I
“Pandangan Alkitab Tentang Kesetaraan Bagi
Penyandang Disabilitas”
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Tahapan Persiapan
Bersama (TPB)
Disusun oleh:
JESSICA STEPHANIE MS
140410170066
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
II KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan kasih karunia-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang tak henti-hentinya penyusun
terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan serta
pengertian bagi penyususn dalam penyusunan makalah yang berjudul “Pandangan Alkitab
Tentang Kesetaraan Bagi Penyandang Disabilitas”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tahapan Persiapan
Bersama Dalam makalah ini akan mengulas tentang penyandang disabilitas dan pandangan
alkitab terhadap penyandang disabilitas yang mengangkat topik dari Sustainable Development
Goals , tujuan nomor 10 yaitu Reduced Inequalities.
Atas bantuan, dorongan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun material,
maka segala hambatan dan kesulitan yang penyusun hadapi ketika menyusun makalah ini dapat
teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu serta menolong dan
mendukung penyusun , sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa hambatan
dan kesulitan yang berarti .
Harapan penyusun, semoga makalah ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi penyusun
sendiri maupun bagi orang yang membacanya. Dengan segala kekurangan pada diri penyusun,
kritik dan saran yang konstruktif dan membangun sangat diharapkan dari pembaca guna
meningkatkan dan memperbaiki makalah ini dikemudian hari.
Sumedang, Januari 2018
III DAFTAR ISI
COVER………I
KATA PENGANTAR………...II
DAFTAR ISI………III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……….………...…….1
B. Rumusan Masalah………2
C. Tujuan Penelitian………..………...2
D. Manfaat Penelitian………...2
BAB II PEMBAHASAN A. Tuhan Tidak Menciptakan Kesalahan……….………3
B. Pandangan Alkitab Dan Gereja Terhadap Penyandang Disabilitas………….…………7
C. Diskriminasi Terhadap Penyandang Disabilitas ………..…………...…9
D. Hakikat Dasar Masyarakat Inklusif………..……….………10
BAB III PENUTUP A. Simpulan……….……….…………..13
B. Saran………..13
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia telah diciptakan Tuhan sama dan sederajat antara satu sama lain . Manusia
diciptakan oleh Allah segambar dan serupa-Nya, seperti yang tertulis di Kejadian 1:26 “Maka
Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” . Namun seiring berjalannya waktu,
manusia itu secara sadar ataupun tidak menciptakan berbagai perbedaan diantara mereka, baik
berwujud sikap , perilaku ataupun perlakuan yang diberikan . Perbedaan-perbedaan yang ada
ini masih sangat dirasakan , terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan- keterbatasan
secara fisik , mental , ataupun fisik-mental , baik keterbatasan sejak lahir maupun
keterbatasan/kelainan yang ada setelah mereka dewasa . Istilah bagi orang-orang tersebut
disebut sebagaai penyandang disabilitas . Tentunya segala bentuk keterbatasan itu tidak
diharapkan oleh para orngtua terjadi pada anak mereka . Menjadi disabilitas bukanlah sebuah
pilihan . Tetapi bukan juga sesuatu yang harus disesalkan , apalagi dihindari oleh masyarakat .
Keberadaan penyandang disabilitas sendiri telah ada sejak lama hingga saat ini . sejak
kebudayaan manusia masih primitive / zaman praaksara sampai kebudayaan yang modern
seperti saat ini , tak pernah masyarakat di dunia ini bebas dari keberadaan penyandag
disabilitas . Diperkirakan sekitar 15 % penduduk dunia ini masuk dalam kategori Penyandang
disabilitas Ini lebih tinggi dari perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia sebelumnya pada tahun
1970 , yaitu sekitar 10%. Dari hasil itu dapat diambil kesimpulan bahwa setiap tahun ada
peningkatan jumlah mereka yang disebabkan oleh berbagai faktor . Dan tampaknya tidak ada
korelasi antara kemajuan budaya dan peningkatan jumlah kelahiran penyandang disablitas
(Sunanto) . Perbedaannya yang paling menonjol dari keberadaan penyandang disabilitas
ditengah-tengah masyarakat ialah cara pandang masyarakat dan cara masyarakat menyikapi
penyandang disabilitas disekitar mereka .
Tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat persoalan mendasar , yaitu persoalan
2 cenderung bersikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas . Suara penyandang
disabilitas hampir tidak terdengar dalam gereja maupun masyarakat. Pengalaman mereka tidak
pernah diperhitungkan. Apalagi keberadaan mereka sebagai individu tidak dinilai sebagai
keberadaan yang penting. Lalu muncul pertanyaan refektif dari penyandang disabilitas itu
sendiri: apakah kami tidak diciptakan ‘segambar dan serupa dengan Allah’? Apakah
disabilitas ini merupakan kutukan dari Allah? Apakah kelemahan fisik yang kami derita
adalah akibat dari dosa orang tua kami? Atau dosa kami sendiri? Apakah kami adalah para
pendosa? Mengapa orang-orang memandang kami dengan rendah? Bagaimana kami dapat
berperan dalam gereja dan masyarakat ? (Longchar & Rajkumar, 2010)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas , maka dalam makalah ini dapat
dirumuskan 2 permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sebenarnya pandangan alkitab terhadap penyandang disabiltas ?
2. Perlakuan bagaimana yang seharusnya diterapkan oleh Umat kristiani terhadap
penyandang disbilitas sesuai dengan firman Tuhan ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan makalah tinjauan ini adalah untuk:
1. Menjelaskan pandangan alkitab terhadap penyandang disabiltas
2. Menjelaskan perlakuan yang seharusnya diterapkan oleh Umat kristiani terhadap
penyandang disbilitas sesuai dengan firman Tuhan
D. MANFAAT
Semoga makalah ini membawa manfaat , baik untuk penyusun sendiri maupun untuk pembaca
, yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyandang disabilitas dilihat dari
kacamata kekristenan , dan agar mengetahui tindakan kita sebagai umat kristiani dalam
3 BAB II
PEMBAHASAN
A. TUHAN TIDAK MENCIPTAKAN KESALAHAN
Imago Dei
Hal-hal yang menyangkut umat manusia, jika dilihat dari pandangan alkitab
sebenarnya membawa ke dalam fokus yang tajam
akan pertanyaan tentang apa artinya manusia diciptakan segambar dan serupa
denganAllah. Ungkapan 'gambar Allah' dari narasi penciptaan pertama dalam Kejadian
1:26-27 telah ditafsirkan berbeda sepanjang sejarah doktrin dan teolgi keristenan . Banyak yang
berpendapat bahwa manusia memiliki kemiripan fisik kepada Allah dalam hal
bertubuh tegak dan berwajah rupawan . Thomas Aquinas bersama
dengan banyak orang melihat bahwa rasionalitas manusia
diciptakan adalah partisipasi dan refleksi dari logo ilahi pada
saat dunia diciptakan. Sementara beberapa gambar tampilan Tuhan sebagai manusia
yaitu seseorang yang melaksanakan kuasa dan kekuasaan atas makhluk lainnya, seperti yang
dilakukan oleh Allah . Ketika penulis kitab Kejadian (Kej. 1:26-28) tentang penciptaan
laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa Allah, maksud sebenarnya ialah manusia
diarahkan kepada tanggung jawab etis bahwa setiap orang memikul tanggung jawab yang
sama, yaitu tanggung jawab untuk memerankan wajah Allah yang kreatif, sangat mengasihi,
dan peduli melalui kehidupan dan karya masing-masing individu. Istilah “gambar Allah”
sendiri mengandung makna estetis maupun fungsional (Gulo, 2012). Individu yang termasuk
dalam kelompok penyandang disabilitas layak masuk dalam kategori ini, sebab mereka juga
sama indahnya dengan kelompok nin-penyandang disabilitas, dan mereka memiliki keunikan
tersendiri untuk menghadirkan kreatifitas, kasih dan kepedulian Allah di lingkungan mereka
berada. 'Gambar Allah' dalam teologi Kristen tidak boleh difahami tanpa diiringi
oleh paradigma Kristologi, karena bagi iman Kristen, Yesus Kristus adalah ungkapan yang
sepenuhnya dan yang sejati tentang apa yang Allah inginkan dan maksudkan untuk umat
4 pembawa citra Allah. Para pemikir yang muncul baru-baru ini yang memperhatikan masalah
kontekstual dan perjuangan telah menemukan cara baru yang kreatif untuk menganggap serius
dimensi etis dan moral dari gagasan tentang citra Tuhan dan dengan demikian mengakui
bahwa hak asasi manusia dan solidaritas dengan kelompok yang terpinggirkan, termasuk
didalamnya penyandang disabilitas berada di jantung dan menjadi topik utama dalam
setiap diskusi tentang keunikan manusia. Penolakan untuk menganggapnya serius dan
kecenderungan pandangan akan citra manusia yang 'sempurna' cenderung abstrak dan tidak
relevan dengan realitas kehidupan.
