• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuasaan Ekonomi Global dan Dampak Kemi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kekuasaan Ekonomi Global dan Dampak Kemi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEKUASAAN EKONOMI GLOBAL DAN DAMPAK KEMISKINAN

Didin Sabarudin

ABSTRACT

In this globalization era of free-market is a necessity. Therefore the global economy will strongly influenced the development of a nation. A tangible impact is increasing poverty. In a qualitative and, according to the political economist then, we know what the impact of the global economy is in a state of extreme poverty, in this country.

Keywords: global economy, poverty, political economy

1. Pendahuluan

Walaupun hatiku agak kekiri-kirian, aku tahu bahwa satu-satunya sistem ekonomi yang berfungsi adalah ekonomi pasar. Ini adalah ekonomi alami yang masuk akal, yang menuju kemakmuran, karena ia satu-satunya yang mencerminkan fitrah kehidupan itu sendiri. Esensi kehidupan adalah bhineka, tak terbatas dan misterius, karena itu tidak dapat dibatasi atau direncanakan secara sepenuhnya dan dengan segala keberagamannya oleh suatu intelegensi terpusat manapun.

Vaclav Havel (1992:62)

Pernyataan Havel di atas merupakan ungkapan menarik yang menjelaskan bagaimana interaksi manusia individu dan kolektif bangsa dalam melakukan pertukaran kepentingan melalui mekanisme transaksi barang dan jasa. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pertukaran ini menjadi rumit melintasi batas negara mempengaruhi sistem politik yang ada, dimana agenda sistem ekonomi klasik didominasi oleh paradigma pertumbuhan, distribusi dan nilai teori buruh. Bagaimana politik berdampak pada ekonomi? Pertanyaan ini mungkin sudah muncul selama manusia berkepentingan terhadap ekonomi itu sendiri. Mulai dari ekonom Neo-klasik Adam Smith (1976;457) sampai setidaknya John Stuart Mill dalam Principles of Political Economy (1848), kenyataannya merujuk kepada ekonomi politik.

Terminologi ini merefleksikan realitas ekonomi tidak terpisah dari politik. Hal ini lebih dari sekedar klasifikasi administratif disiplin ilmu, tetapi muncul dari pandangan luas bahwa politik adalah krusial menentukan keluaran ekonomi. Sebagai disiplin ilmu, ekonomi melihat kekuatan politik sebagai sebuah ketentuan yang sangat mempengaruhi. Pada dasarnya ekonomi politik merupakan interaksi dan keterkaitan antara tiga konsep dasar peran negara, pasar dan masyarakat di dalam dua mazhab yang saling berhadapan; kapitalisme dan sosialisme dengan logikanya masing-masing; 1. Logika Negara: menangkap dan mengontrol proses pertumbuhan ekonomi dan

akumulasi kapital.

2. Logika Pasar: menentukan alokasi aktivitas ekonomi yang paling produktif dan menguntungkan.

(2)

2 2. Metodologi

Globalisasi dipicu oleh perdagangan luar negeri yang dimasukkan ke dalam kerangka umum teori ekonomi makro, sehingga banyak Negara terdorong untuk lebih membuka pasarnya terhadap perekonomian internasional yang memberikan hubungan timbal balik dan saling memperkuat antara faktor pengganda (multiplier) dengan akselerator.

Karena adanya multiplier ini, maka, permintaan efektif masyarakat akan dipengaruhi oleh autonomous investment (investasi yang besarnya dipengaruhi oleh perekonomian itu sendiri) dengan dampak terhadap perekonomian menjadi berlipat ganda. Besarnya angka pengganda sangat ditentukan oleh kecenderungan mengonsumsi (propensity to consume) masyarakat seperti diungkapkan oleh Samuelson (1995), “the utility possibility frontier with international trade lies outside the utility possibility frontier with autarky, provided the aggregate quantities of goods available in both situations can be distributed among the country’s consumers by the government”, dimana semakin besar mengkonsumsi, maka semakin besar angka pengganda, sehingga makin besar pula dampak investasi terhadap perekonomian.

Dampak investasi terhadap perekonomian menjadi jauh lebih besar karena adanya akselerator, yaitu perubahan dalam pendapatan nasional akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam jumlah investasi, baik yang dilakukan oleh Negara, maupun pihak swasta. Perubahan dalam investasi menyebabkan bertambahnya pendapatan nasional melalui proses akselerasi yang bersifat kumulatif. Interaksi antara multiplier dan pengganda berdampak pada pendapatan nasional menjadi semakin berlipat ganda.

