• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT In running the process, the repetitive activity in the production process of the extract of Dewata fruit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSTRACT In running the process, the repetitive activity in the production process of the extract of Dewata fruit"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

55

PENINGKATAN

PERFORMANCE SYSTEM

PADA

DEPARTEMEN

PACKAGING

DENGAN SIMULASI

PROSES DAN

REDESIGN WORKSTATION

(Studi Kasus : CV. Segar Buah Hutama, Batu)

Nuzullis Lailatul Kamaliyah

1

, Sugiono

2

, Widya Wijayanti

3

1,2,3

Universitas Brawijaya, Fakultas Teknik Mesin, Malang 65145, Indonesia

ABSTRACT

In running the process, the repetitive activity in the production process of the extract of Dewata fruit could cause pain and fatigue on the worker's body. It was because there was a facility that did not meet the rules of workplace ergonomics. Continuous evaluation was needed to know the solution of the problem of musculoskeletal complaint so that it can improve ergonomic working facilities. In making simulation scenario is expected to describe the condition of the actual company so that the improvement proposal can resolve the real issue.The methods that were used in this study include: Biomechanics Assessment (REBA and QEC), anthropometric Design and Simulation Arena. Assessment scores REBA (Rapid Entire Body Assessment) was obtained from the angle of motion depiction of the image carrier (photo) whereas the assessment scores QEC (Quick Exposure Check) was obtained from filling the questionnaire between the observer and the operator. From the research result on the dimension repair facility cooling pond work on workstation 2 (cooling), tables and chairs on the workstation 3 (formation of cardboard box), and the table packaging on the workstation 4 (packaging). In the proposal of improved simulation, it is given resource addition as many as one person on cooling 2 to improve production efficiency from 42.3 % to 100 % so that it is necessary to increase the wage of Rp 1,500,000.00 / month.

Keywords:

Work posture measurement, Design work facility, Queing simulation

1.

PENDAHULUAN

Perkembangan industri, dewasa ini berjalan sangat cepat disertai dengan penggunaan mesin dan peralatan yang modern. Namun demikian, tingginya biaya mengakibatkan masih banyak industri kecil di Indonesia yang secara keseluruhan belum bisa menggunakannya, sehingga mengkombinasi mesin dan peralatan manual. Mengingat hal tersebut, dapat diketahui bahwa betapa pentingnya peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja yang masih dominan dalam menjalankan proses produksi.

CV. Segar Buah Hutama merupakan produsen minuman Sari Buah dengan dengan aktivitas produksi yang dilakukan selama 7 jam kerja dan 1 jam istirahat oleh 11 pekerja dimana masing-masing pekerja harus mampu menyesuaikan fleksibilitas aktivitas kerja pada semua stasiun kerja. Sebagian aktivitas produksi dikerjakan dengan menggunakan Teknologi Tepat Guna (TTG) dan sebagian besar masih konvensional (manual). Aktivitas produksi yang berulang-ulang dalam proses produksinya dapat mengakibatkan rasa sakit dan kelelahan pada bagian tubuh pekerja.

* Corresponding author: Nuzullis Lailatul Kamaliyah, Sugiono, Widya Wijayanti

nuzuliskamalia@gmail.com

Published online at http:JEMIS.ub.ac.id

Copyright ©2015 JTI UB Publishing. All Rights Reserved

Hal tersebut juga disebabkan oleh fasilitas kerja yang tidak memenuhi kaidah ergonomis. Dan pada masing-masing stasiun produksi terdapat pemindahan bahan secara manual material handling (MMH).

Setelah melakukan pengamatan terhadap pekerja dan postur kerja operator, maka sudah dapat dipastikan bahwa postur kerja akan menjadi faktor penentu dari tingkat produktivitas Sari Buah Apel Dewata. Dalam kajian kepustakaan di CV. Segar Buah Hutama, belum pernah dilakukan pengukuran terhadap postur kerja operator. Melatar belakangi hal tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran postur kerja untuk meminimalisasi keluhan musculoskeletal dan melakukan rancangan perbaikan fasilitas kerja.

