• Tidak ada hasil yang ditemukan

255195722 Uas Sap Ari Bowo Leksono 136020300111026 Star Bpkp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "255195722 Uas Sap Ari Bowo Leksono 136020300111026 Star Bpkp"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN

NEGARA (SPAN) DARI PERSPEKTIF USER

P R O P O S A L

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERAPAN

oleh :

Ari Bowo Leksono (136020300111026)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

PASCA SARJANA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan dunia Teknologi Informasi (TI) saat ini telah mencapai suatu tahapan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kehidupan manusia telah mengalami perubahan yang signifikan dalam segala aspek terkait dengan ketergantungan mereka terhadap teknologi. Penggunaan teknologi informasi untuk mempermudah pekerjaan manusia, telah menuntut semua orang untuk bisa memanfaatkan perangkat teknologi informasi, terutama komputer dan internet, atau manusia yang kemudian akan terpinggirkan oleh teknologi itu sendiri. Menurut Rockart (1988), teknologi informasi mempunyai peran penting, karena dapat menjadi senjata strategis bagi suatu perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing. Harry Waluyo (2000:81) mengemukakan bahwa syarat informasi yang baik adalah yang memenuhi kriteria relevan, timeliness, accuracy serta variability. Sedangkan Parker (dalam Wahyudi Kumorotomo, 2001:11) menyatakan syarat informasi yang baik adalah ketersediaan, mudah dipakai, relevan, bermanfaat, tepat waktu, keandalan, akurat, dan konsisten.

Teknologi Informasi saat ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dan terintegrasi dengan tujuan bisnis organisasi (Sarno, 2009). Dalam dunia akuntansi, tentu kita sudah sangat familiar dengan bermacam-macam software yang saat ini beredar, baik yang bersifat free (gratis) maupun yang membutuhkan lisensi berbayar, antara lain MYOB, Microsoft Office Accounting Express (MOAE), Accurate Accounting, DacEasy Accounting, Zahir Accounting, dan sebagainya.

(3)

technology) bertujuan selain untuk kecepatan proses pengolahan data, juga untuk lebih meningkatkan keakuratan data dan informasi yang dihasilkan.

Organisasi sektor publik yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat juga harus dapat menyediakan sistem informasi yang bersifat interaktif dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Tujuan dari pelaporan keuangan sektor publik adalah (Bastian, 2010:297) menyediakan informasi mengenai sumber daya, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan, menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya, menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas dalam membiayai aktivitasnya dan memenuhi kewajiban serta komitmennya, menyediakan informasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas dan perubahan yang terjadi, dan menyediakan informasi secara keseluruhan yang berguna dalam mengevaluasi kinerja entitas menyangkut biaya jasa, efisiensi, dan pencapaian tujuan.

Di tingkat pemerintah daerah, saat ini kita mengenal aplikasi SIMDA (Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah) yang dikembangkan oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) serta SIPKD (Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Sementara di tingkat pemerintah pusat, saat ini Kementerian Keuangan bekerja sama dengan LG CNS Co. Ltd mengembangkan sebuah aplikasi yang mengintegrasikan semua aplikasi existing kedalam sebuah database yang terpusat di Pusintek (Pusat Informasi dan Teknologi) Kementerian Keuangan.

General Ledger merupakan inti dari sistem kerangka pengelolaan keuangan Negara yang terintegrasi. Seluruh transaksi keuangan yang diinput ke dalam sistem akan di-posting

ke dalam General Ledger sesuai dengan siklus pengelolaan keuangan Negara sehingga GL merupakan sumber data bagi penyusunan laporan keuangan pemerintah. Penyempurnaan proses bisnis GL di dalam SPAN adalah GL terintegrasi terpusat, sehingga transaksi

subledger di tiap-tiap KPPN selaku operating units akan ter-posting ke dalam GL yang terintegrasi.

(4)

pemisahan informasi berbasis akrual dan berbasis kas. Informasi berbasis akrual akan mengakomodir basis akrual, sesuai dengan full accrual accounting yang diterapkan. Sedangkan basis kas akan digunakan untuk menghasilkan informasi berbasis kas yang berguna untuk penyusunan laporan realisasi anggaran. Dengan adanya dual recording atau dua pencatatan, secara akrual dan kas, kebutuhan informasi dalam bentuk laporan keuangan dapat terpenuhi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

SPAN merupakan suatu sistem pengelolaan keuangan negara yang mengintegrasikan pengelolaan keuangan ke dalam satu sistem terintegrasi, yang meliputi fungsi penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan negara. SPAN merupakan program transformasi berskala besar di bidang keuangan negara yang bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan perbendaharaan negara melalui penyempurnaan proses bisnis dan pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi.

Aplikasi existing yang digunakan saat ini oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam rangka pencairan dana APBN adalah aplikasi dengan menggunakan database terpisah, dalam arti semua KPPN di Daerah sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara, memegang database pencairan APBN untuk masing-masing wilayah bayarnya. Pada sore hari setiap akhir hari kerja atau pagi hari berikutnya, setiap KPPN diwajibkan mengirimkan GL dari setiap transaksi yang terjadi, baik pengeluaran anggaran berupa penerbitan SP2D maupun dari penerimaan pajak dan buka pajak.

