TINJAUAN PUSTAKA
Batang Kelapa Sawit (BKS)
Kelapa sawit (Elais guinensis Jacq) termasuk dalam famili arecaceae.
Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, famili arecaceae, subfamili cocoideae, genus elaeis dan spesies Elaeis guineensis Jacq (Hadi, 2004).
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Beberapa
sifat kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel (Bakar, 2003). Tabel1. Sifat-sifat dasarbatang kelapa sawit
Sifat-Sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air (%) 156 257 365
Kekuatan Lentur (kg/cm2) 29996 11421 6980
Keteguhan Lentur (kg/cm2) 295 129 67
Susut Volume 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
Sumber: Bakar (2003)
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang tidak seragam mulai dari bagian luar sampai ke bagian dalam, demikian juga mulai dari pangkal bawah
sampai ke bagian atas batang. Secara umum kekurangan batang kelapa sawit dibandingkan dengan kayu lainnya adalah kandungan air dan zat pati yang tinggi,
dikeringkan, akan tetapi batang ini masih dapat lagi menyerap air kembali hingga 20 % (Balfas, 2003).
Komponen utama yang terkandung pada batang kelapa sawit adalah selululosa, lignin, air, pati dan abu. Kadar air dan pati yang tinggi menyebabkan kestabilan dimensi kayu, sifat fisik, sifat mekanik rendah sehingga mudah patah,
retak dan berjamur (Sjostrom, 1993).
Papan Partikel
Papan partikel adalah produk panel yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Tipe-tipe
papan partikel yang sangat banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan, kerapatan panil yang
dihasilkan.Sifat-sifat dan kegunaan potensial papan berbeda dengan peubah-peubah ini (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Serbuk kayu yang digunakan dapat berasal dari serbuk penggergajian,
limbah pertukangan dan limbah perkebunan sehingga tidak memerlukan sumber kayu dan plastik dapat diperoleh hasil plastik daur ulang. Pada umumnya proses
pembuatan papan partikel mencakup pembuatan partikel, pengelompokan ukuran partikel, pengeringan partikel, pencampuran partikel dan perekat, pencetakan, pengempaan, pendinginan, penghalusan dan penyimpanan. Mutu papan partikel
ditentukan oleh jenis kayu, jumlah zat ekstraktif, rapat massa kayu, ukuran partikel, perekat dan cara pengolahan (Tomimura, 1992).
1. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan rendah (Medium Density Particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4 -0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan rendah (High Density Particleboard),
yaitu papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) tipe partikel yang dapat digunakan
untuk memproduk sipapan partikel sebagai berikut:
a) Shaving (pasahan) adalah partikel kayu kecil dengan dimensi tidak menentu yang dihasilkan dari pengetaman lebar dan tebal kayu gergajian.
Ketebalan partikel ini bervariasi.
b) Flake (selumbar) adalah partikel kayu dengan dimensi yang telah
ditentukan sebelumnya, dihasilkan dengan menggunakan peralatan khusus, ukuran ketebalan partikel homogen dan orientasi serat sejajar arah panjang partikel.
c) Wafer adalah partikel dengan bentuk menyerupai flake tetapi ukurannya lebih besar, biasanya tebal lebih dari 0,06 cm dan panjang lebih besar dari 2,54
cm.
d) Chips adalah serpihan kayu berbentuk lempeng dengan ukuran tidak terlalu seragam yang dibuat dengan cara memotong atau membelah kayu
berdiameter kecil.
e) Sawdust (serbuk gergaji) adalah partikel yang dihasilkan dari hasil
pemotongan kayu gergajian.
g) Slivers (kerat) adalah serpihan kayu yang bentuknya hampir persegi dengan ukuran panjang paling sedikit empat kali tebal.
h) Wol kayu adalah partikel kayu dengan bentuk berombak dan ramping menyerupai bentuk pita-pita.
Berdasarkan tujuan penggunaannya menurut SNI 03-2105-1996 papan
partikel dikelompokkan ke dalam:
a) Papan partikel tipe I adalah papan partikel untuk penggunaan di luar
ruangan yang tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif lama.
b) Papan partikel tipe II adalah papan partikel untuk penggunaan di dalam ruangan yang tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif pendek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah sebagai berikut (Sutigno, 2006) :
1. Berat Jenis Kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya
baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik.
2. Zat Ekstraktif Kayu
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat
ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan. 3. Jenis Kayu
4. Campuran Jenis Kayu
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada diantara
keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada campuran jenis kayu.
5. Ukuran Papan Partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari
serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar. 6. Kulit Kayu
Makin banyak kulit kayu dalam papan partikel kayu sifat papan partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan
antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%. 7. Perekat
Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan
perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior.
Walaupun demikian, masih mungkin terjadinya penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel.
8. Pengolahan
Proses produksi berlangsung secara otomatis. Walaupun demikian, masih
perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun.
Perekat isosianat
Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan
untuk mengikat dua benda berdasarkan ikatan permukaan (Forest Product Society, 1999). Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam
industri pengolahan kayu, khususnya komposit. Dari total biaya produksi kayu yang dibuat dalam berbagai bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dari 32 % adalah biaya perekatan (Sellers, 2001).
