Oleh :
( Muh. Aswar Anas )
LOGO UNPAD
JURUSAN S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2014
Manajemen Asuhan Keperawatan
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
Muh.Aswar Anas
Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Aladdin Makassar
E-mail: muh.aswar40@yahoo.com
Abstrak
Manajemen asuhan keperawatan sangat penting pada proses manajerial asuhan keperawatan yang dikendalikan oleh perwat manajer dalam sebuah instansi, manajer tersebut mengelolah bagaimana seharusnya pekerjaan dilaksanakan. Tujuan jurnal ini adalah untuk memberikan gambaran secara teoritis proses manajemen keperawatan yang dapat dijadikan landasan saat melakukan tugas manajemen asuhan keperawatan. Beberapa penelitian menyebutkan pentingnya manajemen asuhan keperawatan seperti penelitian Hafizurrachman (2012), bahwa Aturan atau kebijakan keperawatan ini diperlukan untuk mengawal terwujudnya kinerja yang maksimal. Marquis, (2010), pengintegrasian peran kepemimpinan dan fungsi manajemen memastikan bahwa tipe model pemberian asuhan kepada pasien yang dipilh akan memberikan kualitas perawatan dan kepuasan staf. Kesimpulannya bahwa proses manajemen asuhan keperawatan sangat bermanfaat bagi klien dan mengorganisir pekerjaan perawat.
Kata kunci: Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Pendahuluan
Di tingkat unit atau departemen,
manajer tingkat pertama dan menengah
pengaruh paling kuat dalam mengelolah
proses manajemen. Di tempat inilah,
manajer tersebut mengelolah bagaimana
seharusnya pekerjaan dilaksanakan. Di
tingkat unit, manajer memiliki sejumlah
kendali besar terhadap iklim organisasi
dan dalam menentukan bagaimana
pengelolaan pemberian asuhan pada
pasien. Pemimpin harus mengenal
organisasi dan sekaligus anggotanya
dengan baik agar fungsi pengaturan
menjadi produktif dan mempermudah
pemenuhan kebutuhan organisasi 7.
Walaupun Nabi Muhammad
SAW sudah lama meninggalkan
umatnya, namun obor
kepemimpinannya kepada siapa saja
yang menginginkan kesejahteraan. Nabi
Muhammad SAW telah meninggalkan
Al-Qur’an sebagai asas kepemimpinan
cemerlang dan sunnahnya yang menjadi
bahan teladan kepada manusia9.
Menurut Edi Warsito, Bambang
dan Atik Mawarni (2007), dalam
penelitian berjudul Pengaruh persepsi
manajerial kepala ruang terhadap
pelaksanaan manajemen asuhan
keperawatan di ruang rawat inap rsjd dr.
Amino gondohutomo semarang,
mengemukakan bahwa, persepsi
perawat pelaksana tentang fungsi
pengarahan kepala ruang sebagian besar
setuju bahwa kepala ruang melibatkan
perawat sejak awal hingga akhir,
memberi motivasi dalam meningkatkan
asuhan keperawatan, memberi pujian
kepada perawat dalam asuhan
keperawatan, dan membimbing perawat
dalam asuhan keperawatan dengan
benar2. Sedanglkan Hafizurrachman
(2012) dalam penelitiannya tentang
Kebijakan Keperawatan Berbasis
Kinerja Di Rsu Tangerang, bahwa
Aturan atau kebijakan keperawatan ini
diperlukan untuk mengawal
terwujudnya kinerja yang maksimal,
sehingga dapat terjamin pelayanan
prima di RSU Tangerang. Hal ini dapat
berlangsung bila semua kondisi
diperjuangkan dengan maksimal oleh
berbagai pihak terutama manajemen RS.
Untuk itu, perlu dibuat suatu tools yang
dapat memprediksi kinerja perawat
sehingga sumber daya yang ada dapat
sesuaikan dengan kinerja yang
dihasilkan3.
Menurut Marquis, (2010),
pengintegrasian peran kepemimpinan
dan fungsi manajemen memastikan
bahwa tipe model pemberian asuhan
kepada pasien yang dipilh akan
memberikan kualitas perawatan dan
kepuasan staf serta bahwa perubahan
model pemberian asuhan pasien tidak
akan diupayakan tepat sumber daya
yang adekuat, pembenaran yang tepat,
dan perhatian bagaimana hal ini akan
memengaruhi keeratan kelompok.
Secara historis, keperawatan sering
mengadopsi model pemberian asuhan
pasien berdasarkan pada peristiwa sosial
seperti kekurangan tenaga keperawatan,
pertumbuhan tipe petugas kesehatan),
bukan pada model yang berdasarkan
penelitian teruji dengan bukti
ketidakefektifannya sehingga
meningkatkan praktik profesionalisme6.
Berdasarkan uraian di atas maka
penulis tertarik untuk membuat
dijadikan acuan dalam mengintegrasikan
fungsi manajerial dalam Asuhan
Keperawatan.
2. Tinjauan Pustaka
A.Manajemen Asuhan Keperawatan
Profesional
1. Definisi MAKP (Manajemen Asuhan
Keperawatan Profesional)
Menurut Hidayah (2013),
Sistem Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) adalah suatu
kerangka kerja yang mendefiniskan
keempat unsur yakni: standar, proses
keperawatan, pendidikan
keperawatan dan sistem MAKP.
Definisi tersebut berdasarkan prinsip
nilai yang diyakini dan akan
menentukan kualitas produksi atau
jasa pelayanan keperawatan. Jika
perawat tidak memiliki nilai tersebut
sebagai salah satu pengambilan
keputusan yang independen, maka
tujuan pelayanan kesehatan atau
keperawatan dalam memenuhi
kepuasan klien tidak akan terwujud4.
Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) adalah suatu
sistem yang meliputi struktur proses,
dan nilai profesional yang
memungkinkan perawat profesional
yang mengatur pemberian asuhan
keperawatan dan mengatur
lingkungan untuk menunjang asuhan
keperawatan sebagai suatu model
berarti sebuah runag rawat dapat
menjadi contoh dala praktik
keperawatan profesional di Rumah
sakit.
