IT PENYAKIT TIDAK MENULAR
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA PRIA DAN WANITA USIA 30 TAHUN KE ATAS DI PUSKESMAS PONCOL
Disusun oleh :
Nurafian Majid Pranomo 25010113140241 Nafizta Rizcarachmakurnia 25010113130292 Destyana Ayu Wulandari 25010113140293 Novita Ayu Ningrum 25010113140294 Nurul Anggraeni 25010113140295 Dian Indriyani 25010113140296 Ghina Anisah 25010113140297 Vrishelli Setiadi Putri 25010113130298 I’ik Santi Komala 25010113140299 Pitoyo Mumpuni 25010115183026
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
HALAMAN PENGESAHAN
(Laporan Project Based Learning on Current Issue Non-Communicable Diseases)
1. Judul : Faktor Risiko Hipertensi pada Pria dan Wanita Usia 30 tahun ke Atas di Puskesmas Poncol
2. Penyusun : Nama/NIM :
Nurafian Majid Pranomo 25010113140241 Nafizta Rizcarachmakurnia 25010113130292 Destyana Ayu Wulandari 25010113140293 Novita Ayu Ningrum 25010113140294 Nurul Anggraeni 25010113140295 Dian Indriyani 25010113140296 Ghina Anisah 25010113140297 Vrishelli Setiadi Putri 25010113130298 I’ik Santi Komala 25010113140299 Pitoyo Mumpuni 25010115183026 Kelompok/Semester/Tahun : Kelompok 6/ Semester V / 2015 3. Nama Mata Kuliah/sks : IT Penyakit Tidak Menular / 3 sks 4. Lokasi Kegiatan : Puskesmas Poncol
5. Waktu Kegiatan : 1 – 25 Oktober 2015
Semarang, 5 November 2015
Dosen Pembimbing/Penguji PBL,
Lintang Dian Saraswati, SKM, M.Kes NIP. 198206252005012001
Menyetujui,
Penanggung Jawab Mata Kuliah Isu Terkini Penyakit Non Menular
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
COVER……….…. I HALAMAN PENGESAHAN... II PRAKAT DARI PENULIS... IV DAFTAR ISI... V DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... VIII DAFTAR ISTILAH... IX DAFTAR LAMPIRAN... IX
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan... 3
C. Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori... 5
1. Pengertian Hipertensi... 5
2. Riwayat Alamiah Hipertensi... 6
3. Level of Prevention Hipertensi... 7
4. Patogenesis Hipertensi... 11
5. Patofisiologi Hipertensi... 12
6. Faktor Risiko Hipertensi... 12
7. Dampak Hipertensi... 15
8. Epidemiologi Hipertensi... 15
B. Mind Mapping... 17
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep... 18
B. Hipotesis... 18
D. Desain Studi... 22
E. Populasi dan Sampel... 22
F. Variabel yang Diukur... 23
G. Sumber Data... 23
H. Instrumen Penelitian... 24
I. Pengolahan Data... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Puskesmas Poncol... 29
B. Distribusi Hipertensi... 31
C. Karakteristik Respinden... 32
D. Perhintungan Skalla Guttman... 32
E. Hasil Perhitungan FFQ... 49
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 50
B. Saran... 50
DAFTAR PUSTAKA... 53
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional ... 19
Tabel 2. Nilai Frekuensi Pangan ... 25
Tabel 3. Jenis-jenis Pekerjaan Penduduk Purwosari ... 29
Tabel 4. Situasi dan Kondisi Penganut Agama Penduduk Purwosari ... 30
Tabel 5. Keadaan Pendidikan Penduduk Purwosari ... 31
Tabel 6. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak ... 34
Tabel 7. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak ... 35
Tabel 8. Analisis variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak ... 36
Tabel 9. Sebaran jawaban mengenai variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak ... 37
Tabel 10. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel aktivitas fisik ... 38
Tabel 11. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel aktivitas fisik ... 40
Tabel 12. Analisis variabel aktivitas fisik ... 40
Tabel 13. Sebaran jawaban mengenai variabel aktivitas fisik ... 41
Tabel 14. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel kebiasaan merokok ... 42
Tabel 15. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel kebiasaan merokok ... 43
Tabel 16. Analisis variabel kebiasaan merokok ... 44
Tabel 17. Sebaran jawaban mengenai variabel kebiasaan merokok ... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Bagan Strategi Komprehensif Kesehatan Masyarkat Dalam Pengendalian Hipertensi………...10
DAFTAR ISTILAH
Congestive Heart Failure : Gagal Jantung Kongestif Disability Limitation : Pembatasan Kecacatan
Early Diagnosis and Prompt Treatment : Diagnosis Dini dan Pengobatan Dini Five Level Prevention : Lima Tingkatan Pencegahan
Health Promotion : Promosi Kesehatan
ISH : the International Society of
Hypertension
PHBS : Perilaku Hidup Sehat dan Bersih Rehabilitation : Rehabilitasi
Renovascular Hypertension : Tekanan Darah Tinggi Hipertensi Riskesdas : Riset Kesehatan Daerah
Spesific Protection : Perlindungan Spesifik
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner ………...53
Lampiran 2. Kuesioner Frekuensi Pangan (FFQ)……….…...…...56
Lampiran 3. Tabel Absensi Survei ………...………...60
Lampiran 4. Formulir Informed Consent……….………...61
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi merupakan pembunuh tersembunyi yang penyebab awalnya tidak diketahui atau tanpa gejala sama sekali. Hipertensi bisa menyebabkan berbagai komplikasi terhadap beberapa penyakit lain, bahkan penyebab timbulnya penyakit jantung, stroke dan ginjal.
Meningkatnya arus globalisasi disegala bidang dengan perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup, sosial ekonomi, industrialisasi dapat memacu meningkatnya penyakit seperti hipertensi. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang hipertensi tidak menampakkan gejala (Brunner & Suddarth, 2002)
Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi dan tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini tentu sangat berbahaya yang menyebabkan kematian dan berbagai komplikasi seperti stroke. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit stroke dan tuberkulosis mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Pada kelompok umur 25-34 tahun sebesar 7% naik menjadi 16% pada kelompok umur 35-44 tahun dan kelompok umur 65 tahun atau lebih menjadi 29% (Survey Kesehatan Nasional, 2007 dalam Eka 2011)
masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa berkembang lainnya ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Zamhir, 2006 dalam Eka, 2011).