Dengan sistem yang demikian, serta proses bisnis yang kurang maksimal terkait perencanaan kas, manajemen kontrak, rekonsiliasi, dan lain-lain, kehadiran SPAN diharapkan menjadi solusi untuk pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, untuk mengakomodasi amanat dari Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, SPAN juga akan mampu menghasilkan Laporan Keuangan berbasis kas dan akrual.

(5)

sebagai motor penggerak suksesnya implementasi SPAN. Berbagai kegiatan dilakukan demi keberhasilan implementasi SPAN, mulai dari workshop, sosialisasi, pembentukan Duta SPAN disetiap KPPN, serta bimtek bagi trainer SPAN yang akan melaksanakan tugas sebagai penghubung antara Kantor Pusat dan Daerah. JB Kristiadi (Gema Telematika, 2001) menyebutkan bahwa pelaksanaan sistem pelatihan akan sangat menunjang pencapaian tujuan organisasi.

Namun di sisi lain, implementasi SPAN juga memiliki berbagai permasalahan yang timbul baik itu dari sisi SDM maupun infrastruktur yang dibutuhkan. Penundaan piloting

SPAN yang direncanakan pada awal htahun 2012 hingga mundur pada awal tahun 2014 adalah bukti nyata bahwa untuk melaksanakan sebuah perubahan besar, komitmen dari semua pihak sangat dibutuhkan.

Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), permasalahan yang muncul antara lain adalah terkait dengan mapping pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang kurang merata, sedangkan untuk menjalankan SPAN, diperlukan pegawai yang benar-benar paham atau setidaknya familiar dengan permasalahan teknologi. Untuk KPPN-KPPN besar (tipe A), hal ini tidak terlalu menjadi masalah mengingat tenaga yang ada sudah sangat kompeten, namu bagi KPPN-KPPN kecil (tipe B dan A2), permasalahan SDM memerlukan penanganan yang lebih serius. Banyak KPPN di daerah (remote area) yang hanya diisi oleh kurang dari 20 pegawai, dengan komposisi yang sangat kontras dengan kebutuhan, dimana kebanyakan pegawai adalah pegawai lama yang sudah berumur 50 tahun lebih, yang biasanya KPPN tersebut mengandalkan satu atau dua orang pegawai muda lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi (1989:73) dimana setidaknya ada tiga permasalahan terkait SDM yaitu:

- Pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan kurang efektif dan efisien

- Masih adanya aparatur pemerintah yang belum bersih, sehingga cenderung merusak kewibawaanya sebagai pelaksana negara, dan

- Adanya aparatur pemerintah yang kemampuannya dalam melaksanakan tugas umum pemerintah masih rendah.

(6)

loket penerimaan Surat Perntah Membayar (SPM) sampai dengan lisensi untuk Kepala Kantor.

Permasalahan di atas, kemudian berdampak pada timbulnya masalah lain terkait Sumber Daya Manusia, yaitu dengan timbulnya rasa terpinggirkan bagi pegawai-pegawai lama yang seakan-akan merasa tidak dibutuhkan lagi oleh instansi. Dengan sistem berbasis komputerisasi di era modern ini, permasalahan ini selalu muncul, terutama di sektor pemerintahan.

Kemudian, masalah yang lebih besar adalah terkait ketersediaan infrastruktur di daerah, yang mana sudah kita ketahui bersama bahwa wilayah Indonesia yang begitu luas dengan topografi yang sedemikian kompleks, membutuhkan infrastruktur jaringan internet maupun intranet (internet/intranet) dengan biaya yang tidak sedikit, selain itu, untuk bisa menjalankan sistem dengan single database yang terpusat, infrastruktur jaringan juga harus benar-benar handal, karena jika tidak, maka gangguan sistem akan melumpuhkan proses pelayanan pada masyarakat yang mungkin diperlukan secara mendesak.

Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut, ditambah dengan beberapa kali ditundanya jadwal piloting SPAN, sedikit banyak menimbulkan pesimisme dikalangan pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Piloting yang saat ini telah dilakukan di beberapa wilayah juga menunjukkan beberapa kendala yang masih muncul, misal terkait dengan lambatnya jaringan, maupun dari sisi proses bisnis untuk pencairan kontrak yang bersifat multi years.

(7)

1. Bagaimana persepsi umum dari pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait dengan implementasi SPAN sebagai pengganti aplikasi yang selama ini sudah stabil dijalankan?;

2. Bagaimana persepsi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap berbagai kendala yang dihadapi, perubahan proses bisnis, serta penerapan Akuntansi berbasis akrual dalam SPAN sebagai perwujudan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan?, serta;

3. Mengapa harus diterapkannya akuntansi berbasis akrual bagi sektor pemerintah, menurut persepsi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan?

1.3 TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini berusaha untuk menggali fenomena yang ada terkait implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) khususnya dari perspektif user SPAN

di KPPN, guna mendapatkan sebuah pemahaman yang lebih mendalam dalam hal bagaimana fenomena yang sebenarnya terjadi di kalangan pengguna dalam melihat implementasi SPAN dengan perubahan besar dalam proses bisnis pengelolaan Keuangan Negara.

Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengekplorasi bagaimana pandangan pegawai dilingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap implementasi SPAN pada umumnya, dimana berdasarkan pengalaman penulis, tidak sedikit diantara pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bersikap skeptis terhadap keberhasilan SPAN.

2. Memahami kemudian menganalisis permasalahan yang terjadi terkait Sumber daya Manusia maupun permasalahan lain yang mungkin ditemukan selama penelitian terkait implementasi awal SPAN.