Allah SWT memakai khalifah
sebagai tujuan penciptaan-Nya.
Istilah Khalifah itu sendiri sangat
erat kaitannya dengan
kepemimpinan9.
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Manusia dalam aspek
keperawatan dapat ditinjau dari dua
sudut pandang yaitu manusia sebagai
Manusia sebagai perawat adalah
makhluk ciptaan Allah yang paling
mulia dan paling sempurna (terdiri
dari jasad, Ruh, dan nafas) dan
memiliki iman, ilmu dan mempunyai
kewajiban untuk mengamalkan demi
kemaslahatan umat. Sedangkan
manusia sebagai klien yang menjadi
fokus pelayanan keperawatan pada
dasarnya merupakan makhluk yang
berpotensi secara aktif menjadikan
dirinya sebagai makhluk yang
sempurna.
Dalam hubungan ini dapat
dilihat dalam Q.S Al-Anfal/ 8: 53
Artinya: “(siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
2. Tujuan Pengembangan Model
Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP)
a. Meningkatkan mutu Asuhan
Keperawatan melalui penataan
sistem pemberian Asuhan
Keperawatan.
b. Memberikan kesempatan kepeda
perawat untuk belajar
melaksanakan MAKP.
c. Menyediakan kesemapatan kepada perawat untuk
mengembangkan penelitian
keperawatan.
3. Dasar pertimbangan pemilihan Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP)
Terdapat enam unsutr utama dalam
penentuan pemilihanmodel MAKP,
meliputi:
a. Sesuai dengan Visi dan Misi
Rumah sakit : dasar utama
penentuan model pemberian
asuhan keperawatan harus
didasarkan pada Visi dan Misi
Rumah sakit
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam Asuahan
Keperawatan: proses
keperawatan merupakan unsur
terpenting terhadap
kesinambungan proses
keperawatan kepada pasien.
Keberhasialan dalan asuhan
keperawatan sangat ditentukan
oleh pendekatan proses
keperawatan.
perubahan harus selalu
mempertimbangkan biaya dan
efektifitas dalam kelancaran
pelaksanaannya. Bagaimanapun
baiknya suatu model tanpa
ditunjang oleh suatu biaya
memadai, maka tidak akan dapat
hasil yang sempurna.
d. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat: tujuan
akhir asuahan keperawatan
adalah kepuasan klien terhadap
asuahan yang diberikan oleh
perawat.oleh karena itu, model
yang baik adalah model asuahan
keperawatan yang dapat
menunjang kepuasan pelanggan.
e. Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu
model sangat ditentukan oleh
motivasi dan kinerja perawat.
Model yang dipilih harus dapat
meningkatkan kepuasan perawat,
justru bukan menambah beban
kerja dan frustasi dalam
tugasnya.
f. Terlaksanya komunikasi yang
adekuat antara perawat dan tim
kesehatan lainnya. Komunikasi
secara profeisional sesuai dengan
ruang lingkup perawat
merupakan dasar pertimbangan
suatu model (Nursalam, 2011)
4. Faktor- Faktor yang berhubungan dalam perubahan MAKP
a. Kualitas pelayanan keperawatan
Setiap upaya untuk
meningkatkan pelayanan
keperawatan selalu berbicara
mengenai kualitas. Kualitas
sangat diperlukan untuk:
1) Meningkatkan asuhan keperawatan kepada klien.
2) Mempertahankan
pendapatan institusi.
3) Mempertahankan eksistensi
institusi
4) Meningkatkan kepuasan kerja
5) Meningkatkan kepercayaan klien
6) Menjalankan kegiatan sesuai
standar
b. Standar praktik keperawatan
Standar praktik keperawatan
yang disusun oleh Depkes RI
(1995) terdiri atas beberapa
standar. Menurut JHCO/ Joint
commision acrditation of Heakth Care
Organisation terhadap delapan
standar asuhan keperawatan
meliputi:
1) Menhargai hak-hak pasien 2) Penerimaan sewaktu paseien
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
5) Asuahan pada tindakan non
operatif dan administratif
6) Asuhan pada tindakan
operasi dan invasif
7) Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8) Pemberian asuahan secara terus menerus dan
berkesinambungan c. Model Praktik
1) Praktik keperawatanRumah
sakit
Perawat profesioanal/ ners
mempunyai wewenang dan
tanggung jawabmelaksanakan
praktik keperawatan di
Rumah sakit dengan sikap
dan kemampuannya. Untuk
itu, perlu dikembangkan
pengertian poraktik
keperawatan Rumah sakit
dan lingkup cakupannya
untuk praktik keperawatan
profesioanal, seperti proses
dan prosedur registrasi dan
legalisasi keperawatan
2) Praktik keperawatan Rumah
Bentuk praktik keperawatan
rumah diletakkan pada
pelaksanaan pelayanan/
asuhan keperawatan sebagai
kelanjutan dari pelayanan
Rumah sakit. Kegiatan ini
dilakukan oleh perawat
profesional Rumah sakit,
atau melalui pengikutsertaan
perawat profesional yang
melakukan praktik
keperawatan profesional.
3) Praktik keperawatan
berkelompok
Beberapa perawat
profesional membuka praktik
keperawatan selama 24 jam
kepada masyarakat yang
memerlukan asuhan
keperawatan dengan pola
yang diuraikan dalam
pendekatan dan pelaksanaan
praktik keperawatan di
Rumah sakit dan Rumah.
Bentuk praktik keperawatan
ini dapat mengatasi berbagai
bentuk masalah keperawatan
yang dihadapi oleh
masyarakatdan dipandang
perlu di masa depan. Lama
perawatan pasien di Rumah
sakit perlu dipersingkat
karena biaya perawatan di
Rumah sakit diperkirakan
akan semakin meningkat. 4) Praktik keperawatan
individual
Pola pendekatan dan
yang diuraikan untuk praktik
keperawatan Rumah sakit.
Perawat profesional senior
dan berpengalaman secara
perorangan membuka
praktik keperawatan dalam
jam praktik tertentu untuk
memberi asuhan kperawatan,
khususnya konsultasi dalam
keperawatan bagi masyarakat
yang memerlukan.
