• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG

NOMOR 29 TAHUN 2013

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI

RUMAH POTONG HEWAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANJUNGPINANG

,

Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan BAB VII Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 Tahun 2012 tentang

Retribusi Jasa Usaha, perlu ditetapkan Peraturan Walikota

tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Retribusi Rumah Potong

Hewan;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina

Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3482);

2.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3821);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan

Kota Tanjungpinang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2001 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4112);

(2)

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan

dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5015);

7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5049);

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4585);

(3)

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 310);

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009

tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah

Daerah;

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011

tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);

14. Peraturan

Menteri

Pertanian

Nomor

13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah

Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging

(Meat Cutting Plant);

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997

tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;

16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997

tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;

17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999

tentang Sistem Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi

Daerah dan Penerimaan Pendapatan lain-lain;

18. Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 10 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan

Pemerintah

Tanjungpinang

(Lembaran

Daerah

Kota

Tanjungpinang Tahun 2008 Nomor 10);

(4)

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PETUNJUK TEKNIS

PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1.

Daerah atau disebut Kota adalah Kota Tanjungpinang.

2.

Pemerintah Daerah atau disebut Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota

Tanjungpinang.

3.

Walikota adalah Walikota Tanjungpinang.

4.

Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu di Bidang Retribusi

Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

5.

Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Kota Tanjungpinang.

6.

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah

satuan kerja perangkat daerah Kota Tanjungpinang.

7.

Kas Daerah adalah kas daerah Kota Tanjungpinang atau badan yang

diserahi wewenang dan tanggungjawab sebagai pemegang kas Kota

Tanjungpinang.

8.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah

(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi,

dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan

lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

9.

Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Retribusi

Daerah.

(5)

11.

Subjek retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

12.

Jasa adalah kegiatan Pemerintah Kota berupa usaha dan pelayanan yang

menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat

dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

13.

Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Kota dengan

menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula

disediakan oleh sektor swasta.

14.

Retribusi Rumah Potong Hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas

Rumah Potong Hewan yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Kota

termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah

dipotong, serta penanganan daging hewan.

15.

Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan

dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan

selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas.

16.

Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas

waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan

tertentu dari Pemerintah Kota yang bersangkutan.

17.

Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD adalah

bukti pembayaran atau penyetoran Retribusi yang telah dilakukan dengan

menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah

melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota.

18.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD adalah

surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok

Retribusi yang terutang.

19.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat

SKRDLB adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah

kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar

daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

20. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD adalah

surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administratif

berupa bunga dan/atau denda.

(6)

22.

Biaya Pemungutan adalah Insentif yang diberikan pada Aparat Pelaksana

Pemungutan dan Penanggung Jawab pemungutan Retribusi Daerah.

23.

Aparat Pelaksana Pemungutan adalah instansi pelaksana pemungutan

Retribusi Daerah.

24.

Penanggung Jawab Pemungutan Retribusi Daerah adalah Walikota,

Sekretaris Daerah dan Kepala instansi pelaksana pemungutan Retribusi

Daerah.

BAB II

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 2

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kota.

BAB III

TATA CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI

Pasal 3

(1)

Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara

tingkat penggunaan jasa dengan tarif Retribusi.

(2)

Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah

jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang

dipikul Pemerintah Kota untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan.

(3)

Apabila tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sulit

diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan rumus

yang dibuat oleh Pemerintah Kota.

(4)

Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus mencerminkan beban

yang dipikul oleh Pemerintah Kota dalam menyelenggarakan jasa tersebut.

(5)

Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah nilai rupiah atau

persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Retribusi

yang terutang.

(7)

BAB IV

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI

Pasal 4

(1)

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha

didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.

(2)

Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah

keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan

secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Pasal 5

(1)

Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2)

Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan

dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

(3)

Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan

oleh Walikota.

BAB V

PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH

Bagian Kesatu

Tata Cara Pemungutan

Pasal 6

(1)

Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan pokok retribusi

terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang sejenis.