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2005 adalah 8.3% (pengukuran standard WHO yaitu pada batas tekanan darah normal 140/90 mmHg). Pada tahun 2010 prevalensi penderita hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun 2025 (Zamhir, 2006 dalam Eka, 2011)
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, kasus tertinggi hipertensi adalah kota Semarang yaitu sebesar 67,101 kasus (19,56%) dibanding dengan jumlah keseluruhan hipertensi di Kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Apabila dilihat berdasarkan jumlah kasus keseluruhan di kota Semarang terdapat proporsi yang lebih besar 53,69. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Klaten yaitu sebesar 36.002 kasus (10,49%) dan apabila dibanding dengan jumlah keseluruhan di Kabupaten Banyumas adalah sebesar 57,01%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kebupaten Tegal yaitu 516 kasus (0,15%). Rata-rata kasus hipertensi di Jawa Tengah adalah 9.800,54 kasus (profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2004)
sebesar 107839 jiwa. Namun, pada tahun 2011 terjadi peningkatan yaitu sebesar 128594 jiwa (DKK, 2011)
Hal ini bisa saja menjadi masalah kesehatan yang serius karena akan mengakibatkan komplikasi yang berbahaya jika tidak terkendali dan tidak diupayakan pencegahan dini faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi Hipertensi dan angka kejadian Hipertensi pada Puskesmas Poncol
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi penyakit Hipertensi di Puskesmas Poncol.
b. Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik responden yang tidak dapat dimodifikasi (Pekerjaan, Kebiasaan Keluarga dalam Mengonsumsi Makanan Asin dan Berlemak, yang Hipertensi) di Puskesmas Poncol.
c. Diketahuinya disribusi frekuensi faktor resiko Hipertensi yang dapat dimodifikasi (perilaku merokok, aktivitas fisik, kebiasaan mengkonsumsi kopi) di Puskesmas Poncol.
d. Diketahuinya hubungan karakteristik responden yang tidak dapat dimodifikasi (pekerjaan, Kebiasaan Keluarga dalam Mengonsumsi Makanan Asin dan Berlemak, genetika yang Hipertensi) dengan kejadian hipertetnsi di Puskesmas Poncol.
e. Diketahuinya hubungan faktor resiko Hipertensi yang dapat dimodifikasi (perilaku merokok, aktivitas fisik, kebiasaan mengkonsumsi rokok) di Puskesmas Poncol.
C. Manfaat Penelitian
1.Bagi pemerintah Daerah atau instansi terkait dapat dipergunakan sebagai informasi untuk menentukan kebijakan-kebijakan di masa yang akan datang. 2.Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga untuk mengembangkan riset tenaga kesehatan mengenai faktor resiko Penyakit Tidak Menular khususnya Hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan systole, yang tingginya tergantung umu individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami.(dr. Jan Tambayong, 2000)
Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan, sedang, atau berat berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan apabila tekanan darah diastole 95 – 104, hipertensi sedang bila tekanan diastole-nya 105 – 114. Sedangkan hipertensi berat tekanan diastole-nya > 115. (dr. Jan Tambayong, 2000)
Seseorang dikatakan menderita hipertensi dan berisiko mengalami masalah kesehatan apabila setelah dilakukan beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi – nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg. (Prasetyaningrum, 2014)
Hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan diastole tanpa disertai peningkatan systole lebih sering terdapat pada dewasa muda. Hipertensi dapat pla digolongkan sebagai esensial atau idiopatik, tanpa etiologi spesifik, yang paling sering dijumpai. Bila ada penyebabnya, disebut hipertensi sekunder. (dr. Jan Tambayong, 2000)
congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. (WHO
(2005) dalam Rahajeng dan Ekowati (2009).
2. Riwayat Alamiah Hipertensi
Secara umum, hipertensi tidak menunjukkan tanda-tanda yang khas. Perjalanan ini berlangsung perlahan bahkan bisa bertahun-tahun tanpa disadari oleh penderita. Seringkali kondisi tersebut baru diketahui secara tiba-tiba misalnya saat check up kesehatan.
1. Tahap Pre-Patogenesa :
Pada keadaan ini penyakit belum ditemukan oleh karena pada umumnya daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Dengan perkataan lain seseorang berada dalam keadaan sehat.
2. Tahap Inkubasi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. 3. Tahap Penyakit Dini
Peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi ringan. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda, hipertensi baru tampak bila telah terjadi komplikasi pada organ target/vital seperti ginjal, jantung, otak, dan mata. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, marah, telinga berdenging, kaku kuduk, migren, insomnia, mata berkunang-kunang, muka merah, kelelahan, dan gelisah dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi.
4. Tahap Penyakit Lanjut
Gagal jantung, gangguan penglihatan, gangguan neurology, dan gangguan fungsi ginjal paling banyak ditemukan pada hipertensi berat.
5. Tahap Akhir Penyakit :
3. Patogenesis Hipertensi
Menurut Bustan (2007) Pencegahan hipertensi jika dipandang dari epidemiologi dapat dibedakan menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap prepathogenesis
Level pencegahan dapat berupa primordial, promotif (promosi kesehatan), proteksi spesifik (kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko) dengan intervensi pencegahan: meningkatkan derajat kesehatan gizi dan perilaku hidup sehat, pertahankan keseimbangan terbias epidemiologi, serta turunkan atau hindari faktor risiko.
2. Tahap Pathogenesis
Dalam tahap ini dibagi dalam 2 level pencegahan yaitu diagnosa awal dan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang tepat artinya segera mendapat pengobatan komprehensif dan kausal pada awal keluhan. Intervensi pencegahan pathogenesis meliputi pemeriksaan fisik periodik tekanan darah dan hindari lingkungan yang stres.
3. Tahap postpathogenesis
Level pencegahan dengan upaya rehabilitasi yaitu perbaikan dampak lanjutan yang tidak bisa diobati.
Lima tahap Pencegahan Penyakit Hipertensi (Five Level Prevention) : 1. Health Promotion
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan atau menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) sejak dini, guna mencegah terjadinya atau masuknya agen-agen penyakit.
b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi asupan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan dan mengatasi stres yang baik.
2. Spesific protection
Pencegahan khusus (spesific protection) merupakan rangkaian dari health promotion. Pencegahan khusus ini terutama ditujukan pada pejamu dan/atau penyebab, untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu (Noor, 2000) dengan berbagai upaya seperti: perbaikan status gizi perorangan maupun masyarakat, seperti: makan dengan teratur (3x sehari), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agen penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment
Menurut Noor (2000), diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and Prompt Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit
tingkat kedua. Sasaran dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke dua ini yaitu sebagai berikut:
a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular.
b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. c. Melakukan screening (pencarian penderita hipertensi) melalui penerapan
d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit hipertensi sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.
4. Disability Limitation
Menurut Noor (2000), pembatasan kecacatan (disability limitation) merupakan tahap pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyebab penyakit.
Pembatasan kecacatan (disability limitation) dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses penyakit lebih lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan khusus secara berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi tidak memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu.
5. Rehabilitation
Menurut Noor (2000), rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini bertujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit hipertensi yaitu sebagai berikut:
a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit hipertensi. b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita tidak
merasa minder dengan orang atau masyarakat yang ada di sekitarnya karena pernah menderita penyakit hipertensi.
Pencegahan dan penanggulangan hipertensi seyogyanya harus dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, karena berbagai wadah kerjasama lintas sektoral perlu dikembangkan dengan berpedoman pada strategi five level of preventif (5 tingkatan pendekatan pencegahan dan penanggulangan) hipertensi sebagai berikut :
Sistematika penemuan kasus dan tatalaksana penyakit Hipertensi meliputi :
Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu melakukan kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit hipertensi yang meningkat pada saat ini, dengan cara screening kasus (penderita).
