• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENGARUH DELAY CORD CLAMPING TERHADAP KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI KOTA CIMAHI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENGARUH DELAY CORD CLAMPING TERHADAP KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI KOTA CIMAHI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017

PENGARUH DELAY CORD CLAMPING TERHADAP KEJADIAN

IKTERUS NEONATORUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI KOTA

CIMAHI

Noviyanti1

, Flora Honey Darmawan

2 1

Program Studi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani

Jl. Terusan Jenderal Sudirman, Cimahi, Jawa Barat – 40533, Indonesia. 2

Program Studi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani

Jl. Terusan Jenderal Sudirman, Cimahi, Jawa Barat – 40533, Indonesia.

ABSTRAK

Ikterus Neonatorum adalah penyakit yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Kejadian ini semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan evidence based, tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kuning/ikterus yaitu dengan melakukan Delay Cord Clamping (DCC). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bidan untuk meningkatkan pelayanan dalam melakukan asuhan persalinan terutama dalam menurunkan kejadian ikterus Neonatorum melalui tindakan DCC.Rancangan penelitian yang digunakan adalah Eksperimen. Sampel penelitian adalah bayi baru lahir di BPM Bd Deni irmalini di kota Cimahi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat. Jumlah sampel ada sebanyak 31 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi. Analisis data menggunakan Uji Spearman Corelation. Hasil uji statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Delay Cord Clamping dengan kejadian ikterus neonatorum dengan p value 0,002 (<0.005). Bayi yang tidak dilakukan Delay Cord Clamping berisiko 4,8 kali mengalami ikterus neonatorum.

(2)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017

ABSTRACT

Neonatorum Jaundice is a disease that often occurs in newborns. This incidence is increasing every year. Based on evidence based, action can be taken to prevent yellow / jaundice is conducting Delay Cord Clamping (DCC).The result is expected to increase the knowledge of midwives to improve service delivery care in performing mainly in reducing the incidence of jaundice Neonatorum through the action of DCC.The study design used is experiment. Samples were newborns in BPM Bd Deni irmalini in Cimahi city who do delay cutting the umbilical cord. The number of samples as many as 31 people with a total sampling technique. Data collected through observation. Data analysis using Spearman Correlation Test. Statistical test results prove that there is significant influence between Delay Cord Clamping with neonatal jaundice incident with p value 0.002 (<0.005). Babies who do not Delay Cord Clamping 4.8 times the risk of neonatal jaundice.

(3)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan sehingga pemerintah saat ini melakukan berbagai upaya agar terjaminnya kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Indikator kesehatan yang saat ini masih menjadi fokus utama adalah masih tingginya kejadian kematian dan kesakitan pada bayi, anak dan balita.

Anak adalah generasi penerus bangsa. Besarnya suatu bangsa dilihat dari seberapa besar kualitas anak yang dihasilkan. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus dilakukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Saat ini pemerintah mengupayakan agar kejadian kesakitan dan kematian bayi mengalami penurunan, sesuai dengan target penurunan Angka Kematian Bayi pada MDGs 2016 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal) menjadi prioritas utama. Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian anak yaitu menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2016 (Profil Kesehatan, 2014).

Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi. Hal ini disebabkan karena faktor bayi, ibu ataupun dari faktor lingkungan. Masa rentan bayi dimulai dari masa setelah bayi baru dilahirkan. Pencegahan akan masalah yang mungkin terjadi bisa dilakukan sejak dini yaitu mulai dari sebelum plasenta dilahirkan yaitu dengan melakukan tindakan Delay Cord

Campling (DCC) atau sering disebut dengan tindakan penundaan penjepitan tali pusat. Mekanisme kerja DCC terjadi karena adanya peralihan peran oksigenasi dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berlanjut, darah masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi plasenta). Jika peran oksigenasi plasenta dihentikan mendadak (penjepitan tali pusat dini), sementara paru belum berfungsi optimal, maka cerebral blood flow menjadi tidak adekuat. Penutupan tali pusat secara alamiah (penjepitan tali pusat tunda) bisa memebrikan dampak yang positif seperti mencegah terjadinya Ikterus neonatorum dan anemia.

Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ikterus, Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam satu minggu pertama kehidupannya, ikterus ini disebut dengan ikterus neonatorum (Wiknjosastro 2007). Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus.

Ikterik neonatorum disebabkan adanya warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin (Mansjoer, 2008). Ikterik pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan & lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterik pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang patologi, misalnya pada inkompatibilitas rhesus dan ABO sepsis, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya (Prawirohardjo, 2009).

(4)

beberapa keadaan seperti kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2013).

Delay Cord Clamping (DCC) atau yang lebih dikenal dengan penundaan pemotongan tali pusat merupakan salah satu evidence based pada asuhan persalinan normal (APN), yang telah direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). Tidak semua bidan melakukan Delay Cord Clamping pada setiap persalinan, padahal Delay Cord Clamping memiliki manfaat yang begitu besar bagi ibu dan juga bagi bayi.

Beberapa penelitian Delay Cord Clamping telah dilakukan, diantaranya The scientific evidence inspired the Royal College of Midwives and the Royal College of Obstetricians pada bulan November 2012 merekomendasikan penundaan pemotongan tali pusat 3 menit setelah bayi lahir.

Nicholas Fogelson menulis dalam artikelnya pada bulan Desember 2012, bahwa penundaan pemotongan tali pusat merupakan proses yang alami dalam setiap proses persalinan dan kita hanya menunggu selama proses itu berlangsung, dia juga mengatakan bahwa pemotongan tali pusat segera setelah lahir mengurangi volume darah yang masuk pada bayi.

X O1

2

Gambar 3.2. Rancangan penelitian eksperimen (Sumber: Budiman, 2011)

Keterangan :

S : Seluruh sampel penelitian E : Sampel pada kelompok kasus C : Sampel pada kelompok kontrol

X : Intervensi delayed cord clamping (DCC)

O1 : Ikterus Neonatorum pada post test kelompok kasus

O2 : Ikterus neonatorum pada post test kelompok kontrol

Alat dan Bahan

Pada penelitian ini menggunakan peralatan pertolongan persalinan kala III pada persalinan, seperti klem tali pusat 2, gunting tali pusat, kassa, betadin, cord clamping. Bahan alat yaitu stainless

S

E

(5)
(6)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017

.

Jalannya Penelitian Tabel I. Pengaruh Delay Cord Clamping (DCC) terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum di BPM Kota Cimahi tahun 2016

Langkah I penelitian

Memastikan persetujuan responden. Ketika bayi baru lahir, maka tali pusat dibiarkan sampai pada kondisi tidak berdenyut.

1. Langkah II penelitian 2. Langkah III Penelitian

Pada hari ke-7, dilakukan pengkontrolan terhadap kondisi Bayi umur 7 hari apakah mengalami ikterus atau tidak

Setelah tidak berdenyut, maka dilakukan pemotongan dan pengkleman tali pusat Analisis Data

Analisis data menggunakan Uji Spearman Correlation.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan data di Bidan Praktek Mandiri Kota Cimahi pada bulan Januari sampai dengan April 2016 pada 31 ibu bersalin untuk tindakan Delay Cord Clamping (DCC) dan dilanjutkan dengan observaso terjadinya icterus sampai dengan hari ke 7 setelah lahir, dimana kelompok intervensi yang diberi perlakuan sebanyak 16 responden dan kelompok control sebanyak 15 responden didapatkan hasil sebagai berikut :

Keterangan: *berdasarkan uji chi-kuadrat, **berdasarkan uji Koefisiensi Kontingensi

Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa dari 15 responden yang dilakukan DCC, sebagian besar (73,3%) tidak terjadi ikterus neonatorum dan dari 16 responden yang tidak dilakukan DCC, sebagian besar (81,2%) terjadi ikterus neonatorum. Hasil uji statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Delay Cord Clamping dengan kejadian ikterus neonatorum dengan p value 0,002 (<0.005) dan nilai r sebesar 0,481 yang artinya bayi yang tidak dilakukan Delay Cord Clamping berisiko 4,8 kali mengalami ikterus neonatorum.