(2)

Apabila SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak atau kurang bayar

setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKRD diterima,

dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)

sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STRD.

(3)

Dukumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dapat berupa karcis, kupon atau kartu langganan, bill, media elektornik atau

non elektronik, atau sejensnya.

(8)

Bagian Kedua

Tata Cara Pembayaran

Pasal 7

(1)

Pembayaran Retribusi harus dilakukan sekaligus atau lunas.

(2)

Pembayaran Retribusi dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang

ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SKRD, STRD.

(3)

Apabila pembayaran Retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil

penerimaan Retribusi harus disetor ke kas daerah paling lama 1 x 24 jam

atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota.

(4)

Dalam hal penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran

dilakukan pada hari berikutnya.

(5)

Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan

dengan menggunakan SKRD, STRD.

Pasal 8

(1)

Setiap pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),

diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.

(2)

Bentuk, jenis, isi, tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 9

(1)

Pembayaran

dan

penyetoran

retribusi

harus

dilakukan

dengan

menggunakan SSRD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan.

(2)

SSRD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai bukti pembayaran retribusi

apabila telah disahkan oleh Bendahara Penerimaan atau pihak lain yang

berwenang setelah mendapatkan validasi.

(3)

Apabila pembayaran retribusi dilakukan melalui loket atau petugas yang

ditunjuk, maka harus segera disetor ke kas daerah sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(9)

(5)

Bentuk dan isi SSRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum

dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Walikota ini.

Pasal 10

(1) Pembayaran retribusi daerah ke Kas Umum Daerah dapat dilakukan melalui

Bendahara Penerimaan atau langsung ke Bank sesuai ketentuan yang

berlaku.

(2) Pembayaran retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterbitkannya SKRD atau

dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Tata cara pembayaran retribusi daerah melalui Bendahara Penerimaan

adalah sebagai berikut:

a. wajib Retribusi menyetor uang kepada Bendahara Penerimaan, kemudian

Wajib Retribusi menerima SSRD atau dokumen lain yang dipersamakan

yang telah divalidasi oleh Bendahara Penerimaan sebagai bukti setoran;

dan

b.

bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, menyetor

uang ke Bank, paling lama 1 (satu) hari kerja dan mendapatkanan Bukti

Setoran Bank.

(4) Pembayaran Retribusi Daerah melalui Bank dengan cara sebagai berikut:

a. wajib Retribusi atau yang mewakili menyetor uang ke Bank dengan media

SSRD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan sekurang-kurangnya

mencantumkan nama Wajib Retribusi, Jenis Retribusi, Masa Retribusi,

Besaran Uang Retribusi, kemudian Wajib Retribusi menerima tanda bukti

pembayaran berupa SSRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang

telah divalidasi Bank; dan

(10)

Bagian Ketiga

Tata Cara Penagihan

Pasal 11

(1)

Penagihan Retribusi dilakukan dengan menggunakan STRD dan didahului

surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis.

(2)

Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal

tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7

(tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(3)

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan

surat lain yang sejenis Wajib Retribusi harus melunasi Retribusinya yang

terhutang.

(4)

Surat teguran/peringatan/surat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.

(5)

Bentuk dan isi Surat Teguran/ peringatan/Surat lain yang sejenis dan

STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran IV

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Keempat

Pemanfaatan

Pasal 12

(1) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan

untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan

pelayanan yang bersangkutan.

(2) Ketentuan

mengenai

alokasi

pemanfaatan

penerimaan

Retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Walikota.

Bagian Kelima

Keberatan

Pasal 13

(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada

Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang

dipersamakan.

(11)

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan

sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat

menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena

keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib

Retribusi.

(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan

pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 14

(1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat

Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan

dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah untuk memberikan

kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan

harus diberi keputusan oleh Walikota.

(3) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau

sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah lewat dan

Walikota tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut

dianggap dikabulkan.