Pertanyaan “Mengapa?”
Pertanyaan ini kerap dilontarkan oleh individu-individu yang telah terbangun dari tidur rohani
dengan deringan penderitaan yang dingin . “Mengapa harus aku , Tuhan ?” . Pada kenyataan ,
pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat jarang diucapkan oleh mereka yang benar-benar sedang
mencari jawaban . Pertanyaan tersebut pada mulanya mungkin diucapkan dengan penuh
kebencian , kebingungan dan frustasi . Seseorang yang memiliki kelainan , baik fisik ataupun
mental , juga orangtua yang memiliki anak yag memiliki kelainan mungkin mengepalkan
tangannya kearah Tuhan dan menyalahkan semuanya pada Tuhan .
Mengapa Allah Membiarkan orang-orang menjadi penyandang disabilitas , baik disabilitas
sejak lahir ataupun disabilitas yang muncul suatu ketika pada masa hidupnya ? Jika Allah itu
baik dan mahakuasa, mengapa Dia membiarkan hal-hal buruk terjadi pada ciptaanNya? Apa
tujuan seseorang kehilangan penglihatannya atau dipaksa berjalan menggunakan prosthesis
atau kursi roda ? Bagaimana kita bisa berdamai dan menerima semua kebaikan dan
kesempurnaan Tuhan dengan fakta bahwa begitu banyak ciptaan-Nya rusak dan terluka?
Suatu tanda dari dosa turunan .
Ketika seseorang menyandang suatu kelainan , apapun tingkatan keparahannya , itu
merupakan tanda-tanda dari adanya dosa turunan , ketika kejahatan turun ke bumi . Dosa
memasuki bumi sebagai hasil dari ketidakpatuhan umat manusia terhadap Allah , dan dosa itu
membawa penyakit , ketidaksempurnaan dan penyakit . Dunia ini telah tercemari oleh dosa ,
5 oleh satu orang , dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada
semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa” . Kondisi seperti itu merupakan akibat
alami dari pemberontakan umat manusia terhadap Allah . Kita hidup dalam dunia yang
terdapat sebab dan akibat dari setiap perbuatan yang kita lakukan . Yesus mengatakan bahwa
"di dunia ini Anda akan mengalami masalah . Hal ini bukan berarti mengatakan bahwa
disabilitas merupakan dampak langsung dari dosa pribadi seperti yang tertulis di Yohanes
9:1-3 , namun secara umum , keberaadaan penyandang disabilitas dapat dikaitkan dengan
keberadaan dosa , yaitu dosa turunan .
Allah akan Memuliakan diriNya
Ketika murud-murid Tuhan bertanya tentang siapakah yang berbuat dosa sehingga orang yang
dilahirkan itu buta , Yesus berkata : “Bukan dia dan juga bukan orangtuanya , tetapi karena
pekerjaaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan dalam dia” (Yohanes 9:3) . Peristiwa lain ialah
ketika Marta dan Maria mengirimkan kabar kepada Yesus tentang saudara mereka yang sakit , yaitu Lazarus, “Ketika Yesus mendengar kabar itu , Ia berkata “Penyakit itu tidak akan
membawa kematian , tetapi akan menyatakan kemuliaaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” ” (Yohanes 11:4) . Dalam kedua kasus tersebut, Allah dipermuliakan melalui kelainan individu tersebut - Dalam kasus orang yang lahir buta, penguasa bait suci
memiliki bukti yang tak terbantahkan tentang kekuatan Yesus untuk menyembuhkan; Dalam
kasus Lazarus, "Banyak diantara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria, dan yang
menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya" (Yohanes 11:45).