Penelitian ini merupakan desk study (studi kepustakaan) dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur, catatan, dan laporan yang terkait dengan masalah yang diteliti (Nazir, 2003), dalam hal ini adalah globalisasi ekonomi, sehingga peneliti berhadapan langsung dengan teks atau data, serta angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau eye witness (saksi mata) berupa kejadian, orang, atau benda lainnya. Alat analisis yang digunakan dalam pendekatan dengan studi kepustakaan ini adalah analisis historis, yaitu melakukan analisis kejadian-kejadian di massa yang lalu untuk mengetahui mengapa dan bagaimana globalisasi ekonomi terjadi.

Kerangka Pemikiran

Investasi (multiflier

dan akselerator)

Dampak Ekonomi Global

dan Kemiskinan

Sudut Pandang dan

Tingkatan Globalisasi

(3)

3 3. Hasil Pembahasan

3.1. Sudut Pandang dan Tingkatan Globalisasi 3.1.1 Sudut Pandang Globalisasi

Held (1999) membagi pendapat para pakar dalam memandang dan menyikapi globalisasi dalam tiga kelompok; kelompok hiperglobalis, skeptis dan transformationalis. Bagi kelompok hiperglobalis, pengertian globalisasi adalah sejarah baru kehidupan manusia dimana negara tradisional telah menjadi tidak relevan lagi. Kelompok ini percaya globalisasi ekonomi membawa gejala denasionalisasi ekonomi melalui pendirian jaringan produksi trasnasional (transnasional networks), perdagangan dan keuangan. Dalam dunia borderless, peran pemerintah tidak lebih transmission belts bagi kapital global. Kelompok ini percaya globalisasi ekonomi tengah membangun bentuk baru organisasi sosial yang sedang atau akhirnya akan menggantikan negara bangsa (nation states) sebagai lembaga ekonomi utama dan unit politik masyarakat dunia.

Kenichi Ohmae, pendukung hiperglobalis dalam The End of Nation State (1995) yang sering dijadikan manifesto hiperglobalis berargumen setidaknya ada empat faktor yang membuat peran negara bangsa di era dunia tanpa batas negara (a world without borders) makin menipis. Faktor itu disebut empat I (investment, industry, information technology dan individual). I pertama adalah pasar modal di negara maju dibanjiri uang tunai untuk investasi karena peluang investasi tidak selalu ada, maka pasar modal mengembangkan berbagai mekanisme untuk mentransfer dana keuangan melintasi batas nasional. Dengan kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan aliran dana ini menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Namun investasi ini juga menimbulkan dampak buruk bagi negara bangsa yang struktur ekonomi dan keuangannya rapuh. Kasus Asia Timur, dan Asia Tenggara adalah contoh yang jelas akibat globalisasi keuangan ini.

I ke-dua adalah industri yang mempunyai orientasi global dibanding sepuluh tahun lalu. Strategi perusahaan TNC dan MNC tidak lagi dikendalikan oleh alasan negara namun lebih pada keinginan dan kebutuhan melayani dan mencari sumber ekonomi di seluruh dunia. Pergerakan investasi dan industri ke seluruh dunia tidak lepas berkat kemajuan I ketiga yaitu information technology. Juga ditambah dengan makin murahnya transportasi menyebabkan perusahaan transnasional dan aliran modal global makin gampang bergerak ke seluruh dunia. Teknologi informasi pulalah yang menyebabkan integrasi, interdependensi dan interlink semua aspek kehidupan, baik itu budaya, ekonomi dan politik, sehingga tercipta globalisasi budaya, globalisasi ekonomi dan globalisasi politik.

Individual sebagai I ke-empat menunjukkan individu di seluruh dunia makin berorientasi global. Teknologi informasi memungkinkan individu melihat, membeli dan berperilaku seperti dilakukan di belahan dunia lain, terutama terlihat pada gaya hidup yang banyak meniru perilaku di negara maju. Konsumen makin menginginkan produk berkualitas, murah tanpa menghiraukan darimana produk tersebut berasal. Fenomena ini dikenal sebagai international demonstration effect.

