• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN DESA PAKIS DALAM MEWUJUDKAN OTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KESIAPAN DESA PAKIS DALAM MEWUJUDKAN OTO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KESIAPAN DESA PAKIS DALAM MEWUJUDKAN OTONOMI DESA (SUATU PENELITIAN DI DESA PAKIS KEC. TROWULAN KAB.

MOJOKERTO) Muhammad Syaroful Umam Muhammad Bagir Idrus Alatas

Abstract

Although Indonesia recently made radical changes in autonomy laws—which focused on village self-development, autonomy implementation process, and decentralisation—in 2014, little progress has been made and expected positive impact yet to be fulfilled. This paper explains culturally-heterogeneous Pakis’ villagers in term of participation and/or political contribution in order to establish autonomous village. Inter-dusun (admistrative division form below ‘Desa’ or Village) cultural barrier—moreover, lacking of cultural tolerance—normally causing disunification of the village itself. With that obvious challenge, Pakis villagers’ participation still relevant towards their goal; achieving collective welfare through village autonomy.

(2)

1. Latar Belakang Masalah

Desa merupakan awal lahirnya suatu kawasan dengan pembagian wilayah yang sudah ditentukan dan lama-kelamaan hampir semua tempat yang dulunya merupakan desa dijadikan kota. Sebelum kemerdekaan Indonesia berlangsung tepatnya ketika jaman kerajaan, desa disebut sebagai komunitas lokal yang mendiami suatu tempat dengan luas wilayah tertentu. Namun dikarenakan masuknya kolonial ke negeri kita membuat desa semakin kedepan semakin tidak mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Bahkan ketika orde baru memimpin desa hanya menjadi suatu kawasan kecil yang tidak mempunyai harapan sedikitpun untuk berkembang karena kepala desa cenderung menjadi penguasa di desanya sendiri sehingga masyarakat tidak bisa melakukan banyak hal karena ketentuan utamanya dari kepala desa.

Desa Pakis merupakan desa yang memiliki tiga dusun, masing-masing memiliki perbedaan budaya yang nyata. Perbedaan tersebut adalah tantangan yang menghambat terjadinya otonomi, namun masyarakat desa Pakis mampu mengenyampingkan perasaannya untuk desa yang lebih baik. Hambatan-hambatan lain berupa administrasi desa maupun pengetahuan masyarakat tentang otonomi itu sendiri juga menjadi tantangan dalam menyambut otonomi itu sendiri. Desa ini terletak di kabupaten Trowulan Mojokerto, yang dikelilingi oleh tanah pertanian dan hutan. Terdapat tiga dusun di desa Pakis yaitu Wetan, Kulon, dan Bancang. Desa Pakis Wetan dan Kulon tempatnya tidak berjauhan (bersebelahan), sementara desa Pakis Bancang terletak di tengah hutan dengan kehidupan yang cenderung tertutup. Seluruh masyarakat desa Pakis sangat antusias jika ada suatu kegiatan untuk bisa membantu kegiatan tersebut dengan apa yang bisa dilakukan1, karena memang kehidupan desa lebih ke gotong royong (hidup bersama-sama) dari pada lebih memikirkan dirinya sendiri.

Penelitian ini difokuskan untuk melihat partisipasi masyarakat dalam menjalankan desa. Dengan teknik wawancara, data yang diperoleh cukup mendalam, sehingga

(3)

mampu mengupas kondisi nyata masyarakat dan aparatur desa Pakis dalam menjalankan tata kelola desa.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul KESIAPAN DESA PAKIS DALAM MEWUJUDKAN OTONOMI DESA

2. Rumusan Masalah

Mengapa masyarakat Desa Pakis yang mempunyai budaya berbeda-beda pada setiap dusunnya siap mewujudkan otonomi desa?