(2)

56 lingkungan kerja pada industri garmen berdasarkan

kajian ergonomi menggunakan Posture Evaluation Index (PEI). PEI mengintegrasikan nilai Low Back Analysis (LBA), Ovako Working Posture Analysis

(OWAS), dan Rapid Entire Limb Asessment

(RULA). Analisa dilakukan dengan pengamatan menggunakan manusia digital pada lingkungan virtual. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa industri garmen masih memiliki risiko yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan muscukoskeletal pada para pekerja [4].

Dari hasil desain fasilitas kerja, akan dilakukan penilaian kembali terhadap kesesuaian postur kerja terhadap fasilitas kerja yang baru beserta simulasi antrian terhadap proses produksi. 1. Memperoleh desain fasilitas kerja yang sesuai

dengan kaidah ergonomi untuk mengurangi

accident selama aktivitas produksi berlangsung 2. Merancang model simulasi nyata pada

departemen packaging dan memberikan rekomendasi alokasi resources yang dibutuhkan berdasarkan hasil scenario simulasi sebagai usaha peningkatan produktivitas lini produksi.

2. METODE PENELITIAN

Pemilihan Metode Pengukuran Postur Kerja a. OWAS (Ovako Working Analysis System)

Metode OWAS telah diaplikasikan pada tahun tujuhpuluhan di perusahaan besi baj a di Finlandia. Institute of Occupational Health

menganalisis postur seluruh bagian tubuh dengan posisi duduk dan berdiri. Metode ini juga telah digunakan untuk menganalisis postur di Indonesia,

dengan menggunakan OWASCA (OWAS

Computer-Aided), yakni metode OWAS yang diintegrasi kan dengan computer [8].

b. NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health)

Pada tahun 1981, Nasional Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) mengidentifikasi adanya problem back injuries yang dipublikasikan dalam The Work Practises Guide for Manual Lifting. Metode ini untuk mengetahui gaya yang terjadi di punggung (L5S1). Ada 2 metode dalam NIOSH yaitu [7] :

1. Metode MPL (Maximum Permissible Limit), input berupa rentang postur (posisi aktivitas) ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi

2. RWL (Recommended Weigh Limit). c. REBA (Rapid Entire Body Assesment)

Metode REBA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh. Metode ini didesain untuk mengevaluasi pekerjaan atau aktivitas, dimana pekerjaan tersebut memiliki kecenderungan

menimbulkan ketidaknyamanan seperti kelelahan pada anggota bagian tubuh atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher, dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan 56actor-fakto lainnya yang dianggap dapat menentukan untuk penilaian akhir dari postur kerja, seperti : beban (force) dan jenis aktivitas otot yang dilakukan oleh operator [9].

d. RULA (The Rapid Upper Limb Assessment)

Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan otot skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb disorders), seperti adanya gerakan 56elative5656, pekerjaan diperlukan pengerahan kekuatan, aktivitas otot statis pada otot skeletal dan sebagainya [9].

e. QEC (Quick Exposure Check)

QEC adalah suatu alat untuk penilaian terhadap resiko kerja yang berhubungan dengan ganguan otot (Work Related Musculoskeletal Disorders – WMSDs) pada tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (should arm), pergelangan tangan (hand wrist), dan leher (neck).

QEC mempunyai beberapa fungsi, antara lain : Mengidentifikasi 56elati resiko WMSDs, mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda, mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi 56elative56 di tempat kerja, menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi gangguan resiko yang ada dan mendidik para pemakai tentang resiko 56elative565656etal di tempat kerja [1].

f. Perbandingan Antara Beberapa Metode Pengukuran Postur Kerja

Berdasarkan kajian di atas, dapat diketahui bahwa masing-masing metode pengukuran postur kerja memiliki kelemahan dan kelebihan. Akan tetapi metode yang dianggap relevan adalah metode REBA dan QEC. Penilaian postur kerja dengan metode REBA akan dikombinasikan dengan metode Quick Exposure Check (QEC) karena metode QEC ini merupakan metode yang pengukurannya dinilai oleh pengamat (observer)

(3)

57 Konsep Perancangan atau Desain

Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dan dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan dan fungsional [4].

Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (57elat alam) dan dapat didefisinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja [7]. Di Amerika istilah 57elative57 lebih dikenal sebagai Human Factor Engineering atau Human Engineering. Maksud dan tujuan dari disiplin 57elative57 adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan produk-produknya, sehingga dihasilkan rancangan sistem manusia mesin atau teknologi yang optimal [10].

CAD (Computer Aided Design)

Berdasarkan hasil analisis REBA dan QEC yang dilakukan, diperoleh action level untuk masing-masing aktivitas kerja. Semakin tinggi skor REBA dan QEC, semakin pentingnya suatu aktivitas kerja memerlukan penanganan sesegera mungkin. Dimensi-dimensi untuk desain perbaikan fasilitas kerja disesuaikan dengan anthopometri tubuh operator supaya dapat tercipta keergonomisan. Adapun dalam proses perancangan ini terdapat beberapa langkah berikut [13]:

1. Konseptual Desain

a. Menentukan bentuk sistem operasi (manual, semi manual, semi otomatis atau otomatis)

b. Menganalisis postur kerja operator sesuai dengan tahap sebelumnya yaitu hasil perhitungan REBA

c. Identifikasi Fungsi

d. Menentukan posisi tubuh ideal operator ketika menggunakan fasilitas kerja

2. Pemodelan Produk

a. Menentukan jenis segmen tubuh yeng berkaitan dengan fasilitas kerja yang akan diperbaiki. Hal tersebut dapat mendukung pekerja untuk melaksanakan aktivitasnya. Tidak melakukan aktivitas bekerja saya yang membutuhkan kenyamanan, begitu pula dengan aktivitas bermain. Bermain merupakan bagian yang sedemikian diterimanya dalam kehidupan sehingga diharapkan bermain juga mampu digunakan sebagai alat dengan fungsi lain seperti alat dalam rehabilitasi penyakit stroke. Karena

itu perlu adanya penentuan segmen tubuh sebagai salah satu dasar penentuan dimensi produk [2].

b. Menentukan persentil data anthropometri yang akan digunakan

c. Membuat gambar detail fasilitas kerja dengan menentukan dimensi masing-masing bagian fasilitas kerja

d. Membuat desain fasilitas kerja dengan menggunakan CAD.

Implementasi Simulasi Arena

Simulasi sistem antrian dilakukan untuk mengetahui bottle neck (kemacetan) pada saat proses berlangsung dan supaya diperoleh jumlah

resource yang efisien dalam departemen packaging. Adapun langkah-langkah dalam tahap ini antara lain sebagai berikut [2] :

a. Uji Kecukupan Data b. Fitting Distribusi Data

c. Pembuatan Model Simulasi Actual

d. Validasi Data

e. Pembuatan Model Simulasi Usulan

3.HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Postur Kerja

Rekapitulasi Level tindakan dari perhitungan Metode REBA dan Metode QEC dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Level Tindakan REBA dan QEC

No Workstation

Metode REBA

Skor Keputusan

1 Pengepressan 5 Diperlukan tindakan 2 Pendinginan 1 12 Diperlukan tindakan

sesegera mungkin

3 Pendinginan 2 12 Diperlukan tindakan sesegera mungkin

4 Pembentukan Kardus 8

Diperlukan tindakan segera

5 Pengemasan 4 Diperlukan tindakan

1 Pengepressan 71 Tindakan sekarang juga

(Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014)

Dari hasil analisis perhitungan skor REBA pada setiap workstation, dapat diketahui bahwa

(4)

58 fasilitas kerja ada tiga kategori, antara lain

diperlukan tindakan untuk workstation 1 (pengepressan) dan workstation 4 (pengemasan), diperlukan tindakan sesegera mungkin untuk

workstation 2 (pendinginan 1 dan pendinginan 2) dan diperlukan tindakan segera untuk workstation 3 (pembentukan kardus). Sedangkan untuk hasil perhitungan QEC terdapat 2 kategori, yaitu tindakan sekarang juga untuk workstation 1 (pengepressan), workstation 2 (pendinginan),

workstation 3 (pembentukan kardus) dan tindakan dalam waktu dekat untuk workstation 4 (pengemasan).