Tatalaksana pengendalian penyakit Hipertensi dilakukan dengan pendekatan: a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi. b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan
aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi Rekurensi ( kambuh ) faktor risiko.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan.
4. Patofisiologi Hipertensi
Dalam patogenesis dari tekanan darah tinggi, ginjal dan pembuluh darah arteri ke ginjal memegang peranan penting seperti telah dibuktikan dengan tes Goldblatt yang menjepit arteri ginjal dengan klem dan dapat menimbulkan tekanan darah tinggi pada binatang percobaan. Pada penderita dengan stenosis arteria renalis, rangsangan dari kelainan aliran darah, dan partial ischemia ginjal menimbulkan pengeluaran renin dan aldosterone yang sangat tinggi. Dan ini menyebabkan timbulnya hiperaldosteronisme yang sekunder, rasa dahaga serta polyuria yang berat, kehilangan banyak kalium, tan tekanan darah tinggi (renovascular Hypertension). (Moerdowo, 1984)
Selain itu, faktor adrenal juga terlibat dalam sistem renin-angiotensin-aldosterone dalam patogenesis hipertensi, glandula suprarenalis juga menjadi faktor dalam patogenesis hipertensi sekunder. Ini disebabkan oleh karena adanya kelainan hormon. Adrenal memegang peranan penting dalam patogenesis dari hipertensi primer dan sekunder karena kelainan hormon. (Moerdowo, 1984)
5. Patofisiologi Hipertensi
Etiologi hipertensi masih belum jelas. Beberapa faktor diduga memegang peranan dalam genesis hipertensi, seperti: faktor psikis, sistem syaraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air. Hipertensi tidak disebabkan oleh satu faktor, tetapi sejumlah faktor turut memegang peranan dan saling berkaitan dalam genesis hipertensi. (Syamsudin, 2011)
6. Faktor Risiko Hipertensi
1. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Dari data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita membuanyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit hipertensi sebanyak 60%. (Hasrin Mannan, 2012). Factor risiko pada riwayat keluarga ini sering yang menyebutkan karena adanya gen resesif dari orangtua penderita hipertensi yang diturunkan kepada generasi berikutnya. Penurunan sifat baku tersebut dapat langsung menurun kepada anak – anaknya dan generasi selanjutnya. Angka probabilitasnya tidak dapat dopastikan secraa matematis, tetapi kecenderungan untuk menurunkan sifat resesif tersebut ada. Gen resesif hipertensi yang diturunkan oleh orangtua ini dapat menjadi factor tunggal pemicu hipertesi atau bias juga secra bersama – sama dengan factor lainnya yang memicu hipertensi. Karena factor tunggal yang diperoleh karena keturunan jarang terjadi. (Lanny Lingga, 2012)
Pada riwayat keluarga ini juga terdapat faktor janin, yaitu faktor yang dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari, barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir rendah. (Huon H. Gray dkk, 2005). Hipertensi juga lebih melihat pada faktor jenis kelamin penderita, jarang ditemukan pada wanita pra-menopause yang menderita hipertensi disbanding dengan pria, dan hal tersebut ditunjukkan karena adanya pengaruh hormone yang berbeda antara wanitita dan pria. (Huon H. Gray dkk, 2005).
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. (Huon H. Gray dkk, 2005).
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru – paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat – zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa – sisa dari tubuh. (Hasrin Mannan, 2012).
3. Konsumsi Kopi.
Minum kopi akan membahayakan penderita hipertensi karena senyawa kafein bisa menyebabkan tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja kafein dalam tubuh adalah dengan cara mengambil alih reseptor adinosin dalam sel saraf yang yang akan memicu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra. Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi. Namun dosis yang digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan tekanan darah. Seseorang yang biasa minum kopi dengan dosis kecil mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein. (Hasrin Mannan, 2012).
4. Perilaku merokok.
rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan darah. Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. (Hasrin Mannan, 2012).
4. Dampak Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif dan kronik yang dapat memberikan dampak secara holistik baik fisik, psikologis, sosial, ekonomi dan spiritual sehingga akan menyebabkan dalam memenuhi kebutuhan hidup dasarnya mengalami gangguan. Penderita hipertensi umumnya memiliki keluhan pusing, mudah marah, sukar tidur, sesak nafas, mudah lelah dan keluhan lainnya. Adanya kelemahan atau keterbatasan kemampuan dan keluhan lain akibat hipertensi tersebut, sehingga penderita akan mengalami kesulitan dalam menjalankan rutinitas pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya secara optimal. Adanya efek samping obat dan aturan program pengobatan juga menyebabkan penderita hipertensi mengalami kecemasan, rasa takut ,tidak nyaman dan stres.
8. Epidemiologi Hipertensi
ini. Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Hasrin, 2012).
B. Mind Mapping Hipertensi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas ditetapkanlah hipotesis penelitian sebagai berikut :
a. Kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak mempengaruhi kejadian Hipertensi pada pria dan wanita berusia diatas 30 tahun
b. Aktivitas fisik mempengaruhi kejadian Hipertensi pada pria dan wanita berusia diatas 30 tahun
c. Perilaku merokok mempengaruhi kejadian Hipertensi pada pria dan wanita berusia diatas 30 tahun
d. Konsumsi kopi mempengaruhi kejadian Hipertensi pada pria dan wanita berusia diatas 30 tahun
Variabel bebas
Kebiasaan Keluarga dalan Mengonsumsi Makanan Asin dan Berlemak
Aktivitas Fisik
Perilaku Merokok
Konsumsi Kopi
Variabel terikat
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini menjelaskan definisi masing – masing variabel dan cara pengukurannya. Pada tabel dibawah ini akan dijelaskan mengenai variabel penelitian dalam bentuk definisi operasional.
No Variabel Definisi Operasional
merokok
Tabel 1. Definisi Operasional
D. Desain Studi
Desain studi yang digunakan adalah cross sectional sebagai studi deskriptif untuk mengetahui hubungan perilaku dengan prevalensi hipertensi pada masyarakat Kota Semarang khususnya pada Puskesmas Poncol. Desain studi cross sectional yaitu variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan. (Sopiyudin,2008)
F. Populasi dan Sample
survei adalah subunit dari populasi target,subunit dari populasi survei untuk selanjutnya menjadi sampel penelitian. (Danim,2003) Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada di Kota Semarang. Sedangkan populasi terjangkau adalah seluruh penduduk di Kota Semarang yang berusia 30 tahun ke atas. Dan sampelnya adalah penduduk pria dan wanita yang berobat di Puskesmas Poncol.