3. Kerangka Teori

A. Partisipasi Masyarakat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan).2 Definisi lain menyebutkan partisipasi adalah kerja antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan.3 Masyarakat harus aktif dalam suatu kegiatan yang diadakan di desa maupun kota dengan menyumbangkan tenaga dan pikirannya agar tercipta masyarakat yang cerdas seperti masyarakat yang berkontribusi terhadap sekitarnya memperhatikan kinerja pemerintah (pusat dan lokal), bisa mengatur sumber daya alam yang ada dalam suatu wilayah masyarakat tertentu, memberikan aspirasi-aspirasi yang membangun terhadap kegiatan yang diadakan di wilayah tertentu serta berperan dalam organisasi-organisasi sosial/lembaga. Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh Sastropoetro dalam bukunya yang berjudul "Partisipasi, komunikasi, persuasi dan disiplin dalam pembangunan nasional”, mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat, yaitu sebagai berikut: (1) Pikiran (Psychological participation); (2) Tenaga (Physical participation); (3) Pikiran dan tenaga (Psychological dan Physical participation); (4) Keahlian (Participation with skill); (5) Barang (Material participation); (6) Uang (Money participation).4 Setiap individu dalam masyarakat sebisa mungkin membantu dengan hal yang bisa

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 831

(4)

dilakukan seperti yang sudah dikatakan oleh Davis agar, pelayanan publik seperti pembuatan/perbaikan jalan, kesehatan, pendidikan, dan juga lapangan pekerjaan, pembangunan infrastruktur, berjalan dengan lancar karena masyarakat berandil besar dalam proses kearah yang lebih baik.

Partisipasi masyarakat merupakan peran paling penting untuk pembangunan khususnya di desa5 yang cenderung tidak memperdulikan permasalahan yang ada di sekitar. Masyarakat harus bisa mengembangkan kemampuannya masing-masing membangun desanya sendiri supaya tidak menjadi daerah yang tertinggal. Namun tidak semua masyarakat mempunyai keinginan yang kuat untuk turut serta berpartisipasi di desanya, karena itu sebisa mungkin pemerintah desa berupaya untuk membangkitkan keikutsertaan masyarakat dalam membangun desanya. Kusnaedi mengatakan bahwa ada enam cara untuk membangkitkan partisipasi masyarakat, yaitu: (1) Menggunakan prinsip pertukaran dasar, yaitu melalui pendekatan timbal balik manfaat yang diterima langsung oleh masyarakat; (2) Memberikan bimbingan dan kepercayaan kepada masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan dengan memperhatikan kondisi sosial sehingga motivasi masyarakat semakin kuat untuk berpartisipasi; (3) Kegiatan pembangunan harus bersifat dan berfungsi sebagai stimulan yang mampu meningkatkan partisipasi dan swadaya masyarakat untuk melibatkan diri; (4) Rancangan pembangunan harus sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat untuk melibatkan diri; (5) Menyelaraskan program-program pembangunan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat; dan (6) Melibatkan masyarakat dalam membuat suatu rencana dan keputusan.6

B. Otonomi Desa

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan

5 Kalimat desa digunakan karena permasalahan partisipasi masyarakat dalam penelitian ini di

fokuskan kepada masyarakat yang ada di desa Pakis kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

6 Kusnaedi, Membangun Desa (Pedoman untuk Pengerak Program IDT, Mahasiswa KKN, dan Kader

(5)

masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Politik Desa

Pada saat Soeharto masih berkuasa, kepala desa bisa berbuat apapun kepada masyarakatnya. Kekerasan bisa dilakukan untuk memeras masyarakat, membunuh merupakan hal yang biasa, korupsi dengan mudah dilakukan karena tidak pedulinya masyarakat desa terhadap kepala desanya yang seharusnya memberikan pelayanan publik/sudah hilangnya harapan masyarakat desa untuk membenahi desanya. Damasus Ebot, Kepala Desa Bangka Ara, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, pernah bercerita tentang pengalamannya7 yang pernah menjadi Penguasa ketika menjadi sesosok penguasa yang ditakuti dan dipatuhi oleh masyarakat desanya dengan menghalalkan segala cara seperti kekerasan, dsb. Ketika orde baru runtuh pada tahun 1998, baru kemudian adanya kebebasan bagi masyarakat desa untuk mengatur “rumah tangganya” sendiri untuk membangun, memperbaiki desanya yang sebelumnya tidak ada kesempatan untuk berbuat banyak dalam pembangunan desa.