5. Metode pengelolaan sistem pemberian asuhan keperawatan
profesional
Keberhasilan suatu asuhan
keperawatan kepada pasien sangat
ditentukan oleh metode pemberian
asuhan keperawatan profesional.
Dengan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan
pelayanan keperawatan dan tuntutan
perkembangan iptek, maka metode
sistem pemberian asuhan
keperawatan harus efektif dan
efesien.
Meskipun sebagian sistem
pemberian asuhan keperawatan
disusun untuk mengelola asuhan di
Rumah sakit, sebagian besar dapat
diadaptasi ketempat lain. Untuk
setiap unit atau organisasi
bergantung pada keterampilan dan
keahlian staf, ketersediaan perawat
profesional yang terdaftar, sumber
daya ekonomi dari organisasi
tersebut, kekuatan paisen, dan
kerumitan tugas yang harus di
selesaikan (Mulyono, 2013).
Ada beberapa metode
pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien menurut Mc. Laughin,
Thmas dan Bartern (1995) dalam
sudarsono (2009) mengidentifikasi
delapan model pemberian asuhan
keperawatan, tetapi model yang
digunakan di Rumah sakit adalah
asuhan keperawatan total,
keperawatan Tim, dan keperawatan
primer. Dari beberapa metode yang
ada, institusi pelayanan perlu
mempertimbangkan kesesuaian
metode tersebutuntuk diterapkan.
Tetapi, setiap unit keperawatan
mempunyai upaya untuk menyeleksi
model untuk mengelola asuhan
keperawatan berdasarkan kesesuaian
antara Rumah sakit. Karena setiap
perubahan akan berakibat suatu stres
sehingga perlu adanya antisipasi
terhadap enam unsur utama dalam
penentuan pemilihan motode asuhan
keperawatan. Dasar pertimbangan
model asuhan keperawatan:
a) Sesuai dengan visi dan misi institusi
b) Dapat diterapkannya proses
keperawatan dalam asuhan
c) Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat
d) Kepuasan dan kinerja perawat e) Terlaksananya komunikasi yang
adekuat
6. Pilar- Pilar MAKP
Dalam model praktik keperawatan
profesional terdiri dari 4 pilar,
diantaranya adalah:
a. Pilar I: pendekatan manajemen keperawatan
Dalam model praktik
keperawatan mensyaratkan
pendekatan manajemen sebagai
pilar praktik keperawatan
profesional yang pertama yaitu
pendekatan manajemen terdiri
dari:
1) Perencanaan dengan kegiatan
perencanaan yang dipakai di
ruang MPKP meliputi
(perumusa visi, misi,
filosofi,kebijakan dan
rencana jangka pendek:
harian, bulanan dan tahunan)
2) Pengorganisasian dengan
menyusun struktur
organisasi, jadwal dinas dan
daftar alokasi pasien
3) Pengarahan: dalam pengarahan terdapat kegiatan
delegasi, supervisi,
menciptakan iklim motivasi,
mencakup pre dan post
confrence serta manajemen
konflik.
4) Pengawasan 5) pengendalian
b. Pilar II: sistem penghargaan
Manajemen sumber daya
manusia di ruang model praktik
keperawatan profesional
berfokus pada proses
rekruitmen, seleksi kerja
orientasi, penilaian kinerja, staf
perawat. Proses ini selalu
dilakukan sebelum membuka
ruang MPKP dan setiap ada
penambahan perawatan baru.
c. Pilar III: Hubungan profesional
Hubungan profesional dalam
pemberian pelayanan
keperawatan (tim kesehatan).
Pada pelaksanaannya hubungan
profesional secara internal
artinya hubungan yang terjadi
antara pembentuk pelayanan
kesehatan misalnya antara
perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan dan
lain-lain. Sedangkan hubungan
profesional secara eksternal
adalah hubungan antara pemberi
pelayanan kesehatan.
d. Pilar IV: manajemen asuhan keperawatan
Salah satu pilar praktik
pelayanan keperawatan adalah
pelayanan keperawatan dengan
menggunakan manajemen
asuhan keperawatan di MPKP
tertentu. Manajemen asuhan
keperawatan yang diterapkan di
MPKP adalah asuhan
keperawatan dengan menerapkan
proses keperawatan. 7. Komponen MPKP
a. Nilai profesional
Pengembangan MAKP
didaasarkan pada nilai
profesional. Nilai profesional
merupakan inti MAKP yang
meliputi: nilai intelektual,
komitmen moral, ekonomi,
ekonomi dan tanggung gugat.
b. Pendekatan manajemen
Pendekatan manajemen
digunakan untuk mengelola
sumber dayayang ada meliputi:
ketenangan, alat,fasilitas serta
menetapkan Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) pada model
MAKP ini kemampuan
manajemen keperawatan yang
dikembangkan terutama dalam
hal mengelola perubahan dan
pengambilan keputusan.
c. Sistem pemberian asuhan keperawatan
Sistem pemberian asuhan
keperawatan (care delivery system)
merupakan metode penugasan
bagi tenaga perawat yang
digunakan dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada
klien. Sistem tersebut
merefleksikan falsafah organisasi,
struktur, pola ketenagan, dan
populasi klien. Saat ini
pemberian askep terdiri dari:
metode kasus, tim, primer dan
manajemen kasus. d. Hubungan profesional
Pengembangan MAKP
memungkinkan terjadinya
hubungan profesional diantara
perawat dan praktisi kesehatan
lainnya.hubungan ini dapat
terjadi melalui sistem
pendokumentasian keperawatan,
operan, konfrensi awal dan akhir,
dan pembahasan kasus. e. Kompensasi kasus
Pada suatu layanan profesional,
seseorang mempunyai hak atas
kompensasi dan penghargaan.