Perbaikan Desain Fasilitas Kerja

1. Workstation 2 (Pendinginan)

Pada Workstation 2 (Pendinginan), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu kolam pendingin karena ketinggiannya dapat mempengaruhi kenyamanan operator pada saat mengambil cup Sari Buah Apel Dewata dengan menggunakan keranjang.

T. kolam pendingin

=95%ile D4,Pria-tinggi keranjang+40 mm = 1074 mm – 400 mm + 40 mm pengurangan tinggi 36 mm. Tinggi rancangan dengan tinggi 58elati bak pendingin 1 dan pendingin 2 berbeda secara signifikan sehingga tinggi optimal kolam pendingin 1 maupun 2 disarankan sama yaitu sebesar 714 mm.Desain fasilitas kerja kolam pendingin pada Workstation 2 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain Fasilitas Kerja Workstation 2 (Pendinginan)

2. Workstation 3 (Pembentukan Kardus)

Pada Workstation 3 (Pembentukan Kardus), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu kursi

operator dan ada penambahan fasilitas kerja berupa meja supaya operator pembentukan kardus merasakan kenyamanan posisi pada saat bekerja.

KURSI didesain naik turun supaya dapat diperuntukkan untuk operator wanita maupun pria. Tinggi 58elati kursi operator pembentukan kardus adalah 300 mm, sehingga disarankan ada penambahan sebesar 77 mm dari tinggi minimal dan penambahan 180 mm

e. Tinggi penopang siku

1) Tinggi panggul ke penopang siku = 95%ile D9, Wanita = 283

2) Tinggi penopang siku = 95%ile D17 (Tangan), Wanita = 49 mm

3) Lebar penopang siku = 95%ile D13 (Tangan), Wanita = 96 mm

Penopang siku merupakan penambahan komponen sehingga dapat memberikan kenyamanan operator ketika tangannya melakukan aktivitas pembentukan kardus.

workstation 3 akan didesain dapat diperlebar supaya dapat diperuntukkan untuk operator wanita maupun pria. Lebar minimum menggunakan ukuran D15 terkecil yaitu 5%ile wanita, sedangkan untuk lebar maksimum ksandaran kursi menggunakan D15 terbesar yaitu 95%ile pria.

MEJA

(5)

59 b. L. Ruang Kaki = 2 x (95% D16, Pria) + tebal

baju= 2 x 392 mm + 10 mm = 784 mm

c. L. Meja = 95%ile D26, Pria= 767 mm

Untuk ukuran lebar meja, digunakan D26 95%ile pria karena diharapkan dapat mewakili operator pria maupun wanita. Desain fasilitas kerja meja dan kursi pada Workstation 3 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain Fasilitas Kerja Workstation 3 (Pembentukan Kardus)

3. Workstation 1 (Pengepressan)

Pada Workstation 1 (pengepressan), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu ketinggian alat pengepressan karena ketinggian fasilitas kerja dapat mempengaruhi kenyamanan operator.

T. landasan kerja pengepress = 95%ile D4, Pria

– 100 mm + 40 mm= 1074 mm – 100 mm + 40 mm = 1014 mm

Tinggi landasan kerja di Workstation 1 aktual adalah 1000 mm. Antara tinggi 59elati dan tinggi rancangan fasilitas kerja adalah tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar 14 mm, sehingga tidak perlu merubah dimensi ketinggian alat pengepress.