Dengan pandangan seperti itu, masyarakat, oleh penganjur globalisasi dan neoliberalisme, harus bersikap menerimanya, seperti anjuran mereka:

(4)

4 Berlawanan dengan yang pertama, kelompok kedua sebagai kelompok skeptis terhadap globalisasi. Hirst dan Thompson (2001;78) menyatakan pendukung kelompok skeptis menyerang hiperglobalis yang menganggap remeh peran kekuasaan pemerintahan nasional dalam mengatur kegiatan ekonomi internasional. Bahkan Hirst dan Thompson menganggap globalisasi mitos belaka. Kelompok ini berpendapat kekuatan global sangat tergantung pada kekuasaan mengatur pemerintahan nasional untuk menjamin liberalisasi ekonomi. Mereka mengatakan sebenarnya proses globalisasi hanya berlangsung di Jepang, AS dan Eropa. Sedangkan kekuatan regionalisme menjadi satu ciri yang menunjukkan peran negara bangsa.

Kelompok ketiga terletak di antara hiperglobalis dan skeptis yang dikenal dengan transformasionalis. Kelompok ini berkeyakinan pada permulaan milineum baru bahwa globalisasi adalah kekuatan utama dibalik perubahan sosial, ekonomi dan politik yang menentukan kembali masyarakat modern dan tatanan dunia (world order). Kelompok ini meyakini proses globalisasi yang berlangsung secara historis belum pernah terjadi sebelumnya dimana perbedaan internasional dan domestik, hubungan internal dan eksternal tidak lagi menjadi jelas, meskipun diakui juga bahwa proses globalisasi mempunyai akar sejarah yang panjang.

Held (2000;67) sebagai kelompok transformatif menyatakan globalisasi masa lampau dengan sekarang berbeda jauh karena tiga hal yaitu: velocity, intensity dan extensity. Karenanya, globalisasi sekarang menimbulkan dampak dahsyat dibanding globalisasi sebelumnya. Namun bukan berarti telah melabrak segala sesuatunya hingga hilang, budaya lokal dan negara bangsa (nation state) tetap ada. Betapa kuatnya desakan para pendukung globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia bisa disimak pernyataan mantan Presiden AS, Bill Clinton sebagai berikut:

“Saat ini kita harus menerima logika tak terelakkan globalisasi. Bahwa segala hal, dari kekuatan perekonomian kita sampai keamanan kota-kota kita, hingga kesehatan rakyat kita, tidak hanya tergantung pada peristiwa-peristiwa di negeri kita, tetapi juga peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh di belahan dunia lain. Globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dibendung. Proteksionisme hanya akan membuat segala sesuatu kian memburuk. Globalisasi adalah elemen kehidupan kita yang tidak bisa dielakkan.

Tidak seperti kita mencegah ombak membentur pantai, Globalisasi tidak lagi bisa dihentikan. Argumen yang mendukung liberalisasi perdagangan da pasar terbuka sangat kuat dan dibuat oleh banyak orang diantara kita, dan kita tidak boleh takut untuk berhadapan dengan mereka yang tidak sependapat” (Steger, 2006: 92).

3.1.2 Tingkatan Globalisasi

Globalisasi terjadi pada berbagai tingkatan. Pertama, dengan mengacu gagasan Gilpin (2001;25) bahwa globalisasi terjadi pada tingkat material life, terciptanya struktur produksi global menentukan barang dan jasa apa yang dihasilkan oleh negara untuk kelangsungan dan kenikmatan hidup dengan beroritentasi ke pasar global. Kedua, globalisasi juga terjadi pada struktur keuangan, pembiayaan proses produksi lewat kegiatan investasi kian membutuhkan ruang yang bersifat global, sehingga teritoral state tidak lagi relevan dan memadai bagi strategi investasi. Salah satu indikator globalisasi keuangan adalah tingkat pertumbuhan yang jauh lebih cepat dari perdagangan uang asing setiap harinya dibanding dengan total ekspor dunia. Lairson dan Skidmore (2000) menunjukkan rasio pada tahun 1986 adalah 25:1, tahun 1995 rasionya 81:1 maka tahun 1999 menjadi 107 :1.

(5)

5 telah menjadi isu-isu global. Salah satu contoh merepotkan negara sedang berkembang dari penanganan HAM adalah prinsip humanitarian intervention yang dilakukan PBB atas nama dunia internasional, dimana terdapat pelanggaran HAM berskala besar yang selalu dikaitkan dengan embargo ekonomi. Sedangkan keputusan ini banyak dilakukan oleh negara besar di Dewan Keamanan PBB.