Kompensasi merupakan salah
satu faktor yang dapat
meningkatkan motivasi pada
MAKP karena masing-masing
perawat mempunyai peran dan
tugas yang jelas sehingga dibuat
klasifikaasi yang objekstif sebagai
dasar pemberian kompensisi dan
B. Memilih Model Optimum Pada Pengelolaan Asuhan Keperawatan
Menurut Marquis, (2010),
sebagian besar organisasi perawatan
kesehatan menggunakan satu model atau
lebih untuk mengelola asuhan
keperawatan.sayangnya, banyak
departemen keperawatan mempunyai
sejarah pemilihan metode pengelolaan
asuhan keperawatan mempunyai sejarah
pemilihan metode pengelolaan asuhan
pesien berdasarkan secara objektif
menentukan metode terbaik untuk unit
atau departemen tertentu atau mencari
studi ilmiah yang memperlihatkan kerja
sistem6.
Saat ini, Eropa mengalami
pertumbuhan keperawatan primer yang
pesat, sementara Amerika Serikat
memiliki kecenderungan ke arah model
keperawatan Tim dan lebih fungsional
yang memanfaatkan staf bantuan dan staf
tambahan . karena perubahan selalu
menimbulkan tekanan keefektifan model
pengelolaan asuhan keperawatan harus di
evaluasi untuk menentukan apakah
diperlukan perubahan organisasi.
Jika evaluasi sistem yang ada saat
ini menggunakan kekurangan, manajer
perlu memeriksa ketersediaan sumber
daya dan membandingkan sumber
tersebut dengan sumber yang dibutuhkan
untuk perubahan. Kegagalan perubahan
terencana dapat terjadi kerena manajer
keperawatan sering memilih untuk
berubah kesistem yang membutuhkan
jumlah RN yang lebih banyak, hanya
untuk menemukan bahwa jumlah sumber
daya tidak memadai. Menentukan
ketersediaan sumber daya dan
mendukung usulan perubahan adalah
salah satu tanggung jawab kepemimpinan
dalam mengelolaasuhan keperawatan.
Harus ada komitmen dipihak manajemen
tingkat atas dan sebagian besar staf
keperawatan agar perubahan dapat
berhasil karena perawatan kesehatan
bersifat multidisiplin, sistem perawatan
kesehatan yang digunakan akan memiliki
dampak besar terhadap banyak orang di
luar unit keperawatan. Dengan demikian,
mereka yang terpengaruh karena
perubahan sistem harus dilibatkan dalam
perencanaannya. Perubahan
memengaruhi departemen lain, staf
kedokteran, dan konsumen perawatan
kesehatan.
Mungkin yang terpenting, filosofi
divisi layanan keperawatan harus
menyokong model pemberian asuhan
kepada pasien yang dipilih.selain itu,
tanpa dukungan dari manajemen fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat atas,
pengaturan ulang, pemberian asuhan
pasien yang akan gagal.
Kesalahan lain yang sering dibuat
saat mengubah model pemberian asuhan
memahami bagaimana seharusnya fungsi
dan implementasi sistem. Manajer harus
melakukan penelitian yang adekuat dan
benar- benar memahami implementasi
sistem yang tepat apabila perubahan ingin
berhasil.
C. Praktik Keperawatan Tersendiri (Mandiri) Menurut Marquis, (2010), Praktik
keperawatan tersendiri mengakui bahwa
pendedikan, keahlian klinis, kompetensi,
pengalaman serta keinginan untuk
mengemban peran yang lebih lanjut
adalah yang membedakan perawat
terdaftar. Filosofi yang melatarbelakangi
praktik keperawatan tersendiri berfokus
pada pembagian kerja yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan klien. Ini
adalah sistem yang dirancang untuk
memberikan tingkat praktik yang
berbeda6.
Masalah yang dihadapi saat ini
adalah belum terbentuknya layanan
keperawatan professional sehingga
layanan yang diberikan belum sesuai
dengan tuntutan standar profesi. Untuk
mengatasi masalah tersebut diperlukan
sistem pemberian asuhan keperawatan,
salah satunya melalui pengembangan
Model Praktik Keperawatan Profesional.
Model ini menekankan pada kualitas
kinerja tenaga keperawatan yang berfokus
pada nilai profesionalisme antara lain
melalui penetapan dan fungsi setiap
jenjang tenaga keperawatan, sistem
pengambilan keputusan, sistem
penugasan dan sistem penghargaan yang
memadai. Mutu pelayanan adalah
tanggung jawab bersama, setiap individu
yang berkaitan langsung dengan
pelayanan, mutu tidak saja menjadi
tanggung jawab perawat pelaksana yang
langsung berhadapan dengan pasien,
tetapi juga menjadi tanggung jawab
manajer. Kepala Ruang adalah manajer
operasional yang merupakan pimpinan
yang secara langsung mengelola seluruh
sumber daya di unit perawatan dan ikut
bertanggungjawab dalam menghasilkan
pelayanan yang bermutu. Untuk
mewujudkan pelayanan keperawatan yang
bermutu memerlukan sumber daya
perawat yang didukung oleh komitmen,
motivasi dan faktor eksternal lain seperti
kebijakan organisasi, kepemimpinan,
struktur organisasi, system penugasan dan
pembinaan.Sistem atau metode yang
dirancang harus merefleksikan falsafah
organisasi, struktur, pola ketenagaan dan
populasi klien. Strategi yang dapat
diterapkan dalam mencapai kualitas
pelayanan keperawatan antara lain : Total
Quality Management sebagai filosofi dan
proses, adanya dukungan kualitas
manajemen dan informasi, dan
bencmarking (Wahyuni, 2009).
Pengalaman banyak perawat
berlatih di dunia nyata dari perawatan
mengambil beberapa bentuk peran
advokasi dalam rangka untuk
mempengaruhi perubahan dalam
kebijakan, undang-undang, atau peraturan
yang mengatur sistem perawatan
kesehatan yang lebih besar.
Pada praktik keperawatan
tersendiri, perawat terdaftar ditugaskan
unuk bekerja dalam struktur dan
tanggung jawab yang berhubungan
dengan kemampuan mereka. Kemampan
dapat diukur oleh keterampilan,
pengetahuan, dan motivasi, bukan
berdasarkan tingkat pendidikan.