PEMBAHASAN

Di dunia Internasional, penundaan pemotongan tali pusat dikenal dengan istilah Delay Cord Clamping (DCC). Delay Cord Clamping (DCC) adalah penundaan penjepitan tali pusat dan pemotongan tali pusat 2 sampai 3 menit setelah bayi lahir atau hingga denyutannya berhenti (WHO, 2007 dalam Fogelson 2011). Penundaan pemotongan tali pusat memiliki manfaat untuk meningkatkan volume darah dalam sirkulasi darah bayi yang menyediakan zat

besi sebesar 40-50 mg/kg berat badan yang dapat membantu mencegah anemia pada tahun pertama kehidupannya (WHO, 2007 dalam Fogelson 2011).

Variabel

Delay Cord Clamping (DCC)

(7)
(8)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017

dan melakukan penjepitan tali pusat kedua dengan jarak 2 centimeter dari klem pertama, kemudian dilakukan pemotongan tali pusat diantara klem pertama dan klem kedua dengan menggunakan gunting tali pusat steril (APN, 2008). Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera setelah bayi dilahirkan dapat menyebabkan kehilangan darah secara signifikan (15-30%), hilangnya sel darah merah (hingga 50%), hilangnya sel induk, anemia (kekurangan zat besi), kehilangan dukungan plasenta dalam menstransfer oksigen dan akumulasi asam sebelum paru- paru berfungsi dengan baik dan gangguan dalam membersihkan cairan dari paru- paru (Aprilia, 2011). Jika bayi setelah lahir diletakkan di bawah atau sejajar introitus vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera di putus dengan pemasangan klem, kurang lebih 80 ml darah mungkin dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Hal di atas menyediakan sekitar 50 mg besi (Fe) sehingga dapat menurunkan frekuensi anemia defisiensi besi pada masa kehidupan bayi (Santosa Q, 2008).

Berdasarkan jurnal (Santosa, 2008), Masa setelah bayi lahir, sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan peran oksigenasi dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berlanjut, darah masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi plasenta). Jika peran oksigenasi plasenta dihentikan mendadak (penjepitan tali pusat dini), sementara paru belum berfungsi optimal, maka cerebral blood flow menjadi tidak adekuat.

Ikterus adalah suatu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah (Vivian,2014). Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis

yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek (Saifuddin, 2006).

Waktu penjepitan tali pusat memegang peran penting dalam menentukan kecukupan zat besi pada bayi baru lahir. Saat dalam kandungan, janin berhubungan dengan ibu melalui tali pusat yang merupakan bagian dari plasenta. Sekitar 25% sampai 60% volume darah fetoplacental berada dalam plasenta, yang dialirkan ke bayi sampai dengan tali pusat berhenti berdenyut (disebut transfusi plasenta). Transfusi plasenta yang berhubungan dengan penundaan penjepitan tali pusat dapat menambah 30% volume darah dan 60% sel darah merah. Jumlah eritrosit dan hemoglobin yang cukup selanjutnya dapat dijadikan sumber zat besi bagi bayi. Panduan asuhan persalinan normal (APN) di Indonesia tidak jelas menetapkan kapan waktu penjepitan tali pusat yang paling optimal bagi ibu dan bayi.2 World Health Organization (WHO) tahun 2012 merekomendasikan penjepitan tali pusat satu sampai tiga menit setelah lahir untuk pencegahan perdarahan pasca melahirkan.

(9)
(10)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017

Dampak yang berbeda pada bayi cukup bulan dan kurang bulan menyebabkan beberapa penelitian membedakan pembahasan keduanya. Sajian kasus berbasis bukti ini membahas pengaruh penundaan penjepitan tali pusat pada bayi baru lahir

cukup bulan (usia gestasi ≥37 minggu).