4. Workstation 4 (Pengemasan)

Pada Workstation 4 (pengemasan), dimensi fasilitas yang dapat diperbaiki yaitu ketinggian meja pengemasan Ukuran 95 persentil dipilih karena diharapkan dapat dapat memberikan kenyamanan operator pada saat beroperasi dan ada pengurangan tinggi sebesar 100 mm menyesuaikan jenis pekerjaan operator dalam kondisi berdiri. Untuk

tinggi landasan kerja disarankan untuk tidak mengabaikan tinggi sepatu, sehingga :

Tinggi landasan meja pengemasan = 95%ile D4, Wanita – 100 mm + 40 mm= 1028 mm – 100 mm + 40 mm= 968 mm

Tinggi landasan meja pengemasan di

Workstation 1 aktual adalah 1000 mm, jadi ada pengurangan untuk tinggi landasan meja pengemasan sebesar 32 mm.Desain fasilitas kerja meja Workstation 4 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Desain Fasilitas Kerja Workstation 4 (Pengemasan)

Proses Simulasi

Model simulasi dari departemen packaging

yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Model Simulasi (Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014)

Dari hasil simulasi di atas menjelaskan bahwa model simulasi mengalami bottle neck. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya antrian sebesar 48 pada pendinginan 2 dan nilai output

kurang dari nilai maximal arrival yang telah diinputkan (64 < 115). Sehingga diperlukan adanya usulan supaya proses berjalan lebih efisien dan efektif yaitu dengan cara menambah jumlah

operator pada workstation pendinginan. Usulan 59elative simulasi dapat dilihat pada Gambar 5.

(6)

60 Pada proses pendinginan 2 telah

ditambahkan resources sebanyak 1. Setelah model simulasi running terlihat bahwa jumlah output

sebanding dengan jumlah input (maximal arrival). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa model usulan layak untuk digunakan karena dapat menyelesaikan permasalahan bottle neck. CV. Segar Buah Hutama perlu melakukan penambahan

resources sehingga ada penambahan biaya operator pula yaitu sebesar Rp 1.500.000 untuk 1 orang operator untuk pendinginan 2. Pengeluaran tersebut sebanding dengan efisiensi produksi yang meningkat dari 43.2% menjadi 100%, sehingga selisih antara simulasi awal dengan simulasi usulan berbeda secara signifikan. Penambahan resources dapat meminimalisir adanya operator yang bekerja over time melewati batas standar waktu kerja (>7 jam). Bottle neck dari workstation pendinginan 2 telah berkurang sehingga meningkatkan kesibukan (utilization) untuk workstation pengemasan, tetapi dapat menyeimbangkan jumlah input dan output.

Perbandingan Fasilitas Kerja Actual dengan Usulan Redesign Fasilitas Kerja

Fasilitas Kerja actual masih terdapat kekurangan dalam spesifikasinya yang menyebabkan keluhan musculoskeletal pada operator antara lain dimensi fasilitas kerja pada seluruh workstation tidak sesuai dengan anthropometri tubuh manusia Indonesia, tidak terdapatnya meja dan sandaran kursi pada workstation 3 (pembentukan kardus). Pada penelitian ini fasilitas kerja dirancang senyaman mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomic dan desain lebih futuristik.

Perbandingan Fasilitas Kerja Actual dengan

redesign dari aspek finansial diperlukan untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan fasilitas kerja. Dari perincian biaya, diperoleh bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan fasilitas kerja actual sebesar Rp 3.298.000,00, sedangkan untuk redesign fasilitas kerja sebesar Rp 6.144.800,00. Sehingga dapat diketahui bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan desain fasilitas kerja usulan relative lebih tinggi daripada fasilitas kerja actual. Hal tersebut sesuai dengan kenyamanan yang akan diperoleh untuk meningkatkan performance system operator dan mengurangi keluhan musculoskeletal.

5.

