• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya Ilmiah Upaya Penanggulangan dan Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karya Ilmiah Upaya Penanggulangan dan Pe"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KARYA ILMIAH MATA KULIAH

BAHASA INDONESIA

Upaya Penanggulangan dan Pencegahan Kebakaran Hutan di

Profinsi Jambi

OLEH

Nurhayat ( L1B115007 )

DOSEN PENGAMPU

Anggrika Riyanti, S.T, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Belakangan ini kebakaran hutan semakin menarik perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi, khususnya setelah bencana El Nino (ENSO) 1997 / 98 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25 juta hektar di seluruh dunia (Food and Agriculture Organization, 2001). Kebakaran hutan dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem (United Nations International Strategy for Diasester Reduction, 2002), kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati. Di Indonesia, keprihatinan mengenai dampak kebakaran hutan dan lahan cukup signifikan, dua bulan lebih kabut asap menyelimuti kota-kota di Sumatera dan Kalimantan. Itu berarti 3.168.637 jiwa (BKKBN Profinsi Jambi tahun 2012) penduduk Profinsi Jambi terkena paparan asap akibat kebakaran hutan sejak Agustus 2015 silam. Dengan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) berada pada tingkat 300-500 atau dikategorikan berbahaya, artinya udara dengan kandungan zat berbahaya dan sangat

mengganggu kesehatan bagi si penghirupnya, selain itu jarak pandang menurun hingga 10-30 meter (www.tribunnews.com diakses pada 28 Oktober 2015).

Akibatnya, sekolah dan lembaga pendidikan lainya banyak diliburkan, tak lain juga Universitas Jambi. Selain itu, sebagian besar aktivitas warga menjadi

terganggu dan ditaksir kerugian ekonomi akibat kabut asap disinyalir mencapai lebih dari Rp 20 triliun (www.bbc.com diakses pada 28 Oktober 2015). Ditambah lagi puluhan ribu warga terserang ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Kabut asap ini juga telah berhasil memperburuk kesehatan beberapa warga

(3)

Kebakaran hutan yang berujung bencana kabut asap menjadi salah satu masalah serius yang harus diatasi sesegera mungkin karena berdampak kerugian di berbagai sektor. Dengan demikian, pada karya ilmiah ini akan membahas mengenai Upaya Penanggulangan dan Pencegahan Kebakaran Hutan di Profinsi Jambi.

Penulis berharap dengan adanya karya ilmiah ini nantinya menambah

pemahaman yang lebih baik tentang kebakaran hutan, sehingga menjadikan lebih bijak dalam memandang hingga mendukung aksi penanganan kabut asap, dengan harapan akhir bencana kabut asap tidak akan berulang dimasa mendatang.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya penanggulangan kebakaran hutan.

2. Bagaimana upaya pencegahan kebakaran hutan di masa depan

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1 Menjelaskan upaya penanggulangan kebakaran hutan.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran Hutan

2.1.1 Definisi Kebakaran Hutan

Definisi Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.

2.1.2 Penyebab Kebakaran Hutan

Sebenarnya kebakaran hutan adalah proses yang secara alami terjadi di alam. Kebakaran merupakan bagian dari siklus alami dari ekosistem hutan. Kebakaran hutan normal terjadi pada saat musim kering.

Kebakaran ini memiliki fungsi sangat penting bagi ekosistem hutan, yaitu untuk menjaga keanekaragaman jenis (spesies) tumbuhan dan hewan yang ada di hutan. Kebakaran hutan alami berfungsi mencegah adanya spesies yang mendominasi di hutan.

Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki 2 tipe musim sepanjang tahun, yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

Kebakaran hutan di Indonesia umumnya terjadi secara alami di musim kemarau. Saat musim kemarau, daun-daun dan ranting pohon menjadi kering. Jika terkena panas terus-menerus, ranting pohon akan terbakar. Itulah penyebab alami dari kebakaran hutan.

Tapi perlu diingat, kebakaran yang murni karena siklus alam, biasanya tidak menyebar terlalu luas. Karena tumbuhan hidup mengandung air yang banyak sehingga sangat sulit untuk terbakar. Maka dari itu kebakaran alami biasanya hanya menghasilkan kebakaran yang relatif ringan.