3. Memahami bagaimana SPAN mengakomodasi amanat dari PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi secara lebih mendalam bukan hanya dari sudut pandang pembuat kebijakan, akan tetapi dari perspektif user SPAN itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan langsung amanat tersebut, sehingga kebijakan terkait pelaksanaan, termasuk reward dan punishment yang diregulasikan lebih terarah dan tepat sasaran, tidak hanya menganggap Indonesia sebatas Jawa dan sekitarnya saja, akan tetapi juga melihat kondisi geografis wilayah Indonesia secara lebih bijak.

(8)

1. Secara umum bisa memberi kontribusi khususnya dalam koridor sistem informasi akuntansi sektor publik, guna pelaksanaan APBN yang lebih baik untuk pengelolaan keuangan negara yang handal, profesional, dan akuntabel.

2. Memberikan gambaran sebuah fenomena yang selama ini menjadi permasalahan terkait pengelolaan keuangan negara khususnya dengan akan diimplementasikannya Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) di semua unit kerja Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran dan Pusintek Kementerian Keuangan, sehingga bisa menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan dalam pengelolaan Keuangan Negara ke depan.

3. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dari perspektif jajaran pegawai di daerah terkait implementasi SPAN sehingga pada akhirnya penerapan Akuntansi Berbasis Akrual yang wajib dilaksanakan pada tahun 2015 bersamaan dengan implementasi SPAN diseluruh unit kerja Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran dan Pusintek Kementerian Keuangan bisa berjalan dengan lancar.

BAB II

(9)

3.1 OVERVIEW SPAN

Program reformasi keuangan negara berupa program GFMRAP diwujudkan dalam bentuk modernisasi anggaran dan perbendaharaan negara. Modernisasi anggaran dan perbendaharaan tersebut diimplementasikan dalam bentuk Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SPAN merupakan suatu sistem pengelolaan keuangan negara yang mengintegrasikan pengelolaan keuangan ke dalam satu sistem terintegrasi, yang meliputi fungsi penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan negara. SPAN merupakan program transformasi berskala besar di bidang keuangan negara yang bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan perbendaharaan negara melalui penyempurnaan proses bisnis dan pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi.

Dengan adanya SPAN, maka fungsi-fungsi pengelolaan keuangan yang ada pada beberapa unit yang berbeda seperti perencanaan dan penganggaran di Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), manajemen DIPA dan pembayaran serta penyusunan laporan keuangan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan fasilitasi dukungan teknologi informasi di Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) dapat terintegrasi ke dalam suatu sistem yang sama.

Implementasi SPAN yang merupakan bagian dari Program Reformasi Pengganggaran dan Perbendaharaan dalam lingkup Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui 3 (tiga) komponen utama yaitu : reformasi Proses Bisnis, reformasi Sistem Teknologi Informasi, dan Tata Kelola Perubahan. Dengan mendasarkan pada program tersebut, SPAN dibangun dengan menggunakan tiga pilar, yaitu penyempurnaan proses bisnis, dukungan teknologi informasi dan manajemen komunikasi dan perubahan.

(10)

dalam lingkup Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, sedangkan SAKTI digunakan oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Anggaran.

3.2 PILAR, ORGANISASI DAN RUANG LINGKUP SPAN

Terdapat 3 (tiga) pilar dalam pengembangan SPAN, yaitu : a. Penyempurnaan dan Perbaikan Proses Bisnis

Penelahaan dan perbaikan Model Referensi Perbendaharaan yang mengacu pada praktek-praktek yang digunakan di negara lain dengan modifikasi kesesuaian pada Kementerian Keuangan. Hal ini bertujuan menyelaraskan antara proses bisnis penganggaran hingga pertanggungjawaban agar menjadi landasan untuk pelaksanaan

Commercial Off The Shelf (COTS) solution SPAN b. Teknologi Informasi

Solusi COTS (Commercial Off The Shelf) menfasilitasi dan mengotomasi implementasi Model Referensi Perbendaharaan. Program aplikasi berbasis COTS adalah program aplikasi yang dibuat secara khusus oleh perusahaan penyedia software berdasarkan ‘best practices of business process’ pada bidang bersangkutan, sehingga program aplikasi tersebut dapat digunakan secara umum oleh semua institusi untuk menangani bidang bersangkutan. Dalam pengelolaan keuangan, salah satu contoh COTS adalah Oracle E Business Suite, yaitu software berbasis Oracle yang dapat diaplikasikan secara umum oleh banyak institusi untuk menangani pengelolaan keuangan.

c. Manajemen Perubahan dan Komunikasi (CMC)

Merupakan upaya untuk mempersiapkan organisasi dan sumber daya manusia untuk menerima cara berpikir (mindset) dan prosedur kerja baru. Kegiatan manajemen perubahan dan komunikasi SPAN meliputi:

i. Menganalisa dampak terhadap organisasi dan SDM yang diakibatkan perubahan dalam bisnis proses dan IT karena diterapkannya SPAN.

ii. Mengidentifikasi tingkat kesiapan dari organisasi (DJPBN, DJA dan Pusintek) serta K/L yang terpilih sebagai pilot project untuk menghadapi perubahan dalam tiap tahapan SPAN dan memastikan persiapan yang diperlukan dilaksanakan.