Menurut Didimus, (2013), Hasil
penelitian yang dilakukan di rumah sakit
Ibnu Sina YBW-UMI Makassar tentang
faktor yang berhubungan dengan kinerja
perawat di ruang rawat inap rumah sakit
Ibnu Sina YBW-UMI Makassar. Ada
hubungan antara kepemimpinan,
pelatihan, rekan kerja, kondisi kerja,
pengakuan, sistem imbalan dengan
kinerja perawat di ruang rawat inap
rumah sakit Ibnu Sina YBW-UMI
Makassar tahun 2013. Berdasarkan
penelitian tersebut, diharapkan agar pihak
manajemen Rumah Sakit Ibnu Sina
YBW-UMI Makassar memperhatikan
faktor-faktor yang berhubungan dengan
kinerja sehingga diharapkan terwujud
kinerja tenaga perawat yang lebih baik
dan pada gilirannya menghasilkan
kepuasan masyarakat yang dilayaninya1.
Sedangkan menurut Mulyono, (2013)
dalam sebuah penelitian berjudul Faktor
Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja
Perawat Di Rumah Sakit Tingkat Iii
16.06.01 Ambon, mengemukakan
hubungan/pengaruh yang siqnifikan
antara kepuasan kerja dan supervisi
dengan kinerja perawat, tetapi tidak ada
hubungan/pengaruh antara
kompetensi,motivasi kerja dan
kepemimpinan dengan kinerja perawat
sehingga untuk meningkatkan upaya
pemuasan kerja perawat dan melakukan
upaya pembenahan supervisi
keperawatan7..
Dua model dasar digunakan
untuk membedakan praktik, model yang
lama, model pendidikan, merefleksikan
model ADN, BSN, dan MSN serta
mencakup tiga komponen dasar
keperawatan: pemberian asuhan,
komunikasi, dan manajemen. Sebagian
model kompetensi didasarkan pada
delapan standar keperawatan American
Nurse Asociation dan juga merefleksikan
lima tingkat praktik Benner (1984),
pemula , pemula lanjut, kompeten, cakap,
dan ahli. Namun, Brady dkk (2001 dalam
Marquis, 2010), menyatakan bahwa 21
Pew Health Profesional Commision
Competencies dapat berfungsi sebagai alat
yang dapat bermanfaat bagi perawat dan
pimpinan sistem kesehatan saat mereka
praktik keperawatan saat ini terhadap
tuntutan dan kenyataan di lingkungan
perawatan kesehatan saat ini dan yang
terus berkembang. Kerangka kerja ini
akan menawarkan pendekatan untuk
membuat rasionalisasi pendidikan dan
praktik keperawatan, dengan potensi
untuk memperbaiki kualitas asuhan dan
mengurangi pemisahan, biaya, dan
kebingungan masyarakat mengenai
persiapan pendidikan dan jangkauan
praktik perawat1.
Alasan adanya praktik tersendiri
adalah mencocokkan kebutuhan pasien
dengan kompetensi keperawatan;
memfasilitasi pemakaian sumber daya
keperawatan yang efektif dan efisien;
memberikan kompetensi yang setara
berdasarkan pendidikan, prodktivitas, dan
keahlian; meningkatkankan kualitas
perawat; membangun loyalitas; dan
meningkatkan status profesi keperawatan6
Praktik keperawatan tersendiri
masih terlalu baru untuk menentukan
apakah telah memenuhi tujuan yang
dimaksudkan, tetapi setelah tinjauan
literatur yang luas dan berbagai studi
keperawatan, Baker dan Rekan (1997)
dalam Marquis, (2013), menemukan
bahwa tidak ada kerangka kerja yang
terpadu dalam praktik keperaeatan
tersendiri untuk memunculkan
pertanyaan atau memandu pengambilan
keputusan. Keefektifan konsep
diharapkan akan secara menyelurh
ditunjukkan sebelum tersebar luas dan
jika terbukti efektif akan
diimplementasikan dengan benar- benar
sehingga adaptasinya akan berhasil 6.
D. Macam-Macam Model Asuhan Keperawatan Profesional
1. Metode Fungsional
Menurut Hidayah, (2013),
Model pemberian Asuhan
Keperawatan ini, berorientasi pada
penyelesaian tugas dan prosedur
keperawatan. Perawat ditugaskan
untuk melakukan tugas tertentu
untuk dilaksanakan kepada semua
pasien yang dirawat disemua
ruangan. Model ini digambarkan
sebagai keperawatan yang
berorientasi pada tugas dimana
fungsi keperawatan tertentu
ditugaskan kepada setiap anggota
staf. Setiap staf perawat hanya
melakukan 1-2 jenis intervensi
keperawatan pada semua pasien di
bangsal. Misalnya seorang perawat
yang bertanggung jawab untuk
pemberian obat-obatan, seorang lain
untuk tindakan perawatan luka,
seorang lagi mengatur pemberian
intravena, seorang lagi ditugaskan
pada penerimaan dan pemulangan
dan tidak ada perawar yang
bertanggung jawab pada seorang
Seorang perawat bertanggung
jawab kepada manajer perawat.
Perawat senior menyibukkan diri
dengan fungsi manajerial, sedangkan
perawat pelaksanan pada tindakan
keperawatan. Penugasan yang
dilakukan pada model ini didasarkan
kriteria kemampuan masing- masing
perawat. Kepala ruangan terlebih
dahulu mengidentifikasi tingkat
kesulitan tindakan, selanjutnya
ditetapkan perawat yang akan
bertanggung jawab mengerjakan
tindakan yang dimaksud. Model
fungsional inimerupakan metode
praktik keperawatan yang paling tua
yang dilaksanakan oleh perawat yang
berkembang pada perang dunia
kedua.