(5)

langsung. Secara langsung, manusia bisa membuat hutan terbakar dengan tindakan-tindakan, seperti pemakaian api yang tidak benar saat berada di dalam hutan, membuka lahan dengan cara dibakar, kebiasaan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang seringkali menggunakan api untuk

persiapan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian maupun

perkebunan. Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai cukup memuaskan. Secara tidak langsung, manusia juga dapat mempermudah terjadinya kebakaran hutan dengan mengubah fungsi lahan yang ada, seperti pengeringan rawa-rawa gambut.

2.1.3 Dampak Kebakaran Hutan

Dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti

terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekwensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda.

Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain meliputi penurunan kualitas udara akibat kepekatan asap yang memperpendek jarak pandang sehingga mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia dan biologi tanah, mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari segi lingkungan global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca. Dampak pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alami,

(6)

yaitu hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan masyarakat lokal (Kantor Meneg L.H., 1998).

Sedangkan dampak ekonomi antara lain meliputi dibatalkannya jadwal transportasi darat-air dan udara, hilangnya tumbuh-tumbuhan terutama tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, biaya pengobatan masyarakat, turunnya produksi industri dan perkantoran, serta anjloknya bisnis pariwisata.

2.2 Fenomena El Nino dan La Nina

El Nino dan La Nina merupakan siklus anomali (penyimpangan) iklim yang terjadi di Samudra Pasifik. Keduanya itu merupakan pasangan yang saling

berlawanan. Sederhananya, El Nino menyebabkan kekeringan di daerah Indonesia dan Australia sedangkan curah hujan tinggi di benua Amerika. Sebaliknya, La Nina menyebabkan kekeringan di benua Amerika sedangkan curah hujan yang sangat tinggi di Indonesia dan Australia. Siklus ini berlangsung dalam waktu sekitar 5 tahun atau 7 tahun sekali. Waktu efek El Nino ataupun La Nina dapat berlangsung sekitar 9 bulan sampai dengan 12 bulan.

Pada saat normal angin passat bertiup dari tekanan tinggi Sub Tropis (dari arah timur) menuju tekanan rendah ekuator (barat). Sehingga air hangat Samudera Pasifik berkumpul di pantai Utara Australia dan pantai Indonesia. Hal inilah yang mengakibatkan hujan di Australia dan Indonesia. Namun pada lima tahun sampai tujuh tahun sekali Angin Passat tersebut berubah arah. Yang semula dari arah timur ke barat berubah menjadi arah barat ke arah timur. Hal inilah

mengakibatkan El Nino yaitu di Samudera Pasifik dan Indonesia berkurang curah hujan dari biasanya. Kemudian untuk La Nina terjadi karena angin passat bertiup dengan kencang dan terus menerus melewati Samudera Pasifik menuju Australia. Angin Passat ini akan mendorong lebih banyak air hangat di Samudera Pasifik menuju Australia Utara sehingga hujan hanyak turun di Samudera Pasifik Barat, Australia Utara dan Indonesia.

(7)

yang rendah dan cuaca siang hari yang terik. Dampak tambahan pada para warga yang diselubungi kabut asap antara lain yaitu sering terjadi mati lampu karena pemadaman listrik bergilir. Hal ini disebabkan karena keadaan PLTA yang kering karena intensitas hujan yang rendah

Sebelum El Nino 2015 kini, pusat prakiraan iklim Amerika (Climate

Prediction Center) mencatat bahwa sejak tahun 1950, telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena El-Nino. 6 kejadian di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988 dan 1997/1998. Tahun 1997 sering diingat sebagai terjangan El Nino yang terkuat sepanjang sejarah Indonesia.

Indonesia mengalami kebakaran hutan paling parah di seluruh dunia dan banyak mencuri perhatian dunia internasional. Berdasarkan analisis terbaru dari National Oceanic and Atmospheric Administration dan NASA, El Nino 2015 akan terus menguat menyamai El Nino 1997.

Potensi awan hujan yang diambil pada tanggal 10 Oktober 2015 oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional):

Sumber: http://sadewa.sains.lapan.go.id/

(8)

Indonesia. Semestinya, Bulan September hingga Desember sangat identik dengan musim penghujan. Tapi dengan datangnya anomali El Nino, hingga Oktober, hujan masih jarang turun.