(11)

iv. Mempersiapkan strategi pengelolaan perubahan dan komunikasi serta rencana kerja yang komprehensif.

v. Mengidentifikasi risiko perubahan dan mempersiapkan rencana mitigasi terhadap kemungkinan risiko tersebut.

vi. Mempersiapkan pelatihan dan workshop yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan SPAN.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan SPAN dalam Kementerian Keuangan adalah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Cakupan pengguna SPAN ada pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) Sekretariat Kementrian Keuangan, Satuan Kerja yang berjumlah lebih dari 25 ribu, Unit Eselon I yang terkait dengan BA 999, Bank Indonesia/ Perbankan, dan pihak-pihak sebagai pengguna database SPAN.

3.3 SEKILAS PROSES BISNIS SPAN

3.3.1 PENGANGGARAN

Proses bisnis Modul Penganggaran terdiri dari 3 aktivitas utama yaitu penyusunan RKAKL, pengesahan DIPA, dan revisi DIPA. Ketiga proses tersebut di bagi lagi kedalam beberapa alur kerja sesuai dengan cakupan masing-masing.

Dengan mendasarkan pada proses bisnis tersebut, maka pencatatan jurnal anggaran didasarkan pada dokumen sumber berupa DIPA dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Pada SAKTI, jurnal anggaran dicatat pada modul anggaran dengan mendasarkan pada data DIPA yang ada pada masing-masing Satker. Pencatatan jurnal anggaran tersebut dilakukan atas akun pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan sesuai dengan yang tercantum dalam DIPA dengan penyesuaian pada pola encumbrance accounting

yang digunakan pada SPAN dan SAKTI. 3.3.2 PELAKSANAAN ANGGARAN

Proses bisnis untuk modul pelaksanaan anggaran, dibagi menjadi empat modul/manajemen, yaitu:

a. Manajemen Komitmen

(12)

komitmen terutama ditujukan untuk mengelola tindakan-tindakan awal yang menimbulkan kewajiban negara dalam rangka disiplin anggaran (ketaatan terhadap batas pengeluaran). Di samping itu, manajemen komitmen juga ditujukan untuk mendukung terwujudnya perencanaan kas yang berorientasi ke depan (forward cash planning) yang berbeda dengan perencanaan kas berdasarkan data trend dari periode sebelumnya (historical data trend). Dengan mencatatkan komitmen ke dalam sistem perbendaharaan, maka institusi perbendaharaan dapat membuat perencanaan kas yang berorientasi ke depan berdasarkan perkiraan arus kas yang akan menyertai pelunasan sebuah komitmen (Radev & Khemani, 2007; Potter & Diamond, 1999).

b. Manajemen Pembayaran

Manajemen Pembayaran atau Payment Management (PM) merupakan salah satu modul yang berperan sebagai gerbang utama pengeluaran pemerintah dalam rangka menunjang program pembangunan nasional. Manajemen Pembayaran akan memproses tagihan (dalam bentuk Resume Tagihan dan Surat Perintah Membayar) yang diajukan oleh Satuan Kerja (Satuan Kerja) dan melakukan proses pencairan dana dari Rekening Pengeluaran Pemerintah kepada pihak yang berhak melalui proses penerbitan SP2D/SPT.

Secara umum, penyempurnaan proses bisnis dalam manajemen pembayaran diarahkan untuk menciptakan proses penyelesaian dan pembayaran tagihan atas beban APBN yang cepat, aman, dan tetap berpegang kepada kaidah-kaidah pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel sehingga dapat mendukung penciptaan pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, dan optimal. Sebagai prasyarat agar hal tersebut dapat dicapai diperlukan hal-hal sebagai berikut:

1. Integrasi data pembayaran dengan data yang dihasilkan oleh modul SPAN lainnya; 2. Penerapan accrual accounting dalam manajemen pembayaran;

3. Otomatisasi sistem dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk meminimalkan pemrosesan secara manual;

4. Perluasan penggunaan dokumen elektronik (e-document) sekaligus minimalisasi

hardcopy dalam manajemen pembayaran.

(13)

c. Manajemen Penerimaan

Pengelolaan penerimaan negara saat ini telah dikembangkan melalui pengupayaan integrasi antara beberapa sistem yang menatausahakan penerimaan negara antara lain melalui penyempurnaan MPN-G2 dan SPAN (Modul GR).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Penatausahaan penerimaan negara dalam SPAN dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu penerimaan negara melalui Bank Indonesia, Bank Persepsi dan KPPN. Adapun terkait dengan penatausahaan penerimaan negara melalui bank persepsi, SPAN akan melakukan interface (data base to data base) dengan sistem MPN-G2. Sistem MPN-G2 tersebut merupakan feeder data penerimaan bagi SPAN yang terhubung melalui Government Receipt Module.

Secara umum, beberapa pokok perubahan atau penyempurnaan proses bisnis penatausahaan penerimaan negara dalam rangka implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

No

. Pokok-pokok Perubahan (improvement)

1. Sentralisasi penatausahaan penerimaan negara melalui single database dalam SPAN 2. Sentralisasi pengelolaan Modul Penerimaan Negara melalui MPN G2 untuk setoran penerimaan negara yang disetor pada bank/pos persepsi.

3.

Restrukturisasi rekening penerimaan (rekening kas negara) pada bank/pos persepsi terkait penerapan MPN G2, terutama terkait dengan pemusatan rekening kas negara untuk masing-masing bank/pos persepsi (BP Pusat).

