• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polemik Antara Australia dan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Polemik Antara Australia dan Indonesia"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

POLEMIK ANTARA AUSTRALIA DAN INDONESIA DALAM KASUS PENCEMARAN LINGKUNGAN TRANSNASIONAL SEBAGAI AKIBAT DARI TUMPAHAN MINYAK

MONTARA

Dosen: Dr. M. Ali Hanafiah S, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1. Rarenzan Widita (1610611158)

2. Nada Siti Salsabila (1610611159)

3. Ambar Rukmana Sari (1610611160)

4. Mallyyas Muhamad Krisna (1610611161)

5. Ayu Diah Khaerani (1610611183)

6. Aimee Thaliasya (1610611186)

7. M Rizki Hidayat (1610611193)

8. Gede Bayu Surya (1610611198)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

(2)

ii KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada

junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga

akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat

menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum Lingkungan yang berjudul “Makalah tentang

Polemik Antara Australia dan Indonesia dalam Kasus Pencemaran Lingkungan Transnasional

sebagai Akibat dari Tumpahan Minyak Montara” dapat selesai seperti waktu yang telah

ditentukan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang

telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat

bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti peribahasa

“Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di

masa yang akan datang dan dapat membangun kami.

Jakarta, Oktober 2017

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan Masalah ...6

BAB II PERMASALAHAN 2.1 Indonesia dan Australia sebagai Para Pihak dalam Kasus Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor ...7

2.2 Deskripsi Kasus ...8

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Hukum Lingkungan Internasional ...12

3.1.1 Sumber-sumber Hukum Lingkungan Internasional ...12

3.1.2 Prinsip-prinsip Hukum Lingkungan Internasional ...13

3.1.3Tanggung Jawab dalam Lingkup Hukum Internasional ...14

3.2 Tanggung Jawab dalam Lingkungan Hidup ...16

3.3Dampak Kerugian yang dialami Indonesia akibat pencemaran laut Timor ...18

3.4Upaya pertanggungjawaban Australia terhadap Pemerintah Indonesia ...23

3.5 Upaya penyelesaian polemik antara Australia dan Indonesia dalam kasus tumpahnya minyak Montara ...25

3.6Pengaturan Hukum Internasional Maupun Hukum Nasional Terkait Dengan Pencemaran di Laut Timor ...33

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ...39

4.2 Saran ...40

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk

memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan bahwa

lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi

kelangsungan hidup di dunia ini.1 Sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap mempertahankan lingkungan laut. Di dalam mengupayakan laut misalnya

penangkapan ikan, jenis ikan yang berlebihan dengan menggunakan pukat harimau

sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan kepunahan itu tidak dapat dirasakan dalam

jangka waktu yang pendek.2 Lahirnya konsepsi hukum laut internasional tidak dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal pertarungan

antara dua konsepsi, yaitu: Res Communis, yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, dan karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-

masing negara; Res Nulius, yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, dan karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing- masing negara.3

Disisi lain pengakuan dunia internasional kepada Indonesia sebagai negara kepulauan

yang telah diperjuangkan sejak 1959 melalui Deklarasi Djuanda telah meletakkan dasar

bagi Bangsa Indonesia sebagai kesatuan kewilayahan yang berbentuk kepulauan dan

merupakan satu kesatuan dari seluruh wilayah darat, laut, termasuk dasar laut dan tanah

dibawahnya, serta udara diatasnya. Deklarasi tersebut telah diperkuat secara internasional

dengan berlakunya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Convention on the Law of the Sea) UNCLOS tahun 1982, sehingga luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,8 juta kilometer persegi, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000

km dan jumlah pulau 17.504 pulau.4 Terbagi atas sekitar 0.8 juta km perairan territorial;

2.3 juta km perairan nusantara dan seluas 2.7 juta km mendapatkan kewenangan

memanfaatkan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dalam hal eksplorasi, eksploitasi, dan

1 Novia Kusma Ningsih, Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Laut Timor oleh Tumpahan Minyak

Australia Berdasarkan UNCLOS III 1982 dan Hukum Lingkungan Internaional, Jom Fakultas Hukum Volume III No 1 Februari 2016, hlm. 1. Lihat juga dalam J.G.Strake, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 1999), hlm. 3.

2Ibid., hlm. 1. Lihat juga dalam P. Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), hlm. 31. 3Ibid., hlm. 2. Lihat juga dalam Didik Mohammad Sodik, Hukum laut Internasional, (Bandung: Refika Aditama,

2011), hlm. 2.

(5)

2

pengelolaan sumber daya hayati dan nonhayati.5 Segala bentuk kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi di laut, tidak terlepas dari pencemaran lingkungan. Seperti dalam

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPPLH) kita perlu mengkaji lebih jauh, karna hal tersebut tidak luput dari

pertanggungjawaban (liability). Masalah yang timbul sejak tahun 1960-an adalah masalah pengotoran laut karena minyak atau karena bahan-bahan yang berbahaya lainnya, misalnya

bahan-bahan toxic, radio aktif, dan lain-lain. Masalah ini mulai terasa sejak semakin banyaknya dibuat kapal-kapal yang digerakkan oleh tenaga nuklir atau kapal-kapal yang

membawa bahan-bahan atau senjata nuklir. Sejak tahun 1967 muncul zaman kapal-kapal

tangki raksasa, terutama sejak ditutupnya Suez Canal karena perang Arab-Israel, dimana telah menyebabkan dibuatnya kapal-kapal tangki raksasa untuk membawa minyak,

khususnya dari Timur Tengah ke Eropa Barat.6

Sumber pencemaran laut oleh kapal yang berbahaya adalah masuknya minyak kedalam

laut yang berasal dari kapal yang berlayar diperairan suatu negara, baik yang terjadi secara

sengaja sebagai akibat pembersihan tanki-tanki atau pembuangan minyak residu atau pun

yang terjadi tidak dengan sengaja disebabkan kebocoran yang terjadi pada kapal yang

sudah tua. Tumpahan minyak merupakan salah satu jenis pencemaran yang pengaruhnya

cukup besar dalam waktu jangka panjang. Pencemaran minyak dari kapal biasanya

disebabkan dua hal, yang pertama dikarenakan unsur ketidaksengajaan orang-orang yang

berada dalam kapal seperti tank yang bocor akibat gesekan benda dalam laut (terumbu

karang atau besi kapal yang dulu pernah tenggelam di laut tersebut) sehingga menyebabkan

kerusakan pada badan kapal atau tanki minyak. Lepasnya crude oil di perairan lepas pantai mengakibatkan limbah tersebut dapat tersebar tergantung kepada gelombang air laut.

Penyebaran limbah dapat berdampak pada beberapa negara. Kedua, mereka memang

sengaja membuang minyak bekas limbah, alat-alat pabrik yang dapat menyebabkan polusi

lingkungan dan akhirnya merugikan pihak yang wilayah lautnya dijadikan tempat

pembuangan minyak tersebut.7 Dampak yang terjadi akibat dari pencemaran laut adalah tertutupnya lapisan permukaan laut yang dapat menyebabkan proses fotosintesis terganggu,

pengikatan oksigen terganggu, dan dapat menyebabkan kematian. Pencemaran lingkungan

laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak kapal bukan hal baru di dunia, sebelumnya

5 Andi Iqbal Burhanuddin, The Sleeping Giant, Potensi dan Permasalahan Kelautan, (Suarabaya: Brilian

Internasional, 2011), hlm. vii.

6 Hasjim Djalal, Perjuangan Indonesia Di Bidang Hukum Laut, Percetakan Ekonomi, (Bandung: Percetakan

Ekonomi, 1979), hlm. 55.