Allah Ingin Kita Lebih Banyak Lagi Belajar Untuk Mempercayai Kuasa-Nya
Ketika Tuhan Allah memanggil Musa di padang gurun, Musa pada awalnya enggan menerima
panggilan tersebut. Sebenarnya, dia mencoba menggunakan kecacatannya sebagai alasan
untuk menghindar dari pelayanan: "Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini
tidak pandai bicara 1 , dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah” ”(Keluaran 4:10). Tetapi , Tuhan mengetahui segala masalah yang ada pada Musa . “Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang
membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat
6 lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan. " (Keluaran 4:10-12) . Dalam
bagian yang menakjubkan ini, kita melihat bahwa semua kemampuan manusia - dan kecacatan
- adalah bagian dari rencana Allah dan bahwa Allah akan membantu hamba-hamba-Nya yang
taat.
Melengkapi RencanaNya
Tuhan telah memilih yang mereka yang lemah dibumi ini untuk suatu tujuan khusu yang luar biasa . “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan
apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak
berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti , supaya jangan ada seorang
manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.”
Tuhan tidak membutuhkan kekuatan manusia atau keterampilan atau kebugaran untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanNya. Dia bisa menggunakan penyandang disabilitas
sebagaiaman Dia bisa menggunakan anak kecil , seperti yang tertulis di Amsal 8:2 “Dari
mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena
lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam” .
Secara garis besar , terdapat 1 inti utama dalam memahami tujuan Allah menciptakan
disabilitas bagi umatnya , yaitu :
Pengertian kita sangatlah terbatas
J.I Packer dalam bukunya Knowing God mengatakan penyebab kita tidak dapat memahami
tujuan Allah dalam setiap momen kehidupan kita .
Masalah sekarang yang sering terjadi ialah kita mengira bahwa karunia kebijaksaan ada ketika
kita memiliki kemampuan melihat rencana Tuhan atas hal-hal yang terjadi atas kita pada satu
kasus tertentu dan rencana apa yang selanjutnya akan terjadi . Manusia menyangka bahwa
ketika mereka benar-benar berjalan semakin dekat kepada Allah , Ia akan meberikan
kebijksanaan tersebut secara cuma-cuma , lalu mereka akn menerima pengertian akan tujuan
segala sesuatu terjadi pada individu tersebut . Orang-orang seperti ini menghabiskan banyak
7 sesuatu tersebut terjadi . Umat kristian mungkin akan membuat diri mereka menjadi gila
karena pencarian yang sangat sia-sia tersebut . (Packer, 1993) .
Apa yang membuat kita berpikir jikalaupun Allah menjelaskan jalanNya kepada kita , kita
akan megerti ? Itu sama halnya seperti menuangkan jutaan galon air ke satu ons otak
(Newman & Tada, 1993) . Salah seorang penulis di kitab perjanjian lama menuliskan “Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang
melakukan segala sesuatu” (Pengkhotbah 11:5) . Juga yang terdapat pada Yesaya 55:9 “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan
rancangan-Ku dari rancanganmu”Tetapi , walaupun terdapat rahasia-rahasia Allah yang tidak
akan diungkapkan dan tidak terselami oleh umat manusia , kita tidak akan kita keurangan
harapan . Semuanya pasti ada jalan .
B. PANDANGAN ALKITAB DAN GEREJA TERHADAP PENYANDANG
DISABILITAS
Terkadang, orang-orang berpendapat bahwa alkitab mendiskriminasi individu dengan
disabilitas . Kerap kali mereka mengutip ayat dari Imamat 21:16-23 ““(16)TUHAN berfirman kepada Musa: (17) ‘Katakanlah kepada Harun, begini: Setiap orang dari antara keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan
santapan Allahnya, (18) karena setiap orang yang bercacat badannya tidak boleh datang
mendekat: orang buta, orang timpang, orang yang bercacat mukanya, orang yang terlalu
panjang anggotanya, (19) orang yang patah kakinya atau tangannya, (20) orang yang
berbongkol atau yang kerdil badannya atau yang bular matanya , orang yang berkedal atau
berkurap atau yang rusak buah pelirnya. (21) Setiap orang dari keturunan imam Harun, yang
bercacat badannya, janganlah datang untuk mempersembahkan segala korban api-apian
TUHAN; karena badannya bercacat janganlah ia datang dekat untuk mempersembahkan
santapan Allahnya. (22) Mengenai santapan Allahnya, baik persembahan-persembahan
maha kudus maupun persembahan-persembahan kudus boleh dimakannya. (23) Hanya
8 bercacat, supaya jangan dilanggarnya kekudusan seluruh tempat kudusKu, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan mereka.’”.