Kondisi kering yang berkepanjangan ini yang menyebabkan terjadinya

kebakaran hutan di seluruh wilayah Indonesia. Berikut gambar persebaran titik api (hot spot) yang ada di Indonesia pada tanggal 14 Oktober 2015:

Sumber: http://fires.globalforestwatch.org/#v=map&x=122.07&y=-5.44&l=4&lyrs=Active_Fires

Warna kuning merupakan lokasi kebakaran paling parah. Warna abu-abu menunjukkan intensitas kebakaran sedang. Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa titik api (hotspot) terdapat di hampir seluruh Indonesia, dengan keadaan paling parah ada di Sumatera dan Kalimantan, disebabkan karena faktor dari lahan gambut yang sangat banyak terdapat di Kalimantan dan Sumatra.

2.3 Lahan Gambut

(9)

tumpukan kayu hasil dari lambatnya proses dekomposisi karena sisa-sisa tumbuhan terendam oleh air. Contoh penampakan lahan gambut alami.

Sumber: Mongabay.com

Ekosistem yang membentuk lapisan gambut biasa disebut juga dengan ekosistem rawa gambut (rawa karena banyak air). Banyak terjadi di daerah dengan tanah datar, karena ada sedikit cekungan, air akan langsung berkumpul. Lapisan gambut yang terbentuk di cekungan bisa sampai sedalam 10-20m. Gambaran proses pembentukan lahan gambut bisa liat di gambar :

(10)

Kalimantan, berikut gambar persebaran tipe hujan dan peta kontur Indonesia di bawah ini:

Sumber: cloudfront.net

(11)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Rawa Gambut Terbakar

Sejatinya, lahan gambut sangat sulit terbakar karena lahan gambut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terendam oleh air (rawa gambut).

Sumber: Mongabay.com

Akantetapi, lahan gambut bisa mudah kebakar saat lahan gambut

dikeringkan. Dengan alasan menganggap lahan gambut merupakan lahan yang tidak produktif. Untuk membuat lahan gambut produktif (dijadikan lahan

pertanian dan lahan perkebunan), lahan gambut perlu dikeringkan terlebih dahulu dengan cara membuat kanal-kanal sehingga air rawa gambut yang awalnya stagnan, dibuat menjadi mengalir ke sungai. Alhasil, ekosistem rawa gambut berubah menjadi tanah dengan lapisan gambut. (nama rawa mengacu pada lingkungan yang terendam air).

Lahan gambut yang kering menimbulkan berbagai risiko masalah serius. Saat terjadi kekeringan panjang, seperti El Nino 2015 ini, bisa bayangkan lahan gambut menjadi tumpukan kayu kering yang siap terbakar. Hal yang terjadi jika kayu kering ditumpuk dan terkena panas, tanpa ada yang membakar pun, lahan gambut itu bisa dengan mudah terbakar.

(12)

lapisan gambut kering sangat besar saat ini. Jadi wajar saat El Nino berlangsung, terjadi kebakaran hutan yang dahsyat. Ditambah dengan adanya pihak yang sengaja membakar hutan gambut yang bersifat kering. Semakin memperparah kebakaran.

Di sisi lain, risiko masalah juga timbul saat musim hujan. Sesuai namanya, rawa gambut memiliki fungsi utama untuk menampung air. Dengan

dikeringkannya rawa gambut, menjadi tidak ada lagi yang menahan air hujan. Dampak langsung dari pengeringan rawa gambut adalah munculnya masalah banjir di tempat lain jika terjadi musim hujan.

3.2 Efek Terbakarnya Lahan Gambut

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, lahan gambut yang kering dapat diumpamakan sebagai tumpukan kayu kering yang siap terbakar. Lapisan gambut tersebut bahkan bisa mencapai 10m. Menjadi bencana serius ketika lahan gambut yang kering ini terbakar dan akan mengganggu fungsi ekosistem rawa gambut yang lain. Karena lahan gambut merupakan sisa-sisa tumbuhan yang “gagal” terdekomposisi, berarti ekosistem rawa gambut juga berperan sebagai penyimpan karbon yang sangat tinggi. Berikut reaksi pembakaran hidrokarbon :

CxHy (carbon organik) + O2 −→ CO2 + H2O

Reaksi pembakaran hidrokarbon atau juag dapat digambarkan dengan reaksi kebalikan dari proses fotosintesis. Proses fotosintesis: CO2 + H2O −→

C6H12O6 + O2.Nah, C6H12O6 hasil fotosintesis menjadi sumber nutrisi untuk tumbuhan, untuk tumbuh dan membentuk kayu-kayu besar. Jadi reaksi

pembakaran kayu, sama halnya kebalikan dari reaksi fotosintesis.

(13)

Pada pembahasan ini, fokus membahas CO2, karena CO2 merupakan gas yang paling dominan dari hasil pembakaran. CO2 adalah salah satu gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1997, terjadi El Nino yang mengakibatkan kebakaran hutan (terutama lahan gambut) di Indonesia. Diperkiraan kebakaran lahan gambut pada saat itu

menghasilkan CO2 sebesar 0.81-2.5 Giga Ton. Nilai tersebut mendekati 13-40% total emisi CO2 per tahun di dunia. Sebagai perbandingan, total emisi CO2 Indonesia sepanjang tahun 2013 "hanya" sebesar 0.5 Giga Ton. Karena keadaan iklim saat ini mirip dengan tahun 1997 dan saat ini lahan gambut kering semakin banyak, diduga kebakaran tahun ini akan lebih parah dari 1997.

3.3 Upaya Penanggulangan Kebakaran Hutan

Untuk penanggulangan kebakaran lahan gambut tergolong sangat sulit. Karena kebakaran lahan gambut ini tidak seperti kebakaran yang umum terjadi di lahan lainnya. Karena kedalaman lapisan gambut bisa mencapai 10-20m, api dapat tersimpan sampai 5 meter di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu, meskipun di permukaan tanah terlihat sudah tidak ada api, api bisa tetap menjalar di bawah tanah dan nanti akan dapat muncul lagi ke permukaan. Dan faktor ini pula yang membuat Bencana Kabut Asat tidak pernah habis-habis walaupun telah diupayakan pemadaman api.

Dari berbagai upaya penanggulangan, beberapa alternatif yang dapat yang dilakukan.

1. Penyemprotan dengan air

Ini cara yang paling umum diketahui tapi sebetulnya kurang efektif

memadamkan api kebakaran lahan gambut karena hanya dapat mematikan api yang berada di permukaan saja.

2. Water bombing

Prinsipnya mirip seperti semprotan air tapi areanya lebih luas. Metode ini menurut penulis pribadi juga kurang efektif karena hanya dapat

(14)

Perlu perhitungan pemodelan udara yang teliti agar tindakan water bombing bisa efektif.

3. Teknik Pembakaran Terkendali (Controlled Burning)

Dalam menekan dan mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan yang meluas tak terkendali, pendekatan Teknik Pembakaran Terkendali

(Controlled Burning) dapat menjadi salah satu alternatif untuk membuka lahan pertanian masyarakat lokal. Namun ditekankan dalam penggunaan teknik ini harus dihindari atau hanya dilakukan dengan syarat:

1. Hanya diijinkan pada masyarakat lokal yang tidak berbadan hukum; 2. Luas lahan tidak lebih dari 1-2 ha;

3. Kondisi tidak memungkinkan tanpa penggunaan api (pembakaran); 4. Pembakaran dilakukan bergilir pada setiap calon ladang.

Ada beberapa tahap yang dapat dijadikan acuan dalam pengolahan lahan gambut yang menggunakan Teknik Pembakaran Terkendali atau

Controlled Burning (Syaufina, 2003), yaitu:

1. Pemilihan lokasi calon ladang, diutamakan lahan yang berupa semak dengan luass 1-2 ha.

2. Penebasan tumbuhan bawah, semak, dan anakan.

3. Pengeringan bahan bakar hasil tebasan dijemur dibawah sinar matahari 10-30 hari setelah tebas atau tergantung kondisi cuaca. 4. Pembuatan sekat bakar dengan membersihkan sisi-sisi ladang dari

serasah selebar 1-4 meter, hal ini juga berguna agar api tidak akan merembet ke luar lahan pembakaran.

5. Penumpukan bahan bakar yang berupa serasah secara merata dan setipis mungkin di lokasi calon ladang yang akan dibakar supaya api akan lebih terkontrol, selain itu juga untuk mengurangi asap yang dihasilkan.

6. Pembuatan parit dan tandon air di sekeliling calon ladang sebagai sumber air serta untuk mencegah penjalaran api.

7. Pembakaran.

Hal yang harus diperhatikan dalam pembakaran adalah :

(15)

Personil terdiri dari orang yang melakuan pembakaran dan orang yang mengawasi berlangsungnya proses penyebaran api sehingga api tidak menjalar keluar.

 Personel pembakar : 4 orang

 Personel pengawas : ± 10 orang

Waktu Pembakaran:

Kurang lebih pukul 12.00 – 14.00, bervariasi tergantung kondisi daerah dan cuaca. Pembakaran yang baik dilakukan pada saat bahan bakar sudah sangat kering dan angin tidak bertiup terlalu kencang sehingga bahan bakar mudah terbakar dan api mudah terkontrol serta menekan asap yang ditimbulkan.

Teknik pembakaran:

Teknik pembakaran melingkar (ring firing). Pembakaran dilakukan oleh empat orang yang berdiri pada sudut calon ladang secara terus menerus dan berada dibawah satu komando yang bermula dari dua tempat yang berbeda. Setiap dua pembakar bergerak menju arah yang sama dan membuat titik-titik api yang berjarak 1 meter pada arah yang sama. Dengan menggunakan teknik pembakaran ini api akan bergerak ke tengah dan proses pembakaran lebih cepat sehingga mengurangi resiko penjalaran api ke arah luar dan ke bawah.

Teknik penyiapan lahan di lahan gambut dengan modifikasi (Syaufina, 2003)

(16)

Hujan buatan hanya bisa dilakukan jika telah adanya awan potensi hujan di sekitar wilayah kebakaran hutan. Dengan kata lain, hujan buatan sebenarnya hanya mempercepat terjadinya hujan

5. Sekat bakar

Upaya yang paling ideal untuk mengatasi kebakaran lahan gambut adalah secepat mungkin membuat sekat bakar saat pertama kali kebakaran terdeteksi. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran kebakaran ke area gambut lain di sekitarnya. Setelah area kebakaran disekat, diharapkan kebakaran akan berakhir ketika tanah gambut yang kering di area tersebut sudah habis terbakar atau menunggu datangnya hujan yang akan

memadamkan kebakaran. 6. Kanal air

Solusi lain yang cukup efektif adalah membuat kanal baru untuk mengalirkan air dalam jumlah besar ke area gambut yang sedang terbakar. Ini solusi yang paling cepat untuk menanggulangi kebakaran gambut, akantetapi susah untuk dilakukan. Syaratnya: 1. Ada sungai dengan debit aliran air besar dan 2. Titik api masih bisa dijangkau. Selain itu, hal ini cukup berbahaya dikerjakan di tengah keadaan asap tebal.

Dari fakta di atas, dapat di bayangkan betapa susahnya memadamkan

kebakaran gambut, ditambah dengan area kebakaran yang sangat luas. Penerapan penanggulangan dengan ssistem disekat juga mengingat area yang terbakar sudah terlalu luas. Membangun sekat dan kanal air juga sangat sulit. Solusi terakhir adalah menunggu hujan musim hujan turun. Untuk benar-benar memadamkan kebakaran lahan gambut yang sudah meluas, tidak cukup dengan hujan satu hari saja. Butuh hujan degan intensitas besar yang biasa turun di musim penghujan.

3.4 Upaya Pencegahan Kebakaran Hutan di Masa Depan

Sangat susahnya penanganan kebakaran hutan (terutama untuk lahan

(17)

supaya meminimalisasi kebakaran-kebakaran hutan yaitu langkah paling pertama adalah stop pengeringan rawa-rawa gambut. Ini yang paling utama. Dengan masih adanya air di ekositem gambut, hutan akan sulit terbakar. Selain itu, jika lahan gambut yang dikeringkan terus bertambah, potensi kebakaran semakin bertambah karena di musim kemarau lahan tersebut bisa terbakar sendiri, bahkan tanpa ada orang yang sengaja untuk membakar hutan.

(18)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kebakaran hutan menimbulkan dampak besar bagi lingkungan hidup, dalam upaya menangulangi kebakaran hutan dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung keadaan dan karakter kebakaran hutan yang terjadi, penangulangan kebakaran hutan dapat dilakukan dengan cara Penyemprotan air jika tingkat kebakaran hutan ringan, Water bombing jika kebakaran hutan dengan ketebalan gambut yang tipis, Teknik Controlled burning untuk solusi membuka lahan pertanian lokal dengan rendahnya efek yang di timbulkan, Hujan buatan jika terdapat awan berpotensi hujan di sekitar area kebakaran hutan, Teknik Sekat Bakar untuk tipe kebakaran yang sulit menjangkau air untuk pemadaman, dan Pembuatan Kanal Air untuk pemadaman kebakaran hutan yang masih memiliki debit air besar disekitar area kebakaran hutan.

Pencegahan kebakaran hutan adalah hal yang bijak yang harus dilakukan, karena jika hutan sudah terlanjur terbakar terlebih hutan bertipe lahan gambut akan sangat sulit untuk menanggulangi pemadaman api. Langkah yang paling pertama dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan adalah stop pengeringan rawa-rawa gambut, dengan masih adanya air di ekosistem gambut membuat hutan sulit terbakar. Untuk lahan yang sudah terlanjur dikeringkan, dapat dilakukan pembasahan ulang lahan gambut dengan cara membendung kembali kanak-kanal pengering. Tindakan ini akan membuat air kembali mengalir ke lahan gambut. Lahan gambut akan kembali menjadi rawa gambut yang memiliki banyak air sehingga rawa gambut akan sulit terbakar.

4.1 Saran

(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Luca Tacconi. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biyaya dan Implikasi Kebijakan. Center for International Forestry Research. Bogor. Wahyu Catur Adinugroho, dan INN Suryadiputra. Strategi Pencegahan Kebakaran

Hutan dan Lahan Gambut. Wetlands Internastional-Indonesia Programme. Bogor.

Fachmi Rasyid. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaan Hutan. Jurnal Lingkar Widyaiswara Edisi 1 No. 4 Tahun 2014. Banten

Zulfikar Hermawan. 2015. Kenapa sih Bencana Kabut Asap ini Ga Habis-habis?. Zenius Multimedia Learning. Jakarta .

Gambar

Gambar awan hitam merepresentasikan awan potensi hujan. Pada informasi

Referensi

Dokumen terkait

of Malaya.. Dengan cara ini robot dapat m c n e nt uka n arah Jaluan yang akan diikuti dahulu dan mengaitkannya dengan persekitaran yang diper lehi daripada pengesan yang

Kejadian Kebakaran di Hutan Pendidikan Gunung Walat 18 Dampak Kebakaran Hutan terhadap Produktivitas Getah Pinus 20 Dampak Kebakaran terhadap Sifat Fisika dan Kimia Tanah 25

Penelitian yang telah dilaksanakan adalah mengenai modal sosial pada suporter sepakbola lebih menganalisis pada bagaimana jaringan, kepercayaan dan norma pada suatu suporter,

Bagaimana cara mendesain bangunan residensial menjadi co-working space yang menarik serta sesuai standard dari segi sirkulasi dan tata ruang, pencahayaan yang cukup,

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Penulis dengan judul Representasi Maskulinitas Modern dalam Iklan L‟Oreal Mens Expert ini akan menggali mengenai unsur semiotika dalam

Terhadap suatu negara yang akan atau telah menyempurnakan kodifikasi atau undang-undang hukum pidananya, tidak secara mutlak harus mencantumkan lagi hukum

Dalam melaksanakan audit energi  pada bangunan kompleks Rumah Sakit dr. Konsumsi energi listrik RS dr. Karyadi untuk beban tenaga disuplai oleh Gardu I dan Gardu

Menurut Solomon dan Rothblum (1984), beberapa kerugian akibat kemunculan prokrastinasi akademik adalah tugas tidak terselesaikan, akan terselesaikan tetapi hasilnya