(6)

3

sudah banyak pencemaran yang terjadi dalam wilayah laut, seperti pada tahun 1967

peristiwa kandasnya kapal Torrey Canyon didekat pantai Inggris yang menumpahkan lebih

dari 100.000 ton minyak mentah dan yang merupakan pengotoran laut terbesar didalam

sejarah. Sejak peristiwa Torrey Canyon tersebut, berbagai kecelakaan supertankers lainnya yang menimbulkan pencemaran (polusi) telah terjadi diberbagai perairan dunia.8

Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat

pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi apabila zat yang masuk tersebut melampaui

batas kemampuan laut untuk menetralisir dan telah melampaui ambang batas, maka kondisi

ini mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan laut.Pencemaran laut telah menjadi

masalah bersama bagi bangsa-bangsa di dunia ini. Pencemaran laut memiliki sifat yang

dinamis mengikuti pergerakan arus laut, adakalanya pencemaran itu menyebar hingga

menembus batas antar negara. Sifat pencemaran laut yang dinamis tersebut dapat menjadi

masalah transnasional.9 Karena itu untuk mengatur masalah pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian kapal laut maka pada tahun 1973 di kota London telah ditandatangani

Konvensi Internasional Mengenai Pencegahan Pencemaran yang Berasal dari Kapal

(International Convention for the Prevention of Pollution from Ships). Lima tahun kemudian yaitu pada tanggal 17 Februari 1978 disetujui sebuah protokol dari konvensi ini

yaitu Protocol of 1978 Relating to the International Convention for the Prevention of

Pollution from Ships. Konvensi dan protokol ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978.

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) adalah sebuah peraturan internasional yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran di

laut. Marpol mengatur kewajiban dan tanggung jawab negara-negara anggota yang sudah

meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang

atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Setiap sistem dan peralatan yang

ada di kapal yang bersifat menunjang, menurut peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari

klas. Isi dalam marpol bukan melarang pembuangan zat-zat pencemar ke laut, tetapi

mengatur cara pembuangannya. Agar dengan pembuangan tersebut laut tidak tercemar

(rusak), dan ekosistim laut tetap terjaga. Tujuan keseluruhannya adalah mengurangi jumlah

campuran-campuran air minyak yang harus dikeluarkan dari kapal dan memastikan bahwa

tersedia fasilitas yang cukup di darat untuk menerima minyak yang tertinggal di kapal

8 Hasjim Djalal, op.cit., hlm. 182.

(7)

4

setelah pembongkoran muatan minyak. Di Indonesia sendiri, telah terjadi beberapa kasus

kerusakan lingkungan laut yang diakibatkan oleh tumpahan minyak. Diantaranya yaitu

tumpahan minyak Montara di laut Timor. Pada tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak

Montara yang bersumber dari Ladang Montara (The Montara Well Head Platform) di Blok “West Atlas Laut Timor” perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil. Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor Gap) yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste. Luas

efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok Atlas Barat Laut Timor

tersebut sekitar 75% masuk wilayah perairan Indonesia. Secara umum dampak langsung

yang terjadi adalah sebanyak 400 barel atau 63,6 ribu liter minyak mentah mengalir ke Laut

Timor per hari, permukaan laut tertutup 0,0001 mm minyak mentah, minyak mentah masuk

ke Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia, serta gas hidrokarbon terlepas ke atmosfer.10 Pencemaran ini menjadi masalah yang penting bagi Bangsa Indonesia, karena telah

mencemari Lingkungan Laut Indonesia yang memasuki Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

Landasan filosofis berdasarkan pasal 192 United Nations Convention on the Law of The

Sea (UNCLOS) 1982, dinyatakan bahwa setiap negara harus menjaga lingkungan laut, yang berarti bahwa dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa ekosistem laut

merupakan bagian yang wajib dijaga dan dilestarikan oleh setiap negara. Tumpahan

minyak yang berasal dari ladang minyak montara, di Laut Timor di lepas pantai utara

Western Australia, disebabkan oleh suatu ledakan pada tanggal 21 Agustus 2009.

Akibatnya terjadi kebocoran sekitar 400 barrels minyak mentah setiap harinya sampai akhirnya berhasil ditutup 74 hari kemudian. Perkiraan tentang luasnya wilayah yang

tertutup lapisan minyak berkisar antara 6,000 km menurut Australian Maritime Safety

Authority (AMSA), 28,000 km berdasarkan pencitraan satelit, sampai 90,000 km menurut World Wildlife Fund (WWF). Sejumlah besar lapisan minyak tersebut memasuki perairan yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia, dan diperkirakan mengakibatkan

kerugian pada mata pencaharian dari sedikitnya 18,000 nelayan yang masih memerlukan

estimasi kerugian terhadap lingkungan laut itu sendiri.

Pemerintah Indonesia mengancam akan melaporkan perusahaan asal Australia,

Montara, akibat meledaknya sumur minyak tersebut ke forum internasional jika solusi

belum juga tercapai. Ini merupakan suatu tindakan tegas dari Indonesia dalam menghadapi

10 Ibid., hlm. 2. Lihat juga dalam http://pencemaranlaut.wordpress.com/2014/11/ rafika-puspita-army

(8)

5

pencemaran lingkungan yang terjadi dalam yurisdiksi wilayah Indonesia. Secara khusus

pengaturan mengenai penerapan ganti rugi atas pencemaran lingkungan laut sangat perlu

ditangani segera, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan mengingat banyaknya

kecelakaan dan kandasnya kapal berakibat tumpahnya minyak ke laut agar lebih

dipahami.11 Hukum tentang tanggung jawab negara masih dalam tingkat evolusi dan kemungkinan akan meningkat pada tahap dimana negara-negara dan individu-individu

yang dikenai tanggung jawab atas pelanggaran- pelanggaran hukum internasional

“kejahatan internasional” yang berbeda dari tanggung jawab biasa bagi pelanggaran-

pelanggaran terhadap kewajiban yang akibatnya menimbulkan pergantian kerugian atau

pembayaran ganti rugi.12

Kita dapat bercermin dari kasus Exxon Valdez Oil Spill 1989 di Laut Alaska, Amerika Serikat, keadaan lingkungan perairan di sana belum mampu untuk dipulihkan. Demikian

halnya dengan kasus tumpahan minyak mentah di Teluk Mexico 2010 akibat dari

meledaknya sumur minyak Deep Horizon. Dalam Pasal 235 UNCLOS 1982 diatur mengenai tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi kaitannya dengan perlindungan dan

pelestarian lingkungan laut. Bahwa setiap negara bertanggung jawab untuk melaksanakan

kewajiban internasional mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, sehingga

semua negara harus memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional.

Setiap negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan tentang kompensasi yang

segera dan memadai atas kerugian (damage) yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan

laut yang dilakukan orang (natural person) atau badan hukum (juridical person) yang berada dalam jurisdiksinya. Karenanya, setiap negara harus bekerja sama untuk

mengimplementasikan hukum internasional yang mengatur tanggung jawab dan kewajiban

ganti rugi untuk kompensasi akibat pencemaran lingkungan laut, serta prosedur

pembayarannya. Saat ini ratusan ribu masyarakat NTT berdomisili di sepanjang garis

pantai selatan dan utara Pulau Timor, Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Sumba dan Flores

serta Lembata, tak lagi bisa membudidayakan rumput laut yang dilukiskan sebagai "emas

hijau" karena wilayah perairan budidaya mereka sudah terkontaminasi dengan minyak

mentah, zat timah hitam dan bubuk kimia, serta rusaknya terumbu karang sampai seluas

sekitar 65.000 hektare, yang menyebabkan petaka kemanusiaan, lingkungan global dan

perubahan iklim. Masyarakat Timor bekerjasama dengan Yayasan Peduli Timor Barat

(9)

6

(YPTB), terus berupaya mendapatkan hak mereka, agar Pemerintah Australia dan

Indonesia segera mengambil langkah-langkah pertanggung jawaban. YPTB adalah yayasan

yang telah memiliki legitimasi hukum dari Australia serta mendapat kepercayaan dari

masyarakat serta pemerintah di berbagai daerah di NTT.13 Berkaitan dengan pokok permasalahan tersebut maka kami mengangkat sebuah topik makalah dengan judul

“Polemik Antara Australia dan Indonesia dalam Kasus Pencemaran Lingkungan Transnasional sebagai Akibat dari Tumpahan Minyak Montara”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah

ini adalah:

1. Bagaimana dampak kerugian dan upaya pertanggungjawaban Australia terhadap

Pemerintah Indonesia atas pencemaran lingkungan laut transnasional di Laut Timor?