Ayat ini membatasi bagi garis keturunan Harun agar tidak berperan sebagai imam jika mereka
memiliki cacat fisik. Alasan yang mungkin masuk akal bagi orang Israel adalah bahwa
pengorbanan yang mereka tawarkan itu harus sempurna, maka para imam yang
mempersembahkan korban juga harus "sempurna" untuk menyenangkan Allah. Mereka pasti
juga memiliki beberapa gagasan bahwa pengorbanan yang sempurna itu mewakili kebutuhan
akan pengganti yang tidak bercela atas segala dosa dan kesalahan mereka. Ketika mereka
menawarkan korban persembahan yang setimpal pada mezbah itu, korban itu ditawarkan
kepada orang yang lalim . Demikian juga, imam yang menawarkannya tidak bisa "orang yang
memiliki kekurangan tetapi harus sempurna untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu
pengampunan dari Allah.
Kita tahu bahwa Tuhan juga sedang mempersiapkan umatNya untuk menerima pengorbanan
yang nyata dan yang luar biasa untuk dosa-dosa kita dan imam besar
untuk mempersembahkan korban yaitu Yesus Kristus.
Simbol-simbol ritual Perjanjian Lama adalah Simbol-simbol untuk Yesus
Kristus dan bagaimana pengorbannya menjadi pengganti yang benar-benar tanpa
cela bagi diri kita yang benar-benar berdosa.
Tetapi ayat ini tidak menjelaskan apapun tentang bagaimana sebenarnya Allah memandang
orang-orang penyandang disabilitas dalam pengertian pribadi. Tetapi kita tahu dengan
kesediaan Yesus untuk menyentuh dan menyembuhkan banyak orang yang menderita cacat
dan penyakit parah adalah bukti bahwa Tuhan mengasihi kita semua. Kita semua cacat dalam
banyak hal, secara spiritual, emosional dan fisik. Kita tidak seharusnya mendatangi Tuhan atas
dengan kondisi kita. Tetapi atas kasih karunia Allah Bapa , kita dapat menyentuh Tuhan dan
mendatangi-Nya . Bahkan Yesus menumpahkan darahNya kepada umat manusia , walau umat
manusia tidak meminta permohonan .
Jika Tuhan saja bersedia untuk melayani umat manusia yang penuh dosa dan penuh cacat ,
9 Tuhan menggunakan ketidakmampuan dalam hidup kita dan penghiburan yang Dia ajarkan
kepada kita agar kita menemukan sesuatu untuk dibagikan dan diberikan kepada orang lain di
tengah ketidakmampuan mereka. Ketidakmampuan kita menjadi salah satu sumber pelayanan
kita dalam kehidupan orang lain. Seperti salah satu cerita didalam buku All God’s Child
tentang 2 orang anak yang dipaki oleh Tuhan untuk menjadi pelayanNya dan menyebarkan
berita Injil melalui disabilitas mereka .
Perjuangan akan keterbukaan dan kesetaraan bagi penyandang disabilitas pun sudah sering
dibicarakan dalam diskusi lingkungan akademis teologi. Para teolog sekarang mulai
menyadari bahwa perlu adanya pengembangaan studi tentang disabilitas dalam biang teologi
yaitu studi tentang teologi disabilitas.
C. Diskriminasi Terhadap Penyandang Disabilitas
Tantangan bagi teologi untuk bersuara bagi penyandang disabilitas ialah teologi adalah suatu
diskursus yang dikembangkan oleh orang able bodied bagi sesama able bodied. Sehinga
disabilitas dianggap tidak termasuk dalam dalam tema atau kategori teologis dan sangat sedikit
pula materi yang tersedia yang dapat dipakai untuk merefleksikan disabilitas secara teologis
(Abraham, 2010)
Disabilitas pun hampir selalu dinilai sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif dalam dunia
teologis. Jika diperhadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang disabilitas, jawaban yang
terlontar dari kebanyakan orang hampir selalu sama misalnya, disabilitas merupakan sebuah
hukuman dari Allah; suatu ujian terhadap iman; dosa dari orangtua yang diwariskan kepada
keturunannyaa (dosa turunan); disabilitas sebagai pekerjaan Allah; dan kebanyakan berkata
bahwa disabilitas adalah suatu akibat dari dosa dan kutukan . Hal tersebut tertulis pada
beberapa kitab pada perjanjian baru , salah satunya pada injil Markus . Terdapat kisah tentang
seorang lumpuh pada saat Yesus sedang berada di Kapernaum . Yesus berkata pada Markus 2:5 “Ketika Yesus melihat iman mereka , berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu ‘Hai anak-Ku , dosamu sudah diampuni!’” Kisah tersebut menunjukkan bahwa pada zaman Yesus melayani di dunia , kecacatan atau disabilitas sering dikaitkan dengan dosa dan iman . Tetapi , yang
ingin dikatakan penginjil Markus ialah , sekali lagi ,bahwa Tuhan membiarkan manusia
10 bahwa Ia mempunyai kuasa Allah dalam diri-Nya , agar orang-orang percaya kepada-Nya dan
nama Allah semakin dipermuliakan . Tetapi gereja melihat ayat ini dalam konotasi yang
negative , sehingga mereka memandang bahwa semua penyandang disabilitas adalah pendosa
sehingga menciptakan suasana yang diskriminatif .
Konteks kita yang langsung berkaitan dengan Alkitab dan disabilitas adalah komunitas gereja. Menerima pendeta dan anggota majelis yang “normal” dianggap normal. Sedangkan
membayangkan bahwa suatu gereja memiliki pendeta yang adalah penyandang disabilitas
sungguh tak terbayangkan dan tak mungkin dapat diterima. Penyandang disabilitas masih
dipandang sebagai obyek pelayanan dan bukan salah satu yang juga seharusnya dipanggil
dalam pelayanan gerejawi. Masih terlalu sedikit gereja yang menaruh perhatian pada
aksesibilitas fasilitas yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas . Gedung gereja
terkesan hanya untuk orang yang tidak menyandang disabilitas. Bangku-bangku, altar,
alat-alat musik, alat-alat-alat-alat sound system dan semua sarana prasarana didisain masih bukan untuk
penyandang disabilitas. Hal tersebutlah yang seharusnya diubah dari lingkungan masyarakat ,
terumata dalam lingkungan gereja .
D. Hakikat Dasar Masyarakat Inklusif
pada dasarnya masyarakat inklusif menunjukkan dan menggambarkan suatu realita bahwa
didalam suatu masyarakat, keanekaragaman itu merupakan sesuatu yang tidak mugkin
dihindari, dan karenanya harus diterima secara terbuka dan tanpa diskriminasi. Yang termasuk
keanekaragaman ialah adanya anggota masyarakat yang kaya, miskin, cacat, tidak cacat,
pejabat, non pejabat, berpendidikan, tidak berpendidikan, dan lain-lain (Gulo, 2012).
Masyarakat inklusif sendiri bersikap mau mengajak anggota-anggotanya untuk selalu menjaga
kesatuan dan keharmonisan di dalam keberagaman itu, yaitu dengan cara mengedepankan sikap
saling menerima diantara masyarakat, saling menghargai, dan perlakuan yang lebih manusiawi
kepada orang-orang yang lemah. Dalam masyarakat inklusif, prinsip kerjasama lebih
diutamakan daripada kompetitif. Hal ini menunjukkan bahwa setiap individu maupun kelompok
tertentu memiliki prestasi sesuai dengan kemampuan dan kondisinya masing-masing tanpa
11 bermasyarakat, prinsip seperti ini menggambarkan bahwasnya setiap individu atau kelompok
mempunyai fungsi dan peranan masing-masing yang sama pentingnya dalam kehidupan
bersosial .