Namun desa belum sepenuhnya pulih, politik uang dan politik dinasti8 yang sudah berlangsung lama begitu banyak terjadi di berbagai desa di Indonesia. Politik uang dapat diartikan sebagai seni untuk memenangkan posisi yang menguntungkan bersaranakan uang dalam rangka upaya merebutkan kekuasaan dalam kehidupan bernegara9. Selain itu politik uang dapat diartikan sebagai uapaya mempengaruhi perilaku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan. Tindakan itu bisa terjadi dalam jangkauan (range) yang lebar, dari pemilihan

7

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/sites/37/2014/11/Demokrasi_Lokal-Sarjana.pdf

8 Contoh paling menonjol adalah kekerabatan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Dia adalah

kakak kandung Wakil Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah, kakak tiri Wali Kota Serang Tb Haerul Jaman, kakak ipar Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, dan anak tiri Wakil Bupati Pandeglang Heryani. Diambil dari http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/opini/11239-negeri-dinasti-politik-praktis.pdf

9 Sumartini, L. Money Politik Dalam Pemilu. (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional

(6)

kepala desa sampai pemilhan umum suatu Negara.10 Money Politic tidak hanya terjadi di tingkat kota, namun desa pun masih banyak kepala desa yang menginginkan jabatan kemudian melakukan “serangan fajar” agar terpilih menjadi penguasa di desa tertentu.

4. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam untuk mendapatkan data dan informasi. Penggunaan metode ini digunakan untuk menggali/mencari tahu apa yang dialami/diketahui responden yang diwawancarai mengenai kehidupannya di desa Pakis. Kedua, teknik wawancara mendalam bisa leluasa untuk menanyakan sesuatu kepada responden tanpa terikat apapun dan tanpa urutan pertanyaan. Teknik wawancara mendalam adalah teknik untuk mendekatkan diri kepada responden yang ditanyakan agar bisa lebih terbuka dan mendapatkan informasi-informasi baru yang belum diketahui. Diawali dengan pengantar kemudian mempekenalkan diri kepada respoden dan memberi tahu tujuan dalam wawancara ini, kemudian menanyakan kepada respoden dengan pertanyaan yang bersifat luas. Peneliti juga menggunakan alat bantu rekam untuk memudahkan proses pengolahan data. Penelitian itu juga mempunyai dokumentasi berupa foto untuk pengumpulan data dengan menggunakan alat bantu camera.

5. Pembahasan

A. Desa Pakis dan Perbedaan Budaya Dusunnya

Desa Pakis terdiri dari tiga dusun; Pakis Wetan, Pakis Kulon, dan Bancang. Mayoritas masyarakat Desa Pakis beragama Islam. Dalam prakteknya, setiap dusun memiliki pandangan yang berbeda tentang agama, sehingga mengakibatkan masyarakat antar dusun tidak akur pada masa lampau. Secara historis, ada berbagai fakta menarik yang melatarbelakangi pembagian teritorial masing-masing dusun.

Masyarakat Pakis Wetan memegang teguh agama islam. Menurut masyarakat dusun Pakis Kulon (dusun sebelahnya), hal tersebut disebabkan oleh pondok

10 Ismawan, indra. Money Politik (pengaruh Uang Dalam Pemilu). (Yogyakarta : Media Pressindo,

(7)

pesantren yang terletak di tengah-tengah dusun. Walaupun pesantren tersebut tidak begitu terjun langsung/berdakwah secara intens kepada masyarakat, pesantren tersebut sangatlah mempengaruhi kondisi psikologis dan agama masyarakat. Selain itu hanya ada satu organisasi keagamaan yang mendominasi masyarakat sekitar, yaitu Nahdlatul Ulama’. Berdasarkan fakta-fakta dan data yang diperoleh, bisa disimpulkan bahwa Pakis Wetan mempunyai Kultur yang homogen.

Berbeda dengan masyakarat Pakis Wetan, menurut bapak bandi (tokoh masyarakat), Pakis Kulon memiliki budaya yang heterogen. Masyarakat sekitar mengklaim bahwa Pakis Kulon lebih nasionalis11, mereka tidak begitu memperdulikan agama ataupun moralitas tetangga, yang penting tidak mengganggu hak individu lain. Perilaku menyimpang sudah menjadi hal yang biasa—bahkan telah menjadi budaya bagi masyarakat—seperti berjudi dan minum alkohol. Walaupun mayoritas masyarakat Pakis Kulon beragama islam, masyarakat Pakis Kulon menganggap agama sebagai hak pribadi.