Definisi penjepitan tali pusat dini bervariasi, mulai dari segera setelah lahir sampai dengan sebelum satu menit dengan rata-rata 10 sampai 30 detik setelah lahir. Definisi penjepitan tali pusat tunda juga bervariasi diantara beberapa penelitian. Definisi penundaan penjepitan tali pusat adalah penjepitan dua sampai tiga menit setelah lahir atau setelah pulsasi hilang. Sedangkan Cochrane meta-analisis mendefinisikan penundaan penjepitan tali pusat apabila penjepitan

dilakukan lebih dari satu menit. Saat janin, dua pertiga sampai setengah volume darah fetal-placental berada dalam plasenta dan terjadi proses respirasi (pertukaran gas). Sedangkan sirkulasi pulmonal selama masa janin hanya mendapat 8% dari curah jantung. Selama proses kelahiran terdapat peningkatan drastis sirkulasi pulmonal yang membutuhkan 40%-55% dari curah jantung. Oleh karena itu diperlukan volume darah yang cukup agar perfusi organ vital lainnya tetap adekuat. Kontraksi uterus selama persalinan menyebabkan kompresi plasenta dan terjadi transfer darah dari plasenta menuju janin yang dapat meningkatkan tekanan dan volume darah sehingga meningkatkan perfusi seluruh tubuh termasuk paru. Peningkatan perfusi paru menyebabkan capillary erection pada kapiler dan menarik cairan dari alveolus melalui membran kapiler sehingga udara dapat masuk dengan mudah.

Jika volume darah yang dialirkan dari plasenta tidak adekuat (seperti pada penjepitan tali pusat dini), maka bayi akan

mengambil darah dari organ lain sehingga dapat mengakibatkan hipoperfusi organ tersebut. Sebaliknya, pada penjepitan tali pusat tunda, tali pusat yang tidak dijepit memungkinkan peningkatan volume darah, kadar oksigen dan keseimbangan pH. Peningkatan sel darah merah dan peningkatan kadar oksigen darah dapat menstimulasi pusat respirasi untuk memulai bernapas. Perkiraan volume darah total janin dan plasenta 105-110 ml/kg.

Penelitian yang dilakukan Yao dkk menunjukkan bahwa pada bayi cukup bulan, penjepitan tali pusat dalam satu menit akan mentransfusikan sekitar 50% volume plasenta. Apabila penjepitan tali pusat ditunda sampai dengan tiga menit, maka dapat memberikan tambahan 20-35 ml/kg.

Penambahan volume darah ini akan meningkatkan hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir. Hal tersebut dibuktikan dalam hasil tiga meta-analisis di atas bahwa nilai hemoglobin dan hematokrit saat lahir sampai usia dua bulan lebih tinggi secara bermakna pada bayi yang dilakukan penundaan penjepitan tali pusat dibandingkan dengan bayi yang dilakukan penjepitan tali pusat dini. Dengan demikian penundaan penjepitan tali pusat dapat secara bermakna menurunkan risiko terjadi anemia. Meta-analisis yang dilakukan Hutton dkk menunjukkan penurunan bermakna risiko anemia sampai usia 2-3 bulan pada bayi dengan penundaan penjepitan tali pusat.

(11)

40-50 mg/kg besi ke dalam 75 mg/kg besi yang telah ada pada tubuh bayi baru lahir cukup bulan, sehingga total besi sekitar 115-120 mg/kg. Maka dengan penambahan jumlah tersebut dapat mencegah defisiensi besi sampai dengan satu tahun kehidupan.

Kasus yang disajikan adalah bayi baru lahir cukup bulan yang dilakukan penundaan penjepitan tali pusat selama satu menit. Keadaan klinis pasien selama pemantauan di rumah sakit (sampai dengan usia dua hari) aktif, tanda vital stabil dan tidak didapatkan ikterik. Usia delapan jam pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan Hb 18 g/dL dan Ht 55%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chaparro dkk bahwa bayi dengan penjepitan tali pusat tunda memiiliki rerata Hb 19,9 g/dL (±2,4) dan rerata Ht 62% (±7,5).