4. Pembayaran setoran penerimaan negara pada bank/pos persepsi dapat dilakukan pada lintas (luar) wilayah kerja KPPN yang bersangkutan. Untuk itu dilakukan jurnal intra-entity (antar satker) pada setiap setoran yang dilakukan.

5.

Penerimaan terkait pajak dan bea cukai dicatat (diakui) sebagai penerimaan masing-masing Satker (KPP/KPBC) bersangkutan. Sehingga proses rekonsiliasi data penerimaan dapat dilakukan di tingkat Satker dan KPPN. Untuk itu setiap transaksi pada data MPN harus dapat di mapping sebagai penerimaan KPP/KPBC selaku Satker. 6. Penerimaan dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan dapat mengembalikan sisa pagu yang didahului dengan surat pengajuan pengembalian sisa pagu oleh satker. 7. Penyampaian LHP dan rekening koran dari bank persepsi/BI secara elektronik dan terstandarisasi.

8.

Tidak ada proses konsolidasi laporan (LKP) ditingkat pusat karena menggunakan single database dan laporan dapat di-generate pada setiap level kewenangan yang diberikan.

9. Dapat dilaksanakan proses audit trail terhadap data transaksi, karena setiap adanya perubahan/ perbaikan hanya dapat dilakukan dengan mekanisme jurnal reversal/ pembalik, sehingga setiap perubahan/perbaikan akan tercatat.

(14)

d. Manajemen Kas

Manajemen kas pada SPAN yang merupakan sistem terintegrasi dengan konsep

database tunggal sehingga data-data dari modul-modul lain dapat dijadikan dasar bagi manajemen kas untuk melakukan transaksi dan pelaporan. Data dari manajemen DIPA

(Management of Spending Authority), manajemen komitmen (Budget Commitment),

manajemen pembayaran (Payment Management), dan manajemen penerimaan negara

(Government Receipt) merupakan sumber data bagi manajemen kas untuk transaksi maupun pelaporan.

Salah satu penyempurnaan proses bisnis yang terdapat pada manajemen kas SPAN adalah sentralisasi rekening pengeluaran untuk menggantikan Bank Operasional I. Dengan konsep tersebut, proses settlement untuk pihak ketiga langsung dilakukan oleh bank yang sama dengan rekening penerima. Dana akan ditransfer dari RKUN ke RPK BUN P, yang kemudian ditransfer overbooking kepada pihak ketiga pada bank yang sama, sehingga mengurangi lalu lintas SKN atau RTGS antar bank. Hal tersebut juga dapat mengurangi retur, mengingat proses settlement hanya menggunakan proses

overbooking.

3.3.3 PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Berkaitan dengan proses bisnis akuntansi dan pelaporan, dalam kerangka SPAN, proses penyusunannya dilakukan oleh aplikasi tunggal sehingga diperlukan suatu teknologi informasi dan database terpusat yang dapat diandalkan untuk mencapai tujuan pengelolaan keuangan negara, agar dapat menyediakan data transaksi keuangan yang lengkap, dapat diakses setiap saat, dan terpadunya sistem operasional akuntansi dan pelaporan. Di samping itu, dilakukan juga restrukturisasi Bagan Akun Standar (BAS) yang menjadi backbone bagi proses pengelolaan keuangan, sehingga pengembangan proses bisnis akuntansi dan pelaporan sebagai bagian dari program SPAN dimaksudkan untuk mencapai tujuan reformasi pengelolaan keuangan negara secara menyeluruh.

Secara umum, penyempurnaan proses bisnis di bidang akuntansi dan pelaporan pada SPAN meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Penggunaan dua pencatatan dalam satu sistem akuntansi, berupa catatan akrual dan kas. 2. Struktur Bagan Akun Standar memasukan informasi output.

(15)

4. Laporan keuangan berbasis akrual

5. Laporan Manajerial disusun dari satu database 6. Inisiasi laporan keuangan berbasis GFS 7. Rekonsiliasi berbasis internet

8. Integrasi Laporan keuangan dengan laporan kinerja 9. Penggunaan single database dalam pelaporan BUN.

3.4 TEKNOLOGI INFORMASI SPAN

Ruang Lingkup Pengembangan Teknologi Informasi SPAN terdiri dari: 1. Penyediaan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Data

2. Pemasangan Instalasi Kabel Komunikasi Data

3. Instalasi Wide Area Network dalam rangka Komunikasi Data 4. Penggunaan Aplikasi berbasis COTS

5. Penggunaan Collabortion Environment dengan aplikasi perkantoran

Terkait dengan aplikasi SPAN sendiri, yang digunakan adalah aplikasi dengan menggunakan platform Enterprise resource planning (ERP) dan berbasis commercial off-the-shelf (COTS). COTS adalah program aplikasi yang dibuat secara khusus oleh perusahaan penyedia software berdasarkan ‘best practices of business process’ pada bidang bersangkutan, sehingga program aplikasi tersebut dapat digunakan secara umum oleh semua institusi untuk menangani bidang bersangkutan. Dalam implementasi SPAN, Aplikasi COTS yang digunakan adalah Oracle Financials yang merupakan bagian dari Oracle Financial Management. Oracle Financial Management sendiri adalah salah satu produk dari Oracle E-Business Suite Release 12.1.3. Database yang digunakan pada implementasi SPAN ini adalah

Oracle Database 11g.