2. Bagaimana strategi penyelesaian polemik antara Australia dan Indonesia dalam kasus

tumpahnya minyak Montara?

1.3Tujuan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah

ini adalah:

1. Untuk mengetahui mengenai dampak kerugian dan upaya pertanggungjawaban

Australia terhadap Pemerintah Indonesia atas pencemaran lingkungan laut

transnasional di Laut Timor.

2. Untuk memperoleh gambaran mengenai strategi penyelesaian polemik antara Australia

dan Indonesia dalam kasus tumpahnya minyak Montara.

13 Kasus Pencemaran Laut Timor, Agenda APEC 2013, http://news.liputan6.com/read/670636

(10)

7 BAB II

PERMASALAHAN

2.1Indonesia dan Australia sebagai para pihak dalam kasus tumpahan minyak Montara di laut Timor

Bencana pencemaran itu berawal dari ledakan sumur minyak Montara milik PTT Ex ploration and Production Australia (PTTEP AA) induk perusahaan PTTEP Public Company Limited (BUMN milik pemerintah Thailand) di Celah Timor Australia pada 21 Agustus 2009. Pasca ledakan, tumpahan minyak di Laut Timor kian buruk dan meluas

hingga memasuki wilayah perairan Indonesia. Tumpahan minyak pun mulai mencemari

lingkungan laut. Ledakan sumur minyak Montara yang menumpahkan 40 juta liter minyak

mentah bercampur gas kondensat dan zat timah hitam, serta zat-zat kimia lainnya

keperairan Laut Timor14, dalam realitasnya telah menghancurkan kawasan seluas 16.420 kilometer persegi.15

Kerusakan lingkungan yang diakibatkan pun luar biasa, baik dilihat dari sisi biofisik,

dampak psikologis dan sosial ekonomi. Tidak hanya banyak biota laut terancam, ribuan

warga, terutama nelayan yang tinggal di sekitar pesisir Pulau Timor dan Pulau Rote pun

terpukul. Hasil tangkapan ikan mereka turun drastis dan banyak diantara mereka tidak bisa

lagi melaut karena lahan garapan di laut mereka tercemar berat. Yang paling berbahaya dan

sangat dikhawatirkan adalah ancaman serius bagi kesehatan masyarakat yang mendiami

Timor Barat dan kepulauan sekitarnya bila mengkonsumsi ikan yang tercemar. Akan tetapi,

kasus ini hingga sekarang belum menemukan titik penyelesaian. Hal ini disebabkan tidak

adanya bukti konkrit dari Pemerintah Indonesia dan itikad baik dari Pemerintah Australia

dan PTTEP AA.16

Mencermati penanganan kasus pencemaran laut Timor oleh luberan minyak blok

Montara setidaknya kita bisa memperoleh gambaran bagaimana para pengelola

pemerintahan SBY-BOEDIONO menjalankan good corporate governance. (GCG)

‘Gagal’-nya tuntutan ganti rugi Indonesia kepada PT TEP Australia sebesar 2,5 milyar USD

pada akhir Agustus 2010 karena alasan kurangnya bukti kredibel menyertai klaim

membuktikan sinyalemen tersebut.17

14 Antara, 4 Maret 2010. 15 Kompas, 7 Mei 2010.

16 TRI MARYANTO - A01109102, diakses 26 Oktober 2017.

(11)

8 Polusi minyak Timor Gap pada awalnya diketahui masyarakat setelah ada release “citra

satelit” dari SPOT-Network Perancis sebagai “ picture of the month ” dan “ deadly beautiful

picture ” -gambar cantik yang mematikan. Citra satelit radar itu segera disusul oleh relesase

berbagai provider satelit-satelit lain seperti NOAAMODIS milik USA, Terra-X SAR-milik

Jerman, Envisat-ASAR milik ESA, Cosmo Skymed milik Italia dan lain-lain.

Berdasar citra satelit itu mendorong berbagai jaringan televisi seperti AlJazeera, ABC

dan beberapa NGO internasional seperti WWF Internasional segera mengirimkan reporter

dan peneliti yang meliput serta mengambil sampel beberapa biota laut di kawasan itu.

Tiupan angin, arus laut dan gelombang kemudian mendorong lapisan minyak

terdampar di pantai NTT di wilayah Indonesia terdekat pada oktober 2009. Kawasan pantai

karang dan pasir di pantai Kolbano NTT terlapisi minyak putih susu dan tebal

(kemungkinan reaksi antara crude oil dan dispersant) yang disemprotkan pesawat AMSA.

Selanjutnya akan merusak lingkungan alami daerah tsb.

Fenomena ini telah diteliti oleh MIPA UI dan Bapedalda dan dilaporkan kepada

Kementrian Lingkungan Hidup. Bapedalda NTT telah mengkofirmasikan bahwa laut

Timor sebelah barat telah tercemar minyak mentah (10 Oktober 2009) dengan indikasi

mencapai 107.2 milligrams/lt, sampel sampel itu diambil dari pantai Kolbano di desa

Tuafanu, wilayah Kualin di Timor Tengah Selatan.18 disertai pula dengan zat timah hitam bercampur bubuk kimia dispersant jenis Corexit 9500 dan 9572 yang sangat beracun untuk

menenggelamkan tumpahan minyak ke dasar Laut Timor.19

Sementara hasil tangkapan nelayan dan petani rumput laut juga dilaporkan turun drastis

sampai ke titik 85 persen yang mengakibatkan banyak anak nelayan tidak bisa melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena ekonomi keluarga tidak mendukung, serta

rusaknya terumbu karang sampai seluas sekitar 65.000 hektare.20

2.2Deskripsi Kasus

Pada 21 Agustus 2009 terjadi ledakan hebat di anjungan Montara, lepas pantai utara

Australia. Puluhan ribu barrel minyak tumpah ke laut. Tumpahan minyak dari anjungan

yang berlokasi di Celah Timor itu menyebar hingga masuk ke perairan Nusa Tenggara

Timur, Indonesia. Tumpahan minyak tersebut berasal dari semburan ladang minyak di

Australia yang bernama Montara. Ledakan yang terjadi pada 21 Agustus 2009 di anjungan

18Ibid.

(12)

9

Montara, selain mengakibatkan tumpahnya minyak dalam jumlah besar ke laut (oil spill), juga merenggut nyawa 11 orang pekerja, dan rig pengeboran tenggelam ke dasar laut.

Anjungan (platform) Montara dioperasikan oleh PTTEP Australasia, anak perusahaan dari

PTT Exploration & Production (PTTEP), perusahaan minyak dan gas nasional Thailand.

Blow out atau tumpahan minyak yang disebabkan kegagalan prosedur pengeboran adalah

salah satu akar masalah dalam kejadian ini. Halliburton adalah salah satu perusahaan yang

terlibat dalam pengeboran dan program semen sumur minyak di anjungan Montara. Saat

peristiwa terjadi, regu penolong berhasil menyelamatkan 69 karyawan melalui anjungan

pengeboran West Atlas (Jack Up Rig). Departemen Sumber Daya Alam, Energi dan Pariwisata Australia memperkirakan, minyak yang tumpah ke laut mencapai 2000 barel per

hari (320 m /day), atau lima kali lipat dari yang diperkirakan oleh PTTEP Australia.

Kejadian ini adalah tumpahan minyak di perairan laut lepas yang terburuk di Australia

setelah tumpahan minyak Kirkie oil tanker di tahun 1991 dan Princess Anne Marie oil tanker di tahun 1975.

Dapat dikatakan bahwasannya proyek minyak lepas pantai tersebut gagal dalam

melakukan pengeboran pada 21 Agustus 2009 lalu sehingga minyak yang berasal dari dasar

laut menyembur dan mengotori perairan Australia dan menyebar hingga melewati batas

ZEE Indonesia. Pencemaran ini merupakan masalah yang sangat penting bagi Indonesia.