Penundaaan penjepitan tali pusat memfasilitasi aliran darah lebih banyak ke bayi sehingga jumlah eritrosit yang masuk juga lebih banyak dan berisiko terjadi polisitemia. Polisitemia didefinisikan apabila Ht > 65% dan terjadi pada 2% sampai 5% bayi baru lahir. Terapi polisitemia ditentukan oleh peningkatan kadar Ht disertai dengan gejala letargis, sesak, sianosis, takikardia, kejang, dan gangguan fungsi ginjal. Meta analisis yang dilakukan oleh Hutton dkk menunjukkan bahwa bayi dengan penundaan penjepitan tali pusat memiliki risiko polisitemia usia tujuh jam dan 24 sampai 48 jam. Namun tidak ada di antara bayi

yang mengalami polisitemia menunjukkan gejala atau membutuhkan terapi. Apabila studi yang diambil hanya studi dengan kualitas yang tinggi (dua studi) maka risiko polisitemia secara statistik tidak bermakna.

Meta-analisis yang dilakukan oleh McDonald dkk2 dan Mathew juga mendapatkan peningkatan risiko polisitemia namun tidak bermakna secara statistik. Komplikasi kehamilan seperti preeklamsia atau eklamsia, diabetes melitus pada ibu, janin

besar atau kecil masa kehamilan, dan kelainan genetik lainnya meningkatkan risiko polisitemia pada bayi. Hipoksia akan menginduksi gangguan integritas endotel pembuluh darah, sehingga terjadi kebocoran kapiler dan menyebabkan komponen plasma (garam, air, albumin) keluar ke dalam ruang ekstravaskular. Kondisi tersebut mengakibatkan hemokonsentrasi. Oleh karena itu peningkatan risiko polisitemia dihubungkan dengan kondisi hipoksia yang mendasari.

Penambahan eritrosit pada penjepitan tali pusat tunda dapat meningkatkan produksi bilirubin sehingga meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Meta analisis yang dilakukan oleh Hutton dkk menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kadar bilirubin maupun peningkatan risiko ikterik pada usia tiga hari sampai dengan 14 hari pada bayi dengan penundaan penjepitan tali pusat. Meta-analisis yang dilakukan oleh McDonald dkk menunjukkan bahwa bayi dengan penjepitan tali pusat dini lebih sedikit membutuhkan terapi sinar dibandingkan bayi dengan penjepitan tali pusat tunda (RR 0,62; IK 95% 0,41-0,96 pada tujuh studi dengan 2324 bayi,NNH=62), dan di antara bayi tersebut tidak ada yang membutuhkan transfusi tukar maupun perawatan di NICU. Perbedaan hasil tersebut masih mungkin diakibatkan perbedaan batasan kadar bilirubin untuk terapi sinar.

(12)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 12 No. 1, April 2017 Penelitian oleh McDonald dkk menunjukkan tidak ada perbedaan bayi yang membutuhkan perawatan NICU karena distres napas antara penjepitan tali pusat dini dan tunda.

Darah tali pusat manusia mengandung banyak sel induk (stem cell) pluripoten, seperti sel induk hematopoietik, prekusor sel endotelial, progenitor mesenkimal, dan pluripoten/ multipoten lineage stem cells. Transfusi darah dari plasenta ke bayi tidak hanya memberikan tambahan volume darah untuk stabilisasi sistem sirkulasi dan meningkatkan cadangan besi, namun juga memberikan sel induk yang penting bagi perkembangan dan maturitas beberapa sistem organ, termasuk sistem saraf pusat, respirasi, kardiovaskular, hematologi, imunologi, dan sistem endokrin sejak janin dalam kandungan. Maturasi setiap sistem organ ini masih berlanjut sampai masa neonatal, sehingga kehilangan sel induk saat proses kelahiran dapat berpotensi mengganggu perkembangan selanjutnya dan menjadi predisposisi penyakit pada bayi. Transfer sel induk pada penundaan penjepitan

tali pusat diharapkan dapat mencegah beberapa kelainan darah dan kondisi imun.

Jumlah dan lama aliran darah dari plasenta ke bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kontraksi uterus, pemberian oksitosin, dan gravitasi. Kontraksi uterus pada keadaan normal terjadi satu sampai tiga menit setelah bayi lahir dapat mempercepat transfer darah dari plasenta ke bayi. Penyuntikkan oksitosin segera setelah bayi lahir pada pelaksanaan manajemen aktif kala tiga dapat mempercepat kontraksi uterus. Gravitasi juga memiliki peran dalam jumlah dan kecepatan transfer darah dari plasenta ke bayi. Van Rheenen dkk dalam penelitiannya merekomendasikan posisi bayi antara 10 cm di atas dan 10 cm di bawah ketinggian plasenta untuk memungkinkan transfusi yang optimal dalam tiga menit dan posisi bayi 40 cm di bawah plasenta dapat mempersingkat waktu menjadi satu menit. Levy dan Blickstein juga merekomendasikan bayi diletakkan setinggi atau di bawah plasenta untuk memungkinkan gravitasi mentransfusikan darah melalui tali pusat

KESIMPULAN

Dari 15 responden yang dilakukan DCC, sebagian besar (73,3%) tidak terjadi ikterus neonatorum dan dari 16 responden yang tidak dilakukan DCC, sebagian besar (81,2%) terjadi ikterus neonatorum. Hasil uji statistik membuktikan bahwa terdapat

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Yessie dan Ritchmond, Brenda (2011) Gentle Birth, Melahirkan nyaman tanpa rasa sakit. Jakarta : Grasindo.

Arikunto (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta. Azwar, Saifuddin (2013). Sikap manusia Teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka pelajar.

Budiman(2013). Penelitian kesehatan, Bandung : Refika Aditama.

Chapman, Vicky dan Charles, Cathy (2013). Persalinan dan kelahiran asuhan kebidanan. Jakarta : EGC.

Fogelson, Nicholas (2011). Feature : Umbilical Cord Blood : Information for Childbirth Educators. Journal of Perinatal Education 20.1. Diakses pada tanggal 10 januari 2016.

Hidayat, Aziz Alimul (2010). Metode penelitian kebidanan teknik analisis data. Jakarta : salemba Medika.

Lubis, Muara P (2008). Dampak penundaan pengkleman Tali pusat terhadap peningkatan Haemoglobin dan Haematokrit bayi pada persalinan normal, Medan Sumatera Utara.

McDonald SJ, Middleton P, Dowswell T, Morris PS. Effect of timing of umbilical cord clamping of term infants on maternal and neonatal outcomes (review). Cochrane Database Syst Rev 2013;7:1-80.

Moris, Sam Chenery dan McLean, Moira (2013) Normal Midwifery Practice, Singapore : SAGE.

Nelson NM, Enkin M, Saigal S, Bennett, Milner R SD. A randomized clinical trial of the leboyer aproach to childbirth. N Engl J Med 1980;302:655-60.

Rendra, Ida Bagus, dkk (2013) Dampak penundaan penjepitan Tali pusat sebagai strategi yang efektif untuk menurunkan insiden anemia defisiensi strategi yang efektif untuk menurunkan insiden anemia defisiensi besi pada BBL, Tesis. Bali. Santosa, Qodri. Pengaruh waktu penjepitan tali

pusat terhadap kadar Haemoglobin dan haematoktit bayi baru lahir. Tesis semarang

Sringgo-Ringo (2013). Pengaruh penundaan pemotongan tali pusat terhadap kejadian hiperbilirubin.

(14)

Gambar

Gambar 3.2. Rancangan penelitian eksperimen
tabel 5.1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya dengan ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa mengumumkan pemenang Pelelangan Sederhana untuk

Dengan penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam merancang sistem database yang berinteraksi terhadap pemakai, dengan pengertian bahwa rancangan yang akan dilakukan

dengan ini kami umumkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi terhadap dokumen-dokuemn penawaran yang diajukan oleh seluruh peserta lelang, tidak ada satupun peserta yang

SISLAP berfungsi sebagai Manajemen Pengaduan/Pengawasan Masyarakat, Penyusunan Usulan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan hingga ke penetapan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan,

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya dengan ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa Biro Umum Sekretariat Jenderal mengumumkan pemenang seleksi sederhana

4.5.1 Menggunakan sumber belajar yang relevan dengan kebutuhan peserta didik pada mat pelajaran teknik transmisi telekomunikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran secara

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas

Grafik dengan jelas menunjukan bahwa sangat sedikitnya mahasiswa yang menggunakan internet untuk Tugas bahkan kebanyakan dari mereka menggunakan internet untuk