Bancang memiliki budaya yang menarik, yaitu kawin muda, tawuran dengan desa tetangga (bagi pemudanya), dan pemujaan terhadap hal-hal gaib. Masyarakat Bancang didominasi oleh pendatang, sehingga hubungan antar tetangga kurang harmonis, bahkan beberapa ada yang bermusuhan satu sama lain, tidak seperti masyarakat desa pada umumnya.

Dahulu sering terjadi perselisihan antar dusun, apalagi pada saat-saat pemilihan kepala desa. Baik dari tokoh masyarakat, kepala desa, mahasiswa, dan masyarakat itu sendiri sepakat bahwa masyarakat sangat antusias dalam menyambut pemilihan kepala desa, bahkan antusiasme yang berlebih tersebut menimbulkan perselisihan yang panjang dan berimbas pada pelantikan kepala desa dan aparaturnya. Perselisihan akibat pemilihan umum sudah berhenti semenjak calon incumbent berhasil memenangkan pemilihan kepala desa untuk kedua kalinya, sebab pemilihan tersebut berakhir dengan kemenangan mutlak calon incumbent.

B. Partisipasi Politik Masyarakat Desa Pakis

(8)

Masyarakat mempunyai preferensi tersendiri terkait kepala desa yang diusung. Pengawalan pemilihan kepala desa pilihan tersebut membuktikan tingkat partisipasi politik masyarakat desa Pakis cukup tinggi. Ketika dihadapkan dengan pemilihan kepala desa, masyarakat mampu menilai calon mana yang layak untuk dijadikan kepala desa.

Kinerja aparatur desa yang dinilai warga baik menyebabkan partisipasi politik masyarakat desa Pakis meningkat. Masyarakat yang sebelumnya tidak peduli dengan apapun yang terjadi dengan desa berpartisipasi aktif dalam mengembangkan desa. Dalam pengelolaan desa sendiri, masyarakat luas memang kurang bisa memberikan sumbangan tenaga untuk mencapai otonomi desa, karena masyarakat cenderung bekerja pada pagi hari dan istirahat di malam hari. Masyarakat cenderung memberikan sumbangan pemikiran.

Kepala desa mengakui bahwa tidak ada demonstrasi semenjak kepemimpinannya. Dia mengklaim bahwa tidak perlu memberikan perincian pertanggung jawaban anggaran desa, karena sebelum mendapatkan dana bantuan dari pihak manapun, dia sudah memberitahu masyarakat tentang darimana dana tersebut berasal dan akan digunakan untuk apa. Kepemimpinan kepala desa tersebut diakui baik oleh mayoritas masyarakat desa Pakis maupun masyarakat luar desa Pakis. Dengan kinerja yang baik pada periode selanjutnya, masyarakat memilih untuk melanjutkan pemerintahan sebelumnya tanpa ada imbalan apapun.

C. Politik Desa Pakis

(9)

Mojokerto, pemilihan kepala desa Pakis pada tahun 2013 tidak terjadi politik uang oleh ‘pihak luar’. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh kalkulasi politik yang menunjukkan bahwa pemilihan kepala desa akan berakhir dengan kemenangan mutlak.

Kesadaran politik yang mulai terbangun dalam diri masyarakat desa Pakis tidak diimbangi dengan pengetahuan politik—yang masih seputar pemilihan umum saja —dan belum mencapai titik dimana politik merupakan distribusi keadilan dan kekuasaan yang fair dengan regulasi dan etika yang sudah ditentukan. Masyarakat masih harus berproses agar tidak bias tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh aparatur desa, kewenangannya, dan tanggungjawabnya. Disamping pengetahuan politik yang kurang, masyarakat menganggap bahwa tata kelola desa oleh aparatur desa sangat memuaskan berdasarkan output yang diberikan, tanpa melihat bagaimana proses tata kelolanya. Bagi masyarakat, yang penting adalah pembagian subsidi yang merata dan pembangunan infrastuktur desa yang memadai. Harun, mahasiswa dari Universitas x, mengakui bahwa hal tersebut benar adanya dan masyarakat sekitar masih butuh sosialisasi tentang pengawasan desa oleh masyarakat.