Menurut Nursalam (2011)
beberapa kelebihan dan kelemahan
metode fungsional sebagai berikut: 1. Keuntungan metode fungsional
a. Manajemen klasik yang
menekankan efisiensi,
pembagian tugas yang jelas,
dan pengawasan yang baik b. Sangat baik untuk rumah
sakit yang kekurangan
tenaga
c. Perawat senior diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan
kepada perawat junior
dan/atau belum
berpengalaman
d.Kekurangan tenaga ahli
dapat diganti dengan tenaga
yang kurang berpengalaman
untuk satu tugas yang
sederhana.
e. Memudahkan kepala ruangan
untuk mengawasi staff atau
peserta didik yang praktek
untuk ketrampilan tertentu. 2. Kelemahan metode fungsional
a. Tidak memberikan kepuasan
pada pasien maupun
perawat
b. Pelayanan keperawatan
terpisah pisah, tidak dapat
menerapkan proses
keperawatan
c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang
berkaitan dengan
keterampilan saja.
d. Kebutuhan pasien secara
individu sering terabaikan.
e. Pelayanan pasien secara
individu sering terabaikan f. Pelayanan terputus-putus g. Kepuasan kerja keseluruhan
sulit dicapai 2. Metode Tim
Menurut Hidayah (2013),
metode Tim adalah pengorganisasian
menggunakan tim yang terdiri atas
kelompok klien dan perawat.
Kelompok ini dipimpin oleh perawat
berijazah dan berpengalaman kerja
serta memiliki pengetahuan
dibidangnya(registered nurse). Pembagian
tugas oleh ketua tim. Selain itu ketua
tim bertugas memberikan arahan dan
menerima laporan kemajuan layanan
keperawatan klien serta membantu
anggota tim dalam menyelesaikan
tugas apabila menjalani kesulitan dan
selanjutnya ketua tim melaporkan pada
kepala ruangan tentang kemajuan
pelayanan.
Keperawatan Tim berkembang
pada awal tahun 1950-an, saat berbagai
pimpinan keperawatan memutuskan
bahwa pendekatan tim dapat
menyatukan perbedaan kategori
perawat pelaksana dan sebagai upaya
untuk menurunkan masalah yang
timbul akibat metode fungsional. Pada
model Tim, perawat bekerjasama
memberikan asuhan keperawatan
untuk sekelompok pasien di bawah
arahan/ pimpinan seorang perawat
profesional.
Menurut Sayuni (2012), dalam
penelitian Tesisnya, tentang Pengaruh
Kompetensi Dan Kerja Tim Terhadap
Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Meutia Lhokseumawe,
menyatakan bahwa kompetensi dan
kerja tim berpengaruh terhadap kinerja
perawat pelaksana. Variabel yang
paling berpengaruh terhadap kinerja
perawat pelaksana adalah variabel
kompetensi. Sehingga untuk
meningkatkan kompetensi perawat
dengan menyelenggarakan pelatihan
keperawatan serta meningkatkan kerja
tim antar perawat pelaksana dengan
menugaskan kepala ruangan
melakukan bimbingan teknis secara
rutin.
Dibawah pimpinan perawat
profesional, kelompok perawat akan
dapat bekerjasama untuk memenui
sebagai perawat profesional.
Penugasan terhadap pasien dibuat ole
tim yang terdiri dari ketua tim dan
anggota tim. Modeltim didasarkan
darin keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi
dalam merencanakan dan memberikan
asuhan keperawatan.
Menurut Nursalam (2011)
beberapa kelebihan dan kelemahan
Metode Tim sebagai berikut: 1. Kelebihan Metode Tim
a. Memungkinkan pelayanan
keperawatan yang menyeluruh b. Mendukung pelaksanaan
proses keperawatan
mudah di atasi dan
memberikan kepuasaan pada
anggota tim
d. Saling memberi pengalaman antar sesama tim
e. Pasien dilayani secara komfrehesif.
f. Terciptanya kaderisasi
kepemimpinan
g. Tercipta kerja sama yang baik h. Memberi kepuasan anggota
tim dalam hubungan
interpersonal
i. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang
berbeda-beda dengan aman dan
efektif.
2. Kelemahan Metode Tim
a. Tim yang satu tidak mengetahui
mengenai pasien yang bukan
menjadi tanggung jawabnya b. Rapat tim memerlukan waktu
sehingga pada situasi sibuk
rapat tim ditiadakan atau
terburu-buru sehingga dapat
mengakibatkan kimunikasi dan
koordinasi antar anggota tim
terganggu sehingga kelancaran
tugas terhambat
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman
selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim
yang mampu atau ketua tim.
Menurut Hidayah (2013), tanggung
jawab ketua Tim dan anggota Tim,
sebagai berikut:
1. Tanggung jawab ketua Tim
a. Mengatur jadwal dinas Timnya
yang dikordinasikan dengan
kepala ruangan.
b. Membuat perencanaan
berdasarkan tugas dan
kewenangannya yang
didelegasikan oleh kepala
ruangan.
c. Melakukan asuhan keperawatan
bersama anggota Timnya. d. Mengkordinasikan rencana
keperawatan dengan tindakan
medik.
e. Membuat penugsan kepada
setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melalui
konfrence.
f. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses
maupun maupun hasil yang
diharapkan serta
mendokumentasikannya.
g. Memberikan pengarahan kepada
perawat pelaksana asuhan
keperawatan.
h. Menyelenggarakan konfrensi. i. Melakukan kolaborasi dengan
tim kesehatan lainnya dalam
pelaksanaan asuhan
j. Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi
tanggung jawab
timnya.melakukan perbaikan
pemberian asuhan keperawatan. 2. Tanggung jawab anggota Tim
a. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan. b. Melakukan dokumentasi dan
berpartisipasi memberikan
masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan.
c. Menghargai bantuan dan
bimbingan dari ketua tim. d. Melaporkan perkembngan
kondisi pasien kepada ketua tim. e. Memberikan laporan.
3. Metode Primer
Menurut Hidayah (2013),
model primer dikembangkan pada
awal tahun 1970-an, menggunakan
beberap konsep dan perawatan total
pasien. Keperawatan primer
merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan dimana perawat
primer bertanggung jawab selama 24
jam. Terhadap perencanaan
pelaksanaan pengevaluasian satu atau
beberapa klien sejak klien masuk
sampai dinyatakan pulang. Selama jam
kerja perawat primer memberikan
perawatan langsung secara total untuk
klien. Ketika perawat primer tidak
sedang bertugas perawatan
didelegasikan kepada perawat asisiet
yang mengikuti rencana keperawatan
yang telah disusun oleh perawat
primer.