Pasal 15

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan

pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga

sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak bulan

pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB VI

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN

PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 16

(12)

ditunjuk oleh Walikota secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan

disertai alasan-alasan yang jelas.

(2)

Keringanan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

dapat

berupa

pengurangan dan/atau angsuran atas pokok retribusi dan/atau sanksinya.

(3)

Permohonan angsuran atas pokok retribusi dan/atau sanksinya diberikan

paling lama 6 (enam) bulan.

(4)

Angsuran pembayaran retribusi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3)

dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga 2 %

(dua persen ) perbulan dari jumlah retribusi yang belum dan/atau belum

kurang dibayar.

(5)

Pejabat yang ditunjuk oleh Walikota berdasarkan permohonan wajib

retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memberikan

keringanan dan/atau pembebasan pokok retribusi dan/atau sanksinya.

(6)

Pemberian keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud

pada ayat (5), diberikan dengan melihat kemampuan wajib retribusi.

BAB VII

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN DAN PENGURANGAN

KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 17

(1)

Walikota karena jabatan atau atas permohonan wajib retribusi dapat:

a. membetulkan SKRD atau STRD yang dalam penerbitannya terdapat

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan

peraturan perundang-undangan retribusi daerah;

b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan retribusi yang tidak benar;

c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga

denda dan kenaikan retribusi yang terhutang dalam hal sanksi tersebut

dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena

kesalahannya;

(13)

lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKRD atau STRD

dengan memberikan alasan yang benar dan jelas;

e. Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat

permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, sudah harus

memberikan keputusan;

f.

apabila setelah waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan,

permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan

penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

(2)

Walikota dapat menunjuk pejabat untuk memberikan keputusan atas

permohonan sebagaimana dimakud pada ayat (1).

BAB VIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 18

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan

permohonan pengembalian kepada Walikota.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak

diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya

permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),

telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan,

permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan

SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(5) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan

pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung

diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.

(6) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

sejak diterbitkannya SKRDLB.

(14)

persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran

Retribusi.

BAB IX

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 19

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah

melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi,

kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tertangguh jika:

a. diterbitkan Surat Teguran;atau

b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung

maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat

Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b, adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan

masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada

Pemerintah Kota.

(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran

atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib

Retribusi.

BAB X

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI

YANG KEDALUWARSA

Pasal 20

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk

melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak dan/atau

Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa

(15)

BAB XI

PEMERIKSAAN

Pasal 21

(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan

perundang-undangan perpajakan daerah dan Retribusi.

(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen

yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek

Pajak atau objek Retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang

dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi ditetapkan

oleh Walikota.

BAB XII

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 22

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas

dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 23

(16)

bulan dan ditagih dengan menggunakan STRD atau dokumen lain yang

dipersamakan.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tanjungpinang.

Ditetapkan di Tanjungpinang

pada tanggal 30 Desember 2013

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

ttd

LIS DARMANSYAH

Diundangkan di Tanjungpinang

pada tanggal 30 Desember 2013

Plt. SEKRETARIS DAERAH

KOTA TANJUNGPINANG

ttd

SYAFRIAL EVI, MS

Referensi

Dokumen terkait

46 Skenario 12, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan

Penetapan Rencana Program dan Kegiatan, Indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Berdasarkan pada fenomena permasalahan dan peluang yang dimiliki oleh perguruan tinggi swasta maka rumusan masalah adalah sebagai berikut; pengaruh bukti fisik ( tangible

Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/pengurus koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) PENDUDUK USIA 15 TAHUN KEATAS MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN

Elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk semula setelah gaya luar yang diberikan pada benda tersebut dihilangkan.. Benda–benda yang memiliki sifat elastis

Jenis permainan pada anak tunagrahita sedang untuk kemampuan sosialisasi dengan terapi aktivitas kelompok yaitu dengan jenis permainan sesuai dengan karakteristik