Seperti penggunaan aplikasi pada umumnya, aplikasi SPAN juga memiliki user management yang berfungsi untuk mengelola pengguna yang melakukan akses pada aplikasi SPAN. Username Aplikasi SPAN adalah NIP pegawai yang memiliki hak dan kewenangan masuk kedalam sistem dan Nama yang bersangkutan akan dijadikan sebagai deskripsi pengguna.

(16)

sebuah transaksi setidaknya dibutuhkan dua orang untuk menyelesaikan transaksi tersebut. Individu pertama bertugas untuk membuat transaksi sedangkan Individu yang lain terlibat dalam melakukan otorisasi/ persetujuan. Disini pemisahan wewenang memainkan peranan yang penting. Mekanisme ini dilakukan juga dalam Aplikasi SPAN, dimana dalam menyelesaikan sebuah transaksi dibutuhkan tiga Individu yang terlibat, yaitu:

a. Individu yang membuat transaksi (Maker) b. Individu yang melakukan otorisasi (Checker)

c. Individu yang menyetujui transaksi dilakukan (Approval)

5.1 GAMBARAN SINGKAT KONDISI KPPN

KPPN adalah singkatan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, sebuah instansi vertikal Pemerintah Pusat yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Ditjen Perbendaharaan-Kementerian Keuangan. Saat ini di seluruh wilayah Indonesia terdapat 182 KPPN, yang memiliki tugas pokok melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum negara, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp 1.842,5 Triliun pencairannya akan dilakukan melalui KPPN yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Ini menjadi indikasi betapa strategisnya peran KPPN melalui para pegawainya dalam mengawal proses pembangunan negeri ini, khususnya dalam rangka memperlancar proses pembayaran atas beban APBN.

Dalam kaitannya dengan implementasi SPAN yang saat ini tengah mulai dijalankan, tentu kita akan berpikir, bagaimana penataan infrastruktur jaringan yang baik bisa mencakup seluruh KPPN yang letaknya tidak hanya berada di kota besar, namun juga berada di kepulauan seperti di wilayah Maluku, atau yang berada di kawasan yang lebih sulit dijangkau seperti di Kalimantan atau Papua. Lebih jauh lagi, apabila setiap satuan kerja harus menggunakan aplikasi SAKTI yang juga membutuhkan kestabilan jaringan internet, sementara lokasi Satker bahkan ada yang belum terjangkau jaringan telepon sekalipun.

(17)

handal untuk memegang user license dalam proses bisnis SPAN. Sebagai gambaran, ketika penulis melaksanakan tugas di KPPN Masohi (wilayah Prov. Maluku), sebagian besar pegawai adalah lulusan SMA pengangkatan tahun 1985, sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari, penulis harus merangkap beberapa tugas, mulai dari penerbitan SP2D, menatausahakan penerimaan, atau tugas-tugas terkait maintenance jaringan dan komputer. Bahkan ada seorang rekan di KPPN Muara Bungo yang harus melakukan sebagian besar pekerjaan KPPN setiap hari, dikarenakan formasi pegawai yang tidak memadai.

Terkait kondisi geografis beberapa KPPN yang perlu mendapat perhatian lebih adalah KPPN-KPPN di wilayah timur Indonesia. Untuk Wilayah Maluku dan Maluku Utara, dengn kondisi yang sebagian besar laut, dengan infrastruktur jaringan dan listrik yang bisa dikatakan masih sangat kurang, jelas membutuhkan penanganan khusus. Kemudia wilayah papua, terutama di Wamena, juga perlu perhatian lebih mengingat lokasinya hanya bisa dijangkau dengan jalur pesawat terbang. Dengan biaya hidup yang bisa beberapa kali lipat dibanding biaya hidup di Jawa, pertimbangan penempatan pegawai untuk wilayah tersebut harus benar-benar dilakukan dengan penuh pertimbangan untuk terus menjaga motivasi dan integritas pegawai tersebut.

Melihat kondisi seperti inilah, penulis ingin lebih mendalami bagaimana persepsi

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Untuk menghasikan kevaliditasan suatu data penelitian, aspek ontologis, epistemologis, dan metodologi menjadi aspek yang sangat penting dari suatu penelitian kualitatif. Maka dari itu, dalam penelitian kualitatif harus menjelaskan desain penelitian yang digunakan untuk mempertahankan hubungan antara ketiga aspek tersebut.

3.1.1 Pemilihan Desain Penelitian

Menurut Denzin dan Lincoln (1994) dalam Chariri (2009), pemilihan desain penelitian meliputi lima langkah yang berurutan yang dimulai dari menempatkan bidang penelitian (field of inquiry) dengan menggunakan pendekatan kualitatif/interpretatif atau kuantitatif/verifikasional. Langkah ini diikuti dengan pemilihan paradigma teoritis penelitian yang dapat memberitahukan dan memandu proses penelitian. Langkah ketiga adalah menghubungkan paradigma penelitian yang dipilih dengan dunia empiris melalui metodologi. Langkah keempat dan kelima melibatkan proses pemilihan metode pengumpulan data dan pemilihan metode analisis data.

Dalam penelitian ini, langkah awal dalam pemilihan desain penelitian adalah dimulai dengan menempatkan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Setelah itu menentukan paradigma yang tepat digunakan dalam penelitian yaitu penelitian interpretif yang memberikan alasan pada pemilihan metode yang tepat yaitu studi kasus. Terakhir adalah memilih metode pengumpulan data dan analisis data yang sesuai yaitu melalui wawancara dan analisis dokumen.