Kelebihan dari perekat isosianat adalah dapat mengeras tanpa bantuan panas
dan curing pada suhu tinggi. Keunikan perekat ini adalah dapat digunakan pada
variasi suhu yang luas, tahan air, dan panas. Perekat isosianat juga memiliki daya
guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu, kayu ke logam dan
kayu ke plastik. Perekat ini tidak mengandung formaldehida, sehingga proses
pengeringannya relatif cepat dengan pH netral (pH ± 7) dan kering pada variasi suhu yang luas. Perekat yang ekonomis dan sangat kuat ini tahan terhadap air, panas, dan
pelarut ( Ruhendi dan Hadi, 1997).
Perekat ini merupakan hasil polimerisasi dari 2 komponen: polymer resin yang reaktif terhadap air (water base) dan isosianat sebagai hardener/crosslinker. Hardener bereaksi kimia bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu
Pengempaan
Perekatan partikel terjadi pada saat proses pengempaan dan dipengaruhi
oleh suhu, waktu dan tekanan pengempaan. Suhu pengempaan yang rendah perlu diimbangi dengan waktu yang lama. Suhu yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi akan mengurangi keteguhan rekatnya. Masa kempa perlu disesuaikan
dengan perekat yang digunakan serta suhu pada proses pengempaan. Tekanan saat pengempaan biasanya berkisar 5-25 kg/cm2 (Sutigno, 1988). Suhu pada saat
proses kempa berkisar antara 130-150oC dan besarnya tekanan antara 15 kg/cm2 -35 kg/cm2 (FAO, 1997).
Penekanan atau pengempaan bertujuan untuk: (i) membantu proses
pengaliran sehingga perekat membentuk lapisan tipis, (ii) membantu proses pemindahan, sehingga perekat akan dapat berpindah dari satu permukaan ke
permukaan lain, (iii) membantu proses penembusan, sebagian perekat dipaksa masuk ke dalam rongga sel dari kayu, akibat tekanan ini ada sel kayu yang pecah sehingga dapat dimasuki perekat, (iv) menahan kayu yang direkat sampai perekat
memadat dan (v) membuat bentuk tertentu pada bahan yang direkat seperti pada pembuatan kayu lapis lengkung (Sutigno, 1988).
Rayap Tanah
Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang
disebut koloni dan rayap tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya (Nandika dkk., 2003). Komunitas rayap akan
terdapat tiga kasta yang dinamai menurut fungsinya masing-masing yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif
suplementer) (Tarumingkeng, 2001).
Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai fungsinya masing-masing, yaitu kasta prajurit, kasta pekerja
dan kasta reproduktif. Kasta prajurit mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Peranan kasta prajurit adalah
melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta pekerja merupakan anggota yang memiliki populasi terbanyak dalam koloni rayap tidak kurang dari 80-90%. Kasta pekerja umumnya berwarna
putih pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makan,
memelihara telur dan rayap muda, membuat serambi sarang, liang-liang kembara, merawat sarang dan memperbaikinya bila terjadi kerusakan. Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (ratu) yang tugasnya bertelur
dan jantan (raja) yang bertugas membuahi betina (Nandika dkk., 2003).
Menurut Yusuf dan Utomo (2006), secara umum rayap tanah dapat
memakan kayu kira-kira sebanyak 2-3% dari berat badannya setiap hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsinya adalah keadaan lingkungan, ukuran badan dan besar-kecilnya koloni. Menurut Nandika dkk. (2003), dalam
keadaan yang luar biasa, rayap juga besifat kanibal di dalam koloninya, tetapi rayap bukan predator. Sumber makanan rayap dibedakan ke dalam dua tipe yaitu
yang sudah mati dan bahan makanan lain. Sumber makanan untuk kasta lain selain kasta pekerja diperoleh dari kasta pekerja. Sumber makanan tersebut berupa
makanan yang diberikan kasta pekerja melalui mulut (stomodeal feeding) atau melalui anus (proctodeal feeding).
Menurut Nandika dkk. (2003), perilaku trofalaksis merupakan ciri khas
individu-individu rayap dalam koloni rayap, masing-masing individu sekali-kali mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan
anggota tubuhnya satu dengan yang lain. Sifat ini diinterpretasikan sebagai carauntuk menyampaikan makanan dari kasta pekerja ke anggota koloni lainnya.
Dari sekian banyak jenis rayap, diketahui bahwa kerusakan kayu lebih
banyak ditimbulkan oleh golongan rayap subteran. Rayap subteran adalah golongan rayap yang bersarang di dalam tanah dan membangun liang-liang
kembara yang berfungsi untuk menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya (Tarumingkeng, 2001).
Golongan rayap subteran selalu menghindari cahaya dan membutuhkan
kelembaban yang tinggi dalam kehidupannya. Golongan rayap subteran memilki sifat yang cryptobiotic dan membutuhkan air untuk melembabkan kayu. Jenis
rayap yang termasuk dalam golongan rayap subteran adalah anggota-anggota Famili Rhinotemitidae (Coptotermes dan Schedorhinotermes) serta sebagian anggota Famili Termitidae (Macrotermes dan Odontotermes) (Tarumingkeng,