3.2 Lembaga Yang Berperan Dalam Globalisasi Ekonomi

Sejarah perdagangan bebas internasional menunjukkan bahwa perdagangan internasional merupakan perdagangan yang fokus dalam pengembangan pasar terbuka yang didasari liberalisasi perdagangan akan memberikan manfaat lebih besar. Setiawati dan Amier (2007;143) menyatakan bahwa terdapat lima manfaat dibukanya liberalisasi perdagangan. Pertama, akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi lebih kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, bukan bagaiman mengharapkan mendapat fasilitas dari pemerintah. Ketiga, arus perdangan dan investasi yang lebih bebas mempermudah proses alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Keempat, perdangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “benar”sehingga meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen meningkat karena terbuka pilihan-pilihan baru. Namun untuk dapat berjalan dengan lancar, suatu pasar yang kompetitif perlu dukungan perundang-undangan yang mengatur persaingan usaha yang sehat dan melarang praktek monopoli.

3.2.1 International Monetary Fund (IMF)

Salah satu lembaga sangat berpengaruh pada penciptaan sistem ekonomi pasar bebas dunia adalah IMF. Lembaga super tersebut muncul saat pertemuan di Bretton Woods, New Hampshire AS, Juli 1944. Di bidang moneter dibentuklah International Monetary Fund (IMF).dengan keyakinan perlu adanya tindakan kolektif di tingkat global agar tercipta stabilitas ekonomi dan beroperasi pada 1 Maret 1947, tugas utamanya mengatur sistem keuangan, nilai tukar internasional dan pemberi pinjaman terakhir (Lender of Last Resort) untuk pemerintah di berbagai penjuru dunia atas dasar kontribusi 182 negara anggota, dimana AS merupakan kontributor terbesar ± 18 % dari keseluruhan. IMF juga dituntut dapat mencegah depresi global lainnya dengan melakukan tekanan internasional pada negara yang tidak melalukan peran mereka untuk memelihara permintaan agregat global dengan membiarkan perekonomian mereka sendiri jatuh.

Perubahan peran dramatis IMF terjadi tahun 1980-an pada era Ronald Reagan dan Margareth Thatcher yang menyuarakan ideologi pasar bebas di AS dan Inggris. Hancock (2005;81) menyatakan bahwa IMF dan Bank Dunia menjadi lembaga misionaris baru, dimana ide-ide tersebut dipaksakan kepada negara-negara miskin yang sering membutuhkan pinjaman dan bantuan mereka. Lima puluh tahun setelah pendiriannya, terbukti IMF gagal menjalankan misinya. IMF belum melakukan apa yang seharusnya. Stiglitz (2002;19) memperkirakan hampir seratus negara mengalami krisis, lebih buruk lagi kebanyakan kebijakan yang didorong IMF, khususnya liberalisasi pasar modal yang prematur memberikan andil dalam memunculkan ketidakstabilan global.

3.2.2 World Bank

(6)

6 yang menangani masalah dalam pembangunan ekonomi, kemudian lebih dikenal World Bank.

Mulanya tujuan didirikan IBRD adalah untuk membiayai pembangunan kembali ekonomi Eropa setelah PD II, fungsi tersebut berkembang menjadi lebih luas tidak lagi terbatas pada upaya rekonstruksi akibat perang, tetapi juga pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur serta rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antar negara. Saat ini upaya Bank Dunia lebih fokus pada pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.

3.2.3 General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

GATT dibentuk tahun 1947 merupakan salah satu instrumen sistem ekonomi dunia yang bersandar pada kehendak kebebasan pasar dilakukan. Pada dasarnya tujuan pendirian GATT adalah menciptakan sistem perdagangan liberal dan terbuka sehingga dunia bisnis dari masing-masing negara anggota dapat bersaing secara adil (fair) dan tanpa distorsi dan menjadikan perdagangan bebas sebagai landasan perdagangan internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan kesejahteraan manusia. Melalui GATT, kemudian berubah menjadi WTO secara sistematis dan intensif mendesakkan agenda liberalisasi dan perdagangan bebas negara maju.

Menurut Aryaji (2007;1), pendirian WTO ini dimaksudkan antara lain untuk membangun sistem perdagangan multilateral yang terintegrasi, viable dan bertahan lama, dimana Indonesia sendiri telah meratifikasi Agreement Establishing WTO beserta ketentuan-ketentuannya melalui Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan tingkat tarif bea masuk dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan lainnya (non-tariff commercial measures) serta melakukan larangan restriksi kuantitatif (quantitative restriction), misalnya adalah penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan pembayaran produk-produk impor atau ekspor (Pratomo, 2007;28).