Hal ini dikarenakan bahwa pencemaran sudah memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) Indonesia. Zona Ekonomi Eksklusif itu sendiri diartikan sebagai suatu daerah diluar

laut territorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang

digunakan untuk mengukur lebar laut territorial, dimana Negara pantai memiliki hak-hak

lebih di dalam daerah Zona Ekonomi Eksklusif ini. Antara lain adalah Hak-hak untuk

berdaulat. Perlu dilihat disini adalah bahwa perbedaan ZEE dengan Laut Teritorial adalah

bahwa di dalam ZEE Negara pantai hanya dapat menikmati hak-hak berdaulat, bukan

kedaulatan penuh.21

Akibat dari pencemaran tersebut, maka akan ada dampak yang dirasakan oleh

Indonesia. Berbicara mengenai dampak jangka pendek dari pencemaran ini, hal tersebut

akan dirasakan langsung oleh penduduk yang daerah sekitar (nelayan NTT). Sebagai

contoh adalah usaha budidaya kelautan dan perikanan di Timor barat, Pulau Rote, Sabu dan

Sumba gagal total. Padahal hampir sebagian besar warga NTT menggunakan wilayah laut

21 Arly Sumanto, Penyelesaian Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebocoran Sumur Minyak Montara Australia

(13)

10

timor sebagai mata pencahariannya. Hal ini mengakibatkan nasib kurang lebih 17 ribu

warga NTT yang menggantungkan hidupnya dari laut terancam.22 Sedangkan dampak

jangka panjang yang diakibatkan dari pencemaran ini antara lain adalah terancam punahnya

ekosistem kelautan seperti Ikan tuna, paus, lumba-lumba, pari, hiu, dan tujuh spesies penyu

laut yang berada di daerah laut timor ini. Hal ini diperburuk dengan meluas ke perairan di

sekitar Kabupaten Rote Ndao, bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu

Raijua dan pantai selatan Pulau Timor.23

Dalam United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS 1982) pasal 192 mengenai pencemaran pada laut lepas dinyatakan bahwa:

“Negara-Negara diwajibkan untuk melindungi dan memelihara lingkungan kelautan sesuai dengan aturan-aturan internasional dan perundang-undangan nasional”.

Selain pasal tersebut, perlindungan lingkungan laut terutama dalam hal pencemaran

karena tumpahan minyak juga diatur dalam instrument hukum internasional lainnya. Diantaranya “Konvensi Jenewa 1958” mengenai rezim laut lepas yaitu pada pasal 24, yang berbunyi :

“Every state shall draw up regulations to prevent pollution of the seas by the discharge oil from ships of pipelines or resulting from the exploitation and exploration of the seabed and its subsoil taking account to the existing treaty provisions on the subject”.

(setiap negara wajib mengadakan peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran

laut yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal atau pipa laut atau yang

disebabkan oleh eksplorasi dan ekploitasi dasar laut dan tanah dibawahnya dengan

memperhatiakn ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang ada mengenai

masalah ini).

Kemudian ada juga Deklarasi Stockholm tahun 1972 yang terdiri dari 26 asas, dimana

pada asas ke 7 dikatakan bahwa :

“State shall take all possible steps to prevent pollution of the seas by substance that are liable to create hazard to human healt, to harm living resources and marine live, to damage amenities or to interfere with other legitimate uses of the sea”.

22Ibid., hlm. 3. Lihat juga dalam http://rahmawidhiasari.blogspot.com/, Me gkritisi Kelambatan Pemerintah dala Pe yelesaia Pe e ara Mi yak Mo tara . Diakses pada ta ggal Okto er .

23 Ibid. Lihat juga dalam http://indomaritimeinstitute.org/?p=274, Pencemaran Lingkungan, Tumpahan Minyak

(14)

11

(negara berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah pencemaran

laut yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia, sumber kekayaan

(15)

12 BAB III

PEMBAHASAN

3.1Hukum Lingkungan Internasional

3.1.1 Sumber-sumber Hukum Lingkungan Internasional

Article 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) menyatakan bahwa ada empat sumber hukum yang harus dipedomani oleh hakim dalam

memutus sengketa hukum Internasional, yaitu:24 a. Perjanjian Internasional

b. Hukum kebiasaan Internasional (customary international law) c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law)

d. Keputusan hakim (judicial decision)

e. Doktrin (doctrin)

Sumber hukum yang pertama disebut sebagai norma-norma perjanjian (conventional

norms) oleh Kiss dan Shelton karena norma-norma ini berasal dari sesuatu yang diperjanjikan melalui perjanjian lingkungan internasional (internasional environmental

treaties).25 Ada sekitar seribu perjanjian-perjanjian internasional yang berkaitan26 dengan

perlindungan lingkungan, mulai dari perjanjian umum atau dangkal sampai dengan

perjanjian yang sangat khusus. Hukum kebiasaan internasional diartikan sebagai

norma-norma yang berasal dari praktek-praktek negara secara umum dan diterima sebagai hukum

(opinio juris).27 Aturan hukum kebiasaan internasional yang seringkali dikutip adalah sic utere tuo alineum nonleadas, yang dikenal juga dengan prinsip bertetangga yang baik atau prinsip good neighborliness. Menurut Lauterpacht Oppenheim, prinsip ini berarti bahwa tak ada negara yang diizinkan menggunakan territorialnya bila menimbulkan gangguan

pada negara lain. 28 Selain itu prinsip yang diadopsi dalam Deklarasi Stockholm dan Rio juga berasal dari hukum kebiasaan lingkungan internasional, misalnya: prinsip kedaulatan

negara (state soverignty), tanggung jawab negara (state responsibility) dan tetangga yang baik.

Sumber hukum lainnya adalah prinsip hukum umum yang didefinisikan sebagai

prinsip-prinsip hukum yang umumnya dipraktekan dalam sistem hokum dunia (worlds

24Ibid., hlm. 17. 25Ibid., hlm. 18.

(16)

13 legal system). Mereka memainkan peran minor tapi memiliki peran penting dalam hukum lingkungan internasional terutama dalam penyelesaian sengketa.29 Salah satu prinsip yang

paling berkembang yaitu the principle ofsuistanable development atau pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu putusan-putusan hakim yang terdahulu juga dijadikan sebagai

sumber hukum lingkungan internasional karena memainkan peran dalam pembentukan

aturan-aturan hukum dalam hukum lingkungan internasional. Kasusm Trail Smelter case

misalnya dianggap telah membentuk dasar-dasar hukum lingkungan internasional terutama

pada permasalahan pencemaran lintas batas negara.30

3.1.2 Prinsip-prinsip Hukum Lingkungan Internasional

Peranan dunia internasional dalam menyikapi permasalahan lingkungan ini telah

melahirkan beberapa instrumen hukum internasional yang dirumuskan dalam konferensi

internasional. Konferensi internasional itu antara lain Konferensi lingkungan hidup

Stockholm (1972), di Rio De Janeiro (1992) dan di Johnanesburg (2002). Prinsip-prinsip

yang digunakan dalam permasalahan lingkungan internasional juga dilahirkan dan

diuraikan dalam konferensi ini.

a. Prinsip-prinsip Deklarasi Stockholom

Hukum lingkungan terdiri atas dua unsur yakni pengertian hukum dan pengertian

lingkungan. Hukum lingkungan itu terbagi dalam dua bagian, yakni hukum lingkungan

klasik dan hukum lingkungan modern. Hukum lingkungan klasik , berorientasi kepada

penggunaan lingkungan atau use oriented sedangkan hukum lingkungan modern

berorientasi kepada lingkungan.31

Pada tanggal 16 juni 1972, masyarakat internasional melakukan konferensi di

Stockholm untuk membicarakan isu-isu penting mengenai lingkungan hidup. Konferensi

ini dihadiri oleh 113 negara, 21 organisasi PBB, 16 organisasi antar pemerintah dan 258

LSM (NGOs) dari berbagai negara. Konferensi ini dikenal dengan Deklarasi Stockholm

yang menghasilkan 26 prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan serta 109 rekomendasi

sebagai bagian dari Action Plan. Dari ke 26 deklarasi Stockholm terdapat suatu prinsip yang dirumuskan dalam pasal 21 yang mengatakan bahwa:

State have in accordance with the Chapter of the United Nations and principles of international law, the soverign right to exploit their own resources pursuant to their

own environmental policies, and the responsibility to unsure that activities within their

29Ibid, hlm. 19. 30Ibid, hlm. 21.