Masyarakat inklusif bersikap menghargai setiap hak individu, meskipun dalam pelaksanaannya
tidak lepas dari konteks kebersamaan. Untuk dapat melakukan hal ini sikap saling menghargai,
saling menerima, dan memperlakukan sesama kita dengan lebih manusiawi dan beradab
menjadi kata kunci yang penting paling penting dalam mewujudkan lingkungan yang inklusif.
Sebaliknya, segala hal yang berbau diskriminasi, ketidakadilan, kekerasan, dan sejenisnya,
menjadi kata-kata “haram” dan sangat tidak boleh muncul dalam masyarakat inklusif. Dalam
konteks kehidupan kekristenan, gereja sejatinya dipahami sebagai persekutuan orang-orang
Kristen yang beragam dalam berbagai aspek, dalam hal suku bangsa, bahasa, pendidikan, status
ekonomi dan sosial, cacat-tidak cacat, dan lain-lain, dan umat kristiani yang sangat beragam itu
dipersatukan dalam Yesus Kristus. Bisa ditarik kesimpulan bahwa hakikat dasar dari
masyarakat inklusif ialah rumah bagi semua (home for all dan home of all) (Gulo, 2012)
Dasar yang paling utama dari inklusivisme di gereja ialah kasih, karena Allah itu sendiri adalah
kasih (1 Yoh 4:8 ) . Allah yang penuh kasih telah menunjukkan kepada kita bahwaa Ia yang
maha mulia mau menerima kita , dan tidak ada alsan bagi kita ciptaan-Nya , yang notabene kita
semua sederajat membangun tembok eksklusivisme antara kita yang tidak menyandang
disabilitas dengan mereka yang menyandang disabilitas . Kita adalah sama ciptaan Allah , tetapi
kita semua unik dengan cara kita sendiri .
Tertulis dalam kitab Ulangan 10:18 , Allah dengan jelas menegaskan keberpihakan-Nya dan membela hak-hak anak yatim, dan janda, dan orang asing. Dalam Mazmur 82:3-4
dituliskan:“Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak
orang sengsara dan orang yang kekurangan! Luputkanlah orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka dari tangan orang fasik!” Beberapa teks yang serupa juga dapat kita lihat dalam kitab-kitab para nabi, contohnya kitab Amos, Yesaya, dll. Dan masih banyak
lagi teks-teks dalam perjanjian lama yang menunjukkan keberpihakan dan pembelaan Allah
terhadap mereka yang lemah, dalam hal ini termasuk para penyandang disabilitas.
Tidak jauh beda dengan yang tertulis di perjanjian baru, terutama Yesus. Selain berbagai
contoh dari kisah perjalanan dan pelayanan-Nya, ada kalimat Yesus menurut catatan Lukas,
12 Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia
telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
13 BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyandang disabilitas ialah anggota masyarakat yang sama berharganya seperti kita dalam
lingkungan masyarakat. Mereka adalah salah satu anggota masyarakat yang juga dapat memberikan suatu bentuk kontribusi dan dapat menyumbangkan berbagai ide dan gagasannya
bagi keluarga, masyarakat, bangsa, gereja, dan bagi siapa pun apabila mereka diberi kesempatan
untuk mengembangkan potensi yang ada didalm diri mereka. Penyandang disabilitas bukan tidak mungkin pro-aktif dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan masyarakat tempat mereka
berada, hanya saja,beberapa dari mereka perlu dibimbing dan dididik untuk menjadi lebih aktif.
Kunci utamanya ialah kita harus memberikan mereka kesempatan yang lebih luas untuk mengekspresikan dirinya .
Memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penyandang disabilitas didasarkan pada
kenyataan bahwa Allah sendiri-lah yang telah menciptakan mereka dalam gambar dan
rupa-Nya, sama dengan kita yang tidak menyandang disabilitas dan mereka semua diterima, dikasihi serta diperlakukan adil oleh Sang Pencipta itu. Seperti penjelasan-penjelasan yang telah dibahas
diatas bahwa memang ada teks-teks dalam Alkitab yang cenderung bersikap diskriminatif
terhadap penyandang disabilitas, tetapi jika kita membaca ulang teks-teks itu dengan mata yang baru,dari perspektif disabilitas, maka kita akan sadar bahwa teks-teks tersebut bukanlah
bermaksud untuk mendiskriminasi ornag lemah , termasuk penyandang disabilitas. Artinya kita
seharusnya tidak bisa lagi membenarkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan terhadap penyandang disabilitas atas dasar teks-teks Alkitab yang dilahirkan
dalam konteks yang tidak relevan saat ini secara harfiah; sebaliknya kita harus melakukan
pendekatan yang lebih menyeluruh terhadap Alkitab, suatu pendekatan baru yang jauh lebih
bersifat manusiawi dan sekaligus pendekatan secara Ilahi.
B. SARAN
Alkitab pada dasarnya memanggil dan mengajak kita untuk selalu berjuang untuk keadilan.
Walaupun hukum dan perintah-perintah Allah, terutama dalam kitab perjanjian lama,
cenderung bersifat diskriminatif, terutama bagi mereka yang memiliki kelainan. Tetapi apabila
14 dan melihat esensi dari hukum-hukum Allah tersebut, yaitu suatu standar keadilan dan
persamaan serta kesetaraan bagi semua untuk kehidupan bersama, termasuk bagi penyandang
disabilitas . Apabila kita lebih mendalami teks-teks didalam Alkitab dengan hati yang lebih
jernih dan hati yang lebih terbuka, maka kita akan melihat dan menemukan betapa Allah sebenarnya memberi perhatian yang khusus bagi mereka yang “lemah” dan atau
“dilemahkan”. Ini menunjukkan bahwa Allah juga berpihak kepada mereka yang selama ini cenderung tidak dipedulikan dan diabaikan , bahkan diperlakukan secara tidak adil dan
diskriminatif.
Oleh karenanya, kita, terutama gereja, tidak boleh berdiam diri menyaksikan penderitaan dan
perlakuan yang tidak adil dan semena-mena serta tindakan diskriminatif terhadap penyandang
disabilitas, dan seharusnya gereja tidak boleh terlibat langsung maupun tidak langsung dalam segala bentuk ketidakadilan dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas ini. Seharusnya
gereja memberi advokasi kepada jemaat, terutama penyandang disabilitas, karena pada
hakikatnya advokasi itu adalah mandat Alkitabiah: yaitu suatu mandat untuk menyampaikan suara kenabian dan juga melakukan tindakan kenabian itu sendiri. Kita harus bangkit berjuang
bersama-sama untuk keadilan, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan berbagai bentuk dari
ketidakadilan, agar tidak ada seorang pun yang menjadi korban dari ketidakadilan tersebut,
terutama mereka yang menyandang disabilitas. Perjuangan ini harus segera dilakukan, secara bersama-sama oleh seluruh jemaat gereja . Advokasi terhadap jemaat dan masyarakat adalah
15 REFERENSI
Abraham, K. (2010). Theology and Disability. In A. W. Longchar, & R. C. Rajkumar, Embracing The Inclusive Community: A Disability Perspective. Bangalore: BTESSC/SAHRI, NCCI & SCEPTRE. Gulo, A. (2012, June 05). Me uju Masyarakat I klusif: Me a a Ula g Alkitab Dalam Perspektif
PWD. Retrieved from Alokasih Gulö (Ama Eho Gulö):
http://alokasihgulo.blogspot.co.id/2012/06/menuju-masyarakat-inklusif-membaca.html Longchar, A. W., & Rajkumar, R. C. (2010). Embracing the Inclusive Community : a Disability
Perspective. Widening Theological and Ministerial Horizon from Disability Perspective (p. 65). Bangalore: BTESSC/SATHRI, NCCI & SCEPTRE.
Newman, G., & Tada, J. E. (1993). All God's Children: Ministry with Disabled Persons. Michigan: Zondervan Publishing Books.
Packer, J. (1993). Knowing Good. In G. Newman, & J. E. Tada, All God's Children : Ministry With Disabled Persons (p. 18). Michigan: Zondervan Publishing Books.
Sunanto, J. (n.d.). Sikap dan Prilaku Umat Kristiani Terhadap Penyandang Cacat:. Paper, Universitas Pendidikan Indonesia, Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Bandung. Retrieved from