Pada model ini, perawat,
keluarga, serta staf medis akan
mengetahui bahwa pasien tertentu
merupakan tanggung jawab perawat
primer tertentu. Setiap perawat primer
mempunyai 4-6 pasien. Seorang
perawat primer mempunyai
kewenangan untuk melakukan rujukan
kepada pekerja sosial, kontak dengan
lembaga sosial masyarakat membuat
jadwal perjanjian klinik, mengadakan
kunjungan rumah dll. Dengan
demikian di tuntut akuntabilitas yang
tinggi terhadap hasil pelayanan yang
diberikan.
Tanggung jawab mencakup
periode 24 jam dengan perawat kolega
yang memberikan asuhan keperawatan
bila perawat primer tidak ada. Perawat
yang diberikan, direncanakna dan
ditentukan secara total oleh perawat
primer. Metode keperawatan primer
mendorong praktik kemandirian
perawat yang ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus menerus
antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan, dan koordinasi asuhan
Dalam menetapkan seorang
menjadi perawat primer perlu
berhati-hati karena memerlukan beberapa
kriteria, diantaranya dalam
menetapkan kemampuan asertif, self
direction, dilakukan perawat dengan
dokter ssedangkan interdisiplinary
adalah ronde yang dilakukan oleh
berbagai tim kesehatan.
Menurut Nursalam (2011)
beberapa kelebihan dan kelemahan
Metode Primer sebagai berikut:
1. Kelebihan Metode Primer
a. Bersifat kontunuitas dan komprehensif
b.Perawat primer mendapatkan
akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan memungkinkan
pengembangan diri
c. Mendorong kemandirian perawat d.Ada keterikatan pasien dan
perawat selama dirawat
e. Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
f. Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan
keperawatan.
2. Kekurangan Metode Primer
a. Hanya dapat di lakukan oleh
perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan
yang memadai dengan kriteria
asertif, self direction,
kemampuan mengambil
keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, akuntabel,
serta mampu berkolaborasi
dengan berbagai disiplin ilmu
b. Perlu kualitas dan kuantitas
tenaga perawat
c. Hanya dapat dilakukan oleh
perawat profesional
d. Biaya relatif lebih tinggi
dibandingkan metode lain. 4. Metode Modifikasi
Menurt Hidayah (2013), metode
modifikasi adalah penggunaan metode
asuhan keperawatan dengan modifikasi
antara tim dan primer. Menurut
Sudarsono (2000) dalam Hidayah (2013),
MPKP dikembangkan beberapa jenis
sesuai dengan kondisisumber daya
manusia yang ada , antara lain:
1. Model praktik keperawatan
profesional III
Melalui pengembangan MPKP III
dapat diberikan asuhan keperawatan
profesioanal tingkat III. Pada
ketenagaan terdapat tenaga perawat
dengan kemampuan Doktor dalam
keperawatan klinik yang berfungsi
untk melakukan riset dalam
memberikan asuhan keperawatan.
2. Model praktik keperawatan
profesional II
Pada model ini akan mampu
meberikan asuhan keperawatan
ketenagaan terdapat tenaga perawat
dengan kemampuan spesialis
keperawatan yang spesifik untuk
cabang ilmu tertentu. Perawat
spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang
asuahan keperawatan kepada perawat
primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan
memanfaatkan hasil riset dalam
melakukan asuhan keperawatan.
Jumlah perawat spesialis
direncanakan 1 orang untuk 10
perawat primer pada area
spesialisnya.
3. Model praktek keperawatan I
Pada model ini perawat
mampu memberikan asuhan
keperawatan profesional tingkat I
dan untuk itu diperlukan 3
komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode dan
dokumentasi keperawatan. Pada
model ini adalah kombinasi metode
keperawatan primer dan metode tim
sehingga disebut tim primer.
4. Model praktik keperawatan
profesional pemula
MPKP pemula merupakan
tahap awal untuk menuju model
praktik keperawatan profesional.
Model ini mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional
tingkat pemula. Pada model ini
terdapat 3 komponen utama, yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode
pemberian asuhan keperaawatan dan
dokumentasi keperawatan.
Menurut sudarsono (2000) dalam
Hidayah (2013), bahwa penetapan
sistem MPKP ini didasarkan pada
beberapa alasan, yaitu:
1. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai
latar belakang pendidikan s1
keperawata atau setara.
2. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni karena tanggung
jawab auhan keperawatan pasien
terfragmentasi padatim.
3. Melalui kombinasi kedua model
ini diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitasnya
terletak pada perawat primer. 5. Metode Kasus
Menurut Hidayah (2013)
metode kasus adalah metode dimana
perawat bertanggung jawav terhadap
pasien tertentu yang didasarkan rasio
1 perawat untuk 1 pasien dengan
pemberian perawatan konstan untuk
diterapkan untuk perawatan khusus
seperti isolasi, intensive care, perawat
kesehatan komunitas.
Metode ini berkembang
kira-kira pada tahun 1990-an yang dipicu
pembiayaan yang makin tinggi.
Manajemen kasus merupakan sistem
pemberian asuhan kesehatan secara
multididipliner untuk memanfaatkan
berbagai anggota tim kesehatan dan
sumber yang ada sehingga dapat
dicapai hasil akhir asuhan kesehatan
yan optimal.
Konsep manajemen kasus
meliputi penentuan tentang jenis
perawatanyangdiperlukan, kapan dan
oleh siapa sehingga hasil pasien dapat
dicapai dengan pemanfaatan waktu
dan sumber daya lain secara paling
efektif. Menggunakan jalur kritis
sebagai pemandu, manajer kasus
mengkordinasi pelayanan dari tim
multdisipliner yang biasa atau yang
tidak biasa sendiri memberikan
perawatan pasien secara langsung.
Dampak dari model ini diunit gawat
darurat sungguh nyata, literatur
berdasarkan survey menghasilakan
penurunan yang daramatis dari lama
rawat inap, pengurangan pemakaian
sumber daya, dan peningkatan
kualitas perawatan.”perawatan
memberikan kontribusi utama dalam
hasil klinis melalui campur tangan
langsung berdasarkan atas proses
penularan diagnostik, dan dengan
membuat sistem bekerja bagi para
dokter dan pasien. Karena akses
perawatan24 jam, perawatan
mengalokasikan berbagai sumber
daya rumah sakit4.