Pemilihan sampel pria dan wanita usia 30 tahun ke atas didasarkan atas pertimbangan usia seiring dengan bertambahnya usia, maka risiko terserang hipertensi juga semakin meningkat. Karena semakin bertambahnya usia, elastisitas pembuluh darah akan berkurang, sehingga cenderung mengalami penyempitan pembuluh darah. Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih Puskesmas Poncol. Sampel minimal yang akan diambil adalah 30 responden. Karena sesuai dengan teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian). (Nursalam, 2008).
F. Variabel yang Diukur 1. Variabel Bebas
a. Kebiasaan Keluarga dalam Mengonsumsi Makanan Asin dan Berlemak b. Aktifitas fisik
c. Perilaku merokok d. Konsumsi kopi 2. Variabel terikat
a. Hipertensi
G. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
2. Sumber Data Sekunder
a. Data Profil Kesehatan Kota Semarang mengenai pemetaan penyakit Hipertensi di Kota Semarang
b. Data umum mengenai pasien Hipertensi yang berobat di Puskesmas Poncol.
H. Instumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah kuesioner dan Penghitungan tabel FFQ (Food Frequency Questionaire). Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai faktor risiko terhadap penyakit hipertensi. Kuesioner tersebut dirancang untuk mengetahui seberapa besar pengaruh riwayat keluarga, aktivitas fisik, konsumsi kopi dan perilaku merokok terhadap penyakit hipertensi yang ditujukan untuk pria dan wanita yang berobat di Puskesmas Poncol. Kuesioner ini terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama merupakan data demografi responden seperti nama, jenis kelamin, pendidikan terakhir serta pekerjaan. Bagian kedua berisi 16 pertanyaan yang memuat variabel dari masing – masing faktor risiko hipetensi, yaitu riwayat keluarga, aktivitas fisik, perilaku merokok, dan konsumsi kopi. Setiap pertanyaan memiliki jawaban ya atau tidak dan cara pengisian kuesioner dilakukan dengan cara memberi tanda silang (×) pada kolom yang telah disediakan. Penggunaan kuisioner ini juga akan lebih memudahkan responden dalam menjawab, karena pengisiannya akan dipandu oleh peneliti dan menjawabnya pertanyaan ya atau tidak.
FFQ. Selain itu metode FFQ dilakukan hanya untuk melihat pola konsumsi harian dan konsumsi mingguan.
Nilai Skor Kategori Frekuensi A 50 Sering sekali dikonsumsi < 1 kali sehari (tiap
makan)
B 25 Sering dikonsumsi 1 kali sehari (4-6 kali seminggu) C 15 Biasa dikonsumsi 3 kali perminggu D 10 Kadang dikonsumsi <3 kali perminggu
(1-2 kali seminggu)
E 1 Jarang dikonsumsi < 1 kali perminggu F 0 Tidak pernah dikonsumsi Tidak pernah
dikonsumsi Tabel 2. Nilai Frekuensi Pangan
Analisa data dalam hasil yang didapatkan pada FFQ adalah dengan menghitung rata-rata frekuensi harian kemudian dibandingkan dengan standar nilai frekuensi harian dan diinterpretasikan sesuai kategori yang didapatkan
I. Pengolahan Data
Analisis data penelitian ini sebagian besar menggunakan teknik analisis data kualitatif yang dilakukan apabila data empiris yang digunakan adalah data kualitatif yang berupa kata-kata dan tidak dapat dikategorisasikan (Silalahi, 2006:311).
Analisis data kualitatif adalah penyajian data dimana ini berarti sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan tertentu (Silalahi, 2006:312).
ataukah harus terus melakukan analisis demi mendapatkan kesimpulan yang valid (Silalahi, 2006:313).
Alur kegiatan yang ketiga dalam analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Menarik suatu kesimpulan ini dilakukan oleh peneliti melalui data-data yang terkumpul dan kemudian kesimpulan tersebut akan diverifikasi atau diuji kebenarannya dan validitasnya (Silalahi, 2006:313).
Analisis data kuantitatif juga digunakan dalam penelitian ini, sebagian kecil data dapat dianalisis menggunakan teknik kuantitatif secara deskriptif. Sesuai dengan namanya, deskriptif hanya akan mendeskripsikan keadaan suatu gejala yang telah direkam melalui alat ukur kemudian diolah sesuai dengan fungsinya. Hasil pengolahan tersebut selanjutnya dipaparkan dalam bentuk angka-angka sehingga memberikan suatu kesan lebih mudah ditangkap maknanya oleh siapapun yang membutuhkan informasi tentang keberadaan gejala tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan lima teknik dalam pengolahan data, yaitu sebagai berikut:
1) Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi (Hasan, 2006: 24 ) 2) Coding
Pengodean menurut Mc Millian dan Schumacher (2001) adalah proses membagi data ke dalam bagian-bagian sistem klasifikasi. Menurut Lofland (1977) dalam Alwasilah(2002), ada enam fenomena yang dapat dijadikan kode dalam penelitian kualitatif:
a. Tindakan (acts), yaitu hal yang terjadi pada waktu relatif singkat seperti memulai pelajaran, mengucapkan salam, atau memanggil siswa
c. Makna (meanings), yaitu produk ucapan (verbal) dari responden yang membatasi atau mengarahkan kegiatan
d. Partisipasi (patisipation), yaitu keterlibatan responden secara keseluruhan dalam situasi yang sedang diteliti
e. Hubungan (relationship), yaitu hubungan-hubungan antara berbagai orang secara simultan dalam satu latar
f. Latar (settings), yaitu latar dalam suatu studi dan dianggap sebagai satu unit analisis
Semua data-data di atas dapat dijadikan kode, hanya saja tidak bisa dipaksakan untuk beberapa kategori yang memang tidak cocok. Pada kenyataannya, semakin banyak data yang diperoleh makan proses pengodean akan semakin banyak. Oleh karena itu, semakin besar pula kemungkinan terjadi recoding atau pengode-ulangan.
3) Tabulasi
Tabulasi Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabel hasil Tabulasi dapat berbentuk:
a. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi sebagai arsip b. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat responden tertentu dan
tujuan tertentu
c. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah dianalisa. (Hasan, 2006: 20)
4) Prosesing
5) Cleaning
Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut kemungkinan terjadi pada saat kita mengentri data ke komputer.
6) Interpretasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Puskesmas Poncol
Puskesmas Poncol berada dalam wilayah Kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Kelurahan Purwosari adalah salah satu kelurahan di bagian utara dari pusat Kota Semarang, Jawa Tengah tepatnya 1 km dari pusat kota. Kelurahan Purwosari merupakan dengan jumlah penduduk sekitar 7255 jiwa dengan luas wilayah 48,049 Ha. Batas wilayah Kelurahan Purwosari sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kuningan, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Panggung Kidul, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Pandansari, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Dadapsari.
Kelurahan Purwosari, dilihat letak geografisnya yang dikelilingi oleh berbagai sektor kehidupan, menjadikan wilayah ini tidak konsentrasi kehidupanya hanya pada satu sektor saja. Kehidupan masyarakat Purwosari tidak terfokus hanya pada satu sektor saja, Penduduknya memiliki mata pencaharian yang beraneka ragam, ada yang menjadi pengrajin, nelayan, pengusaha industri, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, pegawai negeri/ABRI, pensiunan dan sebagainya, sebagaimana terlampir dalam tabel berikut:
No Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk
1 Pengusaha sedang atau besar 206 2 Pengrajin atau industri kecil 15
3 Buruh industri 326
4 Buruh bangunan 232
5 Pedagang 254
6 Pengangkutan 194
8 ABRI 18 9 Pensiunan ABRI dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) 203
Jumlah 1595
Tabel. 3. Jenis-jenis Pekerjaan Penduduk Purwosari Sumber: Monografi Kel.Purwosari tahun 2013
Kelurahan Purwosari sebagai daerah yang termasuk daerah swasembada memiliki penduduk yang mayoritas beragama Islam. Adapun agama lain yang dianut penduduk Kelurahan Purwosari adalah Kristen Katolik, Kristen protestan, Hindu dan Budha. Hal ini sebagaimana terlampir dalam tabel berikut:
No Agama Jumlah Penduduk
1 Islam 6587
2 Katolik 352
3 Protestan 245
4 Hindu 15
5 Budha 53
6
Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
3
Jumlah 7255
Tabel 4. Situasi dan Kondisi Penganut Agama Penduduk Purwosari Sumber: Monografi Kel.Purwosari tahun 2013
No Jenis Pendidikan Jumlah Penduduk
1 Belum sekolah 211
2 Tidak Tamat Sekolah Dasar 563
3 Tamat SD atau sederajat 482
4 Tamat SMP atau sederajat 405
5 Tamat SMA atau sederajat 1321
6 Tamat Akademik atau sederajat 89 7 Tamat Perguruan Tinggi atau sederajat 407
Jumlah 3478
Tabel. 5 Keadaan Pendidikan Penduduk Purwosari Sumber: Monografi Kel.Purwosari tahun 2013
B. Distribusi Hipertensi
Hasil pementaan yang diperoleh selama penelitian penyakit hipertensi pada penduduk di wilayah Puskesmas Poncol Semarang tahun 2015, yaitu saat ini Puskesmas Poncil sudah menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan secara online melalui laporan SP2 Online dan manual seperti LB-1, sistem informasi di Puskesmas Pincol dibagian pendaftaran sudah menggunakan komputerisasi, sehingga lebih mudah dalam pengambilan data pasien, petugas yang terkait dalam pemanfaatan SIG yautu petugas pendaftaran yang mancatat data alamat lengkap pasien serta petugas yang bertugas untuk membuat laporan. Data lengkap pasien sudah terdapat di database pada bagian pendaftaran rawat jalan yakni menggunakan simpus, dan data yang digunakan dalam SIG untuk kasus hipertensi adalah LB-1 (rekap yang berisi data kesakitan pasien hipertensi yang berkunjung selama satu bulan), mulai dari bulan januari hingga desember.
tahun. Sedangkan untuk kelompok umur diatas 65 tahun terdapat 764 laki – laki dan 854 perempuan. Jumlah pasien hipertensi tersebut sudah termasuk pasien yang berasal dari luar wilayah kerja puskesmas, seperti kelurahan purwosari, purwodinatan, kelengan kecil, pendrikan lor, dadapsari, kembangsari, pandansari, sekayu, plombokan, serta kuningan.
C. Karakteristik Responden
Karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal. Dari 32 responden yang mengisi kuesioner terdapat lebih banyak responden perempuan disbanding laki-laki yang menderita hipertensi. Untuk kelompok umurpaling banyak berada di usia 55-70 tahun, untuk riwayat pendidikan paling banyak responden dengan tingkat pendidikan SMA, serta untuk pekerjaan banyak responden yang wiraswasta seperti berjualan di pasar dan sudah tidak bekerja atau pensiunan. Sedangkan untuk distribusi responden paling banyak berada di Kelurahan Pandansari.
D. Penghitungan Skala Guttman Masing-Masing Variabel
Skala Guttman dikembangkan oleh Louis Guttman. Skala ini mempunyai ciri penting, yaitu merupakan skala kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat undimensional. Skala Guttman yang disebut juga metode scalogram atau analisa skala (scale analysis) sangat baik untuk menyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut isi universal (universe of content) atau atribut universal (universe attribute).
Koefisien Reprodusibilitas, yang mengukur derajat ketepatan alat ukur yang telah dibuat (yaitu daftar pertanyaan atau pernyataan kuesioner) dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Koefisien Reprodusibilitas : Kr = 1 – e/n
n = total kemungkinan jawaban, yaitu jumlah pertanyaan x jumlah responden
e = jumlah eror
Kr = koefisien reprodusibilitas Koefisien Skalabilitas:
Ks = 1 – e/p dimana:
e = jumlah eror
p = jumlah kesalahan yang diharapkan Ks = koefisien skalabilitas
1. Kebiasaan Keluarga dalan Mengonsumsi Makanan Asin dan Berlemak Pernyataan yang diajukan untuk mengetahui riwayat keluarga dalam mengonsumsi makanan yang asin dan berlemak dari responden.
1. Keluarga saya (ayah, ibu, anak) mempunyai riwayat tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah 140/190 mmHg atau lebih. (P1)
2. Keluarga saya memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan asin. (P2)
3. Keluarga saya mengonsumsi makanan asin 3 kali atau lebih dalam satu minggu. (P3)
4. Keluarga saya memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan yang berlemak tinggi (seperti gorengan, jeroan, daging kmabing, daging sapi, dan kuning telur). (P4)
5. Keluarga saya mengonsumsi makanan yang berlemak tinggi tersebut 3 kali atau lebih dalam satu minggu. (P5)
Pemberian skor yaitu jawaban “Ya” diberi skor 1, sedangkan jawaban
“Tidak” diberi skor 0. Dari instrument pengumpulan data secara kuesioner
P1 P2 P3 P4 P5
RES1 1 0 0 0 0
RES2 1 0 0 0 0
RES3 0 0 0 1 0
RES4 0 1 0 0 0
RES5 0 0 0 1 1
RES6 0 0 0 1 0
RES7 0 1 1 0 0
RES8 0 1 1 0 0
RES9 0 0 0 0 0
RES10 1 0 0 0 0
RES11 1 0 0 1 0
RES12 1 0 0 0 0
RES13 0 1 1 0 0
RES14 0 1 0 0 0
RES15 1 0 0 0 0
RES16 0 0 0 0 0
RES17 0 1 1 0 0
RES18 1 0 0 0 0
RES19 1 0 0 1 0
RES20 1 0 0 1 0
RES21 0 0 0 0 0
RES22 1 0 0 0 0
RES23 0 1 0 0 0
RES24 0 1 0 0 0
RES25 1 0 0 0 0
RES26 0 0 0 0 0
RES27 0 1 0 0 0
RES29 1 0 0 0 0
RES30 0 1 0 0 0
RES31 1 0 0 0 0
RES32 0 0 0 0 0
JUMLAH 13 11 4 7 1
Tabel 6. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak
Keterangan :
a. “Res 1” adalah responden pertama, “Res 2” adalah responden kedua, dst.
b. Skor jawaban Ya: 1 c. Skor jawaban Tidak: 0
Diperoleh hasil kuesioner yang dipindahkan ke tabel distribusi frekuensi berikut:
Item Pernyataan Jumlah Jawaban Ya Jumlah Jawaban Tidak
P1 13 19
P2 11 21
P3 4 28
P4 7 25
P5 1 31
TOTAL 36 124
RATA – RATA 7.2 24.8
Tabel 7. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak
Skor jawaban Ya: 1 Skor jawaban Tidak: 0
Jawaban “Tidak” : 0 x 100% = 0% (sehingga tidak perlu dihitung) Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner:
Jawaban “Ya” rata – rata: 7.2/32 x 100% = 22.5%
Analisis :
Pernyataan Skore Keterangan
Ya Tidak
Keluarga saya (ayah, ibu,
anak) mempunyai riwayat
tekanan darah tinggi yaitu
tekanan darah 140/90
mmHg atau lebih
13 19
Banyak yang tidak
memiliki riwayat keluarga
dengan hipertensi
Keluarga saya memiliki
kebiasaan untuk
Keluarga saya memiliki
kebiasaan untuk
mengonsumsi makanan
yang berlemak tinggi
(seperti gorengan, jeroan,
daging kambing, daging
sapi, dan kuning telur)
7 25
yang berlemak tinggi
tersebut 3 kali atau lebih
dalam seminggu
1 31
Banyak yang tidak
mengonsumsi makanan
berlemak tinggi 3 kali atau
Tabel 8. Analisis variabel kebiasaan keluarga dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak
No Kategori Jumlah Jawaban Presentase (%)
1 Ya 36 3.6%
2 Tidak 124 12.4%
Tabel 9. Sebaran jawaban mengenai variabel kebiasaan keluarga
dalam mengonsumsi makanan asin dan berlemak
Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner: Jawaban “Ya” rata – rata: 22.5%
Maka analisis skala guttman, titik kesesuaian dibawah 50%, yaitu 22.5% sehingga dapat
dikatakan tidak banyak responden yang memiliki riwayat keluarga hipertensi.
2. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
Pernyataan yang diajukan untuk mengetahui aktivitas fisik dari responden.
2. Saya terbiasa berolahraga 2 – 3 kali setiap minggu. (P2)
3. Saya terbiasa menggunakan waktu secara rutin 30 – 45 menit setiap berolahraga. (P3)
Pemberian skor yaitu jawaban “Ya” diberi skor 1, sedangkan jawaban “Tidak” diberi skor 0. Dari instrument pengumpulan data secara kuesioner diperoleh data sebagai berikut:
P1 P2 P3
RES 1 1 0 0
RES 2 1 0 0
RES 3 0 1 0
RES 4 1 0 0
RES 5 0 0 0
RES 6 1 1 0
RES 7 0 1 1
RES 8 0 1 1
RES 9 1 0 0
RES 10 0 1 0
RES 11 1 0 1
RES 12 1 1 1
RES 13 0 1 0
RES 14 1 0 1
RES 15 0 1 1
RES 16 1 0 1
RES 17 1 1 0
RES 18 1 0 1
RES 19 1 1 0
RES 20 0 0 1
RES 21 1 0 0
RES 23 0 1 1
RES 24 1 1 1
RES 25 1 1 0
RES 26 0 0 1
RES 27 1 1 1
RES 28 1 1 0
RES 29 1 1 1
RES 30 1 1 1
RES 31 1 0 0
RES 32 0 1 1
JUMLAH 20 18 17
Tabel 10. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel aktivitas fisik
Keterangan :
a. “Res 1” adalah responden pertama, “Res 2” adalah responden kedua, dst.
b. Skor jawaban Ya: 1 c. Skor jawaban Tidak: 0
Diperoleh hasil kuesioner yang dipindahkan ke tabel distribusi frekuensi berikut:
Item Pertanyaan Jumlah Jawaban Ya Jumlah Jawaban Tidak
P1 20 12
P2 18 14
P3 17 15
Total 55 41
Rata-rata 18,3 13,6
Tabel 11. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel aktivitas fisik Skor jawaban Ya: 1
Skor jawaban Tidak: 0
Jawaban “Ya”: 1 x 100% = 100%
Jawaban “Tidak”: 0 x 100% = 0 % (sehingga tidak perlu dihitung) Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner:
Jawaban “Ya” rata-rata: 57,2 %
Analisis :
Pernyataan Skore Keterangan Ya Tidak
Saya terbiasa untuk istirahat atau tidur 6-7 jam setiap malam
20 12 Banyak yang istirahanya cukup
Saya terbiasa untuk
berolahraga 2 – 3 kali setiap minggu
18 14 Banyak yang terbiasa untuk berolahraga
Saya terbiasa menggunakan waktu secara rutin 30 – 45 menit setiap berolahraga
17 15 Banyak yang terbiasa berolahraga secara rutin
Tabel 12. Analisis variabel aktivitas fisik
Sebaran jawaban mengenai aktifitas fisik
No Kategori Jumlah Jawaban Presentase (%)
1. Ya 55 5,5%
2. Tidak 41 4,1%
Tabel 13. Sebaran jawaban mengenai variabel aktivitas fisik
Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner:
Maka analisis Skala Guttman, titik kesesuaian diatas 50%, yaitu 57.2% sehingga dapat dikatakan aktifitas fisik responden tergolong baik, jadi akttifitas fisik bukan merupakan faktor risiko dari kejadian hipertensi.
3. Kebiaaan Merokok
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan darah.
Pernyataan yang diajukan untuk mengetahui kebiasaan merokok dari responden.
1. Saya adalah seorang perokok aktif. (P1)
2. Saya dapat menghabiskan 1 atau lebih bungkus rokok dalam sehari. (P2) 3. Anggota keluarga saya adalah seorang perokok aktif. (P3)
4. Saya sering terpapar asap rokok atau saya seorang rokok pasif. (P4) 5. Saya terbiasa merokok dan jenis rokok saya adalah rokok kretek. (P5)
Pemberian skor yaitu jawaban “Ya”diberi skor 1, sedangkan jawaban “Tidak”
diberi skor 0. Dari instrument pengumpulan data secara kuesioner diperoleh data sebagai berikut:
P1 P2 P3 P4 P5
RES1 0 0 0 1 0
RES2 0 0 0 1 0
RES3 0 0 0 0 0
RES5 1 1 1 1 1
RES6 0 0 0 0 0
RES7 0 0 1 1 0
RES8 1 1 0 0 1
RES9 1 1 1 1 1
RES10 1 1 0 1 1
RES11 1 1 1 1 1
RES12 1 1 1 0 1
RES13 1 1 1 1 1
RES14 1 1 0 1 1
RES15 1 1 0 1 0
RES16 0 0 0 0 0
RES17 1 1 1 1 1
RES18 0 0 1 1 0
RES19 0 0 1 1 0
RES20 1 1 1 1 1
RES21 1 0 1 1 1
RES22 1 1 0 1 1
RES23 1 1 0 1 0
RES24 0 0 1 1 0
RES25 1 1 1 1 1
RES26 1 1 0 1 0
RES27 0 0 1 1 0
RES28 1 1 1 1 1
RES29 1 1 0 1 1
RES30 1 1 1 1 0
RES31 1 0 0 1 1
RES32 1 1 1 1 1
Tabel 14. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel kebiasaan merokok
Keterangan :
a. “Res 1” adalah responden pertama, “Res 2” adalah responden kedua, dst.
b. Skor jawaban Ya: 1 c. Skor jawaban Tidak: 0
Diperoleh hasil kuesioner yang dipindahkan ke tabel distribusi frekuensi berikut:
Item Pernyataan Jumlah Jawaban Ya Jumlah Jawaban Tidak
P1 21 11
P2 19 13
P3 17 15
P4 24 8
P5 17 15
TOTAL 98 62
RATA – RATA 19,2 12,4
Tabel 15. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel kebiasaan merokok
Skor jawaban Ya: 1 Skor jawaban Tidak: 0
Dikonversikan dalam presentase: Jawaban “Ya”: 1 x 100% = 100%
Jawaban “Tidak” : 0 x 100% = 0% (sehingga tidak perlu dihitung) Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner:
Analisis
Pernyataan Skore Keterangan
Ya Tidak
menghabiskan 1 atau lebih
bungkus rokok dalam
sehari.
Anggota keluarga saya adalah seorang perokok aktif.
17 15
Banyak yang anggota
keluarganya seorang
perokok aktif.
Saya sering terpapar asap rokok atau saya seorang rokok pasif.
24 8
Banyak yang sering
terpapar asap rook atau
seorang perokok pasif.
Saya terbiasa merokok dan jenis rokok saya adalah rokok kretek.
17 15
Banyak yang terbiasa
merokok dan jenis
rokoknya adalah rokok
kretek.
Tabel 16. Analisis variabel kebiasaan merokok
No Kategori Jumlah jawaban Presentase (%)
1 Ya 98 9,8%
2 Tidak 62 6,2%
Tabel 17. Sebaran jawaban mengenai variabel kebiasaan merokok
Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner: Jawaban “Ya” rata – rata: 60%
Maka analisis skala guttman, titik kesesuaian diatas 50%, yaitu 60% sehingga dapat
dikatakan banyak responden yang memiliki kebiasaan merokok. Dan nilai tersebut
menderita hipertensi daripada subjek penelitian yang tidak merokok. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian Roslina (2007) & Hesti R (2012) yang menyatakan kebiasaan
merokok memiliki hubungan dengan kejadian Hipertensi.
4. Kebiasaan Konsumsi Kopi
Meminum kopi berbahaya bagi penderita hipertensi karena senyawa kafein bisa menyebabkan tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja kafein dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adinosin dalam sel saraf yang yang akan memicu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra. Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi. Namun dosis yang digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan tekanan darah. Seseorang yang biasa minum kopi dengan dosis kecil mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein.
Pernyataan yang diajukan untuk mengetahui perilaku konsumsi kopi pada penderita hipertensi di Puskesmas Poncol :
1. Saya adalah seorang yang gemar minum kopi (P1)
2. Saya memiliki kebiasaan meminum kopi dua cangkir atau lebih per hari (P2)
3. Saya memiliki kebiasaan meminum kopi hitam (P3)
Pemberian skor yaitu jawaban “Ya” diberi skor 1, sedangkan jawaban “Tidak” diberi skor 0. Dari instrument pengumpulan data secara kuesioner diperoleh data sebagai berikut:
P1 P2 P3
RES1 1 0 1
RES2 0 0 0
RES4 1 1 0
RES5 0 0 0
RES6 1 1 1
RES7 1 0 0
RES8 1 0 0
RES9 1 1 1
RES10 1 0 0
RES11 1 1 1
RES12 0 0 0
RES13 1 1 0
RES14 1 1 1
RES15 1 0 0
RES16 1 1 0
RES17 1 0 0
RES18 0 0 0
RES19 1 1 1
RES20 1 0 0
RES21 1 1 0
RES22 0 0 0
RES23 1 1 0
RES24 1 1 1
RES25 1 0 0
RES26 1 0 0
RES27 1 1 1
RES28 0 0 0
RES29 1 1 1
RES30 1 0 0
RES31 1 0 0
JUMLAH 25 14 10
Tabel 18. Hasil skoring jawaban kuesioner variabel kebiasaan minum kopi
Keterangan :
a. “Res 1” adalah responden pertama, “Res 2” adalah responden kedua, dst. b. Skor jawaban Ya: 1
c. Skor jawaban Tidak: 0
Diperoleh hasil kuesioner yang dipindahkan ke tabel distribusi frekuensi berikut:
Item Pertanyaan Jumlah Jawaban Ya Jumlah Jawaban Tidak
P1 25 7
P2 14 18
P3 10 22
TOTAL 49 45
RATA-RATA 16,3 15
Tabel 19. Distribusi frekuensi jawaban kuesioner variabel kebiasaan minum kopi
Skor Jawaban Ya : 1 Skor Jawaban Tidak : 0
Dikonversikan dalam persentase : Jawaban “Ya” : 0 x 100% = 100%
Jawaban “Tidak” : 0 x 100% = 0 ( Sehingga tidak perlu dihitung) Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner
Analisis
Pernyataan Skore Keterangan
Ya Tidak
menghabiskan 1 atau lebih
bungkus rokok dalam
Tabel 20. Analisis variabel kebiasaan minum kopi
No Kategori Jumlah jawaban Presentase (%)
1 Ya 49 4,9%
2 Tidak 47 4,7%
Tabel 21. Sebaran jawaban mengenai variabel kebiasaan minum kopi
Perhitungan jawaban “Ya” dari kuesioner:
Jawaban “Ya” rata – rata: 50,9%
Maka analisis skala guttman, titik kesesuaian diatas 50%, yaitu 50,9% sehingga dapat dikatakan banyak responden yang memiliki kebiasaan konsumsi kopi. Dan nilai tersebut menunjukkan adanya kecenderungan subjek penelitian yang mengonsumsi
kopi lebih berisiko menderita hipertensi daripada subjek penelitian yang tidak mengonsumsi
kopi. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Hesti R (2012) yang
menyatakan kebiasaan mengonsumsi kopi tidak memiliki hubungan dengan kejadian
Hipertensi. Perbedaan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata responden di
Puskesmas Poncol terlebih pada responden wanita memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi
E. Hasil Perhitungan FFQ
Berdasarkan faktor risiko yang diteliti dari 32 responden dengan menggunakan FFQ diperoleh hasil bahwa jenis minuman yang sering dikonsumsi oleh penderita Hipertensi yaitu kopi dengan skor rata-rata 25 dengan nilai A dan berkategori sering. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara frekuensi mengonsumsi kopi dengan kejadian Hipertensi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Poncol meliputi kebiasaan keluarga untuk mengonsumsi makanan asin dan berlemak, perilaku merokok, aktivitas fisik, dan perilaku mengonsumsi kopi.