GATT mengharapkan tarif menjadi satu-satunya alat yang digunakan oleh negara-negara anggotanya dalam melindungi industri dalam negerinya dari persaingan dengan industri luar negeri karena beberapa alasan:

1. Tarif adalah mekanisme yang “kelihatan”, langsung mempengaruhi harga produk impor yang dipasarkan di pasar domestik;

2. Tarif tidak memerlukan anggaran dari negara, sehingga intervensi negara dalam perekonomian bisa diminimalisir, sebuah dogma kaum liberal, dan anggaran negara bisa disalurkan pada bidang lain yang lebih diperlukan.

3. Tarif juga diharapkan bisa menjadi alat yang digunakan oleh suatu negara ketika harus membalas praktek perdagangan tidak adil yang dilakukan oleh negara anggota lainnya, walaupun sebenarnya, tarif memberikan proteksi yang kecil. Hal ini bisa dipahami karena GATT bukan hanya berkeinginan menurunkan tingkat tarif tapi juga menghilangkannya dan mengurangi, sampai pada taraf tertentu..

Prinsip dasar perdagangan barang yang diatur dalam GATT adalah:

(7)

7 2. Binding of tariff. Setiap negara anggota diminta untuk menurunkan dan menghilangkan bentuk-bentuk proteksi bagi industri dalam negeri degan cara menurunkan tarif dan menghilangkan hambatan lainnya. Tarif yang telah diturunkan diwajibkan untuk terus diturunkan dan penurunan tarif tersebut harus didaftarkan pada GATT sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari GATT legal system. Penurunan tarif secara rata-rata pada awal berdirinya WTO, yaitu: Negara maju dari 6,3 % menjadi 3,8 %, Negara berkembang dari 15,3 % menjadi 12,3 % dan Negara transisi ekonomi dari 8,6 % menjadi 6 %

3. Most Favoured Nation (MFN) Treatment. Dasar dari pelaksanaan prinsip non diskriminasi ini menghendaki penentuan tarif dan persyaratan perdagangan lainnya harus diterapkan tanpa diskriminasi pada setiap negara anggota.

4. National Treatment Rule. Setiap negara anggota tidak dibenarkan mengenakan pajak lebih tinggi terhadap produk impor dibandingkan dengan pajak untuk produk domestik.

Faktanya, prinsip GATT justru banyak dilanggar sendiri oleh negara maju dan korbannya adalah negara sedang berkembang. Terlihat bahwa GATT dibuat untuk kepentingan negara maju dengan julukan “The Richman’s Club”, maka untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat praktek GATT tersebut dilakukan perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang menghasilkan lembaga baru bernama WTO, dimana prinsip kerjanya sama dengan GATT, namun memiliki kewenangan lebih besar dan keputusannya bersifat mengikat negara anggotanya.

3.3 Dampak Ekonomi Global dan Kemiskinan

Banyak penjelasan ditawarkan untuk menggambarkan perbedaan besar antara Eropa Barat dan China selama periode 1200 sampai 1900. Kepemimpinan China ketakutan akan pengaruh asing, menutup masyarakatnya untuk melakukan perdagangan dengan orang luar. Tetapi ada faktor lainnya yang bekerja melawan kemunculan kapitalisme di China. Menurut Max Weber dalam Boettke and Storr (2002;161-191) seringkali mengasosiakannya dengan penjelasan akibat tunggal pertumbuhan kapitalisme di Eropa Barat sebagai Protestant Work Ethic yang mengkonstruksikan penjelasan keajaiban Eropa lebih rumit darpada ini, dimana hukum, politik dan geografi bercampur dengan kebudayaan dan kebijakan ekonomi untuk memberikan jawabannya.

Akhir abad ke-19 lansekap pembangunan terbagi menjadi dunia kapitalis sudah berkembang dan dunia non-kapitalis belum berkembang. Sistem sosialis yang menjadi suplemen kapitalisme dan bergerak dari peselisihan intelektual, gerakan revolusioner, aktualisasi kekuasaan pemerintahan, pertentangan lama di antara negara menjadi hilang. Sukses revolusi Bolshevik dalam rasionalisasi ekonomi Rusia (elektrisasi, kolektivisasi dan industrialisasi) tahun 1920 dan 1930 ketika Dunia Barat sedang mengalami penderitaan depresi besar memberikan justifikasi tambahan perselisihan baru. Lloyd (2001;187) menggambarkan dunia sekarang terbagi ke dalam dunia kapitalis berkembang, dunia sosialis marxis berkembang dan dunia belum berkembang.