KESIMPULAN

Dari analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kaidah ergonomi, maka diperoleh redesign dari masing-masing workstation. Pada penelitian ini, fasilitas

kerja secara teknis dirancang senyaman mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomic dan desain lebih futuristik. Pada

redesign fasilitas kerja, dimensi fasilitas kerja pada seluruh workstation disesuaikan dengan anthropometri tubuh manusia Indonesia, didesain meja pada dan pemberian sandaran kursi serta kursi dapat diatur ketinggiannya pada workstation 3 (pembentukan kardus). Fasilitas Kerja Actual dengan Redesign dari aspek finansial diketahui bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan fasilitas kerja. Usulan relative lebih tinggi daripada fasilitas kerja actual. Hal tersebut sesuai dengan kenyamanan yang akan diperoleh untuk meningkatkan performance system operator dan mengurangi keluhan musculoskeletal

operator.

2. Untuk meningkatkan output perusahaan bisa melakukan penambahan resources (tenaga kerja) sebanyak 1 orang untuk meningkatkan efisiensi produksi dari 43.2% menjadi 100% sehingga diperlukan adanya penambahan upah pekerja sebesar Rp 1.500.000,00/bulan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Chung, A Christopher. 2004. Modelling Handbook A Practical Approach. Houston : University of Houston, Departement of Industrial Engineering.

[2] Dewi, Irma Andini et al. 2010. Perencanaan Ulang Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Hasil Simulasi Proses Produksi Rokok. Malang : Program Teknik Industri Universitas Brawijaya.

[3] Dewangga, Asa. 2012. Perancangan Alat Permainan untuk Pasien Pasca Stroke.

Prosiding Seminar Nasional 2012 Industrial Design in Creative Industry, Semarang, 23 – 24 Oktober 2012.

[4] Henry, G et.al. 1993. Manual Lifting : The Revised NIOSH Lifting Equation for Evaluation Acceptable Weights for Manual Lifting. Texas : Nelson & Associates.

[5] Kristanto, Agung et al. 2010. Perancangan Ulang Fasilitas Kerja pada Stasiun Cutting yang Ergonomis Guna Memperbaiki Posisi Kerja Operator Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan.

(7)

61

Index pada Virtual Environment. Depok : Universitas Indonesia.

[7] Nurmianto, E. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna Widya.

[8] Ojanen, K et.al. 2000. OWASCA : Computer-aided Visualizing and Training Software for Work Posture Analysis. Journal of Occupational Health.

[9] Tarwaka. 2010. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja.

Solo : Harapan Press.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Level Tindakan REBA dan QEC
Gambar 1.  Desain Fasilitas Kerja Workstation 2
Gambar 2. Desain Fasilitas Kerja Workstation 3

Referensi

Dokumen terkait

http://studiomelayu.wordpress.com.com, diakses pada Juni 2014 http://surabaya.singgasanahotels.com/ diakses pada Mei 2015 http://smarttravelasia.com/angkor.htm diakses pada Mei 2015

Sensor ini berfungsi sebagai pegubah dari besaran fisis suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan

Setelah membaca teks, siswa mampu menyajikan informasi penting dari teks ekplanasi yang dibaca dalam bentuk visual dengan benar.. Setelah mengamati lingkungan, siswa mampu

Membicarakan tema Arbeit tidak akan utuh jika tidak membicarakan lawan dari tema ini yakni Nicht-Arbeit (tidak bekerja) atau dalam konteks penelitian ini diarahkan kepada tokoh yang

Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa nilai kalor tertinggi pada temperatur karbonisasi 550 o C pada komposisi 75% BK : 15% PP dengan nilai kalor sebesar 7036

Sekarang, dengan mengasumsikan bahwa semua kelas menengah ke atas yang memiliki mobil serta semua rakyat miskin yang memiliki sepeda motor adalah pengguna aktif

DAFTAR PESERTA LOMBA PGSD PRESENT II SE-RIAUN. 2018

Sebelum anda akan membuat jaringan network yang sebenarnya disarankan Anda membuat rancangan terkebih dahulu agar jaringan yang dibuat sesuai dengan apa yang diharapkan dan