Dengan analisis data menggunakan Skala Guttman, maka diperoleh bahwa variabel kebiasaan keluarga untuk mengonsumsi makanan asin dan berlemak, dan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi sedangkan variabel perilaku merokok dan perilaku mengonsumsi kopi memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi. Dan dari hasil 2 variabel yang memiliki hubungan tersebut ada penemuan terbaru jika responden wanita di Puskesmas Poncol memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi dan itu berhubungan dengan kejadian Hipertensi yang dialami saat ini. Sedangkan untuk kebiasaan merokok pada responden pria sudah didukung oleh penelitian – penelitian yang sebelumnya, serta di wilayah kerja Puskesmas Poncol juga didapat bahwa lebih banyak penderita Hipertensi dialami oleh wanita daripada pria.
Dengan analisis data menggunakan FFQ (Food Frequency Quetionaire), maka diperoleh bahwa dari 32 responden yang mengonsumsi kopi mendapatkan skor rata-rata 25 dengan nilai A dan berkategori sering sehingga hal ini dapat membuktikan bahwa terdapat hubungan konsumsi kopi dengan hipertensi.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta DKK Semarang Tahun 2011
Data Monografi Kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara tahun 2013 Dr. Jan Tambayong. 2000. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Eka, UN. 2011. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita Hipertensi dalam Upaya Mencegah Kekambuhan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24304/4/chapter%2011.pdf Diakses tanggal 3 Oktober 2015
Gray, Huon dkk. 2005. Lecture Notes: Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara Hardinsyah et al. 2001. Pengembangan Konsumsi Pangan Dengan Pendekatan Pola
Pangan
Lingga, Lanny. 2012. Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta Selatan: PT. AgroMedia Pustaka
Mannan, Hasrin dkk. 2012. Jurnal: Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012. Makassar:
Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Moerdowo. 1984. Masalah Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi). Jakarta : Bhratara
Karya Aksara
Moh. Nasir. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Noor. 2000. Dasar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 Tahun 2013. Angka Kecukupan Gizi Bagi Bangsa Indonesia.Jakarta
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati Tuminah. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Artikel Penelitian Majalah Kedokteran
Indonesia,. 59 (12), 580-587.
Rahayu, Hesti. 2012. Skripsi: Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Roslina, 2007. Jurnal: Analisa Determinan Hipertensi Essensial di Wilayah Kerja Tiga Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007.
http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/6783/1/09E01491.pdf diakses 4 November 2015.
Silalahi, U. (2006). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press
Suryani, Agus. 2014. Dakwah pada komunitas preman (metode dakwah KH. Muhamad Kuswanto di Perbalan Kota Semarang). Jurnal online.
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2615 diakses tanggal 4 November 2015 Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta :
Salemba Medika
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER FAKTOR RISIKO HIPERTENSI Bagian 1: Data Demografi
Jawablah daftar pertanyaan berikut ini dengan menuliskan tanda ceklist () pada kotak serta titik – titik yang tersedia.
1. Nama :……….
2. Jenis Kelamin : Laki – laki 3. Pendidikan Terakhir :
Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Tamat Sarjana/ diploma 4. Pekerjaan
PNS
Pegawai Swasta Wiraswasta Pensiun Tidak bekerja
Lainnya (tuliskan) ……….
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (×) pada jawaban yang benar ya atau tidak.
Bagian 2: Gambaran Faktor Risiko Hipertensi
(Riwayat keluarga, aktivitas fisik, perilaku merokok dan konsumsi kopi)
A. 1. Keluarga saya (ayah, ibu, anak) mempunyai riwayat tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah 140/90 mmHgatau lebih.
2. Keluarga saya memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan asin.
a. Ya b. Tidak
3. Keluarga saya mengonsumsi makanan asin 3 kali atau lebih dalam seminggu.
a. Ya b. Tidak
4. Keluarga saya memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan yang berlemak tinggi (seperti gorengan, jeroan, daging kambing, daging sapi, dan kuning telur).
a. Ya b.Tidak
5. Keluarga saya mengonsumsi makanan yang berlemak tinggi tersebut 3 kali atau lebih dalam seminggu.
a. Ya b.Tidak
B. 6. Saya terbiasa untuk istirahat atau tidur 6 – 7 jam setiap malam.
a. Ya b. Tidak
7. Saya terbiasa berolahraga 2 – 3 kali setiap minggu.
a. Ya b. Tidak
8. Saya terbiasa menggunakan waktu secara rutin 30 – 45 menit setiap berolahraga.
a. Ya b. Tidak
C. 9. Saya adalah seorang perokok aktif.
a. Ya b.Tidak
10. Saya dapat menghabiskan 1 atau lebih bungkus rokok dalam sehari.
a. Ya b. Tidak
11. Anggota keluarga saya adalah seorang perokok aktif.
a. Ya b.Tidak
12. Saya sering terpapar asap rokok atau saya seorang perokok pasif.
a. Ya b. Tidak
13. Saya terbiasa merokok dan jenis rokok saya adalah rokok kretek.
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
15. Saya memiliki kebiasaan untuk minum kopi 2 atau lebih cangkir dalam sehari.
a. Ya b. Tidak
16. Saya memiliki kebiasaan minum kopi hitam.
Lampiran 2. Kuesioner Frekuensi Pangan (FFQ)
FORMULIR KUESIONER FREKUENSI PANGAN (FFQ) A. Identitas Responden
Nama : (L/P)
Alamat :
Tempat, Tanggal Lahir :
Umur :
Telepon/Hp :
Berat Badan (kg) : Tinggi Badan (cm) : B. Petunjuk Pengisian
Isilah formulir identitas responden dengan lengkap.
Isilah formulir Frekuensi Pangan dengan menulis angka pada kolom frekuensi sesuai dengan berapa banyak anda mengkonsumsi makanan yang tertera pada tabel.
Subjek No Nama Makanan Frekuensi
1 Daging ayam 2 Daging sapi 3 Daging bebek 4 Daging kambing 5 Telur ayam 6 Telur bebek 7 Ikan asin 8 Ikan pindang 9 Ikan mas 10 Ikan bandeng 11 Bandeng presto 12 Bakso
13 Udang 14 Kepiting
Sumber Protein Nabati 1 Tahu
2 Tempe 3 Kacang hijau 4 Tomat 5 Sawi hijau 6 Sawi putih 7 Tauge 8 Terong 9 Buncis
12 Kubis Buah-buahan 1 Jambu biji 2 Jambu air 3 Apel 4 Mangga 5 Jeruk 6 Kelengkeng 7 Anggur 8 Durian
Makanan Jajanan 1 Gado-gado 2 Es cendol 3 Bubur ayam 4 Jentik manis 5 Risoles 6 Arem-arem 7 Batagor 8 Lumpia