Ekonomi pasar dalam pengertian perdagangan individu barang dan jasa berada di mana-mana tidak hadir dalam ruang hampa, ia dikelilingi sekumpulan institusi yang lebih luas. Perbedaan besar dalam penampilan ekonomi seharusnya dijelaskan dalam istilah lingkungan institusi yang berbeda, seperti permasalahan yang dikemukakan Olson (1996;3-24):

(8)

8 require impartial third-party enforcement. They do not have the institutions that make property rights secure over the long-run, so they lose most of the gains from capital intensive production. Production and trade in these societies is further handicapped by misguided economic policies and by private and public predation. The intricate social cooperation that emerges when there is a sophisticated array of markets requires far better institutions and economic policies than most countries have”.

Menurut Cable (1999:1), perekonomian dunia mengalami perubahan mendasar atau struktural sejak dasawarsa 70 hingga 2000-an yang mempunyai perubahan dan kecenderungan jangka panjang dengan mengusulkan istilah yang pertama kali dipakai The Economist 40 tahun lalu, kemudian dikenal dengan istilah globalisasi.

Gejala globalisasi terjadi pada kegiatan finansial, produksi, investasi perdagangan yang kelak berpengaruh pada hubungan antar bangsa dan hubungan antar individu dalam segala aspek kehidupan. Garret dalam Held and McGrew (2000;302) menyatakan bahwa hubungan antar bangsa menjadi lebih saling tergantung, bahkan menjadikan ekonomi dunia menjadi satu, tidak ada lagi batas antar negara (borderless world) melalui tiga mekanisme, yaitu: tekanan perdagangan yang semakin kompetitif, multinasionalisasi produksi, dan integrasi pasar keuangan.

Umumnya negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan melakukan langkah penyesuaian, baik wilayah regional maupun individu negara yang cenderung mengarah pada proteksionisme dengan terbentuknya blok-blok perdagangan. Menurut Wolf (2005;116-126) bahwa globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar nasional, regional ataupun internasional yang disebabkan:

1. Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih, 2. Lalu lintas devisa yang makin bebas,

3. Ekonomi negara yang makin terbuka,

4. Penggunaan keunggulan komparatif dan kompetitif setiap negara, 5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi yang makin efisien,

6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (MNC) di hampir seluruh penjuru dunia.

Sedangkan pendorong terjadinya pembangunan dan perubahan global (Moore, 2003;187) disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, produk nasional kotor (GNP) tumbuh meningkat dengan cepat, terutama di negara-negara maju. Kedua, revolusi dalam teknologi komunikasi. Dan ketiga, kekuatan-kekuatan yang mempermudah munculnya perusahaan besar berskala global.

Greider (1998;25) melontarkan tesisnya bahwa motor dibalik globalisme adalah kapitalisme global. Sesuai dengan wataknya yang rakus dan tidak pernah puas, mereka beramai-ramai menguras kekayaan dunia, masuk ke kantong mereka memanfaatkan teknologi komputer dan mengabaikan kesantunan hidup bersama. Memang kapitalisme global telah memberikan kenyamanan dan kemudahan, namun hanya dinikmati 10 % penduduk dunia. Sementara jurang antara kaya dan miskin (istilah baru, digital devide) semakin lebar, yaitu: 1) 2,8 Milyar manusia hidup dengan biaya kurang dari $ 2 per hari, 2) 1, 2 Milyar manusia hidup dengan biaya kurang dari $ 1 per hari, 3) 1, 2 Milyar manusia hidup tanpa akses air bersih dan 4) 3 Milyar manusia hidup tanpa akses pada kesehatan (Global Leader. Defense of Globalization – Free World Academy, 2005).

(9)

9 sebesarnya cukup menekan tombol komputer.

Buktiya adalah ± 25% sampai 33% output TNC ke dunia, 70% perdagangan dunia dan 80% investasi internasional. Kapitalis global ini terdiri atas spekulan uang yang jumlahnya tidak lebih dari 200.000 orang dan 53.000 MNC yang hanya memperkerjakan 6 juta orang di seluruh dunia. Institusi seperti IMF, World Bank, WTO telah secara langsung maupun tidak langsung membantu liberalisasi ekonomi ke seluruh dunia, dimana tahun 1970-an pasar dunia masih merupakan pasar tertutup.

Dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri primer, TNC akan mencari sumber daya alam, memproduksi dan memasarkan barang di tingkat dunia sejauh strategi dan peluang akan menguntungkannya. TNC tidak lagi berbasis di satu negara saja (seperti halnya MNC) akan tetapi melayani seluruh penjuru dunia. TNC juga tidak dapat dihambat dan dikendalikan oleh kebijakan negara manapun kecuali oleh kepentingannya sendiri dengan memaksimalkan laba, sehingga TNC memang merupakan wujud ekonomi global murni. Faktanya, 200 TNCs terbesar menguasai 25 % kekayaan dunia, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan 6000 TNCs yang menguasai sepertiga perdagangan dunia hanya mampu menyerap kurang dari 1 % tenaga kerja dunia.