D. Kesiapan Pakis Menuju Desa Otonom

Pada masa lampau, masyarakat masih mempunyai rasa primordialisme dusun, sehingga dusun yang kalah dalam pemilihan kepala desa kurang kooperatif dalam menjalankan desa. Kepala desa juga lebih mementingkan dusun asalnya dan kurang bisa adil dalam membangun dusun tetangganya. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat desa Pakis sudah dapat mengatasi kendala budaya dengan tidak menyertakannya dalam pembangunan desa. Hal tersebut merupakan progress baik dalam menyambut otonomi desa.

(10)

walaupun ada keinginan untuk berpartisipasi. Kekurangan tersebut ditutupi dengan koordinasi karang taruna yang baik.

Jika Pakis mampu mampu menjaga komunikasi dengan karang taruna secara efektif, maka otonomi desa akan lebih mudah dilakukan, mengingat komunikasi masyarakat dengan kepala desa kurang intens. Masyarakat Pakis perlu mendapatkan sosialisasi lebih tentang otonomi desa, sehingga celah terjadinya penyalahgunaan anggaran dapat ditekan.

Berdasarkan data yang kami dapatkan, pengelolaan anggaran desa Pakis bermasalah. Penyalahgunaan anggaran yang dilakukan baik oleh aparatur desa maupun masyarakat desa Pakis merupakan bentuk ketidaksiapan dalam penyelenggaraan otonomi desa. Perlu ada pengawalan yang ketat terkait penggunaan anggaran desa. Jika tidak ada, maka akan dijadikan pesta.

Berdasarkan pengakuan kepala desa Pakis, desa menerima dana sebesar 250 juta rupiah dalam rangka “pencairan bertahap” bantuan 1 milliar. Dana tersebut tidak diketahui masyarakat luas dan hal tersebut merupakan pencideraan terhadap prinsip otonomi. Walaupun masyarakat akan lebih baik jika menerima dukungan dana yang besar, sosialisasi kepada masyarakat desa tidak dilaksanakan dengan baik.

(11)

6. Penutup

A. Kesimpulan

Di samping kendala latar belakang budaya masing-masing dusun yang berbeda yang menimbulkan primordialisme dusun, masyarakat sudah tidak mencampurkan sentimen primordialisme dengan urusan desa. Partisipasi politik masyarakat Pakis sudah cukup baik dan pengetahuan politik masih kurang. Masyarakat desa Pakis hanya kurang dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran.

B. Saran

Perlu adanya sosialisasi tentang otonomi desa secara intens. Hal tersebut juga berlaku kepada desa lainnya. Masyarakat desa Pakis harus menyadari seberapa pentingnya anggaran desa, bukan menganggap bahwa dana desa sekedar untuk membangun infrastruktur dan memberikan bantuan material kepada masyarakatnya. Pembangunan sumber daya manusia juga harus ditingkatkan.

Bibliography

Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ismawan, indra, 1995. Money Politik (pengaruh Uang Dalam Pemilu). (Yogyakarta : Media Pressindo.

Kusnaedi, 1995. Membangun Desa (Pedoman untuk Penggerak Program IDT, Mahasiswa KKN, dan Kader Pembangunan Desa). Jakarta: Penebar Swadaya Landis, P. H., 1948. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

L., S., 2004. Money Politik Dalam Pemilu. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.

Sastropoetro & Santoso, A., 1988. Partisipasi, komunikasi, persuasi dan disiplin dalam pembangunan nasional. Bandung: Alumni.

Soetrisno, L., 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius. content/uploads/sites/37/2014/11/Demokrasi_Lokal-Sarjana.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Prioritas pertama untuk memilih metode terbaik adalah melihat nilai U theil, karena nilai u theil merupakan perhitungan error yang melihat nilai peramalan dan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) rata-rata skor kemampuan Mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA UNM menyelesaikan soal UN Mata Pelajaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : hasil belajar Mata Kuliah Pengembangan Bahasa Daerah yang diajar menggunakan metode role playing lebih baik dibandingkan

Prosentase perbedaan tingkat kebisingan antara titik sampling pada 0 meter dan 80 meter dari jalan raya yang tertinggi terjadi di Kebon Sirih, Jakarta Pusat (26,94 %),

Kemudian peneliti juga menanyakan : ”Siapa saja yang menjadi anggota KKG BA dan bagaimana penerapan KKG BA ? Ibu Zakiyatul Ngafwani menjelaskanbahwa ”anggota KKG BA ini

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pengaruh penerapan nilai-nilai Islam dalam praktik perbankan