(19)

Terdapat tiga pendekatan dalam penelitian, yaitu kuantitatif, kualitatif, dan gabungan (Creswell, 2003). Untuk menafsirkan (to interpret) dan memahami (to understand) bagaimana persepsi pegawai KPPN dalam memandang implementasi SPAN, perlu suatu pendekatan penelitian yang sesuai agar didapatkan hasil yang lebih riil, meminimalisir bias, serta secara khusus bisa menjawab pertanyaan dalam rumusan permasalahan.

Penelitian ini didasarkan pada aspek ontologis dari fenomena yang ada, yaitu bahwa implementasi SPAN khususnya di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, memerlukan perhatian yang serius dalam menangani permasalahan-permasalahan yang timbul. Sebuah kebijakan sudah seharusnya dilahirkan dari pemikiran yang bijak pula, tidak hanya memaksakan sesuatu hanya untuk sebuah prestasi organisasi maupun ego pembuat kebijakan. Dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk menguak persepsi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengenai implementasi SPAN. Oleh karena itu pendekatan kuantitatif dirasa kurang sesuai untuk menjelaskan suatu konstruksi sosial, sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih sesuai untuk menjelaskan fenomena sosial yang ada terkait implementasi SPAN dengan penggunaan

single database menggantikan sistem yang saat ini dijalankan. Aspek ontologis ini menentukan bahwa penelitian dilakukan dalam konteks konstruksi sosial yaitu proses sosial yang dibentuk oleh para pelakunya.

Moleong (2010) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misal perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode yang alamiah.

3.1.3 Paradigma Penelitian

(20)

dari satu sisi tidak dapat menegasikan hasil pandang dari sisi yang lain sehingga, semua hasil dari sudut pandang yang berbeda akan saling melengkapi.

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif, yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya (Chariri, 2009). Burrel dan Morgan (1979) menyatakan bahwa paradigma ini melihat dunia sosial sebagai sebuah kemunculan proses sosial dimana proses ini dibuat oleh individu-individu yang ada. Tujuan dari penelitian interpretif sendiri adalah menemukan makna tersembunyi yang ada di balik tindakan sosial sebagaimana dipahami oleh pelaku (aktor yang diteliti) melalui suatu upaya pemahamn yang baik (Djamhuri : 2011).

2. KEHADIRAN PENELITI

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.

3. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di 4 (empat) lokasi untuk mewakili sebagian besar kondisi geografis di Indonesia, mengingat lokasi 182 KPPN di Indonesia benar-benar tersebar dari Aceh sampai Papua, ke-empat lokasi tersebut adalah:

(21)

b. Kanwil DJPBN Makassar dan KPPN Makassar I dan KPPN Makassar II, yang berlokasi di GKN Makassar Jl. Urip Sumoharjo Km. 4 Makassar. Pemilihan lokasi ini ditujukan untuk mewakili wilayah di luar pulau Jawa, namun dengan ketersediaan fasilitas yang setara dengan pulau Jawa.

c. KPPN Batam, yang terletak di Jl. Raja Haji, Sekupang Batam, diharapkan dapat mewakili KPPN yang berada di Kepulauan, namun dengan fasilitas yang juga sangat memadai. d. KPPN Masohi, yang terletak di Jl. Pattimura Masohi, Seram Bagian Barat, akan mewakili

kondisi wilayah yang minim fasilitas, serta akses yang relatif sulit dijangkau, juga dengan karakteristik satuan kerja yang dilayani sangat beragam.

4. JENIS DATA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

3.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data hasil dari jawaban atas pertanyaan yang dilakukan pada saat wawancara dengan pihak yang terkait. Sedangkan untuk data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lainnya seperti dokumen-dokumen yang tidak dipublikasikan, media sosial, dan lain-lain.

Mengingat aspek kerahasiaan sangat penting dalam wawancara, maka dalam penelitian ini peneliti menjamin kerahasiaan identitas informan dan tidak akan menggunakan hasil wawancara selain untuk kegunaan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar informan mengetahui maksud yang sebenarnya, dan diharapkan dapat memberikan jawaban yang jujur dan apa adanya. Sehingga nama dari informan disamarkan dalam bentuk huruf.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Menurut Moleong (2010) Wawancara adalah sebuah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee). Teknik wawancara yang dikenal secara umum adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang juga dikenal dengan wawancara mendalam (in – depth interviewing).Wawancara tidak terstruktur biasanya lebih banyak digunakan dalam penelitian kualitatif karena wawancara dengan teknik ini diharapkan dapat memberikan data yang paling mendalam berupa kejelasan dan kemantapan atas masalah yang sedang diteliti.

(22)

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Bungin (2007: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu:

1. Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.

2. Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

3. Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

c. Focus Group Discussion

Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari dari pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Untuk menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.

5. PENGECEKAN KEABSAHAN TEMUAN

Menurut Moleong ’’kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu : (1) kepercayaan (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) kebergantungan (dependability), (4) kepastian (confirmability). Dalam penelitian kualitatif ini dipakai tiga macam kriteria yaitu :

(23)

Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya.Ada beberapa teknik untuk mencapai kreadibilitas yaitu: teknik triangulasi, sumber, pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensi.

2. Kebergantungan (dependability)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit

dipendability oleh ouditor independent oleh dosen pembimbing. 3. Kepastian (confirmability)

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.

6. ANALISIS DATA

Dalam penelitian kualitatif tidak ada pendekatan tunggal dalam analisis data (Chariri, 2009).Untuk melakukan analisis, peneliti perlu menangkap, mencatat, menginterpretasikan dan menyajikan informasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam penelitian kualitatif analisis data tidak dapat dipisahkan dari data collection. Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul dari interviews, observation dan archival sources, analisis data harus segera dilakukan untuk menentukan pengumpulan data berikutnya. Adapun cara analisis data dimulai dengan data reduksi. Data reduksi intinya mengurangi data yang tidak penting sehingga data yang terpilih dapat diproses ke langkah selanjutnya. Data reduksi mencakup pengorganisasian data dan coding data pemahaman dan pengujian (Chariri, 2009).

(24)

analisis dokumen dapat dimasukkan ke dalam folder yang sama untuk mendukung pemahaman atas data hasil interview.

Data dianalisis dengan penalaran induktif (Lincon dan Guba, 1985) untuk menilai apakah data memiliki kontribusi jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam penelitian (Chariri, 2006). Data kemudian dicoba dicari maknanya/diinterpretasi. Hasil interpretasi kemudian dikaitkan dengan teori yang ada sehingga interpretasi tidak bersifat bias tetapi dapat dijelaskan oleh teori tersebut. Perlunya mengkaitkan temuan penelitian dengan berbagai teori dalam penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif berpegang pada konsep triangulasi (Chariri, 2009)

Daftar Pustaka

Bastian, I. 2010. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

(25)

Burrell, Gibson and Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organisational Analysis : Elements of the Sosiology of Corporate Life. London : Heinemann.

Chariri, A., 2009. Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif: Paper disajikan pada Workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli – 1 Agustus 2009

Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches. Second edition.SAGE Publications; Tousand Oaks, London, New Delhi. Djamhuri, Ali. 2011. Ilmu Pengetahuan Sosial Dan Berbagai Paradigma Dalam Kajian

Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawiijaya, Malang.

Islam, Saiful, Purnomo Bungkus dkk, 2010, Modul Manajemen DIPA, Direktorat Transformasi Perbendaharaan.

Islam, Saiful, Setiawan Iwan dkk, 2010, Modul Manajemen Pembayaran, Direktorat Transformasi Perbendaharaan.

Islam, Saiful, Puspita Ingelia dkk, 2010, Modul Buku Besar dan Bagan Akun Standar, Direktorat Transformasi Perbendaharaan.

Islam, Saiful, Mulyono Slamet dkk, 2010, Modul Manajemen Pelaporan, Direktorat Transformasi Perbendaharaan.

Kumoratomo, W., Subando Agus Margono, 1994. Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-organisasi Publik. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Modul Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah, DirektoratJenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan (2014).

Moleong, J. Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari, 1989. Otonomi Daerah. Rajawali, Jakarta.

Nordiawan, Deddi (2006) Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba Empat.

Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, 2000, edisi kedua, Handbook of Qualitative Research, diterjemahkan oleh : Dariyatno, dkk, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rockart, J.F., 1988, “The Line Takes the Leadership IS Management in a Wired Society,”

(26)

Sarno, Riyanarto, 2009, Strategi Sukses Bisnis dengan Teknologi Informasi Berbasis Balanced Scorecard & COBIT, Surabaya : ITS Press

Setiawan, Acdiar. R. 2011. Tinjauan Paradigma Penelitian : Merayakan Keragaman Pengembangan Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. Vol. 2, No.3 Desember, hal. 369 – 540, Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya.

Triyuwono, Iwan. 2011. “SUSUSAYA” Melampaui Paradigma – Paradigma Metodologi Penelitian. Accounting Research Training Series 2 – Universitas Brawijaya, 7 – 8 Desember 2011

Triyuwono, Iwan. 2013. [Makrifat] Metode Penelitian Kualitatif [Dan Kuantitatif] Untuk Pengembangan Disiplin Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi 16. Manado, 25 – 27 September 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Ciri yang dibangun menggunakan metode Freeman Chain Code yang dimodifikasi mampu mengenali citra karakter angka tulisan tangan pada pengujian menggunakan data testing form

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan Mekanisme Koping Dengan Resiko Trjadinya Depresi Pada Korban Pasca Bencana Kebakaran Toko Di Pasar

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi

pembelajaran Picture and Picture , peserta didik akan menulis karangan berdasarkan alur cerita yang ada pada gambar berseri dengan menuliskan kalimat pokok pada setiap

Dari hasil tersebut terbukti sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa daging buah naga putih memiliki kadar vitamin C lebih tinggi dibandingkan dengan kadar vitamin C

Disamping mengacu pada pelayanan sosial kemanusiaan secara faktual pelayanan rumahsakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip-prinsip

Secara konsep ada beberapa hal yang harus dijawab terlebih dahulu sebelum melakukan menu enginering yakni: (i) Berapakah harga yang paling menguntungkan bagi sebuah menu; (ii)

Sehubungan itu, nisbah hasilan sedimen digunakan bagi mendapatkan jumlah sebenar hasilan sedimen dengan mengambil kira kemasukan kumin- kumin tanih daripada peristiwa hujan