(17)

14 jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other state or of areas beyond the limits of national jurisdiction.

Dapat diartikan bahwa negara harus menyesuaikan dengan Piagam PBB dan Prinsip

hukum internasional, kedaulatan negara untuk ekspoiltasi sumber daya alam sendiri

berdasarkan kebijakan lingkungan mereka dan tanggungjawab untuk menjamin kegiatan

didalam yurisdiksi atau mengendalikan agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan

pada Negara lain atau kawasan diluar yurisdiksi nasional. Prinsip ini diadopsi dari hukum

tradisioanal Romawi, yang dikenal dengan sic utere tuo ut alienum alienum non leadas,

sebuah prinsip bahwa negara harus menjamin tidak akan menggunakan atau mengelola

sumber alam di wilayah yurisdiksinya yang merugikan negara lainnya.32Dalam Pasal 22 Deklarasi ini juga menetapkan supaya negara-negara melalui pengembangan hukum

internasional berupaya untuk mengatur hal-hal yang berkenaan dengan sistem tanggung

jawab dan ganti rugi bagi korban pencemaran atau perusakan lingkungan di negara lain

sebagai akibat kegiatan di wilayah tersebut.33 b. Prinsip-prinsip Deklarasi Rio

Permasalahan lingkungan semakin serius sehingga PBB kembali melakukan konferensi

tentang lingkungan dan pembangunan (United Nations Conference on Environment and

Develpoment, UNCED) di Rio de Janeiro, pada tanggal 14 Juni 1992. Deklarasi Rio menghasilkan 27 prinsip dan membahas isu-isu penting terkait masalah lingkungan seperti:

Konvensi tentang perubahan Iklim, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati,

Prinsip-prinsip tentang hutan.34 Salah satu prinsip yang dihasilkan adalah prinsip pembangunan berkelanjutan (SustainableDevolepment), yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan yang akan datang dalam memenuhi

kebutuhannya.35

3.1.3 Tanggung Jawab dalam Lingkup Hukum Internasional

Perkembangan pembangunan, teknologi, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk

yang semakin pesat tak pelak lagi semakin memperbesar resiko kerusakan lingkungan.

Karenanya, upaya pelestarian dan perlindungan seyogyanya juga harus dikembangkan

sedemikian rupa sehingga tetap mampu mewadahi dan mengakomodir kebutuhan akan

lingkungan hidup yang sehat. Salah satu aktor utama dalam penggiatan pelestarian

(18)

15

lingkungan hidup adalah negara. Negara sebagai manifestasi dari rakyat yang membuat

atau membentuk aturan hukum dan kemudian melaksananakannya. Sangatlah penting bagi

negara untuk mengikuti formulasi dari instrumen internasional sehingga negara mampu

mengintegrasikan antara kebutuhan nasionalnya dengan kebutuhan masyarakat

internasional.36

Contoh perkembangan masyarakat internasional adalah didorongnya pembangunan di

era globalisasi yang menjadi “the development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own need” atau pembangunan

yang berkelanjutan demi generasi penerus kita. Pelibatan masyarakat secara aktif dalam

proses monitoring dan control terhadap pelestarian lingkungan. Sehingga negara tidak berjalan sendiri dalam menjalankan tanggungjawabnya. Berkaitan dnegan tanggung jawab

negara (ataupun entitas yang ada didalamnya) pada akibat-akibat merugikan dari

tindakannya ke negara lain, diatur didalam Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di

Stockholm tahun 1972. Prinsip 21 Deklarasi Stockholm (Resolusi MU No. 2992 (XXVII)) 15 Desember 1972) menyatakan:37

Bahwa Negara harus mengambil tindakan yang perlu untuk menjamin agar

kegiatan-kegiatan yang berada di bawah yurisdiksinya atau di bawah pengawasannya dilakukan

dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak mencemari wilayah negara lain. Lebih lanjut

ketentuan Prinsip 22 Deklarasi Stockholm mengatur masalah tanggung jawab dan kompensasi bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya yang

disebabkan oleh kegiatan di dalam wilayah yurisdiksi atau di bawah pengawasan suatu

negara. Dari ketiga pengaturan diatas, penulis melihat bahwa masayarakat internasional

telah tegas dalam mengatur terjadinya kerusakan lingkungan didalam wilayah yurisdiksi

negara yang menimbulkan kerugian terhadap negara lain.

Hal serupa dikemukakan Komar Kantaatmadja, yakni bahwa perbuatan yang

menyebabkan terjadinya kerugian menimbulkan kewajiban untuk memenuhi ganti rugi.

Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar) negara ini, misalnya saja

dilakukan pada tahun 1916 oleh American Institute of International Law (AIIL), sebuah organisasi internasional beranggotakan negara-negara di benua Amerika, yang berhasil

memutuskan “Declarations of the Rights and Duties of Nations” Upaya ini disusul dengan

sebuah kajian yang berjudul “Fundamental Rights and Duties of American Republics”;

36 Marsudi Triatmodjo, Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Lingukungan Internasional,

(Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 32.

(19)

16

dan dirampungkannya Konvensi Montevideo tahun 1933 tentang hak dan kewajiban

negara-negara oleh negara-negara Amerika Latin.38 Upaya penting lainnya adalah

dikeluarkannya draft Deklarasi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang disusun oleh Komisi Hukum internasional PBB pada tahun 1949. Draft deklarasi hukum internasional ini semula dibuat agar dapat disahkan oleh Majelis Umum PBB. Tetapi

kenyataan kemudian, Majelis Umum tidak pernah mengesahkannya.

3.2Pertanggungjawaban Negara dalam Lingkungan Hidup

Prinsip bahwa setiap negara berdaulat diakui dan dilindungi oleh hukum internasional.

Oleh karena itu semua negara yang menjadi bagian dari masyarakat internasional harus

mengakui dan menghormati hal tersebut. Namun kedaulatan yang dimiliki oleh negara itu

bukan tak terbatas. Maksudnya adalah bahwa di dalam kedaulatan itu, terkait di dalamnya

kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Jadi jika suatu negara

melanggar ketentuan-ketentuan internasional atau melakukan tindakan yang tidak sah

secara internasional akan dikenai suatu tanggung jawab negara.39

Dalam tata hukum internasional, ketentuan berkenaan dengan masalah

pertanggungjawaban negara ini memang belum ada yang pasti. International Law

Commision (ILC), salah satu organ PBB yang bertugas untuk melakukan perumusan dan pembahasan ketentuan dan hukum internasional sampai saat ini masih berusaha

merumuskan dan membahas draft tentang ketentuan tanggung jawab negara. Meskipun

hasil kerjanya masih dalam bentuk draft, tetapi aktivitas ILC dalam mempersiapkan dan

melakukan perkembangan hukum internasional khususnya mengenai tanggung jawab

negara yang dilakukan oleh para ahli hukum terkemuka yang mewakili

kebudayaan-kebudayaan terpenting di dunia yang mempunyai nilai tinggi yang tergabung di dalam

Panitia Hukum Internasional (ILC), dapat digunakan sebagai sumber tambahan hukum

internasional. Jika ketentuan ini dipakai dalam praktek kenegaraan maka akan menjadi

hukum kebiasaan internasional. Tanggung jawab negara tetap merupakan suatu prinsip

fundamental dalam hukum internasional. Dalam hal ini baru bisa dikemukakan mengenai

syarat-syarat atau karakteristik tanggung jawab negara, seperti dikemukakan oleh Shaw

yang dikutip oleh Huala Adolf 40 sebagai berikut :

38 Ibid, hlm. 77.

39Report of International Law Commission on the work of its Thirty Seventh, 1985.

40 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, ed. 1, cet.

(20)

17

1. Ada suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tersebut;

2. Ada suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional

tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara; dan

3. Ada kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum

atau kelalaian

Persyaratan-persyaratan ini kerapkali digunakan untuk menangani sengketa yang

berkaitan dengan tanggung jawab negara. Misalnya dalam kasus the Spanish Zone of Morocco Claims. Hakim Huber dalam kasus ini menegaskan bahwa tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari adanya suatu hak. Hak-hak yang bersifat internasional

tersangkut di dalamnya tanggung jawab internasional. Tanggung jawab ini melahirkan

kewajiban untuk mengganti kerugian manakala suatu negara tidak memenuhi

kewajibannya.41 Tanggung jawab negara terhadap akibat-akibat dari tindakannya terhadap negara lain dan hak-hak negara terhadap lingkungan ditegaskan pula dalam Konferensi

PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972. Prinsip 21 Deklarasi Stockholm

(Resolusi MU No. 2992 (XXVII)) 15 Desember 1972) menyatakan bahwa setiap negara

mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya dan bertanggung

jawab agar kegiatan eksploitasi yang dilakukan di dalam wilayah atau di bawah

pengawasannya tersebut tidak menyebabkan kerugian atau kerusakan terhadap negara lain.

Rumusan yang sama ditetapkan dalam Pasal 194 Konvensi Hukum Laut 1982 yaitu bahwa

Negara harus mengambil tindakan yang perlu untuk menjamin agar kegiatan-kegiatan yang

berada di bawah yurisdiksinya atau di bawah pengawasannya dilakukan dengan cara

sedemikian rupa sehingga tidak mencemari wilayah negara lain. Sedangkan ketentuan

Prinsip 22 Deklarasi Stockholm berkaitan dengan masalah tanggung jawab dan kompensasi bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya yang disebabkan oleh

kegiatan di dalam wilayah yurisdiksi atau di bawah pengawasan suatu negara. Hal serupa

dikemukakan Komar Kantaatmadja, yakni bahwa perbuatan yang menyebabkan terjadinya

kerugian menimbulkan kewajiban untuk memenuhi ganti rugi.42 Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar) negara ini, misalnya saja dilakukan pada tahun

1916 oleh American Institute of International Law (AIIL), sebuah organisasi internasional beranggotakan negara-negara di benua Amerika, yang berhasil memutuskan “Declarations

of the Rights and Duties of Nations” Upaya ini disusul dengan sebuah kajian yang berjudul

41 Ibid., hlm. 174-175.

(21)

18 “Fundamental Rights and Duties of American Republics”; dan dirampungkannya Konvensi

Montevideo tahun 1933 tentang hak dan kewajiban negara-negara oleh negara-negara

Amerika Latin.43 Upaya penting lainnya adalah dikeluarkannya draft Deklarasi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang disusun oleh komisi hukum internasional PBB pada

tahun 1949. Draft deklarasi hukum internasional ini semula dibuat agar dapat disahkan oleh

Majelis Umum PBB. Tetapi kenyataan kemudian, Majelis Umum tidak pernah

mengesahkannya.44

3.3Dampak Kerugian yang dialami Indonesia akibat pencemaran laut Timor

Sejalan dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, kemudahan yang diperoleh

manusia untuk mencapai suatu tujuan dengan melalui lautan dapat juga menimbulkan

akibat-akibat yang merugikan lingkungan hidup di laut. Kenyataan itu bukan hanya

disebabkan karena pelayaran oleh kapal-kapal yang semakin banyak tetapi juga kapal-kapal

yang berlayar tersebut kurang memperhatikan aspek pencemaran yang diakibatkannya.

Selain itu, kenyataan tersebut juga disebabkan karena pencemaran yang terjadi akibat

eksplorasi dan eksploitasi minyak di lautan. Dengan terjadinya tumpahan minyak di laut

maka menimbulkan akibat langsung atau seketika maupun tidak langsung. Sebagai akibat

langsung dari pencemaran itu adalah:

a. Di bidang perikanan, hilangnya kesempatan nelayan untuk menangkap ikan.

b. Rusaknya pertanian dan peternakan di laut, seperti pengambilan rumput laut dan

ganggang laut, peternakan kerang, ikan, udang dan lain sebagainya.

4. Matinya burung-burung laut terutama camar laut dan sebangsa bebek yang keracunan

akibat makanan.

5. Matinya binatang-binatang laut seperti elephansteal, singa laut dan binatang-binatang

lainnya.

Sedangkan akibat tidak langsung dari pencemaran laut tersebut adalah dalam

hubungannya dengan ekologi. Terjadinya penurunan terhadap kualitas air laut dan

lingkungan yang berlangsung terus menerus tanpa disadari. Laut Timor adalah

perpanjangan Samudera Hindia yang terletak antara pulau Timor, kini terbagi antara

Indonesia dan Timtim, dan Northen Territory Australia. Di timur berbatasan dengan Laut

Arafuru, secara teknis perpanjangan Samudera Pasifik. Laut Timor Sea memiliki 2 teluk

(22)

19

kecil di pesisir Australia Utara, Teluk Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota

Australia Darwin ialah satu-satunya kota besar yang terletak di tepi laut adjoin.45 Laut ini

memiliki luas 480 km (300 mil), meliputi daerah sekitar 610.000 km persegi (235.000 mil

persegi). Titik terdalamnya ialah Palung Timor di utara laut ini, yang mencapai kedalaman

3.300 m (10.800 kaki). Bagian lainnya lebih dangkal, dengan rata-rata kedalaman yang

kurang dari 200 m (650 kaki). Merupakan tempat utama untuk badai tropis dan topan.

Sejumlah pulau terletak di laut ini, termasuk Pulau Melville di laut lepas pantai

Australia dan Kepulauan Ashmore dan Cartier yang diperintah Australia. Diperkirakan penduduk asli Australia mencapai Australia dengan “loncatan pulau” menyeberangi Laut Timor. Di dasar Laut Timor terdapat cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar.

Australia dan Timor Timur telah mengalami pertentangan panjang atas hak eksploitasi di

daerah yang terkenal sebagai Celah Timor. Klaim wilayah Australia meluas ke sumbu

batimetrik (garis kedalaman punggung laut terbesar) di Palung Timor. Ini melengkapi

klaim territorial Timor Timur, yang mengikuti bekas koloninya Portugal dalam mengklaim

bahwa garis yang membagi itu harus ditengah-tengah kedua negara. Sekitar dua tahun yang

lalu, masalah pencemaran laut akibat tumpahan minyak kembali terulang dalam perairan

wilayah Indonesia. Tepatnya pada tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara yang

bersumber dari Ladang Montara (The Montara Well Head Platform) di Blok “West Atlas

Laut Timor” perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil,

dengan kandungan sulfur 0,5% hydrogen sulfide dan carbon dioxide, lebih rendah dari

kandungan sulfur dalam sour crude oil. Kandungan tersebut sangat berbahaya bagi

kehidupan keragaman hayati laut, terutama jika terdampar dipesisir. Ladang minyak

Montara dioperasikan oleh PTT Public Company Limited (PTT PCL atau PTT).46 Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor Gap) yang

merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste. Luas efek

cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok Atlas Barat Laut Timor

tersebut sekitar 75% masuk wilayah Indonesia, merugikan nelayan di Nusa Tenggara

45Wikipedia, Laut Ti or , se agai a a di uat dala , http://id.wikipedia.org/wiki/LautTimor, diakses pada

tanggal 25 Oktober 2017.

46 PTT merupakan perusahaan milik negara Thailand, yang semula bernama The Petroleum Authority of Thailand,

(23)

20

Timur, khususnya di perairan Rote Ndao.47 Dampak tumpahan minyak mentah terhadap

Perairan Indonesia akibat pencemaran di Laut Timor menimbulkan beberapa hal, yakni:

a. Kerusakan Ekosistem Laut yang ada di Perairan Laut Indonesia

b. Tumpahan minyak yang memasuki wilayah perairan Indonesia dari 30 Agustus s/d 3

Oktober 2009 seluas 16.420 km2.

c. Adanya penurunan pendapatan nelayan dan petani rumput laut di sekitar pulau Timor

dan Rote yang diakibatkan menurunnya jumlah tangkapan ikan dan kegagalan panen

rumput laut.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, dimana

buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat

penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang

mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut.

Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan

sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan,

udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain). Kemudian, polutan tersebut yang

masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan. Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton.

Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton lebih tinggi dibanding dalam tubuh

fitoplankton karena zooplankton memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya.

Fitoplankton dan zooplankton dimakan oleh ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan planktivores dimangsa ikan karnivores (pemakan ikan atau

hewan) sebagai tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik

level tertinggi. Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi

polutan dalam tubuhnya paling tinggi di antara seluruh organism laut. Kerang juga

mengandung logam berat yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air masuk

ke dalam insangnya setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan.

Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan

bisa melebihi konsentrasi yang di air. Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari

fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini

berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi,

kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia.

47 Dari berbagai sumber: Wikipedia (06/11/2010, 01:23); Tribunenews.com, Kupang; upstreamonline.com,

(24)

21

Karena kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang

berasal dari daerah yang tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga

makanan laut (seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung

bahan polutan yang tinggi. Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan

manusia adalah logam berat. Pada waktu minyak yang terkilang tinggi tumpah

dipermukaan air bersih, minyak tersebut akan membentuk lensa yang tebalnya bergantung

dari jenis minyak. Kecepatan penyebaran akan bergantung pada suhu udara dan laut, angin

dan arus laut serta jenis minyak. Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air

akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak

tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan

batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksin berpengaruh pada

reproduksi, perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut terutama pada plankton

bahkan dapat mematikan ikan dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses

emulfikasi merupakan sumber mortalitas bagi organism, terutama pada telur, larva dan

perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar,

akibatnya terjadi pencemaran minyak yang dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Akibat jangka pendek. Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membrane sel

biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut

kedalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak,

sehingga menurun mutunya oksigen, keracunan karbon dioksida dan keracunan

langsung oleh bahan berbahaya.

b. Akibat jangka panjang. Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak dalam laut dapat

termakan oleh biota laut, sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama

makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein.

Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma yang lainnya

melalui rantai makanan. Akumulasi minyak didalam zooplankton dapat berpindah ke

ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan

yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya atau dimakan oleh manusia.

Di air laut yang bersih, minyak dapat menyebar dengan cepat menjadi polapola sirkular.

Misalnya 1 M minyak mentah Timur Tengah dalam 10 menit dapat menyebar menjadi

lingkaran yang bergaris tengah 48 M dengan ketebalan ratarata 0,5 mm dan dalam 100

(25)

22

100 mm.48 Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan

susunannya yang sangat kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu

kesuburan lumpur di atas laut. Ikan yang hidup disekitar laut akan tercemar atau mati dan

banyak pula yang berimigrasi ke daerah lain.

Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk

sampai ke lapisan air dimana ikan berdiam. Lapisan minyak juga akan menghalangi

pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada

tingkat yang tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Lapisan

minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dan

tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu

proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan

menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan

yang berawal pada plankton akan terputus jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan

menutupi substrat selain akan mematikan organism benthos juga akan terjadi pembusukan

akar pada tumbuhan yang ada di laut.

Pencemaran minyak juga akan merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut

berpengaruh terhadap sistem pengakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO

dan O , dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar

berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan

pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove

tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup

berasosiasi dengan hutan mangrove, seperti moluksa, kepiting, ikan, udang dan biota

lainnya. Bukti-bukti dilapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam

habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah pencemaran

terjadi.49 Ekosistem terumbu karang juga tidak akan luput dari pengaruh pencemaran minyak. Jika terjadi kontak langsung antara minyak dan terumbu karang secara langsung

maka akan terjadi kematian terumbu karang secara meluas.50 Akibat jangka panjang yang

paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung

laut merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat

terpengaruh akibat tumpahan minyak. Akibat yang paling nyata terhadap burung laut

48Ibid.

49 Ibid.

(26)

23

adalah terjadinya penyakit fisik. Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya

bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air seperti burung camar.

Tubuh burung akan tertutup oleh minyak kemudian dalam usaha membersihkan tubuh

mereka dari minyak mereka biasa akan menjilat bulu bulunya akibat mereka meminum

banyak minyak dan akhirnya meracuni diri sendiri. Disamping itu dengan minyak yang

menempel pada bulu burung makan burung akan kehilangan kemampuan untuk

mengisolasi temperature sekitar, sehingga mengakibatkan hilangnya panas burung tersebut,

yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut kehilangan nafsu

makan dan penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya. Peristiwa yang sangat besar

akibatnya terhadap kehidupan burung laut adalah peristiwa pecahnya kepal tanki Torrey Canyon yang mengakibatkan matinya burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai dan sekitar 30.000 tertutupi genangan minyak dipermukaan laut yang tercemar oleh

minyak. World Health Organization (selanjutnya disebut WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan Food Agriculture Organization (selanjutnya disebut FAO) atau

Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengkonsumsi makanan laut

yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang

mempunyai daya racun yang sangat potensial dan memiliki kemampuan terakumulasi

dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian.

3.4Upaya pertanggungjawaban Australia terhadap Pemerintah Indonesia

Pertanggungjawaban negara berhubungan erat dengan suatu keadaan bahwa terhadap

prinsip fundamental dari hukum internasional, negara atau suatu pihak yang dirugikan

menjadi berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Karena itu,

pertanggungjawaban negara akan berkenaan dengan penentuan atas dasar apa dan pada

situasi yang bagaimana negara dapat dianggap telah melakukan tindakan yang salah secara

internasional.51 Tanggungjawab negara juga lahir akibat kegiatan-kegiatan yang merugikan negara lain, seperti kegiatan lintas batas nasional, perusahaan yang berada diperbatasan

territorial antar negara, eksplorasi sumber daya bawah laut lintas batas negara yang telah

melanggar ketentuan, dan dapat merugikan negara lain. Kesalahan atau kerugian yang

menimbulkan tanggungjawab negara mungkin beragam jenisnya. Dengan demikian suatu

negara bertanggungjawab karena melanggar traktat, berkaitan dengan tidak dilaksanakanya

51 Novia Kusma Ningsih, op. cit., hlm. 11. Lihat juga dalam Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum

(27)

24

kewajiban-kewajiban kontraktual, karena kerugian- kerugian terhadap warga negara dari

negara lain dan sebagainya. Jika kegiatan tersebut bersifat berbahaya, maka negara yang

wilayahnya dipakai untuk kegiatan-kegiatan seperti itu dapat bertanggungjawab secara

absolute/mutlak. Namun kegiatan itu normal/biasa sifatnya maka tanggungjawab negara

bergantung kepada kelalaian atau maksud/niat dari tindakan tersebut.52

Masalah Laut Timor bukan hanya masalah sepele dari sisi ekologi, tapi merupakan

masalah berbahaya yang mengancam masa depan anak cucu karena akan berdampak jangka

panjang. Seharusnya pemerintah melakukan kajian ilmiah secara komprehensif dan

menyeluruh di Laut Timor agar proses klaim ke pihak pencemar disertai bukti-bukti ilmiah

dan akurat. PTTEP Australia berencana untuk memberikan ganti rugi 5 juta dolar AS atau

Rp 45 miliar bagi para nelayan dan petani rumput laut di Timor Barat, Nusa Tenggara

Timur (NTT), namun Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dengan tegas menolak.

Alasannya jelas, jumlah ganti rugi tersebut sangat tidak sebanding dengan penderitaan yang

ditanggung para nelayan dan petani rumput laut sejak terjadinya pencemaran laut Timor,

seluas 85.000 kilometer persegi. YPTB bahkan mengajukan pengaduan baru dengan

melengkapi seluruh data tambahan berkaitan dengan pencemaran akibat ledakan ladang

minyak Montara. Jumlah nelayan yang mengalami kerugian, jauh lebih banyak

dibandingkan yang diajukan Tim Nasional yang dipimpim Menhub Fredy Numberi.

Meskipun Kilang Minyak Montara tersebut merupakan milik dari suatu Perusahaan

Thailand, akan tetapi bila melihat pada prinsip tanggung jawab negara maka Australia tetap

harus bertanggung jawab sebagai negara tempat pengeboran dilakukan dengan kata lain

Tanggung Jawab tersebut merupakan Tanggung jawab yang bersifat Absolut atau mutlak.