Manajemen kasus diterapkan
untuk masalah yang bersifat ekspresional pada sistem “peta asuhan”, “alur kritis” dan “alur
klinis” adalah istilah-istilah untuk
perencanaan manajemen kasusyang
lebih detail. Sebuah tim
multidisipliner mengidentifikasikan
pola praktek yang lazim dan asuhan
yang biasa diberikan. Tujuan utama
manajemen kasus adalah
menurunkan lamanya hari perawatan
agar anggaran rumah sakit dapat
bersaing dengan rumah sakit atau
untuk mempertahankan biaya asuhan
dan penggantian biaya jika
manajemen kasus diterapkan.
Metode manajemen kasus
meliputi beberapa elemen utama berikut: 1. Pendekatan berfokus pada
klien.fokus layanan adalah
kebutuhan klien, bukan
kebutuhan institusi atau profesi.
2. Koordinasi asuhan dan layanan
antar institusi, kebutuhan klien
dipenuhi oleh berbagai institusi
atau bagian. Peran manajer kasus
adalah untuk mengkordinasi antar
bagian dari institusi.
3. Berorientasi pada hasil fokus pada
metode ini adalah bagaimana agar
dicapai selangkah demi selangkah,
selalu memantau hasil yang
ditetapkan apakah sudah tercapai
dan melakukan evaluasi secara
terus menerus. Pada metode ini
terdapat mengidentifikasi dan
mengatasi hambatan yang dialami
dalam memberikan asuhan
keperawatan.
4. Efesiensi sumber karena tingginya koordinasi dan perhatian untuk
mencapai hasil yang ditetapkan,
terdapat komitmen yang tinggi
untuk mencegah hal yang tidak
diperlukan dan hal yang mungkin
menghambat pencapaian hasil.
Terdapat komitmen yang tinggi
untuk mencapai hasil dengan
biaya atau sumber yang efisien. 5. Kolaborasi atau adanya sikap
saling menghargai keterampilan
dan kemampuan berbagai anggota
profesi.
Pada manajemen kasus,
rencana asuhan kesehatan terdapat
clinical pathway,yakni rencana tertulis
yang mengidentifikasi masalah
utama. Kritis dan dapat diprediksi
yang dapat dilakukan pada klien
dalam upaya mencapai hasil yang
ditetapkan berdasarkan lama rawat.
Critical pathway atau clinical
pathway merupakan metode
pengkajian, perencanaan, dan
evaluasi efektifitas pembiayaan
asuhan klien. Clinical pathway
memberikan standarisasi asuhan
medik tertentu.dalam manajemen
kasus setiap perawat ditugaskan
untuk melayani seluruh kebutuhan
klien saat ia dinas. Pasien akan
dirawat oleh perawat yang berbeda
untuk setiap shift, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat
pada orang yang sama dihari
berikutnya.
Menurut Nursalam (2011)
beberapa kelebihan dan kelemahan
Metode kasus sebagai berikut: 1. Keuntungan metode kasus
a. Perawat lebih memahami
kasus per kasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih muda 2. Kelemahan metode kasus
a. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab b. Perlu tenaga yang cukup
banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama c. Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat
yang terbatas sehingga tidak
mampu memberikan asuhan
secara menyeluruh
sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan
3. Kesimpulan
Sistem Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) adalah suatu kerangka
kerja yang mendefiniskan keempat unsur
yakni: standar, proses keperawatan,
pendidikan keperawatan dan sistem MAKP.
Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP) adalah suatu sistem yang meliputi
struktur proses, dan nilai profesional yang
memungkinkan perawat profesional yang
mengatur pemberian asuhan keperawatan.
pemilihan metode pengelolaan asuhan
pesien berdasarkan secara objektif
menentukan metode terbaik untuk unit atau
departemen tertentu atau mencari studi
ilmiah yang memperlihatkan kerja sistem.
Praktik keperawatan tersendiri mengakui
bahwa pendedikan, keahlian klinis,
kompetensi, pengalaman serta keinginan
untuk mengemban peran yang lebih lanjut
adalah yang membedakan perawat terdaftar.
MAKP meliputi 5 Model yaitu: Model
Fungsional, Model Tim, Model Kasus,
Model Primer dan Model Modifikasi.
Daftar Pustaka
1. Didimus, Indriyani, S. .2013.Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina
Ybw-Umi Makassar. Makassar.
Universitas Hasanuddin
2. Edi Warsito, Bambang dan Atik Mawarni . 2009. Pengaruh persepsi perawat
pelaksana tentang fungsi manajerial kepala
ruang terhadap pelaksanaan manajemen
asuhan keperawatan di ruang rawat inap rsjd
dr. Amino gondohutomo semarang.
Departemen Keperawatan Jiwa &
Komunitas, PSIK FK ; UNDIP.
3. Hafizurrachman, Laksono Trisnantoro dan Adang Bachtiar. 2012.Kebijakan
Keperawatan Berbasis Kinerja Di Rsu
Tangerang. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan 15(1): 12-19.
4. Hidayah, Nur. 2013. Manajemen Ruang
Rawat Inap. Makassar, Alauddin Press.
5. Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan:
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika.
6. Marquis, Bessie L, dan Carol J. Huston.
2010. Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Jakarta: EGC.
7. Mulyono, Hadi, dkk. 2013. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Perawat Di
Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
8. Nault, Debra S. MSN, RN, CNM dan
Ann Kettering Sincox. 2014.The Ongoing
Relationship Between Nurses and Legislators.
9. Satrianegara, M. Fais. Organisasi dan Fungsi Manajemen Kesehatan. Jakarta:
Salemba Mediika, 2009.
10. Sayuni, Muhammad. 2012. Pengaruh Kompetensi Dan Kerja Tim Terhadap Kinerja
Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Lhokseumawe. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
11. Wahyuni, Sri. 2009. Analisis kompetensi kepala ruang dalam pelaksanaan standar
manajemen pelayanan keperawatan dan
pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam
mengimplementasikan model praktik
keperawatan profesional di instalasi rawat
inap RSUD banjarnegara. Semarang: