PERDAGANGAN ELEKTRONIK DALAM JEJARING SOSIAL MENURUT UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK NOMOR 11 TAHUN 2008

Bab ini mengurai tentang perkembangan perdagangan elektronik

di Indonesia, pengaturan mengenai transaksi elektronik menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008, dan perdagangan elektronik dalam jejaring sosial

menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.

BAB IV KEWAJIBAN PAJAK TERHADAP PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN ELEKTRONIK DI JEJARING SOSIAL

Pada bab ini dibahas mengenai ketentuan perpajakan dalam

perdagangan elektronik di jejaring sosial, penentuan saat terutangnya pajak atas transaksi elektronik di jejaring sosial,

kewajiban pajak terhadap pelaku usaha dalam perdagangan elektronik di jejaring sosial, dan penanganan terhadap pelaku usaha yang menghindari pajak dalam perdagangan elektronik di

(17)

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan dimuat kesimpulan dari pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

John H. Jackson, et.al, op.cit.. penyedia jasa dari negara anggota lain. Most Favoured Nation berarti memberikan perlakuan sama kepada semua mitra dagang dari negara- negara

[r]

(4) Pamong Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3), setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Aplikas Rencana Anggaran

halang kab.bogor.

Bangsa Portugis telah dapat membuat kapal-kapal yang lebih layak dan canggih di bandingkan dengan kapal-kapal sebelumnya memungkinkan mereka melakukan sebuah

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat hasil rekapitulasi tanggapan responden terhadap faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri anak pada Panti Asuhan Baiturrahmah

Banyuasin Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak daerah, retribusi daerah dan lain – lain PAD yang sah berpengaruh secara simultan terhadap PAD. Hal ini