Dikarenakan selain telah melakukan pencemaran, pencemaran tersebut juga telah masuk

dan mencemari wilayah perairan Indonesia serta telah menyebabkan kerugian bagi

Indonesia khususnya penduduk sekitar laut Timor. Pada oktober 2012, Pemerintah Federal

Australia telah memerintahkan perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP Australia untuk

membuka kembali perundingan dengan YPTB yang telah disepakati bersama serta

menutup izin operasi perusahaan minyak tersebut di Laut Timor sampai kasus Montara

terselesaikan. Selanjutnya, kasus pencemaran ini dibawa ke Sidang APEC pada tahun 2013

untuk meminta dukungan masyarakat internasional, terutama Presiden Amerika Serikat

Barrack Obama yang akan menghadiri sidang APEC 2013 di Bali pada Oktober agar dapat

memasukkan kasus petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor sebagai isu

(28)

25

internasional, karena berkaitan dengan lingkungan global dan perubahan iklim dunia.53

Disatu sisi, dapat diketahui bahwa Australia sebagai negara pantai yang memberikan izin

kepada PTTEP untuk melakukan kegiatan ekplorasi dan ekploitasi di wilayah ZEE-nya,

juga memiliki tanggung jawab berupa kewajiban-kewajiban untuk membersihkan dan

memulihkan semua dampak pencemaran dan membayar kompensasi atas segala bentuk

kerugian yang dialami oleh korban pencemaran. Kewajiban-kewajiban tersebut

berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982, khususnya Pasal 56, Pasal 60,

Pasal 194 ayat 2. Klaim ganti rugi diselesaikan melalui perundingan antara kedua negara.

Guna menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ganti rugi pencemaran laut oleh

minyak, dalam hal ini penulis menggunakan prinsip-prinsip seperti Sic Utere Tuo Ut

Alienum Non Laedas, Prinsip Kehati-hatian, Prinsip Pencegahan, Prinsip Tanggung Jawab

Negara, dan lainlain. Berkaitan dengan penyelesaian klaim ganti rugi, terdapat beberapa

hal yang perlu diperhatikan, antara lain perlu adanya penelitian untuk mendapatkan data

yang akurat, serta pengembangan ketentuan hukum nasional terkait pencemaran yang

bersifat lintas batasganti rugi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain

perlu adanya penelitian untuk mendapatkan data yang akurat, serta pengembangan

ketentuan hukum nasional terkait pencemaran yang bersifat lintas batas.

3.5Upaya penyelesaian polemik antara Australia dan Indonesia dalam kasus tumpahnya minyak Montara

Peran laut belum pernah begitu penting dalam kegiatan umat manusia seperti dewasa

ini, yang meliputi berbagai kegiatan seperti di bidang perikanan, penambangan sumberdaya

mineral, transportasi, produksi energi serta perlindungan dan pelestarian lingkungan. Oleh

karena itu mempertahankan perdamaian dan ketertiban di laut, serta penggunaan

sumberdaya laut secara berkelanjutan untuk kepentingan umat manusia, menjadi sangat

vital. Untuk itu dalam kurun waktu lebih dari tiga dekade setelah mulai berlakukannya,

United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang juga sering

disebut sebagi “Constitution of the Oceans”, telah menjadi dasar dalam berbagai upaya

untuk mencapai tujuan tersebut. Mencermati penanganan kasus pencemaran laut Timor

pada akhir 2009 setidaknya kita bisa memperoleh gambaran bagaimana para pengelola pemerintahan masa itu menjalankan tugasnya. Perlu dicatat kasus ‘Montara’ baru

53 Ibid, hlm. 12. Lihat juga dalam

(29)

26

mendapatkan tanggapan Presiden SBY setelah hampir setahun ketika bekas-bekas

hidrokarbon di laut Timor oleh tumpahan minyak Blok Montara mulai menghilang.

Respons itupun sepertinya didorong oleh faktor eksternal yaitu penanganan kasus

pencemaran minyak BP di Teluk Mexico Amerika Serikat yang berpengaruh secara politis,

menunda kunjungan presiden Barack Obama ke Indonesia dan Australia,54 karena kasus pencemaran minyak di Laut Timor telah dijadikan sebagai salah satu isu internasional

dalam agenda APEC di Bali pada Oktober 2013.

Pencemaran di Laut Timor sifatnya lintas negara, karena melibatkan dua negara, yaitu

Australia dan Indonesia. Upaya-upaya penyelesaian untuk mengatasi dampak yang

diakibatkan pun telah dilakukan. Pemerintah Australia telah membentuk Komisi

Penyelidikan Tumpahan Minyak Montara, suatu tim khusus untuk menyelediki kasus

pencemaran laut ini. Atas permintaan Komisi ini, Leeders Consulting Australia melakukan

uji analisis sampel minyak dan air dari Laut Timor di perairan Indonesia dan membuktikan

bahwa kandungan minyak yang mencemari perairan Indonesia berasal dari ladang

Montara. Langkah pertama Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus ini adalah

dengan membentuk Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat di Laut (PKDTML)

yang bertugas mengkoordinasikan kajian kerugian sekaligus mengajukan klaim ganti rugi

akibat pencemaran laut timor kepada pihak Australia ataupun PT TEP-AUSTRALASIA.

Tim yang diketuai oleh Menteri Perhubungan Freddy Numberi beranggotakan Kementrian

Lingkungan. Tim nasional ini sejak awal bekerja dengan setengah hati dan was was kalau

kalau langkah yang mereka ambil salah sehingga berakibat fatal pada jabatan atau kariernya

di masa depan. Terlebih mereka tahu bahwa beberapa waktu sebelumnya Presiden SBY

sempat berpidato di depan parlemen Australia tanpa sedikitpun menyinggung kasus

‘Timorsea oilspill’ ini. Demikian juga bahwa otoritas keamanan dan keselamatan laut di

Indonesia sangat erat hubungannya dengan pihak Australia. Sehingga lengkaplah

kegamangan tim nasional tersebut.

Pembentukan Tim Nasional tersebut telah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor.

109 tahun 2006 tentang penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan minyak di laut.

Selanjutnya Menteri Perhubungan selaku Ketua Tim Nasional tersebut telah melakukan

beberapa upaya penanggulangan sebagai berikut:55 1) Membentuk Posko Daerah

54 Kasus Montara dan Good governance, Admin, Muhammad Rudi Wahyono, diakses 26 Oktober 2017, Pukul

15.30 WIB.

55 Sesuai dengan laporan penanggulangan tumapahan minyak di laut Timor Perairan Indonesia Akibat Kebocoran

Referensi

Dokumen terkait

IMPLEMENTASI LOMBOK TREATY DALAM KERJASAMA PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA (2009. –

Dalam melakukan penyelesaian sengketa pencemaran lintas batas tersebut Indonesia dengan Australia sudah seharusnya kedua negara melakukan penelitian serta melakukan

Asumsi tersebut tentu dapat menjadi sumber konflik yang potensial apabila tidak diatur melalui perangkat hukum laut internasional yang mengatur antara hak dan kewajiban

Disamping itu ada implikasi nyata dan krusial yang harus dihadapi oleh Indonesia-Australia, adanya persinggungan yang terjadi antara garis batas wilayah laut Australia-Timor

Dalam kasus penyelundupan manusia di wilayah Indonesia dan Australia, ditemukan pelanggaran yang dilakukan baik oleh Indonesia maupun Australia sebagaimana diatur dalam UNTOC

Dalam kasus penyelundupan manusia di wilayah Indonesia dan Australia, ditemukan pelanggaran yang dilakukan baik oleh Indonesia maupun Australia sebagaimana diatur dalam UNTOC

BERHASRAT untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif antara kedua negara dalam memberantas kejahatan dan terutama, mengatur dan meningkatkan hubungan antara mereka dalam

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk tanggung jawab Jepang terhadap pencemaran laut lintas batas yang disebabkan bocornya reaktor nuklir Fukushima pada gempa dan