Dampak selanjutnya adalah melemahnya posisi tawar politik dan ekonomi serikat buruh. Pasar global dan TNC cenderung disertai pasar tenaga kerja dunia yang terbuka pula. Namun operasi pasar tenaga kerja dunia bukan lalu lintas tenaga kerja dari satu negara ke negara lain, tetapi dalam bentuk arus modal bergerak memilih lokasi terbaik dari upah buruh dan pasokan tenaga kerja. Kecenderungan modal bergerak dengan bebas dari satu negara ke negara lain (footloose investment), sementara angkatan kerja tetap berada di negara masing-masing menguntungkan negara maju yang memiliki angkatan kerja paling siap, meskipun biaya overhead dan jaminan sosial tinggi dilihat dari kompetensi keterampilan dan motivasi kerja.

Tab (2006;293) menyatakan bahwa 20% penduduk terkaya dunia menerima 86% GDP dunia, 20% penduduk termiskin hanya menerima 1%, dan 60% penduduk menengah menerima 13%. 200 orang terkaya dunia mengalami peningkatan pendapatan dua kali lipat antara tahun 1994 – 1998 hingga satu triliun dolar. Tiga orang terkaya dunia memiliki nilai asset melebihi total nilai output 48 negara termiskin. Laporan Pembangunan Dunia PBB menyatakan untuk memberikan pelayanan kesehatan, nutrisi pokok, pendidikan dasar, sanitasi air, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana kepada seluruh penduduk dunia dibutuhkan biaya 40 miliar dolar. Laporan tersebut bila dikonpensasikan bahwa sumbangan tahunan 200 orang terkaya sebesar 1% dari kekayaannya (± 7 miliar dolar) akan bisa memberikan akses pendidikan dasar kepada seluruh penduduk dunia. Sumbangan 5% dari kekayaan mereka akan cukup membiayai semua pelayanan sosial dasar. Pajak Tobin (Tobin Tax) yang diterapkan pada semua transaksi keuangan internasional akan menggalang dana sebesar 45 miliar dolar per bulan dan bisa menyelesaikan seluruh persoalan.

4. Kesimpulan

Globalisasi merupakan buzzword (istilah paling populer) pada akhir abad 20, dimana manusia di dunia disatukan ke dalam masyarakat tunggal dan berfungsi secara bersama. Globalisasi sering digunakan untuk merujuk pada globalisasi ekonomi dengan pengintegrasian ekonomi nasional (negara) pada ekonomi internasional melalui perdagangan, investasi luar negeri langsung, aliran modal, migrasi dan percepatan teknologi. Proses ini biasanya dikenal dengan pengarahan oleh faktor ekonomi, teknologi, politik dan sosio-kultural. Istilah globalisasi juga merujuk pada diseminasi transnasional tentang gagasan, bahasa dan budaya populer.

(10)

10 berusaha meyakinkan negara di dunia bahwa liberalisasi dan globalisasi akan memicu pertumbuhan, tetapi kecenderungan yang terjadi menunjukkan bahwa pasar bebas membuat pasar domestik tidak efisien jika ada pihak yang melakukan monopoli. Masuknya produk asing justru mendesak dan mematikan produk dalam negeri, sehingga bukannya pertumbuhan yang timbul, tetapi justru penggangguran terutama di sektor industri dan pertanian meningkat.

Tujuan utama didirikannya lembaga IMF, Bank Dunia dan WTO, yakni untuk mengatasi kegagalan pasar dan mendorong peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja, kenyataannya ternyata berbeda, justru munculnya TNCs di negara-negara berkembang menimbulkan pengangguran karena biasanya bisnis yang dijalankannya bersifat capital intensive dan high technology. Berbagai lembaga, dari lembaga sukarela internasional hingga perusahaan TNC menikmati kekuasaan yang begitu besar, sementara wibawa pemerintah nasional makin turun. Lembaga-lembaga ini dengan menggunakan pasar global dan media global memperoleh legitimasi dari konsumen dan warga lintas batas.

(Dimuat dalam POLITIK, Jurnal Kajian Politik, dan Masalah Pembangunan, Vol 7 N0.14. 2011)

DAFTAR PUSTAKA

Aryaji, Susanti. 2007. Latar Belakang Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Barber, Benjamin R. 2002. Jihad vs McWorld: Fundamentalisme, Anarkisme Barat dan Benturan Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Promothea.

Baylis, John and Steve Smith. 2005. The Globalization of World Politics. New York: Oxford University Press. Third Edition,

Boettke and Storr. 2002. “Post Classical Political Economy”, American Journal of Economics & Sociology, 61(1).

Cable, Vincent. 1999. Globalization and Global Governance. London: Royal Institute of Int. Affairs.

Garrett, Geoffrey. 2000. “Global Markets and National Politics”. Dalam David Held and Anthony McGrew (eds). 2000. The Global Transformation: A Reader. Cambridge: Polity Press.

Gilpin, Gilpin. 2001. Global Political Economy: Understanding International Economic Order. Princeton: Princeton University Press.

Graham Hancock. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kenikmatan. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas,

Greider, William. 1998. One World, Ready or Not. The Manic Logic of Global Capitalism. New York: Touchstone.

Hancock, Graham. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kenikmatan. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Havel, Vaclav. 1992. Summer Meditations. New York: Alfred A. Knopf.

Held, David dan Anthony McGrew. 2000. The Global Transformation: A Reader. Cambridge: Polity Press.

_____, Anthony McGrew, David Goldblatt and Jonathan Perraton. 1999. Global Transformations: Politics, Economics, and Culture. Cambridge: Polity Press. Hertz, Noorena. 2001. The Silent Takeover: Global Capitalism and the Death of

Democracy. London: William Heinemann.

(11)

11 http://encarta.msn.com. Globalization, Microsoft® Encarta® Online Encyclopedia 2012

diakses 2 Desember 2012

Klein, Naomi. 2000. No Logo: No Choice No Jobs: Taking Aim at The Brand Bullies. London: Flamingo.

Lloyd, John. 2001. The Protest Ethic: How the Anti-Globalization Movement Challenges Social Democracy. London: Demos.

Moore, Mike. 2003. A World Without Walls: Freedom, Development, Free Trade and Global Governance. Cambridge: Cambridge University Press.

Mumu Muhajir, Non Tarif Barriers Dalam Perdagangan Internasional, http://www.kataloghukum.com diakses 2 Desember 2012

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, cet. Ke-5

Olson, Mancur. 1996. “Big Bills Left on the Sidewalk: Why Some Nations are Rich and Others Poor.” Journal of Economic Perspectives, 10 (2).

Perkins, John. 2004.. Confessions of an Economic Hit Man. San Francisco, California: Berrett-Koehler.

Pratomo. Wahyu. 2007. Teori Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Sihk, Rajendra. Sihk. 2001. Theiry the New Sosial Movement, dalam Sosial Movement, Old dan A New: A Post Modernis Critique. New Delhi: Sage.

Setiawati, Harum dan Gavriyuni Amier. 2007. Kerjasama Perdagangan Multilateral. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Smith, Adam. 1976. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Oxford: Clarendon Press.

Steger, Manfred B. 2006. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Yogyakarta: Lafald. Stiglitz, Joseph E. 2002. Globalization and Its Discontents. London: Allen Lane, Penguin

Press.

_____ 2006. Making Globalization Work. New York: W.W. Norton.

Tabb, William K. 2006. Tabir Politik Globalisasi. Yogyakarta: Lafadl. Cet. Ke-2.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi bidang ilmu keperawatan, khususnya keperawatan komunitas hendaknya senantiasa mengembangkan keilmuannya dengan penelitian terkait aspek psikologis pada lansia yang

Untuk menguji pengaruh kepemilikan kas, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, financial leverage dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap praktik

Data primer ini diperoleh dengan cara mengadakan penelitian lapangan dengan mengadakan wawancara. yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan cara bertanya secara langsung

more confident to express their ideas in a form of writing. Self-talk can have a great impact on students’ confidence. The effect can be good or bad, depending on whether the

Dari 11 varietas yang diteliti menunjukkan perbedaan morfologi bunga, yaitu warna bunga pita, jumlah helaian bunga pita, jumlah lapisan bunga pita, bentuk bunga pita, ujung

Table 7-34 Details of Best Superstructure Replacement + Substructure Rehabilitation Primary Cost Model for all Bridge

19. Manakah jawapan yang BUKAN merupakan sumber perundangan Islam menurut jumhur ulama. Pilih pernyataan yang BENAR mengenai konsep jihad. A Jihad ilmu adalah langkah terakhir

Berdasarkan ketertarikan peneliti yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan buruh petik di perkebunan, serta peranan perkebunan dalam memberikan kesejahteraan